Wajah Dimas begitu dekat dengan wajah Naomi hingga Naomi bisa merasakan embusan napas Dimas yang hangat. Lagi-lagi Dimas menatapnya dengan tatapan hangat dan membuat Naomi merasa nyaman.
Namun tiba-tiba saja Naomi memukul lagi dahi Dimas, hingga pria itu meringis dan menjauh darinya.“AAA! Kenapa kamu memukulnya lagi?” rutuk Dimas seraya mengusap-usap dahinya yang memerah akibat kejadian di depan butik beberapa saat yang lalu.“Ngapain juga deket-deket.” Balas Naomi seraya berbalik memunggungi pria itu. Naomi terlalu gugup untuk menatap Dimas dalam waktu lama dengan jarak yang sedekat itu. Entah mengapa ia perasaannya selalu bereaksi dengan aneh.Dimas masih memegangi dahinya yang terasa sakit. Naomi menoleh dan memerhatikan dahi Dimas dan beberapa bagian lengannya yang memerah. Sebelumnya Naomi tidak melihatnya karena tertutup jaket.Naomi mengambil ice bag dari dalam kotak P3K di ruangannya dan mengisinya dengan bongkahan es.“Kompres pakai ini,Naomi mengernyitkan dahinya tidak mengerti ke mana arah pembicaraan Dimas. Namun sebelum Naomi bisa mencerna semuanya tiba-tiba saja Dimas mengambil obat tidur yang baru beberapa jam lalu Naomi beli, lalu tanpa ragu membuka seluruh bungkusnya dan melarutkannya seluruh obat itu ke dalam botoh anggur di atas meja. “APA YANG KAMU LAKUKAN?!” pekik Naomi yang tercekat begitu menyadari apa yang sedang Dimas lakukan. Naomi sontak berlari mendekati Dimas dan berusaha menghentikan pria itu, tapi Dimas tidak membuatnya menjadi mudah. Dimas menahan Naomi dan mencekal lengannya lalu dengan cepat ia menumpahkan seluruh isi botol anggur itu ke dalam washtafel yang berada tidak jauh darinya. “DIMAS! Apa kamu tau berapa harga wine itu?” rutuk Naomi, amarahnya meletup-letup meratapi winenya yang hanyut tak bersisa ke dalam saluran pembuangan. “Sebutkan saja nominalnya, aku akan mengganti kerugiannya,” jawab Dimas ringan. “Kamu menyebalkan! Dan obat itu....”Dimas m
Tanpa Naomi sadari tiba-tiba saja ia menganggukkan kepalanya seolah menyetujui hal perkataan Dimas.Tentu saja Dimas langsung tersenyum lebar, kedua manik beriris cokelatnya seketika berbinar-binar. “Bagus jika kamu setuju. Kalau begitu besok aku akan menjemputmu pagi-pagi sekali.” Naomi sontak tersentak seolah baru tersadar dari lamunan panjang yang entah akan ia sesali esok hari atau malah akan ia syukuri. Ia mengerjap-ngerjapkan bola matanya berusaha mengembalikan kesadarannya. “Tunggu, Apa maksudmu?!” tanya Naomi bingung.“Selamat malam, Nom.” Alih-alih menjawab pertanyaan Naomi, Dimas malah mengelus lagi pucuk kepala wanita itu kemudian berlalu begitu saja. Naomi yang masih tidak mengerti berusaha mengejar Dimas seraya berseru menuntut penjelasan pria menyebalkan itu, tapi Dimas malah mengabaikannya dan dengan cepat menghilang tanpa mengatakan sepatah kata lagi. “Kenapa dia mau menjemputku besok pagi? Untuk apa?! Kenapa dia selalu tidak jelas kalau b
Belum selesai urusannya dengan Dimas, ia harus memghadapi situasi yang kurang mengenakkan dengan Hana. Tidak berhenti sampai situ kini ibu mertuanya tiba-tiba datang dan sudah hampir tiba di butiknya. Rasanya kepala Naomi mau pecah, tapi bagaimana pun juga ibu mertuanya adalah hal utama yang saat ini paling utama untuk Naomi hindari. Untuk urusan Hana....“Han, kalau ibu bertanya tentangku, katakan saja kalau aku sedang bertemu dengan customer,” perintah Naomi pada Hana dengan terburu-buru. “Aku bisa percaya padamu kan?” Tanpa menunggu jawaban Hana, Naomi segera bergegas pergi dari butik bersama Dimas melalui pintu keluar lain di butik itu. Perasaan Naomi sudah cukup buruk akhir-akhir ini dan ia tidak mau masalah juga kewarasannya semakin memburuk karena ibu mertuanya. Tepat setelah Naomi dan Dimas keluar dari butik, Kamila tiba di butik. Dengan wajahnya yang masam dia mendorong pintu butik dengan kasar. Matanya yang sinis menyapu seluruh ruangan, mencari mang
‘Kak sepertinya kakak tidak punya teman laki-laki. Kak Naomi sudah punya pacar ya? Makanya menjauhi para laki-laki itu karena takut pacar kakak cemburu,’ goda Hana. Dengan senyum getir Naomi menjawab, ‘Aku tidak nyaman berada di dekat mereka. Bisa dibilang aku takut.’ Percakapan antara Hana dan Naomi beberapa tahun lalu kembali terputar di benak Hana. Saat itu, mereka sedang duduk di taman kampus dekat gedung fakultas mereka. Hana sedang asyik menatap orang-orang di depannya, entah itu yang sedang bergurau dengan gengnya atau bahkan yang sedang bermesraan. Sedangkan Naomi asyik menuangkan design pakaian yang ada di benaknya ke atas sebuah kertas putih A4. Jujur saja sejak Hana mengenal Naomi, ia tidak pernah melihat kakak tingkatnya itu dekat dengan pria mana pun. Bahkan Naomi jarang sekali berinteraksi dengan kaum adam itu. Komunikasi yang terjalin hanya jika benar-benar membicarakan hal penting selebihnya tidak ada. Sebab itu Hana mengatakan hal itu pada Naomi. Hana juga sem
