Home / Fiksi Remaja / Bukan Cinderella / Bab 5 : Di antara Dua Pilihan

Share

Bab 5 : Di antara Dua Pilihan

Author: Abinaya
last update Last Updated: 2022-05-11 15:59:23

Langit tampak cerah pagi ini. Sinar matahari pagi menelisik melalui kisi-kisi jendela, membuat Brina terbangun karena merasa silau. Gadis itu berjingkat bangun dari tempat tidur. Diperhatikannya jam dinding sudah menunjuk pukul tujuh pagi. Ia langsung melangkah ke kamar mandi, mandi sejenak kemudian berganti baju.

Berhubung ini hari Minggu, jadi ia bisa lebih santai. Brina memilih kaus lengan panjang dan overall dress selutut. Setelah berpakaian, gadis itu segera beranjak ke meja makan. Sayup-sayup, ia bisa mendengar ibunya sedang mengobrol dengan seseorang. Sepertinya sedang ada tamu.

Brina mengambil roti bakar yang sudah disiapkan ibunya di atas meja, melahapnya perlahan sembari mendengarkan obrolan ibunya dengan si tamu.

"Jadi, dokter menyarankan kamu buat menggugurkan kandunganmu?"

Mendengar kata kandungan, Brina berhenti mengunyah selama beberapa saat.

"Iya mba. Katanya janin di kandunganku cacat berat, terus aku juga ada riwayat penyakit yang nggak memungkinkan buat meneruskan kandunganku. Aku juga sebenarnya belum siap buat punya anak lagi mba. Mba tahu sendiri kan anakku masih kecil, baru dua tahun, aku takut nggak bisa ngasih perhatian yang cukup buat dia kalau aku punya anak lagi."

"Benar juga ya, membesarkan anak kan memang butuh perhatian khusus nggak bisa setengah-setengah, apalagi Dion lagi di masa-masa emasnya. Eh, tapi kamu sudah paham konsekuensinya nanti bagaimana? Katanya ada risikonya juga?"

Brina termenung di tempat. Obrolan ibunya sudah tak bisa lagi ia tangkap. Kecemasan yang selama ini berusaha ia tekan kini timbul ke permukaan. Ia juga mesti memutuskan, apa yang akan ia lakukan dengan janin di dalam rahimnya? Ia awalnya akan mempertimbangkannya setelah berdiskusi dengan Evan. Tapi melihat bagaimana Evan mengabaikannya begitu saja, sepertinya ia mesti memutuskan segalanya sendirian.

"Kamu di sini Na," ibunya menyapa saat ia mendapati Brina di ruang makan. Sepertinya tamu ibunya sudah pulang.

"Iya Ma.," jawab Brina pendek. "Tadi siapa Ma?"

"Junior Mama di tempat kerja. Dia kemarin baru ambil cuti terus sudah lama nggak ngobrol sama Mama jadi ke sini," ujar ibunya. "Ini tadi kita dikasih bolu, kamu mau?" lanjut ibunya sembari menunjuk sebuah kotak berisi bolu.

Brina menggeleng, "Nanti aja deh Ma. Aku baru sarapan tadi, masih kenyang."

Brina membereskan piring dan gelasnya, mencucinya di wastafel dan menaruhnya kembali di rak.

"Aku ke kamar dulu ya Ma," ujarnya yang ditanggapi sang ibu dengan gumaman pendek. Ia lalu berlalu ke kamar. Dinyalakannya laptop yang di atas meja belajar. Gadis itu lalu membuka jendela mesin pencarian dengan mode penyamaran.

Sebuah website forum diskusi online anonim menarik perhatiannya, ada seseorang yang meminta pendapat terkait aborsi.

Halo semua, aku siswi kelas 2 SMA. Beberapa hari lalu, aku periksa ke dokter karena ngerasa nggak enak badan dan dokter bilang aku hamil. Aku shock banget. Aku bingung antara menggugurkan atau tetap mempertahankan kehamilan ini. Jujur, aku belum siap untuk hamil. Pacarku bilang buat aborsi saja sebelum ada orang lain yang tahu, tapi katanya sakit banget dan banyak risikonya, gimana pendapat kalian?

Brina menelusuri satu demi satu jawaban yang ada di sana. Ada yang pro dan ada juga yang kontra. Sebagian besar kontra.

"Kalau kamu nggak siap nahan sakit lebih baik jangan, aku baru aborsi beberapa bulan lalu dan masih inget gimana rasa sakitnya sampai sekarang. Aku minum pil penggugur kandungan waktu itu, ini link tokonya kalau kamu mau coba," tulis sebuah akun.

