Tatapan mata Yandi kini hanya tertuju pada kekasihnya. Ia masih menatap gadis itu dengan tidak percaya, atas apa yang telah diperbuatnya.
Siswa itu sedikit tersenyum pada kekasihnya. Senyuman itu membuat Rein merasa lega. Ia berpikir, jika senyuman itu adalah tanda bahwa Yandi akan kembali lagi padanya. Sayangnya, senyuman itu tak memiliki arti seperti yang dipikirkannya.
Tepat di sebelah Yandi, Reina berdiri sambil menundukkan kepalanya. Sekalipun ia tak mengangkat kepalanya dan juga tak mengeluarkan suaranya. Gadis itu hanya terdiam sambil meneteskan air matanya. Walaupun ia sudah berusaha keras menahannya, namun pada akhirnya air matanya tetap saja terjatuh.
“Reina, makasih udah mau jadi teman gue. Makasih juga, lo udah mau jadi pacar gue,” ucap Yandi setelah ia menenangkan dirinya. Perkataan itu tentunya membuat Rein merasa sangat senang. Tanpa tahu apa yang akan terjadi.
“Gue juga minta maaf atas banyak hal. Maaf karena gue ga
Setelah menyampaikan keinginannya, untuk mengakhiri hubungannya dengan Rein, Yandi segera membawa mantan sahabat Rein itu pergi bersamanya. Remaja itu menggenggam erat tangan Reina dan membawanya keluar dari lingkungan sekolah. Mulut-mulut para siswi itu pun mulai berkomat-kamit, saat melihat Yandi pergi sambil menggenggam erat tangan Reina.Awalnya, Yandi berniat untuk mengantar gadis itu ke rumahnya. Namun ia segera mengubah niatnya, saat melihat Reina masih meneteskan air matanya.Remaja itu menghentikan langkahnya di sebuah taman yang letaknya tak jauh dari SMA Citra. Ia menghentikan langkahnya dan mulai menatap Reina yang terus menundukkan kepalanya sedari tadi.“Hei,” ucap Yandi lembut, sambil mengusap air mata Reina.“Udah, gak usah nangis lagi. Gak perlu dengarin omongan mereka, kok,” ucap Yandi penuh kelembutan.Entah mengapa, ada bagian di hati remaja itu yang turut merasakan sakit. Saat ia melihat gadis yang
“Ah...” Teriakan menggelar di kediaman Andre tepat pukul dua belas satu dini hari. Kedua orang tua remaja itu kini sedang bertengkar heboh, tanpa memedulikan waktu.“Andre... keluar kamu dari kamar! Kamu semua yang buat bapak kamu kayak gini!” teriak mama Andre.“Mama kan udah bilang kemarin, jangan pernah kasih uang lagi ke bapak kamu!” Pria yang berstatus sebagai kepala keluarga di rumah ini, kini hanya menjadi seorang pecandu alkohol. Setiap ia kembali ke rumah dengan tubuh beraroma alkohol, pastinya ia akan memukul anak dan istrinya.Pria itu hanya akan memarahi mereka, atas kemiskinan mereka saat ini. Ia bahkan tak pernah sekalipun menghargai kerja keras putranya, untuk membiayai kehidupan keluarga mereka.Jika putranya memberikannya uang hasil kerja kerasnya, pastinya ia akan menggunakan uang itu untuk memuaskan dirinya dengan alkohol. Dan setelah kesadarannya telah habis ditelan kemabukkannya, ia akan