Tubuh Naomi tiba-tiba membeku, bola mata Dimas yang indah lagi-lagi berhasil menghipnotis Naomi. Naomi rasakan jantungnya mendadak berdegup dengan kencang, perlahan pipinya yang tirus mulai bersemu merah.Embusan napas Dimas yang dapat Naomi rasakan dengan jelas malah membuat perasaannya semakin tidak karuan.Dengan kencang Naomi mendorong tubuh Dimas agar pria itu menjauh darinya. Jika mereka terus bertahan di posisi seperti itu Naomi tidak tahu apa yang akan terjadi pada hatinya. Namun di saat yang sama bus yang mereka naiki mengerem mendadak hingga tubuh Naomi hilang keseimbangan, dengan sigap Dimas langsung menahannya dan berakhir Naomi jatuh di pelukan pria itu. Dalam pelukan Dimas, diam-diam Naomi bisa merasakan degup jantung pria itu. Naomi termenung saat merakan degup demi degup yang ia rasakan dari tubuh Dimas.‘Kenapa jantung Dimas berdetak dengan cepat?’ batin Naomi. Rasa penasaran mendadak terbit. Tapi Naomi tidak membiarkannya bertahan lama, baru sekejap saja ia la
Sejak turun dari bus Naomi terus memandangi empat buah permen yang Dimas berikan untuknya dengan embel-embel hadiah karena leluconnya yang bahkan Naomi pikir itu bukanlah lelucon yang lucu.“Tenang saja, Nom, ini bukan satu-satunya hadiah yang akan kamu terima,” ujar Dimas begitu menyadari bahwa Naomi sejak tadi terdiam karena menatap permen pemberian darinya.“Tidak usah membuat kesimpulan sendiri. Aku tidak memintamu untuk memberi apa pun padaku,” sahut Naomi, “Hanya saja....” lagi-lagi Naomi menghentikan ucapannya.Mendadak Naomi merasa bahwa ia tidak perlu mengatakan yang sedang ada dalam benaknya saat ini dan Naomi pikir Dimas juga tidak perlu mengetahuinya. Apa yang ingin ia katakan bukanlah hal yang penting, malah lebih tepatnya hanya sebuah informasi tidak penting. “Hanya apa? Kenapa kamu tidak menyelesaikan perkataanmu?” desak Dimas yang ternyata sudah menunggu Naomi dengan rasa penasaran yang menggebu. “Bukan sesuatu yang penting, sudahlah ayo kita berjalan lagi. Kam
“Kalau pun aku harus mati karena itu, aku akan tetap melakukannya, Naomi.”Naomi tertegun, lamat-lamat ia menatap kedua mata Dimas dan ada kesungguhan yang terpancar dari sana. Entah itu hanya perasaan Naomi, atau tipuan belaka, atau bisa saja Dimas memang bersungguh-sungguh mengatakannya. Namun anehnya Naomi ingin percaya bahwa pria menyebalkan itu memang bersungguh-sungguh pada perkataannya.“Baiklah,” Naomi akhirnya melunak, “Tidak perlu menganggap serius pembicaraan barusan, aku tidak bersungguh-sungguh mengatakannya.” Setelah itu mereka memakai alat pengaman dan mendengarkan instruksi yang diberikan selepas semua instruksi di sampaikan oleh pemandu, Naomi dan Dimas bersiap-siap untuk melayang-layang di udara. Naomi beberapa kali menatap gusar daratan di bawah sana. Tangannya mendingin, wajahnya memutih. Dimas yang berada tepat di belakangnya menggenggam erat tangan Naomi. “Aku sudah sering melakukannya, kamu tidak perlu khawatir. Aku tidak peduli kamu hanya asal bicara at
“Maukah kamu menemaniku lagi bermain paralayang?”Dimas mengerjap, seolah tidak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar. Dimas tidak menyangka sama sekali Naomi mau melakukannya lagi, Dimas pikir ini akan jadi yang pertama dan terakhir kalinya, mengingat wanita itu sangat ketakutan sebelumnya.Senyuman kembali merekah di wajah Dimas, “Tentu saja aku bersedia.”Akhirnya Naomi dan Dimas melakukan paralayang lagi dan untuk yang kedua kalinya Naomi terlihat lebih rileks walaupun tangannya masih mendingin saat mereka hendak meluncur. Dimas sangat puas ternyata usahanya untuk membuat Naomi bersenang-senang tidaklah sia-sia, wanita itu sangat menikmatinya. Mata Naomi tidak lagi terlihat sendu, binarnya kembali seperti sedia kala, seperti yang selama ini selalu Dimas lihat. “Aku pikir kamu tidak akan mau melakukannya lagi.”“Aku menyadarinya, ternyata kamu benar, kalau ini menyenangkan. Aku jadi mengerti semua maksudmu dan sepertinya aku akan ke sini lagi saat pikiranku kacau.”