Jam makan siang datang. Gita menyenggol lengan atas Caliana dengan sikutnya lalu mengedikkan kepalanya ke arah pintu. Tepat dimana Haikal berada dan tersenyum ke arahnya. "Ayo kenalin." Mohon Gita dengan bisikan yang teramat pelan. Caliana melirik ke arahnya kemudian mendelik.
"Makan siang bareng, boleh?" Tanya Haikal yang sudah berdiri di dekat meja Caliana. Caliana hanya tersenyum dan mengangguk. Ia meraih dompetnya dan berdiri. Mengajak Gita turut bersama mereka.
"Dia Gita. Kalian udah kenalan kan tadi." Caliana buka suara. Haikal mengangguk. Gita melambaikan tangannya dan tersenyum manis pada pria di depannya. Haikal hanya membalas dengan menunjukkan lesung pipi manisnya.
Mereka bertiga berjalan menuju lift. Ruangan kerja tim lain pun tampaknya sudah mulai kosong. Bersamaan dengan mereka memasuki lift, mereka melihat Adskhan berjalan bersama dengan ketua tim audit. Lantas tiba-tiba Caliana mengingat ucapan Gila
Caliana masih membeku di tempatnya. Menatap Adskhan dengan bingung. "Ayo." Ucap pria itu lagi."Tidak usah, Sir. Saya akan memesan taksi atau ojek online." Tolaknya halus. Dia tidak mungkin berkata kasar sementara saat ini mereka masih berada di lingkungan kantor dan ada satpam yang mengawasi."Ini perintah, Ana." Jelas sekali Adskhan tak ingin ditentang. Caliana melirik satpam yang sedang berjaga yang dengan terang-terangan balik menatapnya dan Adskhan bergantian dengan mimik bingung.Tak ingin terus menjadi tontonan. Caliana akhirnya mengekori Adskhan. Pria itu membukakan pintu penumpang bagian depan untuknya. Awalnya Caliana menduga mereka akan disupiri oleh supir pribadi Adskhan. Tapi Caliana salah. Karena jelas kursi kemudi dalam keadaan kosong meskipun mesin mobil masih menyala.Adskhan memutari bagian depan mobil dan duduk di balik kemudi. Tanpa banyak kata lagi, pria itu melajukan mobil kelua
Adskhan terbangun tanpa membuka mata dan merasakan pegal di lengan kanan bagian atasnya. Seketika ia tersadar bahwa saat ini dia sedang tidak berada di kamar tidurnya sendiri. Tersentak, Adskhan membuka mata dan melihat sisi dimana Caliana tidur kosong."Ana?" Panggilnya dengan suara serak. Adskhan terduduk dan mencari sekeliling ruangan dan menyadari kalau Caliana tengah bersujud di atas sajadah. Hatinya melega seketika. Adskhan melirik jam tangannya, lalu Ia pun turut turun dari atas tempat tidur.Adskhan berjalan menuju kamar mandi. Mencuci muka dan membersihkan diri seadanya. Ia bersikap seolah rumah itu rumahnya sendiri. Setelahnya dia kembali ke kamar dan melihat Caliana sudah melepas mukenanya. Rambut gadis itu tampak basah. "Kamu mandi?" Tanya Adskhan terkejut. Caliana menyentuh rambutnya dan mengangguk. "Bukannya kamu gak enak badan? Memangnya demam mu sudah turun?" Adskhan mendekat dan hendak menyentuh dahi Caliana. Namun Caliana m
Adskhan kembali ke dalam rumah. Ia berjalan langsung menuju ke dapur dan mencari alat makan sebelum kemudian memindahkan bubur yang dibelinya ke atas mangkuk dan meletakkannya di atas nampan beserta segelas air putih hangat yang sengaja dia tuang dari dispenser.Caliana masih berbaring dalam posisi memunggungi pintu. Tubuh gadis itu terlihat gemetar pelan dan napasnya tampak pendek-pendek. Adskhan meletakkan nampan di atas nakas lalu kemudian menyentuhkan kembali punggung tangannya di dahi gadis itu. Panas. Sepertinya kali ini ia harus memaksa gadis itu untuk pergi ke rumah sakit.“Ana, makan dulu sarapannya.” Adskhan menyentuh pundak gadis itu. Caliana mengerang lirih, namun kemudian berbalik dan memandang Adskhan. “Buburmu, sudah aku minta sesuai seleramu pada tukang buburnya.” Ujarnya. Dahi Caliana mengerut. “Aku menghubungi Syaquilla dan dia bilang cukup mengatakan bubur Neng Ana dan tukang buburnya mengerti
