Ada apa ini, Maya?! Kenapa kamu membuat suamimu marah, hah?!" teriak Bu Ullah dengan mata melotot.Maya belum sempat memberikan jawaban karena Galih dengan cepat menyahut ucapan ibunya."Tanyakan pada menantumu itu, Bu. Kenapa dia mencurigai suaminya sendiri ada main dengan sepupu jauhnya?" tunjuk Galih pada Maya.Pria itu merasa ada angin segar karena ibunya datang dan pastinya dia akan mendapat pembelaan. "Dewi? Jadi kamu curiga Galih dan Dewi berselingkuh, May?" tanya Bu Ullah tak percaya.Maya hanya diam tak menjawab pertanyaan mertuanya, percuma saja batinnya. Ibu dari suaminya itu tak akan bisa berlaku adil. Melihat Maya yang hanya diam mematung, dia pun semakin murka."Harusnya kamu itu ngaca, bukannya malah main fitnah! Udah gak bisa ngasih anak, sekarang malah dikit-dikit curiga!" omel Bu Ullah lagi."Kalau aku ada buktinya bagaimana, Bu? Apa Ibu tetap akan membela dia," ucap Maya dengan menunjuk suaminya."Heh, jangan kurang ajar kamu ya! Makin lama makin ngelunjak aja!" t
"Enggak, Mbak Yu. Untuk sementara boleh ya aku nitip Dewi sama Farel di sini. Kasihan kalau aku tinggal di rumah sendirian, gak ada yang bantu jagain Farel. Dewi juga kan selama ini gak bisa masak karena repot dengan anaknya, kalau di sini kan enak, udah ada yang masakin, ada yang bantu jaga Farel juga jadi dia gak capek-capek banget," jelas Bu Nur."Oh gitu. Ya udah gak apa-apa biar Dewi sama Farel di sini aja. Lagi pula Maya sekarang kerjaannya juga gak terlalu banyak, kok. Nanti dia bisa ikut jaga Farel," sahut Bu Dewi enteng, tanpa minta persetujuan Maya.Dewi tersenyum cerah karena Bu Ullah memberinya ijin tinggal di rumah itu selama mereka pergi. Dia melirik Maya yang kini melihatnya tak suka. Sejak mendengar kabar dari Ria dan para tetangga, Maya memang semakin tidak menyukai Dewi."Tapi, Budhe. Kayaknya ada yang gak suka aku tinggal di sini," sindir Dewi seraya melirik Maya.Bu Ullah dan Diana tahu siapa yang dimaksud oleh perempuan itu."Aku mah welcome sama kamu, Wi. Yang l
Dewi mengangguk pasrah, niat hati ingin dilayani oleh Maya gagal seketika. Selama ini dia melihat semua orang di rumah itu dengan mudahnya meyuruh Maya melakukan apa saja tapi ternyata tidak dengan dirinya.Maya kembali memasukkan ponselnya ke dalam saku. Dia lalu memilih pergi meninggalkan mereka semua yang ada di situ. Dia bergabung bersama Bi Marni yang ada di dapur, membantunya membereska peralatan dapur."Mbak, Bu Nur nitipin anak dan cucunya di sini ya?" tanya Bi Marni memastikan."Iya, Bi. Dan sepertinya tugas kita di rumah ini akan bertambah. Tapi saya ingatkan Bibi untuk tidak terlalu menuruti Dewi, cukup lakukan tugas Bibi saja seperti biasa," saran Maya kepada wanita paruh baya itu."Siap, Mbak Maya!" sahut Bi Marni dengan tersenyum lucu."Mbak, ngapain Mbak beberes itu, biar Bibi yang lakuin. Kan Mbak Maya sebentar lagi mau masak buat makan malam," cegah Bi Marni."Gak apa-apa, Bi. Aku bantu dikit aja, biar Bibi bisa segera pulang," sahut Maya, tangannya cekatan membersihk
