Senin pagi yang cerah dan sibuk ini, aku sengaja mengajak Kaivan ke Bank. Selain untuk mengembalikan isi dompet yang menipis jelang akhir bulan, aku juga ingin laki-laki dari masa pemerintahan kerajaan ratusan tahun lalu itu, menyaksikan sendiri transaksi orang-orang modern.
Sebenarnya bisa saja semua kebutuhan terpenuhi dari handphone, atau mengambil uang di pusat perbelanjaan yang ada mesin ATM. Tapi, ya seperti yang kubilang tadi; ingin Kaivan memiliki pengalaman sekaligus pengetahuan baru.
"Ramai banget sih, Nay! Mana harus antri lagi!" gerutu Kaivan. Sepertinya dia bosan menunggu.
"Kenapa? Bosan, ya?" ledekku pelan.
Iya pelan, bisa dikira gila aku sampai ada yang menyadari tengah bercakap-cakap sendiri. Kaivan kan tidak bisa dilihat orang.
Jin tampan itu mengangguk. "Boleh nggak aku tring mesin ATM khusus buat kamu?"
"Trang, tring, trang, tring. Ini dunia manusia, Van. Ada aturan yang harus dipatuhi." Aku coba memberi pengertian.
Jeep abu-abu yang sejak tadi mengikuti mobilku dari jarak tertentu, menyelip. Kemudian berhenti beberapa depa menghalangi jalan. Lokasi semacam ini memang membuat orang-orang jahat lebih aji mumpung.Tring!Kaivan sigap menghentikan mobilku, tanpa efek rem mendadak. Sementara dari Jeep itu, empat orang berwajah sangar mendekat.Dok! Dok! Dok!Salah satu dari mereka menggedor kaca dengan gagang senjata tajam, memaksa tanganku yang gemetar ketakutan menurunkan pelindung angin dan hujan itu sedikit."Ke luar!" bentuknya."I-iya ba-baik," jawabku terbata.Aku yang sudah pias hanya sanggup menurut, membuka pintu kemudi dan ke luar sesuai perintah. Tidak lupa, tas tangan berwarna merah menyala kugenggam seerat mungkin."Bawa apa aja Lo?" bentaknya lagi."Handphone, ATM, dan uang cash seratus juta," jelasku dengan suara bergetar."Semua ada di tas tangan Lo itu?"Aku mengangguk. Membuat tawa keempat orang jahat di
Cling!"Naya, mau pergi?"Aku yang hendak memoles lipstik, langsung mengurungkan niat. Kembali menutup benda itu supaya kalau gugup sewaktu-waktu tidak tercoret ke sembarang tempat."Eh, kamu, Van. Ngagetin tahu!" selorohku dengan senyum."Kamu mau pergi?" Kaivan kembali mengulang pertanyaan."Iya.""Ke?""Pesta ulang tahun teman.""Undangan manggung?"Ish, dia kenapa sih tumben pakai sesi interogasi? Biasanya kalau aku pergi pergi juga tidak dipermasalahkan, sesekali ikut malahan."Enggak, undangan harus hadir aja!"Kaivan berdecak, terlihat tidak suka. "Kalau gitu nggak usah berangkat!"Aku tersentak, bingung yang campur aduk menjelma lalu lalang pertanyaan. Kaivan melarangku secara tiba-tiba, lain dari biasanya."Kenapa?" Kuputuskan merangkum beberapa pertanyaan itu menjadi satu kata.Kivan yang sejak tadi melipat kedua tangan di dada, memilih duduk di tepi ranjang. Membuat aku terpa
Kaivan lantas men-tring baju pesta yang kukenakan, menjadi pakaian pendekar zaman dulu dengan selendang tosca yang tersampir di pundak. Sementara itu, dia juga mengubah pakaian emasnya menjadi baju para pengembara.Kami serasi, mirip pemain film kolosal tahun 2000an yang kadang aku lihat di YouTube.Tanpa membuang waktu, segera kami menyusuri jalan desa dari tanah dan bebatuan, berbaur di antara orang-orang yang entah era kapan."Maaf, Pak. Bisa kami bertanya sedikit?"Tiba di salah satu rumah joglo dan mendapati seorang laki-laki paruh baya duduk bersantai di teras rumah, Kaivan menghampiri orang itu untuk bertanya.Tidak langsung mendapat jawaban, laki-laki yang sepertinya juragan---atau barangkali lurah---itu justru menatap aku dan Kaivan bergantian. Memindai dari ujung kepala sampai kaki."Hmm, sepertinya kalian bukan orang sini?"Kaivan langsung mengangguk. "Kami datang dari jauh, kami sedang mencari seseorang."Orang itu
