Raja kembali ke apartemen Adrian begitu waktu sudah menunjukkan jam dua sore, tadi juga dia sempat tertidur di hotel, karena tidak enak kalau harus kembali ke apartemen Adrian, yang pastinya sahabat istrinya baru saja tidur. Raja juga hampir tak bisa menahan diri, saat melihat Cahaya menghubungi waktu jam istirahat, dan lagi dengan sengaja dia mengabaikan panggilan Cahaya, yang pasti akan membuat istrinya itu semakin marah padanya. Namun apalah arti kemarahan itu, saat nanti mereka bertemu langsung, Raja yakin istrinya itu akan menangis bahagia saat melihatnya ada di depan mata. Manis sekali bukan? Sengaja Raja berjalan kaki dari hotel menuju ke apartemen Cahaya, lumayan jauh, tapi Raja menikmati semua itu, juga sebagai pengisi waktu mengenali tempat tinggal Cahaya kini. Sungguh gedung apartemen Cahaya yang sekarang lebih nyaman dari Daewoo apart, banyaknya pertokoan di sekitar gedung tentunya tidak akan membuat Raja khawatir, saat mengingat kalau Cahaya harus terpaksa pulang kerj
Hari mulai gelap, padahal jarum jam baru menunjuk di angka lima sore. Cuaca dingin membuat Cahaya merapatkan lagi jaket yang dipakainya, begitu kakinya melangkah keluar dari bangunan bagian produksi. Seperti yang Choi bilang tadi, dia memang tidak diizinkan lembur, bahkan sampai untuk lima hari kemudian. Saat Cahaya tanya kenapa alasannya, atasannya itu hanya tersenyum penuh arti dan mengatakan, "Kamu akan tahu nanti sendiri jawabannya."Tentu saja Cahaya hanya bisa mengangguk, walau tidak paham apa maksud dari perkataan lelaki berumur empat puluhan itu. Tadi juga saat berpapasan dengan Choi yang baru keluar dari toilet, lelaki itu berharap kalau apa yang akan dilaluinya sebentar lagi sukses. "Semoga sukses, ya?!" kata Choi dengan senyuman yang sama dengan atasan Cahaya tadi. "Sukses apa sih, Oppa? Aku nggak ngerti loh, tadi atasan aku juga mengatakan seperti itu, sekarang kamu.""Nanti kamu tahu sendiri begitu sampai di apartemen. Sudah, pulang sana, dan jangan kesal lagi sama Raja
Sementara itu Raja yang sedang menunggu kepulangan istrinya tercinta, sudah berada di apartemen Cahaya bersama Adrian dan Andri, yang sengaja datang ke sana. Indah dan Rita memang sudah mengenal kedua karyawan senior di perusahaan tersebut, hingga mereka langsung terlibat pembicaraan dengan akrab. Andri yang baru mengetahui kedatangan Raja dari Adrian sore tadi, tentu saja kaget dan baru mengerti maksud kejutan yang dibilang Alya dari kemarin. "Biasanya Cahaya pulang jam berapa kalau masuk pagi, Dri?" tanya Raja pada Andri, sedang Adrian sedang kembali ke unit apartemennya karena ponselnya tertinggal. "Kan baru beda shift dengan kami kemarin, Pak. Dan kemarin itu dia pulang jam delapan sampai sini. Kalau nggak lembur sebentar lagi juga sampai, kok. Kangen, ya? Dah nggak kuat untuk bertemu istri tercinta. Eh?!" Andri yang baru menyadari kalau sekarang ini ada orang lain yang belum mengetahui status Cahaya, menutup mulutnya. Raja tertawa melihat Andri yang melihat pada Indah dan Rit