Baik Adskhan dan Caliana keduanya terdiam. Caliana tahu dia sudah melewati batas. Tidak seharusnya dia menanyakan hal yang begitu pribadi. Terlebih mungkin hal ini akan sangat menyakiti perasaan Adskhan karena pria itu terpaksa mengungkit masa lalu yang mungkin sebenarnya sangat ingin dia lupakan. Caliana merasa ia telah mengeluarkan pertanyaan yang salah. Ia hendak meralat pertanyaannya namun kemudian Adskhan bersuara.“Bukankah pertanyaan semacam itu lebih baik kamu ajukan pada orang yang mengenalku?” ia balik bertanya. Caliana mendongakkan kepala, balik memandang pria itu. “Jika kau bertanya langsung padaku, bagaimana jika aku memutarbalikan fakta?”Caliana terdiam. “Itu bisa saja terjadi. tapi mendengar dari orang lain pun belum tentu mendapatkan jawaban yang sebenarnya. Bisa saja mereka melebih-lebihkan dan turut memutar balikan fakta hanya supaya Anda terlihat lebih baik. Tapi bisa juga sebaliknya. Jadi le
Caliana mengangkat tubuhnya dan mendekati Adskhan. Adskhan sudah menutup mata dan bersiap menerima tamparan dari tangan Caliana. Namun sedetik setelah menutup mata, ia membelalakkan mata dan menatap Caliana tak percaya.Panas yang menyebar di pipinya bukanlah panas akibat tamparan. Melainkan karena tangan gadis itu merangkum wajahnya dengan kedua tangannya dan bahkan dengan tak bisa Adskhan bayangkan, gadis itu mengecup bibirnya. “Ana?” cicit Adskhan saat gadis itu sudah kembali duduk di tempatnya, seolah semua itu tidak pernah terjadi.Caliana mengabaikan panggilan pria itu dan memilih membaringkan tubuhnya kembali di atas tempat tidur dan menyembunyikan tubuhnya ke balik selimut. “Aku lelah. Dan benar-benar mengantuk. Aku mau tidur.” ucapnya ketus.“Ana?” Adskhan kembali menyebut nama gadis itu.
Di waktu yang sama di tempat lain."Ayolah..." Tangan Syaquilla terus menerus menggoyangkan lengan Carina. Carina yang sedang fokus dengan buku bacaannya kini menghentakkan buku nya ke atas meja dan melotot ke arah sahabatnya."Qilla, Itan itu masih dalamMad Mode On, you know?" Ucapnya dalam bahasa Inggris yang malah membuat Syaquilla terkekeh geli. "Ituh lagilearning English. Please do notdisturb." Lanjut Carina dengan kesal. "Lagian kenapa sih maksa-maksa buat ngehubungin Itan?"“Penasaran aja.” Jawab Qilla dengan lugunya. “Abisnya Papa pagi-pagi udah nanyain bubur buat Itan. Jangan-jangan mereka sarapan bareng. Itu berarti Itan gak Mad Mode On sama Papa. Iya, kan?” tanya Syaquilla penuh harap.Carina menyipitkan mata. “Kalo gitu, itu namanya gak adil dong!” ujarnya kesal.“Kenapa gak a
