Tanpa curiga, Aura mencondongkan tubuh dan semakin dekat. "Apa itu, Den?"
"Suara," jawab Cakra dengan singkat. Namun, sampai beberapa detik selanjutnya, Aura baru bereaksi.
"Suara? Bagaimana bisa? Bukannya Pak Hansel tidak pernah berbicara dengan Dila sebelumnya?" Aura memundurkan tubuhnya hingga bersandar di sofa. Pandangannya menerawang ke atas, lalu bersedekap.
"Suara? Jelas-jelas bukan itu penyebabnya. Pasti ada yang lain. Ayolah, Den. Jangan bermain teka-teki lagi. Aden tahu sendiri kalau otakku nggak nyampai," rengek Aura yang membuat Cakra terpana.
Gadis itu terlihat sepolos anak kecil, yang perlu diberi permen untuk menenangkannya. Namun, bila sudah seumur Aura, apa yang harus dilakukannya? Apakah sebuah ciuman bisa membuat gadis itu kegirangan?
Leher Aura terjulur untuk mengintip isi piring Cakra. "Itu sudah mau selesai. Aden pinter deh makannya.""Kalau aku melarangmu pergi? Apa kamu akan tetap keluar dengan Oppa?" Cakra memaksakan keberuntungannya."Kalau gitu, aku ambil waktu istirahat. Pergi dulu ya, Den," pamit Aura yang melambaikan tangan, bak putri kecantikan.Hal ini membuat Cakra geram. Semakin lama Aura menjadi semakin cerdas, kalau bersama dengan Oppa.Dia pun beranjak hendak mengikuti diam-diam, tapi gawainya berdering. "Halo, selamat malam, Pak Hans," sapa Cakra dengan ramah. Padahal, saat ini dia sedang dilanda kepanikan level tinggi."Selamat malam, Pak Cakra. Saya dengar dari Hansel, kalau Anda merekomendasikan sebuah pesta. Saya sangat menghargai us
"Konyol,""Nggak, jangan konyol dong, Kang. Tokoh wanitanya harus elegan," protes Lilis yang meraih laptop Prabu, kemudian mengganti deskripsi tokoh."Lis, kamu tuh cocok banget kalau nulis tokoh wanita yang koplak.""Kakang kok gitu? Ini sebenarnya mau bilang kalau aku koplak, kan? Hayo ngaku!" Lilis melemparkan pandangan ke arah tembok tinggi di samping kanan. Sengaja memperhatikan cicak-cicak yang asik bercanda, agar tidak perlu melihat mata Prabu, karena akan membuatnya luluh.Suara helaan napas Prabu yang kasar terdengar. "Bukan gitu, Lis. Kamu itu beneran cocok nulis tokoh wanita yang koplak.""Tapi aku tuh waras, Kang. Nggak mau nulis yang koplak-koplak gitu!"Di teng
"Den, Aden tahu nggak?" Aura menoleh ke samping, untuk meminta bantuan."Tentu saja aku tahu, tapi kita lihat reaksi Poppy dan Dila. Siapa yang bisa mengenali pasangannya." Cakra sengaja tidak langsung menjawab. Padahal sebenarnya, dia bisa mengetahui perbedaan mereka, hanya dengan melihat benang takdir yang terikat di jari kelingking."Pak, Bu Poppy dan Bu Dila sudah datang." Salah satu pegawai mereka yang bernama Indro, mengabarkan hal itu.Kedua Hans mengambil sebuket bunga yang sama persis, lalu mereka menuju ke depan, untuk menyambut pasangan masing-masing. Aura dan Cakra mengikuti di belakang."Kira-kira kedua wanita itu bakal salah pilih nggak ya?" bisik Aura sambil melingkarkan tangan ke lengan Cakra."Aku tidak yakin
"Nenek!" panggil Aura dengan lebih keras.Gadis itu menghambur ke pelukan sang nenek. Rasa iba menyusup ke relung hati Cakra, hingga pria itu tergerak untuk mendekat, kemudian menepuk bahu Aura dengan lembut."Bercandanya nggak lucu, Nek," protes Aura yang sudah mengurai pelukan.Nenek Aura terbahak-bahak, kemudian matanya tertuju pada Cakra. "Kenapa pacarnya dicuekin. Nggak mau dikenalkan ke Nenek?""Dia ini majikannya Aura, bukan pacar," ralat Aura dengan cepat.Meskipun demikian, Cakra bisa melihat pipi gadis itu bersemu merah. Apakah memang mudah merona atau gimana?"Perkenalkan, saya Cakra. Atasan Aura," ucap Cakra sambil mengulurkan tangan.