"Kamu yakin kepikiran buat aborsi? Nggak punya hati nurani banget! Di dunia ini banyak yang susah payah ikut program kehamilan supaya bisa punya anak sedangkan kamu yang dapat anugerah itu malah mau kamu sia-siain?"

"Menurutku mending aborsi kalau kamu belum siap punya anak. Bayangin kalau nanti anakmu lahir di saat kondisimu belum siap jadi orang tua. Apalagi kamu masih muda, masih punya mimpi yang ingin dikejar. Terus nanti kalau anakmu sudah besar, dia bakal dipandang hina sama orang-orang."

"Pertahanin kandunganmu. Kamu kan sudah berani berbuat, harus berani bertanggung jawab. Lagian masa kamu tega membunuh bakal bayi yang nggak salah apa-apa?"

"Aku sebenernya lebih ke pro soal aborsi tapi di Indonesia seingetku aborsi masih ilegal. Lagian bukannya aborsi tu melanggar HAM?"

Brina mengerjap sejenak. Jari-jarinya kemudian mulai mengetik.

Bolehkah menggugurkan kandungan?

Sederet webiste muncul. Brina mengklik salah satunya. Membaca kata demi kata di sana. Tertulis jelas kalau di Indonesia, aborsi dianggap ilegal. Tertera undang-undang yang mengatur hukum aborsi di sana. Ia bisa kena hukum pidana kalau melakukannya.

Di artikel yang ia baca, disebutkan juga kalau tindakan aborsi punya banyak efek samping mulai dari kemungkinan terjangkit kanker, kemandulan sampai dampak psikologis yang cukup berat.

Brina menghela napas panjang, berusaha mencerna artikel-artikel tadi. Ia rebahkan tubuhnya sejenak. Ia belum siap untuk menjadi seorang ibu. Menjadi orang tua bukan hal remeh. Ia mesti rela mengorbankan segalanya untuk itu.

Namun, di satu sisi, ia juga tak sanggup untuk menggugurkan janin di kandungannya. Membayangkan kalau dirinya membunuh seorang anak yang bahkan belum sempat melihat dunia membuatnya bergidik ngeri.

Tapi kalau anak ini lahir, pikirnya, apa ia sanggup membesarkannya? Bagaimana kalau anak ini tumbuh dengan rasa benci karena kehadirannya tak diharapkan dan ia lahir di luar nikah?

Ah, lagi-lagi Brina bimbang. Dalam hati, gadis itu terus bertanya jalan mana yang mesti ia ambil?

Related chapters

  • Bukan Cinderella   Bab 1 : Dua Garis Merah

    Brina mengerjapkan mata. Menguceknya beberapa kali. Berharap apa yang ditangkap matanya cuma sebatas ilusi. Tapi lima menit berselang, semuanya tetap sama, tak ada yang berubah. Dua garis merah itu masih di sana. Tampak begitu nyata. Bahu Brina melesak, degup jantungnya jadi makin tak karuan. Tangannya yang sejak tadi mengeluarkan keringat dingin bergetar, membuat testpack di genggamannya hampir saja terjatuh ke dalam closet. Brina mematung untuk beberapa saat. Masih tak percaya dengan apa yang ia lihat. Bagaimana mungkin ia hamil di saat-saat seperti ini? Pasti ada yang salah, sangkalnya dalam hati. Barangkali testpack yang ia gunakan tidak akurat. Ia juga lupa memastikan tanggal kadaluwarsanya saat membeli. Ia mesti mengeceknya lagi nanti, pikirnya. "Na, udah hampir jam tujuh. Nanti kamu telat lho." Mendengat teriakan ibunya, lamunan Brina buyar. Langkah kaki ibunya terdengar semakin jelas, pertanda bahwa wanita itu semakin mendekat. Brina jadi bertambah gugup. Dengan tergesa-g

    Last Updated : 2022-05-11
  • Bukan Cinderella   Bab 2 : Masih Sama

    Positif.Ini testpack kelima yang Brina coba selama tiga hari terakhir. Kali ini, ia membeli dari merek ternama. Harganya lebih mahal dari yang sebelum-sebelumnya. Brina juga sudah memastikan tanggal kadaluwarsa yang tertera di kemasannya masih lama. Dari lima testpack yang ia coba, semuanya kompak menampilkan hasil yang tak ia kehendaki.Ia hamil.Brina benar-benar tak menyangka ia akan hamil sedini ini. Di umur sebelia ini. Dan yang paling parah, di saat ia belum menikah. Beberapa hari lalu, saat menyadari kalau ia belum tak kunjung datang bulan padahal sudah lewat sebulan, Brina pikir kondisinya kurang fit. Maklum, belakangan ia kelelahan karena belajar hingga larut malam. Iseng-iseng, ia membeli testpack di apotik yang cukup jauh dari rumahnya. Hanya untuk berjaga-jaga.Dan kenyataan yang ia lihat membuat Brina merasa seolah dunianya berakhir hari itu juga. Apa yang mesti ia lakukan sekarang? Pikirnya. Antara mempertahankan atau menggugurkan kandungannya, Brina bimbang. Terlebih,