Status yang pernah dimiliki seorang Reina Vicasa, kini telah menghilang dalam sekejap karena kesalahannya sendiri. Ia yang dulunya berstatus sebagai kekasih Yandi, kini telah berstatus sebagai mantan kekasih lelaki itu.Kesedihannya saat harus kehilangan Yandi, begitu terasa menyakitkan. Ia yang biasanya dengan mudah melepaskan para mantan kekasihnya tanpa setetes air mata pun, kini meneteskan beribu-ribu air mata untuk seorang lelaki.Air mata itu tentunya berjatuhan bukan tanpa alasan. Pasalnya, setiap lelaki yang pernah menjalin hubungan dengannya tak akan mampu bertahan dalam hitungan hari. Tentunya sikap Rein yang selalu ingin dituruti dan didengarkan, membuat para lelaki yang pernah menjadi kekasihnya tak bisa bertahan.Hubungan yang dijalin gadis itu bersama Yandi, sejauh ini memiliki masa waktu terlama. Ditambah Yandi yang sering sekali menuruti dan mendengarkan gadis itu, membuatnya tak rela melepaskan Yandi.Lepasnya Yandi dari sisi gadis itu, m
Sejuta kenangan kini terus terbayang dalam benak Rein. Mata gadis itu mulai berkaca-kaca, saat mengingat semua kebersamaan. Di mana saat-saat Yandi selalu menuruti semua keinginannya.Di saat yang sama juga, amarah gadis itu meledak-ledak. Gadis itu menggertakkan giginya dan terus memukul-mukul ponsel, yang sedang menampilkan sebuah foto dirinya bersama Reina.“Coba aja lo gak ngerebut Yandi dari gue. Pasti kita masih sahabat sampai sekarang,” ujar Rein sambil memandangi semua foto-fotonya bersama Reina.Ada penyesalan yang tersisa di hati gadis itu, kala mengingat ia sudah memutuskan hubungan persahabatan mereka. Gadis itu cukup merasa kehilangan sosok yang berharga baginya. Namun, rasa penyesalannya tak akan menang jika dibandingkan dengan kebenciannya.Rein tak hanya sekedar marah atau merasa kesal pada mantan sahabatnya. Tetapi ia begitu membenci gadis itu, hanya karena sebuah kesalahpahaman.“Woi, Rein! Lo ngapain
Kedatangan Rein di kediaman mantan sahabatnya, dengan pandangan yang merendahkan memunculkan suasana asing. Seperti biasanya, gadis itu selalu disambut dengan baik saat berkunjung ke rumah ini. Dan ia pun selalu membalas sambutan itu dengan riangnya.Kedatangan Rein saat ini pun disambut dengan hangat oleh Ami, bunda Reina. Namun, respons yang diberikan gadis itu sangat dingin.Melalui respons Reina, Ami mengetahui ada sesuatu yang salah. Namun, wanita itu tak mengetahuinya. Ia juga semakin yakin, saat melihat putrinya mulai bertingkah aneh.“Nak Rein baik-baik aja, kan?” tanya Ami ingin memastikan prasangkanya.“Pas banget ibu nanya kayak gitu. Soalnya aku datang ke sini, karena mau nyampain sesuatu,” ucap Rein membuat Ami kebingungan. “Maksud nak Rein gimana, ya?” tanya Ami. Semakin wanita itu mengeluarkan berbagai pertanyaan untuk memahami maksud perkataan gadis itu, semakin besar pula ketakutan yang dirasakan
“Bunda... Reina minta maaf. Reina mohon bunda mau dengarin penjelasan aku dulu.” Rasa sakit yang begitu hebat sedang melanda hati Reina Ananda. Ia yang baru saja kehilangan sahabatnya karena sebuah kesalahpahaman, kini harus menerima kekecewaan bundanya.“Bunda... Reina mohon. Tolong dengarin Reina sebentar aja, bun,” ujar Reina memohon.Air mata Reina kini jatuh tak tertahankan lagi. Setelah Rein meninggalkan kediamannya, gadis itu hanya bisa menangis sambil memohon pada bundanya.“Reina, bunda benar-benar kecewa sama kamu. Bunda kecewa banget sama kamu,” ucap Ami dibalik pintu kamarnya.“Padahal bunda gak pernah ngajarin kamu kayak gitu. Tapi kenapa kamu lakuin semua itu? Kenapa?” Hanya ada rasa tak percaya yang tersisa kini. Hati wanita itu kini telah dipenuh oleh berbagai macam rasa, yang membuatnya tak mungkin untuk mendengarkan penjelasan putrinya lagi.“Bunda. Bunda tuh salah paham.