Malam itu Maya tak dapat tidur dengan nyenyak, takut jika ketiduran nanti maka suaminya itu akan menghampiri Dewi. Sejak mendengar berita kedekatan mereka berdua pikirannya selalu negatif, hatinya selalu panas.Baru saja matanya terpejam, tiba-tiba tubuhnya berjingkat. Maya tergagap, spontan dia membuka matanya. Dia menoleh ke samping dan tak ada suaminya di sana.Pikiran buruk tiba-tiba melintas begitu saja. "Apa mungkin Mas Galih menemui Mbak Dewi?" Jantungnya berdegup lebih kencang, badannya tiba-tiba terasa panas dingin tak siap seandainya dia melihat sesuatu yang tak diinginkan.Gegas dia melangkah pelan dengan tubuh gemetar, tak ingin langkahnya didengar oleh mereka. Tak lupa dia membawa ponsel untuk berjaga-jaga, jika diperlukan nanti.Dibuka pintu kamarnya sepelan mungkin agar tidak menimbulkan suara, kemudian dia berjalan perlahan. Semakin mendekati kamar tamu, jantungnya berdegup semakin kencang.Pintu kamar di mana Dewi tidur tertutup rapat. Maya sudah berada tepat di dep
Saat Maya melewati kamarnya, dia mendengar suara yang meresahkan telinganya. Suara des*han demi des*han saling bersahutan. Dia juga mendengar er*ngan kenikm*tan yang sangat dikenalnya, tak salah lagi itu suara suaminya. Tubuh Maya menegang, dia melangkah pelan dengan jantung berdegup kencang, keringat dingin sudah membasahi sekujur tubuhnya, tulangnya seakan luruh tak ada daya. Tangannya gemetar, dengan sisa tenaga yang dimilikinya dia meraih gagang pintu itu dan ....CEKLEK!Pintu terbuka, matanya nanar menatap ke dalam sana. Tak sanggup menahan beban tubuhnya, Maya luruh jatuh ke lantai.Di depan matanya sendiri, sang suami bermain cinta dengan perempuan lain. Seolah tak pernah mendapatkan nafkah batin, Galih bermain dengan begitu buasnya.Galih dan Dewa serempak menatap ke arah Maya, wajah keduanya terlihat pucat pasi begitu aksi b*jatnya diketahui."Maya?!"Galih terkejut dengan kedatangan istrinya, dilihatnya Maya begitu syok dengan kelakuannya hingga tak bisa bangkit lagi.Refl
PLAK!PLAK!"Maya!?"Galih berteriak dengan wajah merah padam, Maya terlihat tak bisa dikendalikan.Tak sampai disitu dia juga menjambak rambut Dewi yang ingin melawan. Galih berusaha menghalangi Maya dan mendorong tubuhnya, beruntung Rangga menolongnya dan berusaha menenangkannya.Dengan nafas terengah-engah, Maya menatap kepada pasangan l*knat itu."Hei, ngapain kamu masih di sini? Aku ingatkan kamu ya, jangan pernah ikut campur urusan rumah tanggaku!" Galih memperingatkan Rangga."Aku sudah terlanjur datang dan aku tak akan pergi begitu saja sebelum masalah ini selesai," jelas Rangga penuh penekanan.Rangga membalas tatapan taj*am Galih, tak ada rasa takut sedikitpun di hatinya kepada pria itu. Rangga memilih tinggal hanya untuk Maya bukan yang lainnya."ini semua tak ada hubungannya denganmu, cepat pergi! Aku ingin bicara dengan istriku," ucap Galih geram."Sudah aku katakan, aku tak akan pergi kecuali Maya yang memintaku," sahut Rangga membalas.Pak RT datang ke rumah itu dengan
"Talak aku, Mas ... lepaskan aku sekarang juga," ucap Maya dengan suara bergetar.Samar terbit senyuman di bibir Dewi. Perpisahan Maya dan Galih itulah yang dia inginkan. Sudah seringkali dia meminta Galih untuk menceraikan istrinya, namun tak pernah lelaki itu melakukannya dan sekarang kata itu keluar dari bibir Maya sendiri.Galih menangis, tak pernah terbayangkan olehnya melepaskan istri yang pernah sangat dicintainya. Selama ini dia memang acuh dan itu karena sikap keluarga dan saudaranya, hingga dia tak sadar sudah terlalu jauh berubah dan seringkali menyakiti istrinya."May, berikan aku kesempatan sekali saja. Aku akan berubah dan kita akan pindah dari sini. Apa pun maumu akan aku kabulkan asal jangan berpisah," mohon Galih."Aku tetap pada prinsipku, ceraikan aku! Jika Mas Galih mempersulit permintaanku maka aku tak akan segan meminta tolong pada Mas Arya dan tahu sendiri bagaimana tegasnya Mas Arya, bisa jadi pernikahan Mbak Diana akan jadi taruhannya," ancam Maya kepada Galih
