Derap langkah seseorang membuatku menoleh, Mila yang sedang menangis langsung menyeka air matanya. Dan ternyata yang datang adalah Fabian, mataku terbelalak tak percaya. Dia tahu Mila di sini, tahu aku mencari Mila setahun ini tapi tidak memberitahuku.
"Ali? Kamu di sini?" Wajah kagetnya sama denganku. Tiba-tiba Mila langsung melangkah ke arah Fabian dan merangkul pria itu. Seolah duniaku berhenti berotasi melihat Mila bermesraan dengan pria lain.
"Kamu pasti mau jemput aku, kan? Aku kira kamu lupa," wajah Mila mendongak melihat Fabian. Dengan kikuk Fabian tersenyum, satu tangannya sudah melingkar di pinggang Mila.
"Mana mungkin aku lupa. Gimana kita bisa pulang sekarang? Aku sudah lapar sekali," kata Fabian. Mila tertawa, gadis yang tadi berteriak-teriak padaku kini tersenyum pada pria lain. Mereka tampak sangat dekat dan intim, apa aku harus menyerah saja. Mila tersenyum bahagia pada F
POV: Mila.Terlalu lama aku berkutat dalam kekecewaan, aku sadar tak akan ada kecewa yang mendalam tanpa cinta yang dalam. Aku hampir tak bisa bernafas, dengan patah hati yang masih berdetak. Ingatanku sangat jelas pada pesta malam itu, saat dia memberikan perhatian pada wanita lain... ya aku tahu dia Kezia wanita yang sangat dicintai Alister. Dan saat itu aku merasa tak diinginkan oleh Alister.Kehadiran janin dalam kandunganku ternyata tak membuat sikap Alister berbeda, maka ketidakhadiranku pasti tidak juga berpengaruh padanya. Hingga aku kehilangan bayiku... Aku hancur...Dan sekarang dia mengganggu hidupku yang sudah kutata kembali. Mengusikku tanpa seizinku, beraninya dia mencium bibirku.Saat dia membopongku seperti karung beras, aku sadar dia selalu memperlakukan aku sesuka hatinya. Tanpa diingatkan aku tahu seutuhnya diriku sudah dibeli olehnya, aku mengumpati Om Danu dalam hati dia yang telah men
Pov Alister."Tunggu, aku benar-benar lelah." Suaranya tersengal-sengal, dia sedikit berbungkuk menarik nafas. Aku benar-benar tidak tahu apa yang merasukiku hingga mengikuti Mila bermain kejar-kejaran. Awalnya aku hanya ingin mengerjainya. Tapi hasratku sebagai pria keluar--sudah lama aku memendam ini. Kakinya yang jenjang itu memakai dress di atas lutut. Aku masih ingat betapa mulus punya kamu, Mila.Aku tidak pernah membawa wanita manapun ke ranjangku setelah kepergian Mila. Dan kalian tahu betapa tersiksanya diriku hidup dipenuhi bayang-bayang Mila setiap malam. Aku mungkin bisa gila jika tidak mendapatkannya.Aku menggeser sofa ke samping menempelkan pada dinding hingga tak ada jalan untuknya keluar. Tanganku sudah bergerak membuka kancing kemeja hingga habis lalu melepasnya. Tiba-tiba Mila naik ke atas sofa lalu loncat seperti tupai."Bisa jatuh kamu kayak gitu," kataku takut dia terluka.
Mila tidak dapat konsentrasi pada pekerjaannya. Duduknya tidak tenang, menatap layar laptop dengan pandangan kosong. Rasanya seperti pesawat yang tiba-tiba mendarat pada tempat yang salah... Bisa-bisanya dia melakukan hubungan badan dengan Alister, laki-laki yang dia benci. Mimpi apa dia semalam."Mila... Melamun apa sih?" tanya Meira mengejutkan Mila di sampingnya. "Dari tadi aku perhatiin diem aja.""G-ak ada.." Mila tergugup salah tingkah, pipinya merona membayangkan wajah Alister. Tapi disaat bersamaan dia marah karena Alister masih berhubungan dengan Kezia. Kemudian Mila menyibukkan diri dengan ponsel pintarnya."Tumben diem, biasanya udah ceramah pake toa pagi-pagi." Sindir Meira lagi.Mila memasang wajah cemberut masih menatap layar ponsel, entah apakah dia sedang menunggu kabar dari seseorang."Mila... Baju yang kemarin mau kapan di-posting? Soalnya aku mau ngecek barang."