Caliana merasa suhu ruangan mendadak menjadi dingin. Sementara tubuhnya tiba-tiba terasa panas. Alhasil ia hanya bisa menggigil dan mencengkeram selimutnya semakin erat.Ia mendengar suara-suara diluar sana. Rasanya terdengar amat jauh. Namun denyutan di kepalanya membuatnya merasa sulit untuk membuka mata.Dia sadar ketika pintu kamarnya terbuka dan seseorang melangkah masuk. Dia bahkan bisa mendengar panggilan Carina meskipun keponakannya itu memanggilnya dengan suara lirih. "Itan..?"Caliana ingin menjawab panggilan itu, tapi entah bagaimana rasanya sulit sekali untuk mengucapkan sesuatu dari bibirnya. Ia bisa merasakan tangan dingin Carina menyentuh dahinya dan sedikit sentuhan itu membuat otot-otot di tubuhnya terasa seperti tersengat sesuatu yang membuatnya semakin menggigil. Dingin, panas dan ngilu di saat bersamaan. Belum lagi dentuman di kepalanya membuatnya semakin sulit untuk membuka mata. Dan suara langkah ka
Adskhan terdiam dalam kegelapan di ruangan kerjanya. Matanya menatap kosong kea rah luar jendela. Pikirannya menerawang jauh pada perkataan Gilang di rumah sakit beberapa jam lalu.“Sepenuhnya aku mendukung hubungan kalian jika memang kalian saling menyukai.” Ucap pria itu dengan suara yang sepertinya hanya bisa didengar oleh Adskhan. Mengingat di ruangan itu juga ada Carina dan juga Syaquilla. “Tapi semuanya tidak akan mudah bagi kalian.” Lanjut Gilang.Adskhan menatap kembaran Caliana itu dalam diam. “Ibuku bukan orang yang mudah kau taklukan.” Gilang menjelaskan. “Terlebih Caliana adalah satu-satunya wanita dalam keluarga kami.Abaikan kedua kakakku. Terlebih kakak keduaku pasti akan setuju denganku dan akan merestui hubungan kalian jika kalian memang saling mencintai. Mengenai kakak sulungku,
“Kenyang?” tanya Caliana dengan dahi berkerut.Adskhan dengan sengaja kembali menekankan bagian bawah tubuhnya sehingga Caliana terbelalak. “Kau tahu apa maksudku, kan?” Bisik Adskhan di telinga gadis itu sehingga mau tak mau membuat Caliana bergidik ngeri. Bibir pria itu menggodanya, mulai mengusap bagian sisi wajahnya sehingga tanpa sadar Caliana mendongak dan memberikan pria itu kesempatan untuk menjelajah ceruk lehernya yang ramping. “Bisakah aku meminta hak ku sekarang?” tanyanya dengan nada memohon.Caliana menggelengkan kepala. “Kenapa lagi sekarang?” tanya Adskhan dengan nada merengek.“Tubuhmu bau,” ucap Caliana seraya mengernyitkan hidungnya. “Pergi sana mandi.” Perintahnya seraya membalikkan tubuh Adskhan dan mendorongnya masuk ke dalam kamarnya hingga pria itu mencapai kamar mandinya.Adskhan ingin menolak, namu
Adskhan menghentikan mobilnya di luar rumah Caliana. Membuka gerbangnya dengan kunci cadangan yang sudah ia miliki sejak lama.Mobil Caliana belum beranjak dari tempatnya. Masih disana sejak kali terakhir Adskhan datang ke kediaman calon istrinya itu sebelum akhirnya keluarga Caliana melakukan pingitan pada mereka berdua.Entahlah, mungkin Caliana bisa mendengar kala pintu gerbang rumahnya dibuka atau tidak. Tapi yang jelas, istrinya itu sama sekali tidak menyambutnya karena kediaman Caliana terasa hening. Apa Gilang mengerjainya? Siapa yang tahu bahwa sebenarnya Caliana tidak benar-benar kembali ke rumahnya.Ia membuka pintu depan dan masuk dengan mengucapkan salam. Namun lagi-lagi, tidak ada yang menjawabnya. Saat Adskhan melihat pintu kamar Caliana sedikit terbuka, ia masuk ke dalamnya. Caliana tidak ada disana. Yang ada hanya koper kecil yang tadi Caliana bawa dari ruang ganti kamar hotel.&ldquo