“Silakan duduk, Pak Cakra,” ucap pria yang mendahului masuk ke dalam ruang kerja Cakra.“Seharusnya saya yang mempersilakan Anda untuk duduk. Silakan duduk, Pak…?“Iswanto, nama saya Iswanto. Saya dengar Anda adalah makcomblang jitu. Jadi, saya mendaftar di biro jodoh yang Anda kelola. Kemarin asisten Anda menjadwalkan pertemuan di sore hari, tapi karena saya ada acara. Jadi, saya memberanikan diri datang ke sini.” Pria itu duduk di sofa yang menghadap ke arah pintu kaca.“Perkenalkan, saya Cakra dan ini asisten saya yang bernama Aura.” Tangan kanan Cakra direntangkan untuk memperkenalkan gadis yang berdiri di samping sofa, yang didudukinya.Setelah memberi salam, gadis itu mengambilkan tablet untuk Cakra. “Ini file
“Tutno ngasi mentok!” Cakra membaca mantra, membuat benang biru yang melingkari smartwatch berpendar. Benang itu bergerak memutar, kemudian ikatannya terbuka, lalu meluncur menuju jari kelingking. Benang biru itu menyusuri benang takdir, seolah itu adalah jalan yang harus dilewati.Cakra mengernyit, saat ini benang takdir Iswanto semakin mengendur dan terus memanjang. Ini berarti takdir pria itu mulai bergerak menjauh. Namun, saat sudah separuh jalan, tiba-tiba benang takdir memendek.“Ombo sing ombo meneh!” Cakra buru-buru memperluas jangkauan bola kristal.Cakra bisa melihat Iswanto, yang sedang mengangkat sebuah pot berisi bunga Daisy warna putih. Kemudian terlihat tempat duduk pesta yang dilapisi dengan beludru. Saat pandangan semakin lebar, Cakra bisa melihat jalan luas di depan gedung.
“Baiklah. Akan kuberi satu kesempatan,” ucap Cakra dengan ragu.Sebenarnya, dia tidak mau meladeni Prabu, takut kalau pria itu ternyata adalah benar jodoh Aura. Namun, dia kembali teringat dengan Hansel, kalau pria itu bisa diberi kesempatan, seharusnya dia bisa memberikan kesempatan yang sama pada Prabu.“Saya sudah menantikan jawaban ini cukup lama. Rasanya sudah tidak sabar untuk segera melamar Aura.” Binar di mata Prabu membuat Cakra terdiam.Kalau rasa cinta Prabu sedemikian besar untuk Aura, seharusnya dia bisa mengusahakan untuk membantu. Bukan malah menjegalnya. LAgipula, Cakra sudah putus asa dalam mendapatkan jodoh.“Saya akan menemuimu besok jam 9 di Kafe Jingga. Silakan bawa Aura ke sana, tapi saya hanya akan mengawasi dari kejau
Bahu Aura bergerak naik turun beberapa kali, tanda sedang mengatur pernapasan. Ini bukan kejadian pertama kali, harusnya dia sudah lebih berpengalaman, tapi kenapa masih bisa sepanik ini? Dia masih merasa cemas kalau-kalau terjadi sesuatu saat Cakra mengurung diri.“Tenang Aura, pasti tidak akan ada masalah. Kamu harus berpikir dengan kepala dingin,” bisik Aura pada dirinya sendiri.Tak butuh waktu lama bagi Aura untuk kembali bersikap rasional. Dia sudah bisa memutuskan langkah apa yang akan diambil.“Den!” teriak Aura sambil mengetuk pintu dengan lebih keras. Dia mengetuk dengan irama lagu kekinian yang ada di platform joget-joget. Kalau kesimpulannya tepat, dalam beberapa detik lagi pintu pasti akan terbuka.“Iya, sebentar. Stop ketuk pin