    Last Updated : 2022-05-11
  • Bukan Cinderella   Bab 3 : Pernyataan

    Hari Senin yang ia tunggu-tunggu akhirnya datang.Sejak bangun tidur, perasaan Brina sudah mulai tak karuan. Sebab hari ini, ia bakal mengatakan segalanya pada Evan. Saat perjalanan ke sekolah, ia terus bertanya-tanya bagaimana reaksi Evan nantinya? Evan pasti akan tetap di sisinya kan? Pikirnya.Sekolah sudah mulai ramai saat Brina sampai. Brina menelusuri lorong dengan langkah santai. Langkahnya terhenti saat mendapati papan majalah dinding sekolah. Di kolom sosok inspiratif, tampak artikel yang memuat wajahnya dengan headline "Menilik Sosok Brina Aulia, Peraih Paralel Pertama Lima Semester Berturut-turut". Di bawahnya, tertulis biodata dan sederet prestasi yang pernah ia raih. Berikut hasil interviewnya dengan anggota klub jurnalistik yang diambil dua minggu lalu.Brina tercenung sejenak. Di sekolahnya yang amat menghargai nilai-nilai dan titel juara, ia adalah primadona, sosok teladan yang selalu mendapat atensi banyak orang dan jadi kesayangan hampir seluruh guru di sini. Hampir

    Last Updated : 2022-05-11
  • Bukan Cinderella   Bab 4 : Menghindar

    Waktu berjalan dengan cepat. Lima hari berlalu sejak terakhir kali Brina bertemu dengan Evan di ruang arsip perpustakaan. Tak ada kabar dari Evan sejak hari itu. Tak ada lagi pertemuan-pertemuan rahasia di ruang arsip atau ruang seni. Jangankan bertemu, Evan bahkan tak membaca pesan-pesan yang ia kirimkan. Ia seolah hilang ditelan bumi begitu saja, lenyap tanpa ada jejak.Padahal mereka berada di sekolah yang sama. Brina tentu ingin menemui Evan langsung, tapi pasti bakal menimbulkan kecurigaan. Hubungan yang mereka jalani secara diam-diam makin mempersulitnya untuk menghampiri cowok itu, apalagi mereka tidak pernah berada dalam satu kelas atau klub yang sama. Bakal terlalu menarik perhatian kalau ia mendekati Evan secara terang-terangan.Siang ini, untuk kesekian kalinya, Brina mengecek ponsel. Barangkali Evan sudah mengirimkan balasan. Tapi nihil, justru chat dari ibunya yang ia terima, mengingatkannya untuk tidak melewatkan les hari ini."Ngelihatin ponsel mulu Na, itu baksonya ent

    Last Updated : 2022-05-11

Latest chapter

  • Bukan Cinderella   Bab 5 : Di antara Dua Pilihan

    Langit tampak cerah pagi ini. Sinar matahari pagi menelisik melalui kisi-kisi jendela, membuat Brina terbangun karena merasa silau. Gadis itu berjingkat bangun dari tempat tidur. Diperhatikannya jam dinding sudah menunjuk pukul tujuh pagi. Ia langsung melangkah ke kamar mandi, mandi sejenak kemudian berganti baju.Berhubung ini hari Minggu, jadi ia bisa lebih santai. Brina memilih kaus lengan panjang dan overall dress selutut. Setelah berpakaian, gadis itu segera beranjak ke meja makan. Sayup-sayup, ia bisa mendengar ibunya sedang mengobrol dengan seseorang. Sepertinya sedang ada tamu.Brina mengambil roti bakar yang sudah disiapkan ibunya di atas meja, melahapnya perlahan sembari mendengarkan obrolan ibunya dengan si tamu."Jadi, dokter menyarankan kamu buat menggugurkan kandunganmu?"Mendengar kata kandungan, Brina berhenti mengunyah selama beberapa saat."Iya mba. Katanya janin di kandunganku cacat berat, terus aku juga ada riwayat penyakit yang nggak memungkinkan buat meneruskan k