Dengan cepat Anastasia berlari mengejar Adskhan. Wanita itu memanggil nama Adskhan berulang-ulang namun Adskhan memilih mengabaikannya. Hingga akhirnya stiletto Anastasia berhasil membawanya mendekati Adskhan. Wanita itu seketika mengulurkan tangannya dan meraih lengan Adskhan yang kemudian Adskhan tepis dengan kasar.“Adskhan, dengarkan aku. Kumohon. Aku benar-benar menyesal. Aku minta maaf.” Ucapnya dengan nada merengek. Wanita itu kembali mencoba meraih tangan Adskhan yang kemudian kembali Adskhan tepis sehingga membuat wanita itu kali ini terjatuh sampai bersimpuh di atas lantai marmer yang dingin. tak ingin kalah, Anastasia memeluk kaki Adskhan dengan kedua tangannya hingga Adskhan terpaksa menghentikan langkahnya. “Aku sungguh-sungguh minta maaf.” Ucapnya lagi dengan nada memelas. Memohon belas kasihan pria itu setelah akhirnya ia tersadar bahwa semua ucapan yang Adskhan katakan di dalam kamar tadi bukanlah perkataan main-main. “Aku.. aku&h
Ia tiba di sebuah hotel berbintang lima yang mewah yang masih berada di sekitaran Dago. Segera setelah memarkirkan mobilnya Adskhan langsung menuju ke kamar hotel yang disebutkan oleh Dilara saat ia menghubungi sepupunya itu tadi. Disana, didalam kamar mewah yang disewa mantan istrinya itu, ada ibu Adskhan, Nyonya Helena yang duduk berdampingan dengan suaminya, Sir Ahmed. Sementara Dilara, berdiri dengan pinggul bersandar pada kursi bar dengan kedua tangan terlipat di depan dada. Jangan tanyakan dimana anak dan suaminya. Adskhan tebak bahwa iparnya itu sedang menunggu mereka di suatu tempat.Ketiga anggota keluarganya itu tampak menunjukkan ekspresi yang berbeda. Tentu dengan isi kepala yang berbeda pula yang berisikan pertanyaan-pertanyaan yang mungkin sebenarnya ada di dalam kepala Adskhan sendiri.Sementara itu, di sisi lain ruangan. Tepat di atas sofa yang memunggungi jendela, tampak dua wanita duduk bersisian. Satu Anastasia, wanita yan
Kemeriahan yang berakhir dengan perasaan kacau balau itu akhirnya selesai. Caliana kembali ke ruang ganti dengan langkah cepat yang ia bisa. Gita yang mengikutinya hanya bisa melihat sahabatnya itu dengan tatapan tanya. Apa yang terjadi pada jam-jam terakhir pesta? Itulah pertanyaan yang ada di kepalanya namun tak berani gadis itu utarakan pada sahabatnya. Padahal sebelumnya Gita melihat Caliana begitu gembira dan selalu penuh senyum setiap bertemu tamunya. Apa yang membuat ekspresi itu hilang dalam sekejap?Caliana duduk di atas kursi dengan tatapan terarah pada cermin besar di hadapannya. Para MUA sudah mulai membantu untuk melepas riasan kepalanya sementara yang lain mulai membersihkan make-up yang menempel di wajahnya. Tak lama setelahnya, Adskhan masuk dengan tatapan terarah langsung pada Caliana.“Sayang.” Panggil pria itu dengan lirih.Caliana menoleh sejenak sebelum kemudian berkata dengan pelan. &ldq
Acara demi acara berlangsung sesuai dengan instruksi dari pembawa acara.Bahagia? Tentu saja Caliana bahagia. Terlebih melihat bagaimana tingkah konyol Gita yang bahkan tak segan untuk meramaikan acara bersama Gilang dan beberapa teman kantornya yang diundang dalam acara pernikahan yang sebetulnya membuat mereka sendiri heran. Pasalnya, keabsenan Caliana di kantor pun sudah cukup mengejutkna, sekarang mereka tiba-tiba dihadiahkan dengan kabar pernikahan yang tak pernah mereka lihat tanda-tanda hubungannya.“Gue udah curiga waktu si boss datang ke nikahan gue. Taunya emang ada keju dibalik bakso ya Na.” itulah bisikan Chandra saat temannya itu datang bersama istrinya. Caliana hanya bisa tersenyum menjawab kalimat bernada tuduhan itu.Tak sampai disana. Sahabat baiknya yang juga kini sudah sah menjadi iparnya, Gisna. Kini sedang berdiri di atas panggung bersama seorang penyanyi pria yang ternyata juga diundang
