Amir sebagai salah seorang yang menjadi dalang dari kebakaran rumah Bujang, merasa sangat ketakutan ketika dia mengetahui yang terbakar ternyata bukan hanya hutan saja. Dia berjalan kesana kemari, walaupun terasa amat ketakutan, dia berusaha menetralkan wajahnya."Ada apa dengan dirimu, Bang?" kata sang istri.Kemudian Amir menjawab," Tidak apa-apa." Amir gelisah."Kalau tidak apa-apa, kenapa Abang begitu aneh malam ini?"Amir sama sekali tak bisa menjelaskan apa yang terjadi karena bagaimanapun rahasia ini sangat besar, yang akan mempengaruhi dirinya di masa yang akan datang, kemudian tanpa aba-aba Amir mengambil kunci yang tergantung lalu membawa motornya berlalu membelah malam menuju rumah alam yang tak jauh dari rumahnya.Hujan turun begitu lebat membuat Amir merasa kedinginan, tubuhnya yang yang lelah dipaksa untuk terus berjalan menembus malam.Tibalah Amir di sebuah rumah, rumah tersebut merupakan rumah sederhana dengan atap rumbia, dinding papan serta pekarangan yang amat ko
Ada banyak ujian dalam pernikahan, ada yang diuji dengan kemiskinan, ada yang diuji dengan orang ketiga, ada yang diuji dengan rasa cinta, ada yang diuji dengan harta yang berlimpah serta ada yang diuji dengan mertua yang jahat.Selama ini Keke dan Bujang merasa hidupnya sangat sempurna, tak ada halangan, tak ada rintangan, mereka bahagia dan tak pernah merasakan badai yang begitu besar dalam pernikahan mereka.Keke yang manis, Keke yang penurut serta Bujang yang penyayang dan penuh tanggungjawab, membuat mereka hidup bahagia dengan ketiga anak mereka. Tak ada hal yang berarti yang membuat mereka bertengkar.Malam telah larut, Keke sudah masuk ke alam mimpinya beserta ketiga anak mereka, sementara Bujang masih termangu di luar rumah menatap langit yang kelam, menatap ke arah Bukit di mana rumahnya telah menjadi abu.Rasanya begitu Aneh, dia berusaha untuk mengikhlaskan semuanya, tetapi dalam hati, dia harus mencari kebenaran agar menemukan keadilan termasuk menangkap pelaku yang menu
Bujang masih tinggal di rumah orang tua Keke. Siang itu, Keke pulang ke rumah lebih awal karena para guru yang ada di sekolahnya ingin bersilaturrahmi ke rumah melihat dan memberikan ucapan ikut prihatin atas musibah yang menimpa Keke dengan BujangDari pagi, Ibu Keke sudah menyiapkan beberapa cemilan sederhana untuk menyambut tamu. Keke mendapati anak-anak tengah bermain dengan begitu lincahnya,sementara Bujang tengah duduk di balai warung sambil minum kopi. Keke mengusap peluhnya, hari ini dia pergi sendiri dan pulang sendiri dengan membawa motor. Kondisi Bujang yang belum stabil membuat, Keke tak ingin membebani pria itu dengan banyak hal.Sementara itu, Bujang yang sedang duduk termangu melihat ke arah mobil punya mereka. Satu-satunya harta yang tersisa dari kebakaran tersebut."Abang sudah makan siang?" tanya Keke."Sudah, barusan," sahut Bujang masih dengan menatap mobil Avanza yang mereka beli beberapa tahun yang lalu.Keke ikut menatap pada kendaraan kesayangan mereka. "Apa
Sebuah kafe yang sangat mewah yang terletak di tengah kota Pekanbaru. Di sanalah alam dan Amir bertemu dengan Anne. Amir melongo melihat kemewahan itu, seumur hidup baru kali ini dia bisa menjadikan kan lantai cafe untuk bercermin karena sangat mengkilat, seperti kaca yang sangat mahal yang dipajang di rumah-rumah orang kaya.Alam tampak bersemangat, sementara Amir tak bisa bisa menyembunyikan wajahnya yang pucat dan ketakutan, dia takut jika seseorang membuntutinya dan perbuatan jahat mereka ketahuan."Duduklah! Saya tidak akan lama karena saya sangat sibuk," ucap Anne dengan suara yang tegas. "Bagaimana pekerjaan kalian berhasil, kan?""Tentu saja, Bu, tapi ada sesuatu yang diluar kendali, niat membakar hutan malah menyambar ke gudang kayu dan rumah Bujang."Mendengar itu, Anne bukannya marah tapi dia malah tertawa lebar sangat lebar sampai-sampai memamerkan giginya secara sempurna."Wah, ini sangat luar biasa, kalian patut diberikan hadiah karena telah melakukan sesuatu yang tida