Rangga mengajak Maya meninggalkan rumah itu. Dengan langkah cepat mereka berlalu, namun Dewi berhasil mengejar mereka."Kamu mau lari dari tanggung jawab, May? Ingat, kamu orang terakhir yang bersama Farel!" teriak Dewi histeris.Maya menatap Dewi dengan mata berkilat, setelah apa yang perempuan itu lakukan masih bisa dia melempar kesalahan pada orang lain."Mbak, Farel itu tanggung jawabmu! Jangan lagi mencari masalah denganku atau aku akan menyebar video m*sum kalian agar viral di media sosial, begitu?" sahut Maya penuh penekanan.Dewi mundur beberapa langkah, air matanya mengalir semakin deras. Baru saja dia merasakan kenikmatan sesaat kini dia sudah harus menebusnya dengan kehilangan anak semata wayangnya.Galih menghampiri mereka dan mencoba menenangkan Dewi, perempuan itu menyandarkan kepalanya di dada bidang Galih dan lelaki itu mengelus kepala kekasih gelapnya. Maya melengos melihat pemandangan itu, hatinya bagai teriris sembilu melihat kedekatan mereka lagi, kini mereka malah
Acara di ballroom hotel berlangsung dengan meriah. Banyak kerabat, tetangga, relasi dan rekan bisnis Rangga yang datang memenuhi undangan itu.Maya sempat merasa minder berada diantara mereka semua. Dia baru menyadari jika sang suami adalah orang yang diperhitungkan dalam bisnis interiornya. Rata-rata mereka yang datang dari kalangan atas, terlihat dari penampilan mereka yang berbeda.Rangga tak membiarkan istrinya merasa sendiri, dia tak pernah melepas tangan Maya, bahkan dia selalu melibatkan Maya di saat berbaur bersama teman-temannya.Saat tengah asyik mengobrol, Maya melihat seseorang yang dikenalnya. Beberapa kali dia meyakinkan pandangannya bahwa apa yang dilihatnya itu benar adalah Kinan.Kinan dan Radit memang sengaja datang ke pesta pernikahan itu. Mereka ingin memberikan kado spesial untuk Maya dan Rangga."Maya, selamat ya. Akhirnya kalian bisa bersama." Kinan memberikan selamat seraya memeluk Maya."Terima kasih, Mbak sudah menyempatkan datang ke sini jauh-jauh," sahut Ma
"Yaa ... aku terlambat!" sahut Hesti dengan rona wajah kecewa dan pasrah."Busyet ... ini bocah baru bangun langsung liat acara nikahan! Mandi sono, gih! Masih ileran gitu," Bi Ijah negur Hesti yang masih memakai baju tidur s*ksi."Syirik aja jadi orang, terserah dong aku mau ngapain," jawab Hesti ketus, perempuan itu lalu kembali ke kamarnya."Astaghfirullah ...." Bi Ijah beristighfar sambil mengelus dada setelah kepergian Hesti.Setelah acara akad nikah selesai, Penghulu menutupnya dengan acara doa bersama dan setelahnya mereka semua pun merayakannya dengan menikmati hidangan yang sudah disediakan.Sementara Maya dan Rangga mendapat banyak ucapan selamat dari orang-orang di sekitarnya. Mereka juga sudah mengabadikan momen spesial itu dengan berfoto ria bersama. Beberapa saat lamanya mereka berinteraksi dengan semua tamu yang hadir, hingga Rangga berniat untuk mengajak Maya istirahat sebentar di kamar karena nanti malam acara akan dilanjutkan di ballroom sebuah hotel bintang 5."Saya