Waktu berlalu begitu saja. Disela waktunya mengurus café, Caliana disibukkan dengan persiapan pernikahannya yang bisa dikatakan teramat singkat. Jika normalnya semua urusan pernikahan menjadi urusan keluarga wanita. Berbeda dengan Caliana. Dia lebih banyak membicarakan urusan pernikahan dengan ibu dan tante Adskhan. Karena sampai saat ini, ibunya masih saja menjaga jarak dan bersikap dingin padanya.Sejak saat pertunangan mereka, Caliana juga tidak pernah kembali ke kediaman Rafka. Dia lebih memilih untuk tinggal di rumahnya sendiri dan menghabiskan waktunya lebih banyak dengan Gilang, Carina dan juga Syaquilla yang belakangan lebih sering menginap di kediamannya. Sementara untuk penjembatan urusan pernikahan dilakukan oleh Gilang.Seperti saat ini. Saat Caliana, Adskhan, Carina dan Syaquilla baru saja selesai makan malam. Kakak kembarnya itu datang dengan sebuah buku catatan yang ia gulung dan ia masukkan kedalam saku celananya. Pria itu memberikan buku i
Acara selesai dengan cepat. Setelah penukaran cincin, sisanya dilakukan dengan berbasa-basi sampai semua tamu undangan bubar dan kembali ke kediaman masing-masing. Hanya tersisa keluarga inti di kediaman Caliana dan keluarga Adskhan juga semuanya sudah kembali ke rumah mereka masing-masing. Kini, Adskhan dan kedua kakak laki-laki Caliana sedang berbincang serius mengenai masalah bisnis. Sementara Gilang sudah kembali ke kediamannya karena nanti malam dia harus bekerja, dan ibunya? Wanita itu kini sedang merajuk dengan bersembunyi di kamarnya.Caliana bukannya ingin menjadi anak durhaka dan membiarkan ibunya marah terus menerus. Tapi dia hanya ingin memberikan dirinya dan juga ibunya waktu. Waktu bagi dirinya untuk merangkai kata demi meminta pengampunan ibunya. dan waktu bagi ibunya untuk tahu bahwa sudah waktunya dia membiarkan Caliana memilih pilihannya sendiri.Saat waktu hendak beranjak magrib, Adskhan memilih untuk mengundurkan diri. Tak ingin berdiam diri di ruma
Nyonya Nurma jelas memandang anak-anaknya dengan tatapan tajam. Semua orang berkonspirasi melawannya. Sekarang dia bisa apa? Bahkan si sulung yang biasanya menurut saja kini sudah mengikuti tingkah adik-adiknya.Matanya juga memandang para tamu undangan yang tampak memandang ke arah mereka. Meskipun tidak saling berbisik, jelas sekali tatapan mereka mengandung tanya. Dan Nyonya Nurma merasa dirinya sudah kalah. Telak!Sebuah senyum penuh kepura-puraan yang ditemani dengan antusiasme yang juga sama hanya sekedar sandiwara terpaksa ia tunjukan. Wanita itu mengulurkan tangannya pada pasangan tertua Levent dan mempersilahkan mereka untuk masuk ke bagian dalam rumah dimana kursi-kursi yang tadinya disiapkan untuk calon menantu pilihannya dan calon besannya kini akan dikuasai oleh keluarga Levent.Sementara keluarga Adskhan yang dibimbing Rafka dan istrinya menuju kursi mereka. Nyonya Nurma menarik lengan Caliana dengan