POV: Mila. Aku menatap wajah pucat yang terbaring lemah di atas ranjang dengan alat bantu pernapasan. Hidungnya menempel selang yang terhubung dengan tabung oksigen berukuran besar berdiri di sebelah ranjang. Hatiku seperti di blender melihat Alister sedang berjuang untuk hidup. "Cepat bangun sayang, udah seminggu kamu tidur aja." Tanganku meraih tangannya dan menempelkan pada pipiku. Aku ingin kamu memeluk hatiku, merasakan apa yang aku rasakan dari sakit yang tak menangis. Aku terlalu merindukan kamu, Mas. "Kamu tahu... aku benci banget sama kamu... Banyak alasan untuk aku pergi dari kamu. Tapi semua itu gak bisa membunuh perasaan aku ke kamu." Air mataku mengalir membasahi tangannya yang kukecup. Rasa hangat tangannya masih bisa kurasakan. Kupandangi wajahnya lalu berbisik. "Satu tahun tanpa kamu aku ngerasa kosong. Kamu gak tau gimana aku jalanin hidup tanpa kamu. Jadi tolong cepa
POV: Mila.Setelah matahari terbenam aku memutuskan untuk kembali ke rumahku setelah seharian penuh aku, Alona, dan Meira mengepak barang-barang dari gedung tua itu untuk dikosongkan. Barang-barang jualan kami mesti dipindah tangan pada orang lain untuk diputar karena aku sibuk kuliah dan mundar-mandir rumah sakit. Meira sedang hamil sedangkan Alona, dia mana mau ngurus beginian sendirian.Tiga hari di sini berasa setahun, pingin banget cepat-cepat pulang ke Jakarta jengukin Mas Alister di rumah sakit. Sekarang sih yang jagain Oma sama Tante, terkadang suami Tante rambut pirang.Setelah ganti baju tidur tadinya pengen langsung tidur. Tapi cacing dalam perut lagi ngajakin ribut. Dengan malas aku membuka kulkas mengambil mie instan, sementara menunggu air mendidih aku meneguk Yakult sampai tiga botol sambil megangin sendok.Mulutku berkali-kali menguap padahal belum terlalu malam, perut keroncong ini malah s
POV AlisterTiga tahun kemudian. Dua jam Alister Bagaskara ini menunggui istri tercinta cuma buat dandan dan sejam gonta-ganti kebaya nyari yang pas untuk badannya yang ramping itu. Dan menurutku semua baju perfeck di badan istriku tercinta tapi yang namanya perempuan selalu saja ada yang kurang. Dan aku masih setia dengan senyuman manis duduk di kursi, tebak dimana? Di salon... Hal yang tidak pernah sekalipun seumur hidupku lakuin. Tapi untuk Karmila sang pujaan hatiku dan malaikat kecilku seluruh jiwa raga cuma untuk mereka."Mas ini cocok gak?""Cocok. Udah pas itu sayang," jawabku begitu dia memperlihatkan tubuhnya yang berbalut kebaya cream. Untung udah taken, kalau tidak pria-pria single di luar sana pasti bakal ngejer-ngejer Mila."Tapi aku kelihatan gendut, sayang." Mila menekan-nekan lengannya dan pipi tembemnya.
