Aku kesulitan untuk berhenti tertawa jika saja ku ingat betapa tak berkutiknya Koswara di meja makan tadi. Semakin mencoba untuk berhenti, bayangan kekalahan Koswara semakin menghantui, lucu sekali! Meski kami tidak pernah terang-terangan menabuh genderang pertandingan, nyatanya aku dan Koswara seperti berlomba mendapatkan perhatian dari kedua orang tua kami.
Bahkan saat Koswara sudah masuk ke kamarku dengan muka yang ditekuk jelek sekali aku masih saja menertawakannya. Koswara membanting tubuhnya, membuat aku yang sedari tadi terduduk di kepala ranjang terangkat ke udara untuk sepersekian detik. Wajah Koswara merah padam, rahangnya menguat bahkan suara giginya mengerat keras. Ini adalah ekspresi lain yang baru ku pelajari dari Koswara yang selalu berbangga dengan senyum ramahnya.
Koswara mendengus sebelum kemudian dia berkata, "Teh Manda seharusnya tidak perlu membuka urusan ranjang kita kepada orang lain."
Aku mengangk
AmandaKos saya minta maaf.Kulirik pesan singkat yang ku kirim pada Koswara di sela-sela jalanan yang padat tergolong macet. Garis centangnya sudah berubah warna dari putih menjadi biru, tapi Koswara tak membalas apapun. Padahal status dia juga sedang online. Aku jadi gelisah pulang ke rumah.Akhirnya aku sampai juga di rumah, meski sebelum turun aku kembali melirik layar handphoneku berharap ada balasan dari Koswara yang bisa memberiku isyarat tentang perasaannya. Masih marahkah dia padaku? Apa dia memaafkanku?Ah pertanyaan konyol itu hanya membuat kepalaku sesak saja. Seharusnya aku tak perlu terlalu risau, biarkan saja Koswara dengan perasaanya. Selama dia tidak membocorkan hubungan kami, perasaan Ibu tentu akan tetap baik-baik saja.Tak ada siapapun yang datang menyambutku, kemana semua penghuni rumah ini?Hingga aku sudah melewati pintu utama, tak ada satupun
Perjalanan tiga puluh lima menit yang hanya di habiskan untuk diam. Bukan hanya Koswara yang diam, aku juga! Lebih tepatnya aku tak tahu harus mengangkat topik apa setelah kejadian yang membuat hubungan kami canggung, lagi! Hingga mobil terparkir sempurna di teras rumah kami kembali ke kamar masing-masing. Aku segera menguyur tubuh telanjangku dibawah shower yang sudah ku setel suhunya. Menghilangkan debu dan keringat yang menempel sejak siang hari aku dan Koswara mengantar orang tua kami. Tiba-tiba saja ada benda asing yang menarik perhatian mataku. Benda asing yang satu minggu ini ada disana. Meski hanya sebotol shampo mentol dan sebotol sabun mandi dengan wangi yang sama tetap saja aku mengenalinya, sangat! Apalagi berjejer dengan peralatan mandiku yang jauh lebih banyak jenisnya. Setelah ini aku harus mengembalikan dua botol itu pada empunya! *** Aku berlari menurun
Matahari sudah menghilang di bawah garis cakrawala sebelah barat, cahaya jingga indahnya melesak ke sudut-sudut rumah. Sejak Koswara mengurung diri di kamarnya, aku memilih untuk sibuk sendiri dengan melakukan video call dengan sahabat-sahabatku, menelpon Ibu dan Mak Edah hingga berguling-guling di depan TV kemudian terlelap di sana beberapa jam lamanya. Tak lama lagi malam menyapa, aku sedang memerhatikan ponselku yang tengah menyala menampilkan berbagai resep-resep makanan yang mengugah selera. Aku memang belum memutuskan akan masak apa, sebab mungkin saja Koswara sudah punya rencana untuk makan malam kami. Aku hanya menyimpan beberapa resep yang menurutku mudah dan lezat untuk ku tunjukan pada Koswara. Koswara berdiri di belakangku, dengan segelas air putih di tangannya, "Teh Manda mau memasak?" tanyanya yang melihat layar ponselku menampilkan berbagai photo makanan. Aku menoleh ke b
Pagi ini aku tak bangun dari tempat tidurku yang empuk dengan ranjang yang tinggi, tapi dari lantai ruang TV beralaskan karpet tebal dengan tubuh polos terekspos. Mataku masih perih sebenarnya, kepalaku pun masih terasa pening. Jika di hitung-hitung aku hanya tidur empat jam semalam. Aku beranjak untuk pergi ke atas tanpa peduli dengan pakaianku. Lagi pula siapa yang akan melihatku selain Koswara! Aku segera mandi menguyur seluruh tubuhku dengan air hangat yang keluar dari shower yang suhunya sudah kuatur. Butuh waktu setengah jam untuk membersihkan seluruh tubuhku. Hingga aku selesai bersiap, aku menuruni tangga menuju dapur seraya memasangkan arlogi di tangan. Kegiatan serupa yang selalu ku lakukan setiap hari kerja. Koswara menyambutku di dapur dengan senyum semuringah, "Nasi goreng pete!" serunya dengan wajan yang sudah terangkat dari tunggu api. "Teh Manda kalau sudah bosan bilang ya, nanti s