  • Bukan Cinderella   Bab 4 : Menghindar

    Waktu berjalan dengan cepat. Lima hari berlalu sejak terakhir kali Brina bertemu dengan Evan di ruang arsip perpustakaan. Tak ada kabar dari Evan sejak hari itu. Tak ada lagi pertemuan-pertemuan rahasia di ruang arsip atau ruang seni. Jangankan bertemu, Evan bahkan tak membaca pesan-pesan yang ia kirimkan. Ia seolah hilang ditelan bumi begitu saja, lenyap tanpa ada jejak.Padahal mereka berada di sekolah yang sama. Brina tentu ingin menemui Evan langsung, tapi pasti bakal menimbulkan kecurigaan. Hubungan yang mereka jalani secara diam-diam makin mempersulitnya untuk menghampiri cowok itu, apalagi mereka tidak pernah berada dalam satu kelas atau klub yang sama. Bakal terlalu menarik perhatian kalau ia mendekati Evan secara terang-terangan.Siang ini, untuk kesekian kalinya, Brina mengecek ponsel. Barangkali Evan sudah mengirimkan balasan. Tapi nihil, justru chat dari ibunya yang ia terima, mengingatkannya untuk tidak melewatkan les hari ini."Ngelihatin ponsel mulu Na, itu baksonya ent

  • Bukan Cinderella   Bab 3 : Pernyataan

    Hari Senin yang ia tunggu-tunggu akhirnya datang.Sejak bangun tidur, perasaan Brina sudah mulai tak karuan. Sebab hari ini, ia bakal mengatakan segalanya pada Evan. Saat perjalanan ke sekolah, ia terus bertanya-tanya bagaimana reaksi Evan nantinya? Evan pasti akan tetap di sisinya kan? Pikirnya.Sekolah sudah mulai ramai saat Brina sampai. Brina menelusuri lorong dengan langkah santai. Langkahnya terhenti saat mendapati papan majalah dinding sekolah. Di kolom sosok inspiratif, tampak artikel yang memuat wajahnya dengan headline "Menilik Sosok Brina Aulia, Peraih Paralel Pertama Lima Semester Berturut-turut". Di bawahnya, tertulis biodata dan sederet prestasi yang pernah ia raih. Berikut hasil interviewnya dengan anggota klub jurnalistik yang diambil dua minggu lalu.Brina tercenung sejenak. Di sekolahnya yang amat menghargai nilai-nilai dan titel juara, ia adalah primadona, sosok teladan yang selalu mendapat atensi banyak orang dan jadi kesayangan hampir seluruh guru di sini. Hampir

  • Bukan Cinderella   Bab 2 : Masih Sama

    Positif.Ini testpack kelima yang Brina coba selama tiga hari terakhir. Kali ini, ia membeli dari merek ternama. Harganya lebih mahal dari yang sebelum-sebelumnya. Brina juga sudah memastikan tanggal kadaluwarsa yang tertera di kemasannya masih lama. Dari lima testpack yang ia coba, semuanya kompak menampilkan hasil yang tak ia kehendaki.Ia hamil.Brina benar-benar tak menyangka ia akan hamil sedini ini. Di umur sebelia ini. Dan yang paling parah, di saat ia belum menikah. Beberapa hari lalu, saat menyadari kalau ia belum tak kunjung datang bulan padahal sudah lewat sebulan, Brina pikir kondisinya kurang fit. Maklum, belakangan ia kelelahan karena belajar hingga larut malam. Iseng-iseng, ia membeli testpack di apotik yang cukup jauh dari rumahnya. Hanya untuk berjaga-jaga.Dan kenyataan yang ia lihat membuat Brina merasa seolah dunianya berakhir hari itu juga. Apa yang mesti ia lakukan sekarang? Pikirnya. Antara mempertahankan atau menggugurkan kandungannya, Brina bimbang. Terlebih,

  • Bukan Cinderella   Bab 1 : Dua Garis Merah

    Brina mengerjapkan mata. Menguceknya beberapa kali. Berharap apa yang ditangkap matanya cuma sebatas ilusi. Tapi lima menit berselang, semuanya tetap sama, tak ada yang berubah. Dua garis merah itu masih di sana. Tampak begitu nyata. Bahu Brina melesak, degup jantungnya jadi makin tak karuan. Tangannya yang sejak tadi mengeluarkan keringat dingin bergetar, membuat testpack di genggamannya hampir saja terjatuh ke dalam closet. Brina mematung untuk beberapa saat. Masih tak percaya dengan apa yang ia lihat. Bagaimana mungkin ia hamil di saat-saat seperti ini? Pasti ada yang salah, sangkalnya dalam hati. Barangkali testpack yang ia gunakan tidak akurat. Ia juga lupa memastikan tanggal kadaluwarsanya saat membeli. Ia mesti mengeceknya lagi nanti, pikirnya. "Na, udah hampir jam tujuh. Nanti kamu telat lho." Mendengat teriakan ibunya, lamunan Brina buyar. Langkah kaki ibunya terdengar semakin jelas, pertanda bahwa wanita itu semakin mendekat. Brina jadi bertambah gugup. Dengan tergesa-g

DMCA.com Protection Status