Angin buruk kini sedang menimpa Reina secara bertubi-tubi. Angin itu terus saja berdatangan, seakan setuju pada rencana mantan kekasih Yandi, yang tak ingin melihatnya bahagia.Ia yang baru saja kehilangan sahabatnya, kini harus menerima segala kekecewaan dari bundanya. Hingga hari telah berganti, bunda Reina masih tetap merasa kecewa padanya.“Bunda. Bunda masih marah sama aku?” tanya Reina mendekati sang bunda yang sibuk menyiapkan makan siang. Namun, wanita itu tak menjawab pertanyaannya.“Bunda... eh... hari ini bunda masih libur, kan?” tanya Reina sekali lagi berusaha mengubah suasana yang sunyi senyap itu. Namun, lagi-lagi wanita itu sama sekali tak menjawab pertanyaannya. Padahal wanita itu jelas berdiri begitu dekat dengan putrinya.“Maaf aku jadi ganggu bunda kerja.” Rasa sakit begitu terasa, saat bundanya mengabaikan semua perkataannya. Ia hanya bisa menguatkan hatinya, dan terus
Ada berjuta rasa senang yang dirasakan Reina sebelum ia melakukan pertukaran dengan Rein, yang kini sudah tak bisa dikatakan sebagai sahabatnya lagi. Kini hanya tersisa rasa penyesalan, dan juga rasa bersalah setelah ia melakukan pertukaran itu.Andai kata, jika dirinya tak meminta Rein untuk bertukar peran dengan dirinya, pastinya semua kejadian yang sedang dialaminya tak akan pernah terjadi. Namun, semuanya telah terjadi. Karena pertukaran itu, ia telah membuat bundanya sangat sedih dan kecewa padanya. Ia juga telah kehilangan seorang sahabat. Dan kini ia hanya tinggal menunggu waktu, sebelum hal yang sama terjadi lagi.Dapat dipastikan, jika tak lama lagi ia akan kehilangan Yandi akibat perbuatannya sendiri. Gadis itu sangat yakin, jika Yandi akan sangat membenci dirinya sama seperti Rein membencinya, saat mengetahui semua kebohongannya selama ini.“Bunda, Reina, Yandi... tolong maafin aku. Aku salah, aku tahu itu.” Air mata gadi
Kehidupan adalah suatu anugerah dari Tuhan. Kehidupan juga merupakan rahasia. Dalam kehidupan ini tentunya banyak hal-hal yang terjadi di luar dugaan, yang terkadang menghasilkan tawa tetapi dapat juga menghasilkan air mata.Setiap detik, setiap menit dan setiap jam dalam kehidupan ini selalu dipenuhi rahasia. Sebagai manusia kita pastinya tak akan tahu apa yang bisa terjadi beberapa waktu ke depan. Terkadang apa yang kita duga memang terjadi, tetapi sering juga terjadi hal yang tak pernah kita duga.Setelah menjalani kehidupan tanpa kedua orang tuanya, kini Yandi bersama dua saudaranya tak pernah kehilangan senyum lagi. Mereka pun selalu menikmati waktu berkumpul di meja makan.Yani, Yandi dan Yeri selalu memiliki waktu untuk satu sama lain, meski mereka pun sibuk dengan pekerjaan atau pun pendidikan mereka. Suasana rumah Yandi yang dulunya terasa suram, kini terasa lebih cerah. Selalu ada tawa dan kebahagiaan. Tak hanya ada tangis melulu, atau tekanan melulu. Ketiga bersaudara itu
Kehidupan memang selalu diisi oleh berbagai hal. Kadang yang mengisi kehidupan adalah hal-hal yang sudah kita duga. Tapi terkadang juga diisi dengan hal-hal yang tak pernah diduga. Hari-hari Ami dan Vian kini dijalani dengan penuh air mata. Keduanya kini resmi memilih untuk tak berjalan bersama lagi. Ami dan Vian telah sepakat untuk menjalani kehidupan masing-masing. Namun mereka masih tetap mengurus Reina sebagai anak bersama-sama. Hanya saja, baik Vian maupun Ami saling membatasi diri. Setelah berhenti menjadi asisten rumah tangga Yandi dan keluarganya, kini Ami mulai membuka usaha kecil-kecil dari uang yang kerja kerasnya selama ini. Yani sendiri memberikan uang dalam jumlah yang cukup fantastis kepada Ami. Gasia itu memberikan Ami uang sebagai gaji terakhirnya dan juga sebagai ganti rugi atas perbuatan Yena. Uang yang diberikan Yani pada wanita itu adalah uang milik kedua orang tuanya. Ami kini telah membeli sebuah gerobak yang akan digunakannya untuk berjualan. Ia membeli gerob