“Nona Aura, saya hendak mengenalkan Anda dengan calon istri saya.” Suara Iswanto membuat Aura menjauhkan gawai sejenak untuk memberi respon.Dari cermin, Cakra bisa melihat Aura mengangguk sebentar kemudian menunjuk ke arah gawai. Iswanto yang mengerti maksud Aura, menggerakkan tangan untuk mempersilakan dia melanjutkan bicara.“Den, nanti lagi bicaranya ya. Ini Pak Iswanto mau ada perlu,” ucap Aura dengan berbisik.“Iya, besok kita bicarakan lagi. Hari ini saya sibuk,” ucap Cakra sebelum memutus sambungan.Aura terlihat merenung sambil melihat layar gawai yang mulai menghitam. Apa gadis itu kecewa karena tidak bisa melanjutkan obrolan?Cakra kira, alasannya pasti bukan itu. Tidak mun
Saat ini, pasti Aura dan Iswanto sedang menahan napas menanti reaksi Jasmin. Cakra pun tak terkecuali, dia juga ikut mengamati dalam diam.“Kalau Mas serius dengan perkataan ini, Jasmin mau minta dilamar secara serius. Seperti lamaran dalam drama,” ucap gadis yang tersenyum sangat manis.Ini adalah sebuah ujian atau memang sesuai dengan kata hati? Tentu saja Cakra tidak bisa menebak pikiran seorang wanita, itu sangat rumit.“Tentu saja, kamu pasti ingin hal yang seperti itu.”Perlahan-lahan Iswanto berlutut dengan bertumpu pada satu kaki. Terlihat Aura berlari-lari membawa sebuket bunga yang sudah dihias dengan cantik. Gadis itu kemudian menyerahkannya pada Iswanto.“Jasmin, aku tahu kalau ini sa
“Rupanya kamu di situ?” ucap laki-laki yang berjalan mendekati mereka.Belum juga Cakra menyusuri benang itu, jodoh Maiden sudah muncul untuk menyapa. Betapa beruntungnya mereka karena sudah mempunyai pasangan.“Eh, hai, Van. Kenalkan ini Cakra, teman baruku,” ucap gadis itu dengan riang.“Melihat dari jubahmu, kamu pasti keturunan keluarga Gilmore? Salah satu sepupu kami berjodoh dengan keluarga kalian,” ucap Evan sambil menunjuk ke arah belakangnya.Cakra mengikuti jari Evan untuk melihat siapa yang dimaksud. “Ah, Rio ternyata adalah sepupumu.”Pada akhirnya Rio bergabung dengan mereka, karena mendengar namanya disebut. Tentu saja Danar, Kristy, dan Rista juga ikut bergabung. Sebentar lagi pasti beberapa pasangan seumuran dengan mereka pasti ikut bergabung. Ini akan terasa menyesakkan.Ketika percakapan itu semakin meluas, diam-diam Cakra menyusup meninggalkan kelompok itu. Dia butuh menyendiri sekarang, agar hatinya menjadi le
“Hanya calon klien yang keras kepala. Sepertinya dia nggak bakal jadi klien kita,” jawab Cakra dengan datar.“Pasti orang yang minta dijodohkan dengan target tertentu. Kenapa nggak pada nurut sama Aden sih? Apa kita perlu nulis aturan itu dengan ukuran huruf yang lebih gede di beranda web biro jodoh?” tanya Aura untuk mengungkapkan kekesalan.Sejujurnya Aura merasa lega karena itu hanya calon klien, bukan wanita yang spesial di hati Cakra. Sampai sekarang Aura masih penasaran dengan status Cakra, tapi tidak berani menanyakannya.“Oya, besok kamu yang ngawasi Pak Iswanto. Saya ada janji temu selama seharian.”Perkataan Cakra membuat Aura kembali merasakan tusukan di perut. Rasanya nggak nyaman kalau tidak tahu kegiatan majikannya itu.