"Lah, gimana sih Mbak. Semua harus minta ijin dan nurut sama kamu. Iya, aku dan Aldo memutuskan untuk tinggal di sini, rumah ini besar, fasilitasnya lengkap, jadi aku juga pingin tinggal nyaman di sini," tutur Hesti ringan."Jangan ngaco kamu, Hes! Ini rumah Mas Rangga, kamu gak bisa seenaknya tinggal di sini tanpa ijin darinya," sahut Maya geram.Hesti melotot, sementara Aldo malah asyik bermain ponsel di ranjang, tak peduli dengan kemarahan Maya."Mas Rangga pasti ngijinin aku tinggal di sini! Jangan khawatir besok aku akan bilang sendiri sama orangnya," sahut Hesti menatap Maya tajam.Hesti lalu mendorong tubuh Maya untuk mundur sedikit, lalu dia menarik tangan kakaknya untuk menjauh dari kamarnya, tak ingin Aldo mendengar ucapannya."Apaan sih, Hes?!" tandas Maya seraya melepaskan cekalan tangan Hesti."Mbak, asal kamu tahu aja ya. Kamu itu cuma beruntung karena kamu lah orang pertama yang bertemu dengan Mas Rangga, seandainya dia ketemu aku duluan, yakin deh dia bakalan jatuh cin
Sebelum maghrib Bu Lina, Andika, dan Lia sudah datang ke tempat Maya. Mereka ikut pengajian yang diselenggarakan di rumah itu, mengingat itu juga adalah rumah Bu Lina dan para tetangga sudah mengenalnya. Mereka datang diantarkan oleh orang suruhan Rangga, setelah itu orang itu pun pergi dan akan datang lagi nanti saat acara selesai.Setelah maghrib, Bu Indah dan Arya juga datang atas permintaan Maya. Kedatangan Arya ke situ untuk membantu Maya menyiapkan segala keperluan dari pihak keluarga perempuan karena Maya tak mempunyai saudara laki-laki.Saat bertemu dengan Lia, Arya terlihat begitu bersemangat. Dia mulai sering mencuri pandang dan kadangkala mereka kedapatan mengobrol berdua.Hal itu tentu saja tak lepas dari pengamatan Bu Indah dan Bu Lina, selaku ibu dari Lia.Rangga tak ikut serta karena Bu Lina tak mengijinkannya datang sebelum akad nikah besok pagi. Maya keluar dengan balutan gamis putih yang lembut dan elegan, pemberian dari Rangga. Dengan riassan modern dan natural, di
Sore itu, rumah sudah dibersihkan oleh Bi Ijah dan Bu Romlah juga dibantu oleh para tetangga. Pengajian akan digelar nanti setelah maghrib."Mbak, tinggal menunggu kiriman kuenya. Harusnya sudah dikirim dari tadi, sih tapi ini sampai jam segini kok belum datang ya," tutur Bi Ijah khawatir."Tenang, Bi. Masih ada waktu sekitar 2,5 jam. Sebentar lagi pasti akan datang," sahut Maya optimis."Itu, tuh kalau kebanyakan dosa, acaranya gak bakalan lancar!" seru Hesti tanpa merasa bersalah."Tutup mulutmu, Hes!" tandas Bu Romlah geram dan Hesti pun melengos.Tak lama sebuah mobil warna putih berhenti di depan rumah. Seorang wanita turun dari mobil itu, sedangkan pria yang bersamanya membuka jok belakang untuk mengambil kue pesanan Maya.Melihat wanita itu, Maya tercekat. Dia sangat mengenal siapa yang kini sedang dilihatnya. Tak salah lagi itu Diana tapi dengan penampilan yang tak seperti biasanya.Diana terlihat lusuh, wajahnya pun bebas dari make up seperti yang biasa dia pakai. Wajah perem
"Hes, kalau kamu lapar, makan nasi yang Ibu bungkus dari rumah tadi. Lagipula kamu tadi juga udah makan, kok sekarang minta makan lagi," celoteh Bu Romlah."Beda, Bu. Aku ngidam pingin makan makanan yang dimasak sama Mbak Maya sendiri," sahut Hesti seenaknya.Maya yang sudah paham akan sifat adiknya, akhirnya bersuara. Dia tak mau terus menerus dimanfaatkan oleh Hesti karena semakin dia menerima dan mengalah maka adiknya itu akan semakin menjadi, sifatnya hampir sama dengan Pak Amir, bapaknya."Kalau kamu lapar, ambil sendiri makanan yang ada di meja makan. Jangan suka main perintah seenak kamu, di sini jangan bertingkah seperti di rumahmu sendiri," ucap Maya penuh penekanan."Mbak kok kamu gitu, sih. Aku ini lagi hamil, loh! Jangan ketus sama orang hamil, bisa kualat kamu nanti!" sahut Hesti, tak terima."Jaga sikapmu, Hesti! Kalau sikapmu masih saja seenaknya, mending kamu pulang saja!" Bu Romlah merasa geram."Ibu ini kenapa, sih jadi belain Mbak Maya terus? Apa karena Mbak Maya ba
