Singgih menatap wajah Ayu, kali ini tangannya masih menggenggam erat tangan Ayu."Kau tahu sekarang, aku dulu pernah melamarmu, tapi kau menolakku, karena kau masih ingin bebas tak mau terikat.""Lah, iya, kau melamarku setelah lulus sekolah SMA, ya jelas lah aku masih ingin sendiri, masih ingin bebas.""Lalu sekarang? apakah kau ingin ...""Ingin apa?! aku sudah bersuami dua kali lagi " jelas Ayu sambil menarik tangannya dari genggaman Singgih "Tapi aku tau kau tak bahagia.""Kata siapa?!""Jangan bohong, aku tahu dari binar matamu.""Dukun Ya?" canda Ayu sambil tersenyum.Tapi singgih tampak tak tersenyum ataupun berekspresi lainnya, ditatapnya Ayu dengan serius."Aku serius , Ayu. aku mau jadi bagian dari hidupmu, aku ... aku kini hidup sendiri, kau tahu sendiri bukan aku adalah anak tunggal dan ibu bapakku sudah meninggal. aku paling susah untuk bisa membuka hati."Ayu terdiam, apa maksudnya ini, "masih banyak wanita yang pantas untukmu, percayalah pasti jodoh akan datang padamu.
Perasaan Ayu semakin galau, dan entahlah. Perhatian pada Kiara dan Kinara pun berkurang. Dirinya lebih asyik pergi sendiri, mengunjungi tempat hiburan untuk menghilangkan suntuk yang telah menganggu pikirannya.Ibu Rita menasehati segala rupa. Tapi nyatanya, kelucuan dari anak kembarnya tak bisa mengalihkan perasaan yang terus berkecamuk. Apa lagi wajah si kembar betul-betul semakin jelas mirip dan Mas Pras. Kebencian pada suaminya ini semakin saja menjadi. kala Pras hanya bisa meminta uang dan uang saja."Aku jenuh dengan kehidupanku Mas, apa tak sebaiknya kita ..." Ayu tak berani utarakan maksud dari kata-katanya."Cerai?! aku sampai kapanpun tak akan menceraikan mu Ayu. kau pilihan Desi waktu itu, hingga Desi rela melepaskan hanya untukmu, lalu apa kah ini balasanmu?!""Tapi bukan begini yang aku inginkan Mas, Setidaknya mas tahu takaran sebagai suami dan ayah dari kembar. Apa yang sudah kau perjuangkan? kau hanya terus saja menuntut ini dn itu." Ayu menghela napasnya yang terasa s
Ayu menepati janjinya, membawa Ibu dan si kembar ke taman bermain. Benar saja , Singgih sudah berada di sana. Yang membuatnya heran, Ternyata ibu dan Singgih sudah saling mengenal. Bahkan, ibu terlihat senang melihat lelaki gaek itu. Ayu hanya memandang saja, Apakah ini kejutan untuknya? "Nak Singgih ini dulu pernah main ke rumah loh?" ujar ibu masih terus memegang tangan Singgih tak mau melepasnya, maksudnya apa ini?"Oh ya, apakah iya, kok ibu tak pernah cerita padaku, Bu?" Ayu sudah mencecar pertanyaan pada ibunya."Jangan marah pada ibumu, aku dulu pernah ke rumahmu, untuk meminang mu tahu, tapi ternyata aku kau tolak mentah-mentah, aku yang meminta pada ibu untuk merahasiakan identitas ku waktu itu, iya kan Bu, dan ibumu adalah wanita yang paling amanah selama ini.""Maafkan ibu Ayu, ibupun sebenarnya sudah lupa, saat kau baru lulus SMA, dan Singgih ini datang ke rumah mau melamar kamu, tapi ibu mau tanya padamu dulu, dan kau menolaknya tak mau menikah dulu, ya ibu katakan pada