“Dia sudah punya pacar atau mungkin malah suami. Saya tidak mau menjadi pebinor, yang merusak rumah tangga orang lain,” sembur Iswanto ketika bertemu dengan Cakra dan Aura keesokan harinya.“Pria itu bukan pacar atau suaminya Jasmin. Saya sudah menyelidiki dengan cermat,” bantah Cakra sambil mempersilakan Iswanto untuk duduk.Dia memberi kode pada Aura agar membuatkan kopi bagi pria itu. Aura mengangguk sekilas sebelum meninggalkan keduanya.“Apa Anda yakin? Kalau bukan pacar, lalu dia siapa? Saya sudah terlanjur berharap pada Anda. Anda tahu sendiri kalau waktu saya sudah tidak banyak lagi,” ungkap Iswanto, yang kembali mengingatkan Cakra akan tujuannya mencari jodoh.“Tenang saja. Kita tetap lanjutkan rencana awal. Saya harap A
Mata Binar membelalak ketika bertemu pandang dengan Cakra. Sedetik kemudian, gadis yang mengenakan kaus sewarna tanah itu membalikkan badan, lalu berlari kencang. Cakra yang tidak menduga akan hal itu pun buru-buru mengejar, tapi sesosok tubuh mungil dengan kedua tangan terentang, menghalanginya.“Aden ada keperluan apa di sini?”“Minggir!” usir Cakra dengan suara meninggi.Namun, gadis itu malah semakin bertekad menghalangi langkahnya. Padahal tangan Cakra mulai berkeringat , karena mulai takut kehilangan jejak Binar.“Aden bilang dulu, mau apa ke sini? Aden ngikutin aku?” tuduh Aura dengan mata menyipit.Karena sudah tidak sabar lagi, Cakra meletakkan kedua tangan di pinggang Aura, kemudi
Bahu Aura bergerak naik turun beberapa kali, tanda sedang mengatur pernapasan. Ini bukan kejadian pertama kali, harusnya dia sudah lebih berpengalaman, tapi kenapa masih bisa sepanik ini? Dia masih merasa cemas kalau-kalau terjadi sesuatu saat Cakra mengurung diri.“Tenang Aura, pasti tidak akan ada masalah. Kamu harus berpikir dengan kepala dingin,” bisik Aura pada dirinya sendiri.Tak butuh waktu lama bagi Aura untuk kembali bersikap rasional. Dia sudah bisa memutuskan langkah apa yang akan diambil.“Den!” teriak Aura sambil mengetuk pintu dengan lebih keras. Dia mengetuk dengan irama lagu kekinian yang ada di platform joget-joget. Kalau kesimpulannya tepat, dalam beberapa detik lagi pintu pasti akan terbuka.“Iya, sebentar. Stop ketuk pin
“Baiklah. Akan kuberi satu kesempatan,” ucap Cakra dengan ragu.Sebenarnya, dia tidak mau meladeni Prabu, takut kalau pria itu ternyata adalah benar jodoh Aura. Namun, dia kembali teringat dengan Hansel, kalau pria itu bisa diberi kesempatan, seharusnya dia bisa memberikan kesempatan yang sama pada Prabu.“Saya sudah menantikan jawaban ini cukup lama. Rasanya sudah tidak sabar untuk segera melamar Aura.” Binar di mata Prabu membuat Cakra terdiam.Kalau rasa cinta Prabu sedemikian besar untuk Aura, seharusnya dia bisa mengusahakan untuk membantu. Bukan malah menjegalnya. LAgipula, Cakra sudah putus asa dalam mendapatkan jodoh.“Saya akan menemuimu besok jam 9 di Kafe Jingga. Silakan bawa Aura ke sana, tapi saya hanya akan mengawasi dari kejau
“Tutno ngasi mentok!” Cakra membaca mantra, membuat benang biru yang melingkari smartwatch berpendar. Benang itu bergerak memutar, kemudian ikatannya terbuka, lalu meluncur menuju jari kelingking. Benang biru itu menyusuri benang takdir, seolah itu adalah jalan yang harus dilewati.Cakra mengernyit, saat ini benang takdir Iswanto semakin mengendur dan terus memanjang. Ini berarti takdir pria itu mulai bergerak menjauh. Namun, saat sudah separuh jalan, tiba-tiba benang takdir memendek.“Ombo sing ombo meneh!” Cakra buru-buru memperluas jangkauan bola kristal.Cakra bisa melihat Iswanto, yang sedang mengangkat sebuah pot berisi bunga Daisy warna putih. Kemudian terlihat tempat duduk pesta yang dilapisi dengan beludru. Saat pandangan semakin lebar, Cakra bisa melihat jalan luas di depan gedung.