'Kita sudah kenal lamaSeperti kakak adikApakah kita hanya segini sajaAku ingin buat kamu tertawa bersamakuKarena kata mereka ketawa bisa bikin sayangTapi apa yang telah terjadiLihat tawamu ku yang menjadiSayang kepadamu'Aku tersenyum sendiri begitu membaca ulang hasil tulisan di laptop. Lirik lagu penuh cinta itu, sesuai apa yang kurasakan sebenarnya. Sudah terbayang juga bagaimana mengaransemen nanti, nadanya harus disesuaikan.Bayangan aktor film yang bertemu saat jumpa pers beberapa waktu lalu kembali melintasi benak, apalagi melihat foto foto Instagramnya. Alamat ada doa menjadi istrinya.Kembali menatap barisan kalimat di layar, seperti ada yang kurang. Tapi apa ...Oh iya, aku belum menyisipkan 'menembak' hatinya secara terselubung.Beberapa menit berpikir mencari kata unik lagi rapi, tanganku kembali berkutat di papan ketik.'Ikan apa yang terindahIkan not live without you in my life
Setelah menyelesaikan setrikaan dan beres-beres rumah, aku tergesa mengetuk lampu tidur berwarna emas di meja samping televisi. Ada hal penting yang harus Kaivan ketahui.Tuk! Tuk! Tuk!"Van, bisa ke luar dari lampu sebentar, nggak?" Aku mulai memanggil.Hening tidak ada jawaban.Tuk! Tuk! Tuk!"Kaivan, Naya mau ngomong nih!" ulangku untuk kedua kali.Tetap nihil. Entah melakukan apa jin di dalam lampu ini. Atau jangan-jangan ... orangnya tidak ada.Tuk! Tuk! Tuk!"Van!"Sliiing!Pendar cahaya emas di hadapanku membuat rasa kaget sekaligus lega mengembang bersamaan. Ternyata penghuni lampu ada, tidak otewe ke mana-mana.Aku mundur beberapa langkah, saat cahaya lampu tidur itu kian meredup disusul wangi parfum meskulin, dan munculnya seorang laki-laki berpakaian biru lurik.Dia tersenyum, berusaha menutupi pucat yang terpancar dari wajah sambil melepas tangan yang tadinya menangkup di depan dada.
Ya ampun, bagaimana ini?Kaivan pasti sudah tidur dalam lampu, luka dalam yang semakin parah sebab tidak ada dokter jin di dunia manusia, membuatnya tidak bisa berbuat apa-apa selain bertahan. Dan, kalau benda rumah tinggalnya dipegang orang, diputar-putar karena ingin mengamati dengan seksama ...Kaivan bisa mabuk."Lampu? Kok unik ya?"Mampoos, April sudah memegang benda itu sekarang."April, jangan. Itu cuma lampu tidur, nggak ada bagus-bagusnya," cegahku.Gagal, April menepis kasar tanganku. Kembali mengamati benda di tangannya dengan seksama."Apaan, sih! Aku tu cuma mau liat!"Mungkin karena tidak nyaman ditinggal sendirian, dan mendengar suara ribut ribut dari ruang tengah, Shella menghampiri kami. Menanyakan baik-baik perselisihan yang hampir meledak."Ada apa sih pada ribut di sini?"April langsung mendahului bicara. "Kak Naya, Shell. Masa lampu tidur begini aja dipinjam nggak boleh. Emangnya aku ma
'Van, hari ini Naya buru-buru. Ada jadwal syuting iklan. Kamu bikin sarapan sendiri aja, ya'Satu pesan singkat kutulis pada selembar amplop warna putih. Menyelipkannya di antara tangkai mawar buatan sebelah lampu tidur emas. Pamit sebelum bepergian sudah menjadi keharusan, ada yang marah kalau sampai lupa.Menulis kata-kata di handphone sebenarnya lebih praktis, bisa dilakukan sambil jalan. Tapi, ya begitu. Temanku satu rumah kan jin masa lalu. Harus dengan surat biar sopan dan romantis, katanya.Halah!Menyambar tas selempang, mengunci pintu dari luar, aku pun segera duduk di kursi penumpang mobil pak bos yang langsung tancap gas ke lokasi syuting."Dek, kamu mau syuting nggak dandan dulu?" Seorang wanita di sebelahku tiba-tiba menegur.Rambut hitam berkilaunya menjadi pameran pertama saat kami beradu pandangan. Rupanya aroma terlalu wangi yang mengalahkan pengharum mobil, dari situ, to."Saya biasa natural, Kak." Aku berusaha terse