Kepalaku masih sangat panas. Mungkin saja ubun-ubunnya mulai berasap. Jika saja tidak ada pasal tentang kekerasan dalam rumah tangga, mungkin Koswara sudah ku gigit dengan gemas. Kekanak-kanakannya hanya membuatku gila. Aku benar-benar harus mengikatnya secara hukum supaya dia tidak berulah di masa yang akan datang. Apa aku berlebihan? Sepertinya tidak. Bukankah orang yang jatuh cinta akan menghalalkan segala cara? Tentu saja ya. Itulah yang aku takutkan jika Koswara benar jatuh cinta padaku.Malam sudah mulai pekat. Biasanya aku sudah terlelap pukul sepuluh malam jika esok hari kerja. Sudah berkali-kali aku menghitung domba yang katanya bisa menghantarkan kantuk. Namun tak juga berhasil. Aku bahkan sengaja menelpon Fitria yang ternyata sedang bercinta dengan suaminya. Aku juga menelpon Jenny yang tengah sibuk menidurkan anak keduanya yang masih bayi. Aku tidak mungkin menelpon ibu, sebab jam sepuluh malam adalah waktu maksimum beliau tidur.
Aku jadi malas pulang, sejak perselisihan itu, aku jadi tak betah di rumah. Rasanya ingin tinggal lama di luar saja, padahal rumah itu milikku dan yang menumpang itu Koswara, bukan aku!Entah sudah berapa lama aku hanya berdiam diri di balik kemudi, menatap jalanan lurus-lurus. Aku masih tak berniat menyalakan mesin mobilku, sampai akhirnya aku memutuskan untuk meraih ponselku dan menghubungi Koswara. "Halo Kos!" panggilku saat sambungan telpon terangkat. "Iya Teh Manda." jawab Koswara singkat. "Hmm, kamu sudah memasak untuk makan malam?" tanyaku kemudian. "Masih memasak sebenarnya, saya sedang membuat sup ayam dan emping melinjo." jawab Koswara datar. "Ada apa Teh? Teh Manda, mau minta di buatkan sesuatu?" lanjut Koswara. "Gak apa-apa, hanya mau kasih kabar. Saya pulang sekarang." balasku malas.Sial! Koswara sudah memasak ternyata, padahal aku hendak makan malam di luar saja sendiri. Andai saja aku bisa cuek dengan perasaan ora
Akhir pekan ini aku harus bekerja keras, sebab hanya dalam waktu dua hari, aku harus mengevaluasi beberapa gambar desain bangunanku, agar sesuai dengan hasil di lapangan.Dimulai dengan mengemas segala keperluanku di hari Jumat malam selepas bekerja. Aku harus segera tidur, sebab jadwal penerbanganku pagi sekali. Sementara jadwal bekerja sudah menunggu di Surabaya.Aku hanya menyampaikan hal-hal penting saja pada Koswara yang akan tinggal sendiri di rumah. Misalnya agar Koswara tidak melukis di sembarang tempat hingga menyisakan cat-cat di lantai. Atau agar Koswara tidak sembarangan memakai alat-alat fitnes jika dia tak tahu cara menggunakannya.***Aku terbang ke Surabaya bersama Doni, rekan sejawatku. Sebenarnya Doni arsitek junior, dia kaki tanganku di perusahaan, tetapi aku lebih nyaman berinteraksi informal seperti teman dengannya."Lagi kangen ponakan Man?" tany
Setelah akhir pekan kemarin bekerja keras, saatnya untuk senang-senang di akhir pekan yang akan datang. Kebetulan sekali Jenny dan Fitria mengajak kami untuk piknik bersama. Tentu saja aku dan Koswara. Anggap saja acara family gathering, katanya.Koswara tengah memakai bajunya setelah dia kembali 'bekerja profesional'. Dia datang padaku dalam keadaan bagian miliknya sudah berdiri tegak, entah dengan menonton film dewasa atau memang sudah waktunya bagian milik Koswara itu memuntahkan isinya. Yang jelas, dalam keadaan seperti itu, Koswara jadi tak perlu membuang banyak waktu untuk menanamkan benihnya di dalam rahimku. "Kos, akhir Minggu ini bikin makanan spesial bisa?" tanyaku setelah menggunakan kembali celana dalamku. Aku bahkan tak perlu menanggalkan seluruh pakaianku tadi. "Teh Manda, mau saya masak apa memang?" balas Koswara kembali bertanya. "Apa ya?" aku jadi bingung saat Koswara meminta pendapatku. "Jenny dan Fitria ngajakin kita piknik bareng. Anak-