Mendengar keributan dari luar, Raja dan Andri berdiri. Raja yang dengan jelas mendengar suara Cahaya yang tengah berbicara dengan Adrian di luar, tentu saja hatinya semakin tak sabar untuk membuat istrinya itu memekik senang, juga kesal atas pengabaian atas pesan dan telepon darinya. Sementara Indah dan Rita memilih diam melanjutkan melihat drama Korea. Dengan tidak sabar, setelah memakai sepatunya, Raja menekan pegangan pintu, hingga suara yang sangat dirindukan itu terdengar jelas. Jantungnya semakin riuh saja, seakan organ dalam rongga dadanya itu akan melompat keluar karena gugup, rindu, juga bahagia yang semakin kuat terasa. Senyum terbaiknya sudah di sunggingkan penuh percaya diri. Dan saat matanya bisa menangkap sosok yang begitu setengah mati dirindukan, betapa dia ingin segera merengkuh raga itu, membawanya dalam hangat dekapan. Namun senyuman yang begitu manis dia coba suguhkan, perlahan menghilang demi melihat siapa sosok lain yang berdiri di dekat sang kekasih hati. Deng
Pernyataan Adrian sukses membuat Kim lemas. Dadanya sesak mendengar semua kebenaran yang terbuka di depan mata. Dia telah jauh kehilangan ternyata. Gadis yang dia kira masih bisa diraihnya, ternyata telah menjadi milik lelaki yang dulu menjadi sahabatnya. Cinta masa lalu Cahaya juga. Mendekap A Ya yang mulai tak merasa nyaman dalam gendongannya. Kim menahan semua sesak yang menghimpit dada, bahkan matanya sudah memanas karena desakan kesedihan yang meminta muara. Apa ini jawaban teka-teki yang diberikan Rosita saat dia berkunjung waktu itu? Cahaya bukan saja sudah melupakannya, bahkan gadis tercintanya itu sudah menjadi milik Raja. Mereka sudah menikah. Akhir bahagia dalam kisah mereka, setelah dulu dia berusaha merebut paksa Cahaya dari sisi Raja. 'Tuhan … inikah jawaban semua? Aku telah kalah.'Tanpa mengatakan apapun pada Adrian, Kim berbalik dan melangkah pergi dari depan apartemen Cahaya, diawasi Adrian dan Andri yang entah harus kasihan atau bahagia atas duka yang kini dirasak
Cahaya tak banyak bicara, Raja yang seakan membiarkan masalah yang baru saja terjadi diantara mereka berlarut, dalam diam menghabiskan makanan yang dipesannya. Sikapnya tak menunjukan kemarahan sama sekali, tapi Cahaya yakin hati suaminya tidak setenang sikapnya. Ada bara cemburu dan kemarahan pasti di sana. Namun lagi, Cahaya harus salut dengan cara Raja mengendalikan diri. Hanya dari duduk Raja yang memilih mereka berhadapan dari pada duduk di sebelahnya, Cahaya tahu kalau Raja sedang meredam amarahnya. Padahal saat ini, Cahaya sangat ingin bermanja pada lelaki yang tiga bulan ini, sukses membuatnya merindu setengah mati.Sayang, pertemuan setelah sekian lama tidak bersua, dibuka dengan kejadian yang jauh di luar rencana. Walau tentu saja, bukan dia yang membuat rencana pertemuan mereka jadi seperti itu. Campur tangan Tuhan, membuat kejutan manis yang Raja kira akan indah saat mereka berjumpa, ternyata menimbulkan prasangka juga curiga.Setelah selesai mengisi perut, Raja kembali da
"Yan, apa pak Raja tidak akan berbuat kasar pada Cahaya?" tanya Andri saat mereka kembali ke apartemen.Tadi saat kejadian, Andri hanya bisa menjadi penonton dengan apa yang terjadi di depan matanya. Untungnya Indah dan Rita tidak mengetahui kejadian yang terjadi di depan apartemen, hingga Adrian maupun Andri tidak harus menjelaskan pada keduanya. Bukan tidak mungkin, Indah dan Rita akan menjadikan kejadian tersebut, menjadi bahan perbincangan dengan temannya di Indonesia."Kenapa berpikir seperti itu, Dri?""Aku khawatir saja. Dan untuk melarang kepergian mereka tadi juga, tidak punya kuasa. Mereka suami istri, tapi melihat bagaimana pak Raja tadi menarik tangan Cahaya, aku jadi takut kalau pak Raja akan marah pada Cahaya." Andri mengungkapkan kekhawatirannya."Pak Raja pernah ada di situasi yang lebih berat dari tadi, Dri. Dan aku yakin, pak Raja bisa mengontrol emosinya dengan baik. Hanya satu yang aku sesalkan atas sikap Cahaya, kenapa dia tidak mengatakan dengan jujur mengenai pe