Maya segera mengalihkan perhatian wanita itu. Dia meminta Bu Indah untuk memanggil keduanya, sedangkan Maya menyiapkan minuman untuk mereka semua.Saat makan bersama, sesekali mereka mengobrol untuk memanfaatkan waktu yang ada."Lia, jadi setiap harinya kamu sibuk apa?" tanya Bu Lia memancing."Saya sekolah desain mode dan tekstil, Bu. Mas Rangga ingin saya terjun ke dunia fashion karena itu passion saya, jadi dalam waktu dekat, Insya Allah saya akan membuka usaha konveksi kecil-kecilan," jelas Lia apa adanya."Wah, hebat banget masih muda tapi sudah punya jiwa wirausahawan," sahut Bu Indah kagum.Arya pun nampak kagum dengan cara gadis itu menjelaskan, tak ada kesombongan, gadis itu malah terkesan merendah di hadapan setiap orang.Sesekali Arya terlihat memperhatikan Lia saat di meja makan. Maya dan Bu Indah yang tahu akan hal itu pun saling melempar senyum. Setelah acara makan bersama selesai, Bu Indah memanggil Maya sebentar untuk menunggunya. Bu Indah masuk ke kamar dan mengambil
Ternyata asisten yang dimaksud Siska adalah Dikna, mantan adik ipar Maya yang juga merupakan putri bungsu keluarga Raharjo.Dikna bekerja di salon itu semenjak ayahnya ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi. Selama ini dia selalu mendapat sokongan dana dari sang ayah jadi tidak pernah merasa kekurangan, tapi semenjak ayahnya di penjara otomatis keuangannya pun berantakan karena hanya mengandalkan gaji suaminya yang tak seberapa.Dikna lantas menghambur memeluk Maya dengan tangisan pecah."Mbak Maya, maafkan aku, Mbak." ucap Dikna tergugu.Maya tercekat, dia masih belum bisa menguasai keadaan. Maya juga tak menyangka jika adik ipar yang selalu sinis kepadanya selama ini tiba-tiba memeluknya."Dikna, ada apa ini?" tanya Maya bingungDikna melepaskan pelukannya, dia menghapus air mata yang membasahi pipinya."Mbak, maafkan aku jika selama ini aku selalu bersikap gak baik sama kamu," ucap Dikna dengan mata mengembun.Maya menghela nafas panjang, dia sudah berusaha melupakan apa yang p
"Lalu untuk apa kamu ke sini? Apa kamu masih butuh dengan ibumu ini? Ibu yang selama ini selalu membuatmu menderita, Ibu yang tak dapat melindungi anaknya? Buat apa kamu ke sini, May? Harusnya kamu menikah saja, tak perlu kamu memberitahu Ibu jahatmu ini!" seru Bu Romlah dengan air mata yang mulai tumpah."Ibu?" Maya tak menyangka reaksi ibunya akan seperti itu.Bu Romlah menangis tersedu, hatinya sangat sakit melihat Maya ada di depannya. Bayangan masa lalu di mana dia selalu menyia-nyiakan putri kecilnya kembali melintas. Saat dia sering mendaratkan pukulan di tubuh ringkih Maya kecil. Saat dia abai mendengar rengekan Maya kecil karena kelaparan dan masih banyak bayangan penderitaan lain yang dialami Maya karena dirinya bermunculan.Maya mendekati ibunya, rasa tak tega melihat wanita yang telah melahirkannya itu menangis membuatnya hatinya ikut teiriris."Ibu kenapa?" tanya Maya seraya menyentuh tangan ibunya."Ibu terlalu buruk, Maya. Ibu tak pantas mendapatkan putri sebaik kamu.