Pov Mila.Aku tidak tahu apa artinya bulan madu, tapi seingatku semenjak aku dan Mas Alister menikah kami belum pernah liburan berdua. Tapi tidak masalah karena bagiku yang terpenting kami bersama terus. Kadang aku berpikir di antara miliaran manusia kenapa laki-laki itu adalah Alister Bagaskara, pasti Tuhan memiliki alasan kenapa aku bertemu kamu.Pernah menonton berita gadis belia dinikahi kakek-kakek? Dan itu beneran miris sih, takut banget hal itu terjadi sama aku. Sama sekali aku tidak berani membayangkan kalau laki-laki di hotel malam itu bukan kamu, Mas.Aku inget pertama kali melihat Mas Alister di hotel, laki-laki berbaju kemeja putih duduk di sofa samping ranjang. Menatapku liar banget seolah-olah aku sedang telanjang-- waktu itu aku memakai baju Meira yang lumayan pendek. Dan sekarang dia adalah suamiku yang tercinta."Ayo Mas... Jangan cemberut gitu lho mukanya," seruku pada suamiku.
POV: Mila.Aku hanya punya satu hati yang tak akan kubagi, meski pernah patah berulangkali. Bukan hanya kehilangan yang dapat membuat patah hati tercipta, ada rasa jenuh atau menyakitimu adalah sesuatu yang menyenangkan untuknya. Mungkin itulah yang kurasakan.Kehidupanku terlalu diatur, tidak ada kebebasan dalam hidupku. Bagi Alister dia adalah satu-satunya orang dalam hidupku, tidak boleh ada kata tidak. Dan itu membuatku selalu ingin berbohong karena takut. Aku ingat dia pernah marah waktu aku pergi dengan Alona ke tempat Fabian dan aku bilang pergi ke mall. Ternyata Alister menyuruh Mang Udin menjemputku, sialnya aku lebih dulu pulang diantar Alona dan Fabian.Dia marah besar. "Emang kamu suka ya kalau dibohongin? Kenapa pergi ke tempat Fabian gak bilang, ngapain aja kamu di belakang aku? Terus kamu harap aku bakal percaya lagi sama kamu?"Yeah, dia terlalu mengekang. Dia pikir hanya dia yang but
POV Mila.Aku duduk di depan meja rias sambil menyisir rambut panjangku, gaun tidur yang kupakai berwarna cream sangat ramping di tubuhku. Aku mengamati Alister dari kaca dia duduk di atas tempat tidur dengan laptopnya. "Mas, apa Elkana sudah mendapatkan hukuman?" tanyaku.Rasa ngeri masih terasa jika mengingat kejadian itu. Mas Alister mundar-mandir ke persidangan Elkana untuk membuat Elkana tidak bisa keluar dari penjara. Aku hanya diminta jadi saksi dalam satu kali persidangan, Alister pasti tidak ingin aku melihat Elkana."Aku menuntutnya dengan tuduhan pembunuhan Lily dan pencobaan pembunuhan Mang Udin." Dia menatapku dengan rambut yang masih basah karena tadi sepulang kerja dia langsung mandi. "Elkana dihukum mati setelah dia dinyatakan bersalah."Tubuhku menggigil karena mendengar itu, lalu dia kembali berucap. "Ini adalah moment paling mengerikan yang pernah kita hadapi. Tolong sayang... selama sis
Pekerjaan yang paling sia-sia di dunia ini adalah menasehati orang yang sedang jatuh cinta. Kedatangan Alister ke Singapore malah menghidupkan kembali perasaan Kezia pada Alister. Kezia bicara tentang perasaan yang dia rasakan untuk Alister, menceritakan tentang waktu yang ia habiskan bersama Alister di Singapure. Padahal Alister sangat profesional karena pekerjaan.Mila merasa wanita itu sedang berada di alam lain.Mila mencoba memberikan nasehat agar Kezia tenang tapi ia malah menerima tamparan lagi. Agreva kembali mundur karena pisau Kezia di leher Mila bisa membuat wanita itu nekad tanpa sadar."Kenapa kamu ngambil posisiku?" kata Kezia dengan mata dinginnya. "Kamu bikin aku marah... Aku akan menggantungmu... lalu bermain-main dengan mayatmu pakai pisau." Tubuh Mila gemetar, rasa takut membuatnya tidak berani bergerak."Kalau terus begini wanita itu akan nekad membunuh." Suara satpam berbis