Hana yang sedari tadi mengetuk pintu namun tak mendapat tanggapan dari Kim, akhirnya memilih membuka pintu yang ternyata tidak dikunci. A Ya sudah tidur, sengaja dia menidurkannya di kamarnya, karena Hana yakin saat ini Kim butuh ruang untuk sendiri.Perlahan Hana melangkah mendekati anak semata wayangnya. Duduk di samping Kim yang terus memandang pada selembar photo, photo yang dia tahu pasti siapa yang tergambar di sana. Telinganya dengan jelas bisa mendengar isakan tertahan Kim. Apa yang sebenarnya sudah terjadi, hingga Kim harus menangis seperti ini?"Young Jin? Kenapa?""Ma …. apa aku memang tidak pantas untuk bahagia?" tanya Kim dalam kesedihan yang terdengar menyayat. Isakannya semakin kuat terdengar."Sayang, ada apa?"Ibu mana tidak ikut merana, saat mendengar anak kebanggaannya menangis seperti itu? Bahkan sebelum Kim menjelaskan pun, mata Hana sudah memanas, dan siap menangis merasakan kepiluan hati Kim."Cahaya, Ma … Cahaya.""Ada apa dengan cahaya, Sayang? Katakan dengan
Kim tak menyembunyikan kehancurannya. Di depan Raja dia menceritakan semua cerita hidupnya. Terpaksa menikahi wanita pilihan orang tuanya, mengabaikan semua perasaannya untuk menemui Cahaya, yang dia yakin pasti menunggunya tanpa tahu apa yang sebenarnya terjadi. Pernah berpikir untuk melupakan gadis itu, saat pernikahannya terberkati oleh kehamilan istrinya. Memilih tetap hidup dengan rasa yang sudah mati. Dia bagai tak memiliki tujuan pasti, hanya diam dan menuruti semua keinginan ayahnya. Hingga asa itu hidup lagi, saat istrinya harus menyerah dalam perjuangan meraih cintanya, meninggal setelah memberinya seorang putri yang kemudian diberinya nama, sesuai dengan nama sang pujaan seperti keinginan Su Ni. Kim merangkai mimpi lagi, berharap Cahaya masih sendiri dan sudi menerimanya kembali. Datang ke Indonesia dengan harapan yang bertumbuh besar. Bahagia, saat alamat yang tertulis dalam kertas yang mulai memudar, bisa dia temukan. Bertemu Rosita yang dengan jelas mengatakan, kalau
Taksi yang mereka tumpangi berhenti tepat di depan gerbang apartemen. Setelah membayar, Raja meminta Cahaya untuk menunggunya membukakan pintu. Tak ada penolakan, Cahaya biarkan suaminya melakukan apapun yang dikehendaki. Tangan keduanya bergandengan memasuki area apartemen. Baju yang kemarin dipakai Cahaya kerja, kali ini pun kembali dipakainya. Karena memang kemarin, jangankan berganti pakaian, masuk ke apartemennya saja Cahaya tidak sempat, karena langsung dibawa Raja yang dalam keadaan cemburu, melihatnya datang bersama Kim. Langkah Cahaya terlihat berbeda, sisa serangan Raja di malam pertama mereka yang tertunda, membuat Cahaya masih merasakan sakit di setiap langkahnya. Sedang si pelaku utama, dengan sabar mengimbangi langkah istrinya dengan tatapan iba. Meski tak ada lagi kata maaf yang dia katakan, karena memang seperti itu prosesnya. Nanti setelah terbiasa, sakit itupun tak lagi terasa. Ah, biasa … bagaimana akan terbiasa? Sedang dia tak lama berada di sana, rasanya Raja