Keputusan Ami untuk membiarkan Reina tetap berhubungan dengan Ayahnya adalah sebuah keputusan besar. Namun ia sadar, bahwa putrinya tak akan pernah bahagia jika ia terus melarangnya. Ia pun sadar bahwa Reina tak akan tinggal diam saja, jika ia terus melarangnya. Sehingga ia merasa apa pun larangan yang ia beri, itu tak akan membuat putrinya berhenti menemui ayahnya.Keputusan Ami untuk tetap membiarkan Vian berhubungan dengan putrinya lagi, membuat Vian merasa senang. Namun, di sisi lain ia pun merasa sedih. Saat memeluk Reina, Vian menyadari bahwa ia mengharapkan sesuatu yang lebih dari itu. Ia sebenarnya tak hanya ingin membuat Ami menghilangkan larangannya itu. Sebenarnya Vian dan Ami menginginkan hal yang sama. Jauh di dalam lubuk hati mereka, ada suatu keinginan yang tertahan sejak lama dan kini harus dikubur mereka sedalam-dalam.Tak hanya Ami, Vian pun sangat ingin rumah tangga mereka telah hancur dulu, bisa kembali lagi. Namun, itu semua susah tak mungkin lagi. Sejak Vian
“Reina! Keluar lo, gue belum selesai ngomong!” teriak Rein gigih. Meski Reina sudah meninggalkan, namun ia tak menyerah. Reina pun kembali menemuinya. “Ada apaan lagi?” tanya Reina.“Gue mau tahu, ya. Lo harus jauh-jauh dati papi gue!” ujar Rein sembari menunjuk Reina.Reina memutar bola matanya dan menggeleng pelan kepalanya. “Lo paham kata-kata gue tadi?!” tanya Reina geram. “Gue rasa udah jelas, ya. Jadi gak perlu ulangin lagi.”“Gak! Gue gak terima, gue gak mau dan gak sudi lo ngerrbut semua milik gue!” balas Reina.“Gue gak pernah rebut milik lo, ya! Mau Yandi atau pun papi, lo gue kan udah bilang, gue udah bilang kalau gue gak ngerebut mereka,” jelas Reina. “Lagian om Vian bukan cuma papi lo, doang! Jadi lo gak bisa ngelarang gue!” tegas Reina.“Gue gak mau hidup gue hancur karena lo!” teriak Rein.“Gue gak pernah ngehancurin hidup lo, ya! Harusnya gue yang marah-marah ke lo dan lo, karena mami itu udah hancurin hidup gue!” balas Reina. “Asal lo tahu, gara-gara mami lo, gue jad
Hidup Rein sebagai anak tunggal dan satu-satunya anak kesayangan Vian hancur begitu saja dalam waktu singkat. Hidupnya terasa begitu gelap semenjak mengetahui semua kebenaran tentang kedua orang tuanya.Sejak saat itu, Rein hanya mengurung dirinya di kamar. Ia bahkan tak makan maupun minum sama sekali. Kondisi tubuhnya pun semakin melemah.Suasana rumah itu pun menjadi sangat gelap. Semenjak semuanya terbongkar, tak ada lagi percakapan yang terjadi, selain pertengkaran Nia dan Vian.Nia terus saja meminta Vian untuk tak kembali kepada Ami. Sesekali ia juga memaksa Vian untuk tak menemui Reina. Namun Vian tetap menolak semua permintaan sang istri.Semua pertengkaran itu selalu saja didengar oleh Rein. Pertengkaran itu membuatnya tak ingin menginjakkan kakinya di tempat lain, selain kamarnya. Ia yang selalu berada di dalam kamarnya pun membuat Vian khawatir. Vian selalu mendatangi kamarnya, namun gadis itu selalu mengusir Vian. Hal yang sama pun terjadi pada Nia. Rein sangat marah besa