"Kamu ... kamu kok tahu Kai Exo, darimana?" selidikku."Kemarin waktu kamu nyanyi di tv, ada anak-anak SMP bergerombol di depan pagar rumah ini. Mereka ngobrol yang dari jauh tu terlihat seru.Penasaran, aku dekati terus ikut mendengar. Ternyata mereka membicarakan K-pop kesukaan masing-masing sambil pamer video."Dengan bangga jin tampan ini bercerita."Terus salah satu dari mereka bahas Exo?" sambungku.Kaivan mengangguk."Terus kamu nyari tahu tentang Exo?""Iya. Soalnya pas liat Kai, anak-anak itu senangnya kebangetan!" Jin tampan itu kemudian minum air dingin beberapa teguk. "Aku kan jadi pengen dikagumi berlebihan seperti itu!"Oke, aku mengerti titik permasalahan sekaligus solusinya. Bukannya aku melarang Kaivan mengidolakan artis-artis Korea, sah aja kok dia mau nonton 24 jam sampai lupa semua hal. Akan tetapi, overdosis keinginan juga tidak baik.Seseorang harus menjadi dirinya sendiri. Tidak boleh plagiat alias
Dengan berat hati, akhirnya aku mengangguk. Antara cinta dan nyawa, tentu prajurit akan memilih nyawa.Nyawa bisa digunakan untuk menghimpun kebaikan terus menerus. Sementara cinta, akan banyak menuntut pengorbanan yang entah apa artinya. Lagi pula Naya belum tentu mau denganku.Kebahagiaan? Mungkin iya jika aku masih manusia. Tapi akan menjadi lain jika memaksa menyatukan kodrat yang tidak semestinya. Jin dan manusia terikat pernikahan. Penderitaan satu sama lain yang ada.Sekarang, kesadaranku akan hal itu dipulihkan kembali."Saya bersedia melepas Naya dan menjalani kodrat serta kewajiban saya, Kiai," ucapku lemah.Jujur saja, ulu hatiku nyeri sekarang. Serasa ditekan lancip ujung tombak panas. Aku bahkan mengerjap, hampir saja jatuh butiran butiran air mata.Lemah, ya? Coba kamu yang jadi aku."Kuatkan hatimu, Ngger. Paksa untuk ikhlas. Sang pencipta sudah menjanjikan kebaikan yang jauh lebih baik bagi orang-orang yang ikhlas," nasehat Tabib Narapadya lagi.Aku hampir-hampir tidak
Pertarungan dengan tabib Tuge Lan Ba Ta memang berhasil kumenangkan. Semula baik-baik saja, tapi semakin hari tubuhku melemah merasakan persendian yang sakitnya kadang menimbulkan gigil panas dingin.Iya, efek jangka panjang rupanya bukan saja terjadi pada penyakit manusia. Aku pun mengalami.Naya, jangan ditanya khawatirnya sekarang. Meski kata cinta belum bisa terucap, tapi perhatian yang dia berikan lebih dari cukup untuk menentramkan hati.Jika tidak berada rumah, maka rentetan pesan WhatsApp akan menuntut jawaban. Menanyakan makan, sakit, atau minta dibelikan apa sepulang kerja. Ah, andai tidak sakit, aku juga tidak mau menjadi laki-laki lembek begini.Tuk! Tuk! Tuk!Aku terkesiap dari lamunan, susah payah bangun dari tempat tidur demi menyambut siapa pengetuk lampu barusan.Tuk! Tuk! Tuk!Bukan Naya, tidak ada panggilan seperti biasa. Energinya pun berbeda. Lebih lembut sekaligus menentramkan, tanda pemiliknya benar-benar memiliki nurani bersih sepanjang usianya.Aku buru-buru