Semalaman dia di sana. Menghabiskan setiap detik yang membuatnya bagai dicekik, bahkan setiap oksigen yang dihirup, membuat dadanya sesak disetiap hembusan. Jangan tanya rasa hatinya. Hampa. Tak berdaya. Ingin mati saja, bersama dengan cintanya yang kini telah kandas. Lepas. Hancur tak tersisa. Bayangan semua hal yang bisa dilewati dengan semua kehangatan, oleh gadis pujaan dengan seseorang yang pernah begitu dekat dengannya, semakin membuatnya enggan memejamkan mata. Berharap dan menunggu, mungkin saja pasangan yang sudah dinyatakan sebagai suami istri itu, kembali meski malam telah larut, atau di saat pagi siap menjelang. Meski dia tahu, itu tentu saja pemikiran yang salah, karena dua orang yang terus memenuhi pikirannya, tengah panas menghabiskan malam. Memadu kasih, melebur kerinduan. Sedang dia membeku, bersama serpihan salju yang turun dengan lebat di luar. Mereka sepasang pengantin baru, terpisah karena tugas yang tidak bisa ditolak, tentu saja saat bertemu, mereka akan ter
Mata yang tadi terpejam rapat itu perlahan terbuka, mengumpulkan kesadaran yang beberapa saat lalu terseret oleh alam mimpi yang sekejap dikunjungi. Kehangatan yang sempat membuatnya lelap beberapa saat lalu, membuatnya menduga kalau kehangatan tadi hanyalah mimpi, saat tak mendapati sosok yang tadi merengkuhnya dalam nikmat, kini tak ada di sisi. Mimpi? Cahaya semakin menegaskan pandangan, melihat keseluruhan tempat di mana dia berada kini. Ini bukan kamarnya di apartemen, yang sudah menjadi tempat tinggal sementara tiga bulan terakhir. Jelas ini bukan mimpi. Bahkan rasa sakit dan perih yang menyengatnya di bawah sana, adalah bukti nyata kalau dia tidak bermimpi, suaminya ada di Korea. Tapi kemana dia? "Sayang?!" Mata Cahaya terpaku pada pintu kamar mandi di sudut ruangan. Berharap Raja keluar dari sana, setelah mendengar panggilannya. Tak ada jawaban. Apa Raja meninggalkannya sendirian di sana? Apa suaminya itu masih marah, tentang kejadian tak diharapkan mengawali pertemuan me
Drttt … drttt … Getaran ponsel yang beradu dengan nakas disamping tempat tidur, mengalihkan perhatian Raja dari menatap wajah damai Cahaya. Beberapa saat setelah penyatuan mereka, istrinya itu langsung tertidur dengan nyaman dalam pelukannya, mengabaikan desakan gairah Raja yang kembali bangkit, saat kulit tubuh mereka kembali bergesekan, dia biarkan istrinya lelap. Bahkan napas yang terhembus belum sepenuhnya normal, namun lagi Raja mengharap bisa mengulang kenikmatan yang baru saja berlalu. Menarik pelan lengannya yang dijadikan bantal oleh cahaya, Raja berusaha agar gerakannya tidak mengganggu lelap tidur istrinya yang nampak kelelahan, meski mereka hanya melakukan dalam waktu yang sebentar, tapi istrinya langsung kalah dalam sekali serangan, sama sepertinya yang juga menyerah di awal pertempuran. Mengambil ponselnya untuk melihat siapa yang menghubunginya, Raja melihat nama Khadi juga Mukta di layar, memintanya melakukan panggilan grup. Menepuk keningnya pelan, Raja melihat pe
Young Nam hanya diam menanggapi perkataan Hana, apalagi kata yang selanjutnya terlontar, memang sanggup membuatnya menyalahkan dirinya seperti yang dikatakan Hana tadi. Anaknya menderita karena dia. Dialah yang empat tahun ini menciptakan luka dan sakit di hati anaknya. Merubah anaknya yang dulu sangat ceria setelah bertemu dengan Cahaya, menjadi pendiam setelah keegoisannya menjodohkan Kim dengan anak kakaknya. Meski kata maaf sudah dia sampaikan, restu sudah diberikan, ternyata kisah mereka memang harus terhenti begitu saja, saat dia mengucap kata tidak untuk hubungan mereka dulu.Sesal. Itu yang Young Nam rasakan sekarang. Apalagi ketiga anak muda itu masih berputar dalam lingkaran yang sama. Rasa traumanya atas penghianatan sahabat dan tunangannya, harus dia limpahkan dengan memberikan duka pada anaknya. Padahal kasus untuk Kim, Cahaya, dan Raja jelas beda. Tapi dia sudah tidak memberikan ruang restu untuk Cahaya, saat tahu kalau gadis yang dicintai anaknya adalah kekasih dari Raj