Plak! sebuah tamparan dari Pras untuk Mba Triana."Aku tahu akal bulusmu, kau sengaja menggodaku bukan? aku bisa laporkan hal ini, bukan aku yang salah, kau goda aku, dan jangan salahkan aku bertindak lebih padamu! anggap saja dilakukan suka sama suka bukan?"Pras berkata penuh emosi pada wanita yang kini menunduk saja, tamparan itu membuatnya malu setengah mati, pasalnya justru kini dirinya yang dikupas habis-habisan oleh Prasetya."Tenang Pak, tidak gini juga memperlakukan wanita Pak Pras.""Semua wanita sama, cuma mau uangnya saja, dulu aku mengagungkan seorang wanita, tapi setelah aku tertipu berkali-kali karena wanita, aku jadi nggak respek lagi dengan yang namanya wanita, Paham kan?"Ayu menelan salivanya serat, sepertinya ada gejolak batin dalam diri suaminya, sejak bercerai dengan Desi, yang notebene dirinya sangat mencintai wanita berduit itu, dan harus mengalah dan hidup bersama Ayu yang punya harapan untuk bisa hidup bahagia bersama Pras. Akan tetapi ternyata tak semudah it
Pras tersenyum sendiri melihat monitor besar di kamarnya. Walaupun dirinya hanya di kamar saja, tapi semua kejadian di kantor miliknya terpantau olehnya, juga kinerja Ayu, isterinya."Bagus! kini kau akan menjadi mesinku. aku tahu kau terlalu jujur padaku. tapi, aku sakit hati padamu, Ayu." desis Pras tersenyum licik. Semua pundi uangnya untuk membeli seperangkat alat untuk memantau gerak gerik isterinya."Kini tinggal mencari tahu siapa lelaki Sik peduli itu, enak saja bermain dengan kedua anakku."Semuanya tersimpan dalam lemarinya yang terkunci rapat Juga soal kesehatan dirinya, kesembuhan total sudah dia dapatkan, tapi jijiknya Ayu pada dirinya menjadikan Pras semakin sakit hati. Apalagi ,keinginan Ayu meminta cerai padanya."Aku tetap tak akan menceraikan dirimu, Ayu. sudahlah nikmati saja takdirmu hidup bersamaku, ya kan?" Pras bermonolog sendiri."Pasti ibumu mengira aku sudah gila, makanya dia takut bila ditinggal sendirian di rumah." Tawa terkekeh dari Pras membuatnya terseda
Singgih datang dengan cepatnya, mobil Jeep nya sudah menderu di depan kafe yang ditunjuknya. Lelaki itu masuk dan segera menemukan sosok Ayu yang sedang keadaan kalut."Ada apa?!" tanya Singgih pelan Ayu pun menceritakan semuanya dari awal menjadi istri seorang Prasetya, sampai akhirnya mendapati dirinya merasa dikhianati oleh suaminya. Rasa sakit hatinya tak bisa ditolerir lagi. Sejak awal dirinya meninggalkan Pras dalam keadaan hamil tua, saat mengandung Tegar. "Lalu apa rencana mu?!""Bukannya aku balas dendam, tapi setidaknya ingin dia merasakan sakitnya hati ini, padahal sudah diberi begitu banyaknya cobaan dari Tuhan, tapi dia tak pernah kapok, tak pernah sekalipun bisa menghargai pengorbananku." desis Ayu pada lelaki di hadapannya, kemudian Ayu menceritakan rencana untuk suaminya.Waktu berlalu, Singgih membantu rencana Ayu, dengan diam-diam mengganti setiap kamera yang ada di kantor, hal ini di kerjakan demi menjaga privasi semua karyawannya, walaupun pemiliknya adalah suami
Bukan cerita cinta biasaKali ini Prasetya betul-betul mati kutu bila sudah berhadapan dengan Mami. Sengaja Desi mengajak Maminya karena Ayu sudah laporan banyak hal tentang suaminya ini.Semua masa lalu Pras memang Mami yang tahu."Kau harus bisa bangkit lagi, dulu Papi yang bisa membuatmu bisa lebih baik lagi, sampai Papi percayakan Desi untukmu," cecar Mami pada Pras yang sedang menangis tersedu-sedu.Ayu dan Desi pun keluar dari kamar, meninggalkan Mami berbincang leluasa pada Pras yang masih terikat tangannya apa ranjang besi tersebut.Dua wanita yang kini sudah duduk berdua di depan teras kamar inap "Maafkan aku karena selalu merepotkan mu.""Tak apa, itu sudah tugas aku, karena amanah Papi.""Amanah?"Desi menunduk, "Aku belum cerita padamu, hanya segelintir cerita sepihak dari Mas Pras kan? Papi menitipkan Mas Pras pada Mami agar tetap ...""Papi? Almarhum?"'Iya, Papi ingin punya anak cowok , hadir Mas Pras yang diangkatnya menjadi anak angkat, tapi maaf, dari keluarga yang