"Mau ke mana, Abang?" tanya Keke ketika melihat Bujang mengambil jaket dan kunci motor milik Pak Iwan."Aku mau ke luar dulu sebentar, ada keperluan yang harus aku selesaikan.""Oh, hati-hati, ya, Bang! jangan pulang terlalu malam."Bujang tersenyum tipis dan mengangguk. Kekhawatiran Keke hadapnya cukup membuatnya merasa berharga. Motor tua Pak Iwan tersebut berjalan dengan kecepatan sedang, gerimis tak menyurutkan langkah Bujang untuk menyusuri jalan berliku dan dipenuhi oleh kerikil yang tajam.Tak Berapa lama Bujang sampai di lokasi puing-puing rumahnya. Hanya kegelapan yang dia temui. Rasanya sangat menyesakkan dada, kesedihan begitu kentara terpancar di mata Bujang. Hanya sisa-sisa kebakaran yang ada di sana. Bekas pohon jati yang sudah hangus dan menjadi arang.Bujang menepikan motornya di sebuah pohon yang terletak jauh dari rumah. Tak ada cahaya apa-apa. Entah kenapa malam ini hatinya begitu kuat untuk melihat sisa rumahnya itu kembali.Beberapa menit berselang, Bujang melihat
"Saya tak perlu bertanya kepada Bang Amir, apakah yang saya lihat tadi adalah Abang atau tidak," ucap Bujang dengan tegas sambil menatap ke mata Amir.Amir memutuskan untuk keluar dari kedai."Kita keluar saja, Jang. Biar bicaranya menjadi enak." Amir mengatakan sambil menguasai dirinya agar tak panik.Bujang menurut, dia melihat ke arah Alam sekilas dan Alam juga melihat ke arahnya, lalu beberapa detik kemudian, Alam mengalihkan pandangannya ke arah lain sambil menghisap rokoknya yang tinggal separuh.Bujang merapatkan jaketnya, di luar sedang gerimis namun pria itu tak gentar sedikit pun tak takut akan demam keesokan harinya. "Jadi apa yang Abang lakukan di lokasi bekas kebakaran di rumah saya?"Amir yang berusaha menenangkan dirinya dan menekan rasa bersalah menatap kepada Bujang dengan campur aduk."Ketika kebakaran terjadi, aku sedang bekerja mencari batu alam, aku belum sempat melihat lokasi kebakaran dan aku datang malam ini karena hanya malam ini waktuku agak senggang."Bujan
Dia menatap wajahnya di cermin, wajah cantik yang sempurna yang selama ini menjadi kebanggaannya, tubuh tinggi semampai dan pinggang kecil dengan dada berisi, rambut yang indah terurai panjang, serta senyum yang sangat memikat siapapun yang memandangnya. Anne tersenyum menatap dirinya sendiri yang dipantulkan oleh cermin di depannya.Dia adalah wanita yang sempurna yang tidak memiliki cacat dan cela sedikit pun. Dilahirkan dari keluarga kaya, dibesarkan dengan harta yang melimpah. Disamping itu, dia juga merupakan seorang wanita yang selalu mendapatkan rangking 1 di sekolah, menjadi idola semua pria, namun pilihannya jatuh kepada Hendrik.Tadi pagi, dia sudah mengirimkan alamat, sebuah lokasi yang dirasa cukup aman untuk berbicara dengan Bujang. Anne memilah pakaiannya, mencari pakaian yang terbaik yang bisa membuat dia semakin bersinar dengan wajah cantiknya."Oh, sebenarnya aku bukanlah orang yang jahat, tapi pria sombong yang yang tidak bisa bekerjasama patut dibeli pelajaran," kat
Bujang pulang dengan wajah yang lesu, kemarin dia sudah mendapatkan pembeli, pembeli mengatakan akan membeli mobil itu jika kondisinya sehat. Bujang sudah berharap mobil itu terjual, tetapi ketika dia membawa mobil kesayangannya kepada pria itu, ternyata pria itu menawar dengan harga yang sangat murah, 60 juta. Bujang sangat tak rela menjual mobil semurah itu, padahal harganya bisa sampai 95 juta, mendapatkan pembeli profesional.Keke yang baru sampai di rumah penasaran dengan wajah kuyu Bujang."Ada apa, Bang? Kenapa mobilnya kembali dibawa pulang?"Bujang tidak langsung menyahut, pria itu duduk di atas bangku papan, menyandarkan kepalanya, gurat wajah yang begitu lelah dan begitu putus asa begitu kentara."Harga yang disepakati, tidak sama dengan harga jadi, dia cuma mampu membeli 60 juta padahal kemarin dia mau membeli sekitar 90, mungkin karena dia tahu kita terdesak uang, maka dia bertingkah."Keke menghela napas panjang, dia tahu dunia tidak mudah, seseorang akan mendekat ket