Suasana yang canggung kini telah pergi dan diganti dengan suasana sedih. Air mata Reina banjir malam itu. Gadis itu hanya bersandar pada Yandi dan terus meneteskan air matanya.Yandi tak tahan melihat Reina terus-terusan meneteskan air matanya. Ia berusaha memikirkan sebuah cara. Namun, ia pun tak bisa menemukan cara yang tepat.Permasalahan dalam keluarga adalah permasalahan yang sering dialaminya. Namun, ia bukanlah orang yang suka mencari jalan keluar. Ia adalah orang yang sering membantah dan melawan. Sehingga sulit baginya untuk membantu Reina menemukan jalan keluar untuk masalahnya.“Eh... sorry, sorry. Gue malah nangis gak jelas lagi,” ucap Reina segera menghapus air matanya. “Gak papa kali. Gak perlu minta. Gue malah senang kalau lo mau cerita,” ucap Yandi lembut.“Eh... tapi kayaknya lo gak bisa di sini lama-lama, deh. Soalnya ini udah mau jam sepuluh,” ucap Yandi merasa tak enak hati. Tanpa sadar mereka menghabiskan cukup banyak waktu dan kini waktu hampir menunjukkan pukul
Kaki Reina terus melangkah menjauhi rumahnya. Semakin lama, semakin jauh ia melangkah. Namun, gadis itu bahkan tak tahu ia harus terus melangkahkan kakinya ke mana. Reina terus berjalan tanpa henti. Tubuh serasa lesu. Tenaganya habis terkuras setelah banyak meneteskan air mata. Pikirannya pun menjadi sangat kacau.Tit.... Tit....“Ha?” Reina terkejut dengan suara klakson mobil yang begitu dekat dengannya. “Reina, lo—lo habis kenapa?” tanya Andi khawatir setelah melihat mata Reina yang sembab. “Gak papa, kok,” jawab Reina dengan suaranya yang serak.“Tuh... tuh... suara lo serak kayak gitu, masih aja bilang gak papa.” Perkataan Reina tak mencerminkan keadaannya yang terlihat jelas tak baik-baik saja. “Lagian lo mau ke mana, sih?” tanya Andi.“Gak tahu,” jawab Reina. Andi pun merasa aneh dengan jawaban gadis itu. Namun satu hal yang biasa ia pastikan, bahwa gadis itu sedang tidak baik-baik saja. “Ya udah. Kalau gitu, mendingan lo naik, deh. Entar gue antarin lo ke mana, aja,” ujar And
“Reina...” teriak Ami, namun putrinya tak menghiraukannyaHari ini seharusnya menjadi hari yang membahagiakan bagi Ami, karena hari ini ia bisa segara menjemput putrinya. Ia pun bisa kembali berkumpul bersama putrinya tanpa harus berpisah lagi. Hari ini, Ami sengaja berhenti dari pekerjaannya. Ia memilih berhenti agar ia bisa mengurus putrinya yang sedang sakit. Meski Yani dan Yeri tak setuju, namun mereka tak bisa menahan Ami. Mereka pun harus melepaskan Ami, agar ia bisa merawat putrinya. Selain itu, mereka saat ini mulai mengalami masalah keuangan. Melepaskan Ami di kondisi sekarang adalah salah satu pilihan untuk mengurangi pengeluaran. Semenjak kedua orang tua mereka berada di tahanan, pekerjaan mereka pun tak ada yang mengurusnya. Baik Yani maupun Yandi, keduanya sama-sama tak berminat melanjutkan pekerjaan orang tua mereka. Belum lagi, mereka harus membayar tagihan rumah sakit Yandi.Yani adalah satu-satunya anggota keluarga yang susah bekerja selain kedua orang tuanya. Yand
Semua teka-teki dari beribu pertanyaan di kepala Reina kini telah terpecahkan. Namun, ia tak menyangka jika semuanya sangat menyakitkan. Rasa sakit itu bukan hanya semata-mata karena kebohongan Ami. Semenjak mendengar pertengkaran Vian dan Nia, Reina sudah tahu bahwa selama ini Ami telah membohongi dirinya tentang ayahnya yang susah meninggal.Reina memang merasa kecewa dan sedih. Namun, setelah ia mendengar perdebatan bundanya dan Vian, ia merasa sangat sakit hati dengan sikap bundanya. Reina yang terlanjur sakit hati pun memilih untuk menjauh dari Vian dan Ami. Ia berlari sekuat mungkin menjauhi mereka, tanpa tahu ke mana ia harus terus berlari.Kaki Reina terus melangkah dan melangkah, dan tanpa sadar ia berlari menuju tempat yang tak asing. Ya, tempat itu adalah tempat yang sering dikunjunginya. Tanpa sadar, Reina terus melangkahkan kakinya menuju tempat pemakaman umum. Suatu tempat yang sering ia kunjungi, ketika ia merindukan sosok seorang ayah.“Ayah?” Tubuh Reina terasa lem