Alister menendang pintu kuat hingga Jeha dan seorang laki-laki itu terkejut. Alister menduga pria itu adalah penculik Mila dan juga psikopat yang membunuh Lily. Dia tidak akan membiarkan pria ini kabur meski nyawa taruhannya.Mang Udin masih berbaring tak sadarkan diri. Dibantu alat pernafasan. Bukan hanya itu yang membuat Alister kaget, pria itu membuka maskernya. Ternyata pria disebelah Jeha adalah Elkana. Sudah ia duga Elkana juga terlibat sayangnya mereka terlalu fokus pada Kezia."Kalian ingin membunuh Mang Udin? Kalian juga kan yang membunuh Lily?" Suara Alister penuh emosi, saat ia ingin mendekat tangan Jeha memegang alat pernafasan Mang Udin."Berhenti, atau saya nekad," ucap wanita berambut pendek itu.Alister mundur selangkah dengan tangan ke atas. Elkana tertawa melihat wajah takut Alister. Sangat puas Alister bisa ia kendalikan. Tangan Jeha didekat kepala Mang Udin berjaga-jaga kalau Alister melawan.Alister menatap penuh kebencia
Malam itu Agreva melajukan kecepatan mobilnya. Wajah panik Alister terlihat jelas di wajahnya, bibirnya gemetar menahan emosi dan cemas campur aduk. Salah seorang pelayannya menelpon agar dia cepat pulang karena Kezia mengamuk di rumahnya. Keadaan berbahaya.Alister melirik ke luar kaca dengan dengan geram, begitu juga Agreva yang menjadi supirnya, keadaaan genting begini jalanan macet. Kalau saja dia bisa menabrak mobil yang ada di depannya agar cepat sampai."LEBIH CEPAT LAGI!" Ujar Alister emosi, ketika jalanan mulai longgar.Alister ingat beberapa tahun lalu Kezia memukul Mila di kampus. Meskipun banyak orang di sekelilingnya Kezia tidak takut memukul Mila. Dia wanita paling nekad."LEBIH CEPAT LAGI AGREVA!""Baik Pak." Ucap Agreva menyetir dengan kecepatan penuh.Zia, sebaiknya jaga sikapmu. Tangannya terkepal di atas
POV Mila.Alister dijemput Agreva sejam lalu, mereka pergi menemui orang yang ditangkap polisi. Dia menyerahkan diri begitu saja. Itu hal yang mengejutkan bagi kami. Aku menunggu Alister di dalam kamar, begitu saja aku terpikir untuk mencari berkas tentang perceraian Kezia.Aku melangkah keluar lalu turun ke lantai bawah masuk ke ruang kerja di rumah itu.Aku menemukan di dalam lemari berkas itu, semuanya tersusun rapi. Data kesehatan Kezia, data pribadi suami Kezia juga ada. Pria itu orang Indonesia yang tinggal di Singapure.Maps coklat aku buka, ada foto-foto Kezia berpose dengan percaya diri. Tapi, aku juga menemukan ada foto-foto Kezia yang penuh dengan luka lebam. Ini sama dengan yang pernah Meira alami. Tampak gambar Kezia di wajahnya ada perban yang membelit ke atas kepala. Jantungku bergetar.Aku membuka laptop, mencari data Kezia yang disimpan Alister. Pasti dia menyimpan banyak