Ayu menatap Mami dengan pandangan jengah. Dia yang dulu memperlakukan hal yang menyakitkan padanya. Karena dia pula , Ayu pergi meninggalkan semuanya dan memilih menjauhi suami dan segalanya, hingga Desi mengalami sebuah kecelakaan pasti Mami menyalahkan diri Ayu."Aku paham, apa yang ada dalam benak kamu, Ayu. Mengapa saat itu kau aku suruh pergi sebelum jam yang lain terjadi, hanya keinginan Desi yang tak ijin padaku."Desi pun menunduk merasa bersalah atas semua kesalahan ini."Duduklah, aku tak mau merepotkan hidupku hanya untuk mengurus semua ini. Bodohnya anakku, masih saja tak mau melepas dirimu dan Pras, padahal sudah –""Jangan bahas hal ini Mih, aku dan Ayu masih ada keterikatan, masih ada Tegar," seru Desi.Mami diam, dia tahu, setelah ada Tegar, rasa sayang pada anak lelaki yang bukan cucunya itu sungguh besar. Mami tahu itu adalah anak Pras dan Ayu."Inilah akibatnya, kan sudah aku sarankan untuk program bayi tabung, ataupun adopsi anak saja, tapi kau ngotot ingin punya a
"Ayu! Tunggu!" teriak Desi mengejar sosok yang yang tampak memperhatikan kerumunan di jalan utama.Ayu langsung berhenti melangkah dan mencari sumber suara yang memanggilnya. Dilihatnya Desi setengah tergesa mendekatinya.Plak! Sebuah tamparan tiba-tiba mendarat di pipi Ayu. Wanita itu kaget atas perlakuan kurang ajar dari Desi."Kembalikan Tegar padaku!" cecarnya dengan emosi. "Dia sudah menjadi anakku, ingat aku punya surat adopsinya!"Ayu memandang sengit pada Desi, ia masih memegang pipinya yang terasa perih akibat tamparan dari Desi.'Kau! Apa kau tak malu, bodoh kok ngga sembuh-sembuh! Semua surat yang Mamimu buat itu palsu, tersebut surat adopsi Tegar! Dan semua itu tak ada gunanya lagi! Paham! Tegar tetap anakku, kau tak berhak atas semua tentang Tegar!" Ayu lebih garang, ia tak pedulikan beberapa orang sudah mulai mengerubunginya.Adu mulut dengan Desi menjadi tontonan gratis. Desi semakin kalap mendengar penuturan Ayu. Ia merasa dijatuhkan harga dirinya. Apa lagi sudah terbo
Mami sudah mulai ketar ketir, karena pemberangkatannya sepertinya akan bermasalah. Ia sudah siapkan beberapa surat penting dan beberapa kartu yang akan diperlukan nanti, tapi tiba-tiba ... "Ibu Suharti betul ? ikutlah bersama kami," Sebuah suara wanita berpakaian preman segera merangkul pundak Mami dengan cepat memborgol tangan Mami. Mami sudah tidak bisa berkutik lagi, Mami ditangkap petugas imigrasi. Sementara itu, beberapa petugas sudah mengerumuni sebuah mobil yang sudah ringsek. Beberapa warga yang kaget dengan suara letusan mirip senapan itu pun mencari sumber letusan. karena mereka pikir ada sebuah insiden di area pembuangan sampah terakhir ini. Tubuh Pras ditemukan sudah kaku, ada benturan keras di dada dan kepalanya, tak ada tanda kekerasan , sepertinya petugas menganggap pengemudi sedang mabuk dan keluar jalur masuk dalam kubangan jurang pembuangan. Evakuasi mobil cukup sulit karena banyaknya sampah dan penonton yang heboh pada peristiwa tersebut. *** Desi me