Cling!Sosok itu menembus pintu, kemudian berdiri tegak di hadapanku. Pakaian, jenggot, dan rambut putihnya mencerminkan sosoknya yang dituakan pada satu wilayah tertentu.Jin kan bisa berubah menjadi apa saja sesuai keinginannya, termasuk orang renta. Meski kami tetap saja menolak tua dan mati."Silakan duduk, Tuan. Ada kepentingan apa dengan saya?"Aku langsung mempersilakan dan bertanya tanpa basa-basi setelah kami sama-sama membungkuk sebentar untuk memberi salam hormat. Dia jin, mau disuguhi apa selain kemenyan? Sedangkan di sini langka mencari yang seperti itu. Adanya teh, kopi, kue, dan buah-buahan dalam kulkas.Kakek tua itu melihat Naya sekilas, kemudian bicara dengan raut sungkan. "Maaf, apa Anakmas bisa menjauhkan gadis itu lebih dulu?Energi manusia dan jin berbeda. Saya takut nanti kenapa kenapa."Aku mengangguk cepat, buru-buru mengangkat tubuh gadisku untuk dipindahkan ke kamar tidurnya. Tidak tega men-tring pamer kepandaian, soalnya cinta.Lagi pula, tidak baik juga al
Hujan akhirnya mereda, banjir pun surut perlahan. Satu per satu warga kompleks kembali dari pengungsian, membersihkan rumah sekaligus menyelamatkan apa yang masih bisa digunakan.Naya kembali tersenyum cerah, tidak ada uring-uringan dadakan karena kemauan ke luar rumah kupenuhi. Tapi, lihat saja dua atau tiga hari lagi, kalau jawaban cinta masih belum kuterima, kompleks ini akan menjadi saingan danau Toba.Iya, hujan dan banjir hanya kubuat berhenti sementara. Hanya demi menghilangkan persepsi 'laki-laki tidak peka'Namun, jauh di dalam hati aku tetap menagih janji."Van, kamu mau nggak nemenin aku?"Naya tiba-tiba saja muncul mengagetkan. Ah bukan, aku saja yang salah akhir-akhir ini sering melamun."Iya, boleh!!" jawabku penuh semangat. "Memangnya mau ke mana?""Lihat kerja bakti!"Aku tercengang, kepala jadi pening mendadak karena dipaksa berpikir mendadak juga.Kerja bakti itu apa? Jenis pekerjaan baru yang digaji minyak goreng untuk meringankan beban warga negara Indonesia?Kan k
Hujan deras selama empat malam tiga hari, belum ada tanda-tanda berhenti. Langit sesekali menampakkan biru cerah lengkap dengan mataharinya. Tapi, hanya hitungan menit.Mendung kembali menebal, dan tumpah ruah menjadi gemericik yang sekali waktu diselingi angin atau petir.Semua orang menatap tidak menentu dari balik kaca jendela rumah masing-masing. Gelisah memikirkan nasib baju kotor, merutuk tidak bisa leluasa ke luar rumah, tapi menyimpan perasaan was-was begitu besar.Aku tahu semuanya, aku bisa merasakan campuran energi mereka. Tetapi, niatku sudah bulat untuk tidak menghentikan semuanya.Selama Naya masih berkeras hati mengulur jawaban pernyataan cintaku, seluruh warga kompleks perumahan terkena musibah pun aku tidak peduli. Yang salah itu Naya, yang bisa menghentikan amarahku tentu hanya dia."Van, sampai kapan kamu akan membuat hujan terus menerus?"Naya mengusik kegiatanku melukis, sambil meletakkan satu gelas kopi yang masih mengepulkan asap di meja. Dia lantas menarik kurs
"Van, tapi kodrat kamu tetap jin! Bagaimanapun juga asal mulanya!"Eh, berani membantah dia. Untung sayang, kalau tidak, sudah aku tring jadi Spongebob sekarang."Masa bodoh!" sengitku. "Yang aku tahu hanya kita menikah, atau kompleks perumahan ini hancur kena musibah!"Naya terdiam, tidak sanggup lagi membantah mungkin saja. Dan, aku yakin dia pasti berusaha keras bisa mencintaiku setelah ini.Wanita memang adakalanya sedikit dibentak, supaya berpikir ulang untuk macam-macam. "Jangan, Naya! Jangan sampai jatuh cinta sama dia!"Tiba-tiba kami dikejutkan oleh sebuah teriakan. Sosok berkaos hitam gambar tengkorak itu berapi-api melakukan upaya pencegahan.Dia mendekat, hingga berdiri beberapa tindak di hadapan Naya."Jangan, Naya. Kamu jangan sampai jatuh cinta sama Kaivan. Dia itu jin jahat, bisa-bisa kamu tertular berbuat kejahatan!"Shit! Dikira aku penyebar virus omikron apa?Namun, aku memilih diam. Tidak menanggapi arwah transparan yang sedang berusaha mempengaruhi Naya. Sebab ap