Dengan tergesa Hana berdiri, melangkah dengan penuh kemarahan mendekat pada Young Nam."Semua salah kamu, Oppa. Kamu yang sudah menciptakan luka untuk anakmu sendiri. Kamu yang sudah dengan sadar membuat hidup anakku merana, menderita. Semua salah kamu!" Hana berteriak kalap. Semua penyesalan juga rasa bersalahnya membuat dia berlaku diluar kebiasaan. Dia yang selalu lembut berbicara pada suaminya, mengikuti dengan patuh apapun yang terucap dari bibir Young Nam, kini berteriak lantang menyalahkan semua yang sudah terjadi pada Kim.Ya, perasaan sayangnya kalah dengan rasa sesal, melihat Kim yang memang sudah tidak pernah tertawa dengan riang, saat Young Nam memutuskan menikahkan Kim dengan Su Ni, kini harus lebih hancur lagi setelah tahu ternyata Cahaya sudah menikah."Yobo, apa yang kamu katakan?" Young Nam mencoba menyentuh pundak istrinya yang baru kali ini dia lihat semarah itu. Tidak, istrinya murka tepatnya. Sangat murka.Dengan kasar Hana menepis tangan Young Nam yang akan menye
Hana yang sedari tadi mengetuk pintu namun tak mendapat tanggapan dari Kim, akhirnya memilih membuka pintu yang ternyata tidak dikunci. A Ya sudah tidur, sengaja dia menidurkannya di kamarnya, karena Hana yakin saat ini Kim butuh ruang untuk sendiri.Perlahan Hana melangkah mendekati anak semata wayangnya. Duduk di samping Kim yang terus memandang pada selembar photo, photo yang dia tahu pasti siapa yang tergambar di sana. Telinganya dengan jelas bisa mendengar isakan tertahan Kim. Apa yang sebenarnya sudah terjadi, hingga Kim harus menangis seperti ini?"Young Jin? Kenapa?""Ma …. apa aku memang tidak pantas untuk bahagia?" tanya Kim dalam kesedihan yang terdengar menyayat. Isakannya semakin kuat terdengar."Sayang, ada apa?"Ibu mana tidak ikut merana, saat mendengar anak kebanggaannya menangis seperti itu? Bahkan sebelum Kim menjelaskan pun, mata Hana sudah memanas, dan siap menangis merasakan kepiluan hati Kim."Cahaya, Ma … Cahaya.""Ada apa dengan cahaya, Sayang? Katakan dengan
"Yan, apa pak Raja tidak akan berbuat kasar pada Cahaya?" tanya Andri saat mereka kembali ke apartemen.Tadi saat kejadian, Andri hanya bisa menjadi penonton dengan apa yang terjadi di depan matanya. Untungnya Indah dan Rita tidak mengetahui kejadian yang terjadi di depan apartemen, hingga Adrian maupun Andri tidak harus menjelaskan pada keduanya. Bukan tidak mungkin, Indah dan Rita akan menjadikan kejadian tersebut, menjadi bahan perbincangan dengan temannya di Indonesia."Kenapa berpikir seperti itu, Dri?""Aku khawatir saja. Dan untuk melarang kepergian mereka tadi juga, tidak punya kuasa. Mereka suami istri, tapi melihat bagaimana pak Raja tadi menarik tangan Cahaya, aku jadi takut kalau pak Raja akan marah pada Cahaya." Andri mengungkapkan kekhawatirannya."Pak Raja pernah ada di situasi yang lebih berat dari tadi, Dri. Dan aku yakin, pak Raja bisa mengontrol emosinya dengan baik. Hanya satu yang aku sesalkan atas sikap Cahaya, kenapa dia tidak mengatakan dengan jujur mengenai pe