Mami pergi bersama Pras, kali ini benar-benar akan melakukan sesuatu yang semua orang tak menyangkalnya. Mami minta di antar ke beberapa perusahaan, Pras mengantar hingga usai. Kemudian mereka menuju sebuah kawasan elite, menuju sebuah rumah yang sudah mereka beri tanda.Sementara itu Budiman terus menguntit kemanapun mereka pergi, sasaran utama lelaki itu adalah koper yang ada di tangan Pras."Pras! Tunggu di sini, mami mau ambil sesuatu ingat! Jangan telat jemput mami lagi ke sini. Pergilah, jangan sampai mobil Desi diketahui seseorang."Pras mengangguk dan langsung meluncur lagi. Mami segera keluar mobil dan menggenakan masker dan sebuah rambut pasangan yang ia sediakan dalam tasnya. Lalu berjalan mengendap mendekati sebuah mobil mewah yang terparkir depan rumah bertingkat. Tak disangka Mami melakukan hal tersebut, yaitu memutus slang rem dari bawah mobil dan mengiris beberapa kabel otomatis! Pras kali ini pergi ke sebuah tempat yang cukup sepi ia akan menyimpan uang dalam koperny
Kasus ini semakin melebar, Singgih menjadi penasaran apa sebenarnya dibalik semua ini. Dengan cepat dirinya menelusuri keluarga Desi yang selama ini ia kenal sebatas kenal saja. Dari nama Ayahnya, ibunya hingga bisnis yang katanya berbasis utama ada di Swiss. Sempat kesulitan juga Singgih menemukan keterangan tentang mereka. "Rita, panggilkan Tommy ke sini, aku ada perlu dengannya." Singgih menyuruh Rita asistennya memanggil anak buahnya yang jago dalam mencari hal seperti ini.Tak lama terdengar pintu diketuk dari luar."Masuk!" Seru Singgih. Mereka pun kini terlibat dalam sebuah pembicaraan serius.***Tampak Santi terlihat melamun di atas balkon, dan didekati Ayu. Wanita itu menyentuh pundak Santi."Kenapa, San? Apa yang kau pikirkan?"Sedikit terkejut dan Santi berdiri dan langsung memeluk Ayu."Ada apa? " Ayu balas memeluk adik angkatnya ini."Aku tak tahu harus bagaimana kak, mau cerita tapi aku takut."Ayu tertegun dan langsung menyuruhnya duduk."Ada apa sebenarnya , Santi? A
Bab 72. Budiman menyalakan sebatang rokoknya di depan sebuah kios kecil di pinggir trotoar. Matanya terus saja mengawasi sebuah mobil mewah yang sudah melintas semenit yang lalu. Mengingat nomor plat tersebut dan langsung pergi dengan sepeda motornya.Waktu sudah menunjukkan pukul sebelas siang. Kini saatnya ia harus laporan pada majikannya. Motor melaju ke arah jalan Halmahera, jalanan cukup ramai, tapi rumah megah di pinggir jalan raya itu mudah dicapainya dalam waktu dalam setengah jam saja."Bos, ada berita bagus nih, dan apa rencana sudah fiksi?" tanya Budiman di sebuah ponselnya.Tak lama dirinya turun dari sepeda motor dan membuka pagar yang masih terkunci dari dalam, dengan lihainya jarinya sudah bisa mencongkel grendel dari pagar besi itu. Memasukkan motornya dan menutup pintu pagar kembali.Lelaki itu sesaat mematikan rokok yang sudah tinggal beberapa centi saja, membuang sembarang pada taman yang sedikit tak terawat."Selamat pagi bos!" Suaranya lantang menyapa penghuni r
Malam ini Ayu sedang duduk di beranda teras menatap malam yang penuh bintang, walaupun badannya penat seharian bertamasya tapi dirinya tak bisa memejamkan matanya. Pikirannya melambung entah kemana."Sayang, kenapa?" tanya Singgih seraya memeluk istrinya dari belakang. Tercium bau segar sabun mandi dari tubuh suaminya. Ayu tersenyum dan mengelus bagian belakang suaminya yang sudah mencium tengkuk leher wanita ayu itu."Apa yang kau pikirkan?" Pertanyaan ulang Singgih lontarkan lagi.Ayu menggelengkan kepalanya, "tidak ada apa-apa, aku cukup bahagia, aku sedang menikmati tenang dan nyamannya malam ini. Udara malam ini dingin tapi menyejukkan," jawab Ayu. Singgih pun duduk menjejeri istrinya."Kau betah bukan? Tinggal di kawasan ini?"Ayu mengangguk pelan dan menyandarkan kepalanya di lengan suaminya."Ini impianku selama ini, ingin punya rumah di kawasan elite ini, dengan keluarga yang aku sayangi."Ayu masih terus tersenyum saat Singgih terus bercerita tentang rencana-rencana masa dep