Pov Kaivan"Van, lagi ngapain sih sibuk bener?"Aku tersenyum, menggeser duduk untuk memberi ruang Naya melihat sendiri apa yang aku tulis dalam nota. Sebuah daftar persiapan yang barangkali tidak begitu penting bagi manusia."Ini, lagi nulis daftar barang," jawabku. Menyodorkan nota supaya Naya meneliti dan menambahkan apa yang kurang.Membaca dalam diam, kedua alisnya bertaut. "Ini buat apaan? Kok ada balon sama pohon Natal?"'"Ulang Tahun! Emang salah ya kalau pakai balon?"Naya tergelak, kedipan matanya nyaris membuat hatiku rontok seperti tanaman cabe di musim hujan. Tapi, kok sepertinya menertawakan aku."Kalau yang ulang tahun anak kecil sih bener. Ada balon, hiasan warna-warni dan permen. Tapi ..." Naya kembali menatapku lekat. "Siapa emang yang ulang tahun?""Aku. Gara-gara sering liat video acara ulang tahun di YouTube, jadinya ingin ulang tahun juga!"Tuh kan, malah curhat.Naya senyum-senyum. Belum sempat aku menerawang isi pikirannya, sudah didahului bertanya."Ulang tahu
Pov NayaBenar apa yang Kaivan bilang sebelum sarapan tadi, kalau ibu tiriku akan menyebar berita bohong melalui siaran langsung.Saat aku membuka Instagram, komentar serta DM berdatangan. Mereka semua menanyakan kebenaran ucapan ibu, ada juga yang langsung menghujat dengan bahasa kasar ala manusia.Aku belum membuka video siaran langsung ibu, memilih mengetuk lampu tidur dulu supaya ada teman menyaksikan. Sendiri takut makan hati.Tuk! Tuk! Tuk!"Van, ke luar bentar bisa? Penting nih!"Sliiing!Pendar otomatis berwarna emas menyilaukan dari lampu tidur itu, membuat senyum mengembang seketika. Kaivan langsung merespon, rupanya tidak sibuk juga.Cahaya emas itu meredup perlahan, dan mati total begitu laki-laki berpakaian prajurit muncul di hadapanku. Dia tersenyum lembut, kemudian merangkul duduk."Ada apa?" tanyanya dengan ekspresi biasa saja.Aku menyodorkan handphone padanya. "Benar apa yang kamu bilang tadi, ibu membuat ulah!"Kaivan lantas mengambil benda pipih itu, membuka video
Manusia memang memiliki banyak keunggulan, kelebihannya tidak jarang membuat kami bangsa jin dengki kepada mereka. Namun, kala sisi egois manusia muncul, cara-cara yang digunakan acapkali menimbulkan geram.Mengesampingkan rasa malu, padahal mengaku paling gengsi sama ini itu.Sean, salah satu contoh yang akan kubeberkan. Pacar Naya semasa SMA yang sempat disangkal 'berbohong demi kebaikan' agar aku tidak marah, sekarang berulah. Pengacara muda itu melebihi selebgram Delon, bahkan.Dia melakukan siaran langsung, pamer barang-barang lamaran untuk Naya. Dan, sialnya gadisku itu melihat videonya lebih dulu.Aku memerhatikan dengan sengaja tidak menampakkan diri, maupun memakai parfum citrus. Menahan panas dalam hati bukan sesuatu yang mudah, apalagi menahan diri supaya tidak menyakiti Naya.Begitu agak tenang barulah aku muncul tiba-tiba.Cling!"Nonton apa, Naya?" tanyaku, langsung duduk di sebelahnya.Calon jodohku tergagap, salah tingkah menyembunyikan video dalam handphonenya."Eh, e