POV Mila.Dia memintaku untuk tenang, tapi aku merasakan dari tangannya Alister sedang khawatir. Hidup kami berubah seperti film horor tapi tak berhantu.Beberapa polisi yang kami lewati menatap Alister dengan bermacam-macam ekspresi, aku tebak Alister sering berkunjung ke kantor polisi untuk dimintai keterangan. Ada yang menatapnya sinis ada juga yang ramah, mengingat Alister orang yang tempramental aku bisa mengerti kenapa mereka tidak suka melihat suamiku.Tiba-tiba suara seseorang memanggil kami, tepatnya memanggil Alister. Lebih dulu Agreva yang menoleh pada orang itu."Selaginya istrimu di sini biarkan kami meminta keterangannya." Aku tahu polisi ini, Wisnu orang yang membuat Alister pernah di tahan. Jovanka yang menceritakan. Tangan Alister menggenggam erat tanganku. "Kuharap kalian lebih menurut untuk diajak kerja sama.""Silahkan Pak, aku bersedia. Apa ini soal Lily atau penculikanku?" kataku dengan nada menantangnya."H...." Polisi
POV MilaHal yang terbersit di benakku adalah kejadian aku di culik. Aku bahkan masih ingat dengan orang yang duduk di sebelahku berbisik seperti setan mengancamku. Aku menatap suamiku dengan ekspresi panik. "Mas, siapa pelakunya? Siapa yang ingin mencelakai aku?"pertanyaan itu kuulangi lagi.Alister bergeming.Aku menatap ketiga polisi itu bergantian dengan perasaan takut. Mereka hanya membalas tatapanku tapi tidak menjawab pertanyaanku."Jadi memang ada yang berniat membunuh aku? Tolong ceritakan apa yang terjadi."Yang Sam katakan, "Mobil yang di bawa Mang Udin tiba-tiba rem-nya tidak berfungsi. Mobil itu berhenti di persimpangan. Menurut keterangan ada mobil di belakang mereka dan menabrak bemper sebelah kiri mobil Mang Udin. Mobilnya menabrak pohon besar." Dalam beberapa detik aku terdiam mendengar itu.Kata-kata polisi itu membuatku frustasi. Aku menatap buku catatan yang dibuka Sam. Aku rasa itu ada
POV Mila.Meira menelponku saat aku sedang sendirian, kebetulan sekali aku sangat jenuh sekali di rumah. Sudah jam segini Alister belum juga pulang, mungkin dia banyak pekerjaan jadi terlambat pulang. Obrolan kami seputar kehidupan sehari-hari dan juga tentang penculikanku, dia tahu kasus itu karena masuk berita. Harusnya polisi malu beritanya sudah tersiar tapi pelakunya belum tertangkap."Alister ingin aku pergi entah kemana dia ingin menyembunyikan aku. Mungkin keluar negeri. Idenya bagus banget kebetulan aku belum pernah ke sana." Jawabku pada pertanyaan Meira, nada bicaraku sok tenang padahal aku sangat marah sewaktu Alister bicara itu."Oya? Memangnya dia akan tahan kalau kamu pergi? Kayak gak tahu aja suami kamu gimana, Mila." Tanggapan Meira sama dengan yang kupikirkan. Tapi, detik kemudian dia berubah pendapat. "Tapi, kalau aku boleh saran... aku rasa Alister mengambil keputusan itu untuk kebaikan kamu. Dia itu ga
Setelah Alister selesai dengan pekerjaannya dia menyuruh Agreva dan Jovanka masuk ke ruangannya. Tentu saja hal itu berhubungan dengan penyelidikan mereka. Ekspresi Alister yang serius membuat Agreva dan Jovanka tegang, salahkan kenapa mereka menjadi kepercayaan Alister hingga semua-semuanya melalui mereka."Pak, polisi beberapa hari ini datang ke kantor menanyai para staf." Jovanka melaporkan, dia menceritakan detail dan padat saat polisi-polisi itu mendatangi kantor dengan seragam polisi mereka. Dahi Alister mengerut sempurna. "Saya bilang selagi Bapak tidak masuk seluruh staf dilarang memberikan keterangan.""Sialan! Memangnya mereka siapa berani mencurigai aku. Karena Oma meninggal dan aku beberapa hari tidak bergerak di rumah lantas mereka suka hati bertindak." Kata Alister penuh emosi.Agreva juga melaporkan kelima pria yang yang mereka sewa untuk membantu penyelidikan ini. Sayangnya Alister tidak berjumpa deng