Pras makan dengan tenang, tapi sekali suap bisa dua kepalan tangan masuk sekaligus ke dalam mulutnya. Tak perlu hitungan jam, dalam sepuluh menit, Lelaki itu sudah menghabiskan empat telor balado, lima perkedel kentang, lima potong ayam kremes dan satu bakul nasi, belum ditambah dua roti isi milik Desi yang belum sempat dimakannya.Mami cuma nyengir saja, melihat Desi menatap Pras dengan heran."Kau makan banyak sekali, jatahku pun kau makan!" tutur Desi sambil geleng-geleng kepala."Ya begitulah," jawab Mami."Mih, apa benar Pras sama sekali tak mengenalku?" Desi masih terus memandang mantan suaminya itu."Coba saja tanya padanya."Desi menyentuh pundak Pras pelan."Masih ingat denganku?" tanya Desi perlahan.Pras terdiam dan menatap Mami, "anaknya Nyonya kan?""Nyonya? Mih, dia panggil mami dengan sebutan Nyonya!" Desi kaget dan menutup mulutnya."Mih, ini benar-benar mencuci otak Pras seratus persen!" "Bila tak ada tindakan ini , ia akan kumat dan mengamuk, bahkan sering ia menya
Perjalanan dengan pesawat dari Swiss menuju Indonesia tak banyak kendala, bahkan paspor atas nama Prasetya pun tak bermasalah. "Kau jangan banyak cakap, diam saja, dan lakukan semua perintahku. Setelah sampai rumah, baru aku beri obat dari Dokter, aku tak ingin kau kesakitan lagi, paham? Jadi jangan banyak berulah. Kita tak lama, bila urusan selesai kita pulang lagi ke Swiss, di sini tak aman buatmu," kata Mami panjang lebar pada lelaki berkacamata minus di sampingnya. Tubuh kekarnya bak seorang bodyguard. Wajah melankolisnya tak pernah hilang, yang berbeda dari Pras, ia cenderung diam dan hanya mengangguk setiap perintah Mami. Matanya terus menatap ke depan. Roti isi yang disediakan oleh maskapai penerbangan sudah habis ludes di makan, begitu juga jatah punya Mami.Pras yang dulu sering kesakitan di bagian kepalanya, yang bila datang rasa sakit itu ia bisa berteriak dan menyakiti dirinya sendiri. Kini terlihat lebih tenang. Beberapa terapi susah ia jalani. Mami begitu menjaga Pras,
Ayu terdiam dan kaget melihat hancurnya pesta pernikahannya bersama Singgih. Lelaki itu masih terus memeluk pundaknya erat."Ini ada yang nggak suka dengan kita," desis Singgih geram. Ayu tahu siapa dalang semua ini, dan ia belum menceritakan pada Singgih."Aku harus membawa Santi pergi dari rumah itu." "Desi? Apa dia yang ...."Ayu menatap suaminya, "tapi ia tak tahu kita sudah resmi menikah, yang diinginkannya adalah menggagalkan semua ini."Suara Ayu sedikit bergetar, tahu sifat sahabatnya itu, apapun akan dia lakukan asal keinginannya tercapai, walaupun itu melukai orang lain."Masuklah, biar WO, yang membereskan semua ini. Mati kita rencanakan sesuatu yang lain."Ayu memandang singgih dengan tajam. Singgih tak pedulikan tatapan Ayu, dirinya segera mengalihkan pundak Ayu untuk segera mengikuti dirinya masuk ke kamar hotel.Dalam sebuah rumah yang mewah, Desi tertawa terbahak-bahak atas kemenangannya. Santi melihat Desi dengan marah."Aku tidak terima dengan tindakan ini, Bu. Wal