"Sementara, kita akan tinggal di sini dulu," tutur Marco pada Jordan dan Lagertha. Jordan memindai kondominium besar nan mewah yang baru saja mereka masuki bersama setelah Nick dan Evans menjemput mereka di pedesaan dengan helikopter. Nick dan Evans juga membakar rumah pedesaan, tempat tinggal Marco bersama Siggy sebelumnya agar tidak ada yang bisa mendeteksi jejak mereka jika anak buah Ben Horik dan keluarga Bough mendapat laporan dari warga yang menginginkan hadiah besar mereka. Nick dan Evans sudah membaringkan tubuh besar Maximus yang masih pingsan juga efek obat penenang yang di oleskan oleh Pastur Lukas untuk saudaranya itu agar cepat pulih. Semua belanjaan yang di bawa oleh NIck dan Evans sebelumnya, diangkut kembali ke kondominium dan mereka membantu Siggy menyusun segala keperluan di atas meja serta kabinet. "Ini bukankah gedung milik keluarga Bough?" cetus Lagertha setelah terdiam cukup lama memperhatikan semua orang dengan hati kecut. Marco yang baru saja turun dari l
Maximus membuka kelopak matanya dan memindai ruangan kamarnya dengan seksama. Tatapan mata Maximus terhenti ketika dia melihat tubuh Pastur Lukas, saudaranya yang masih pulas tertidur pada ranjang kecil nan sempit, cukup untuk dirinya seorang, tidak jauh dari ranjang tempat Maximus berbaring. Dengan perlahan, Maximus turun dari ranjangnya sambil mengeratkan gigi geraham menahan perih dan nyeri pada luka di tubuhnya, menjejakkan kedua kaki dan memaksakan diri berjalan hingga membuka pintu. "Max ..." panggil Lagertha lirih melihat Maximus keluar dari kamar sambil berpegangan pada dinding dan sofa di sampingnya. Lagertha yang sedang membuat susu untuk Joshua, langsung berlari memeluk Maximus erat-erat, hingga mereka terduduk di lantai karena tubuh besar Maximus belum kuat menahan Lagertha. "Kamu baik-baik aja?" tanya Maximus seraya merapikan rambut pirang panjang Lagertha ke balik telinganya. Lagertha mengangguk, tetap melabuhkan wajahnya yang basah oleh airmata ke dada Maximus. "B
Lagertha bergegas pergi setelah mendorong mobil yang dia kemudikan sebelumnya, ke pinggir jurang dan mendengar ledakannya dari atas. "Maafkan Sister, Joshua. Mulai sekarang, Sister akan menjagamu dengan baik." bisik Lagertha sambil menepuk pelan bokong Joshua yang sedikit terkejut dalam tidurnya di gendongan depan tubuh Lagertha. Lagertha menaikkan resleting jaketnya untuk menutupi tubuh Joshua, terus berjalan dalam gelapnya malam dinihari yang sangat dingin. Lagertha sudah sangat hapal akan arah yang sedang dia tuju, sebuah rumah tinggal sederhana dan cahaya lampunya mulai terlihat oleh mata Lagertha. Lagertha mengetuk pintu rumah dan mengulanginya setelah beberapa saat kemudian sampai telinganya mendengar suara langkah kaki berjalan mendekat ke arah pintu. "Lagertha?!" pekik seorang wanita tertahan ketika membukakan pintu, langsung menarik lengan Lagertha agar bergegas masuk ke dalam rumahnya. "Kamu masih hidup? Oh, Sayangku!" bisik sang wanita terharu memeluk tubuh Lagertha t
Sudah dua hari Lagertha pergi membawa Joshua. Jordan menerima laporan jika Jasper belum berhasil menemukan mereka. Tapi pria dari Orebro yang telah bersumpah setia pada Jordan tersebut masih terus melanjutkan pencarian bersama beberapa anak buah terpercayanya."Lagertha, kenapa kamu pergi ketika aku ingin menikahimu? Dimana kenakalanmu, Gadisku?" gumam Jordan sambil menatap jauh pemandangan di luar jendela kamar tidurnya. Jordan mengingat senyum jahil Lagertha menggodanya hampir disetiap ada kesempatan. Lalu Priskila dan Rollo yang akan selalu menegur putri cantik mereka itu meskipun Jordan tidak pernah mempermasalahkan godaan Lagertha. Ada rasa hangat merayapi hati Jordan setiap kali bersama Lagertha. Tentu saja Jordan sangat menyayangi Lagertha, terlepas dari semua godaan gadis itu padanya, Lagertha pada dasarnya adalah gadis yang baik juga peduli terhadap orang sekelilingnya. Jordan menghela dan menarik napas panjang, telapak tangannya terkepal erat. Sebuah tekad hidup dalam dir
Joshua berubah sangat rewel, sejak semalam dia menangis hingga tertidur lelah dan bangun sudah menjelang siang. Adik lelaki Lagertha itu menolak susu yang Lagertha atau Samatha buatkan. "Sister akan buatkan bubur untukmu. Tenanglah, jangan rewel lagi, hem?" bisik Lagertha meraih Joshua untuk dia gendong menuju dapur. Tadi pagi Samantha membuatkan bubur yang di makan Joshua lahap dan satu jam lalu Samantha pergi keluar untuk membeli makanan bayi. Tetapi matahari telah condong ke arah barat, Samantha belum juga kembali ke rumah. Lagertha sudah membuatkan susu untuk Joshua yang hanya dicicipi oleh adiknya, namun kembali menangis rewel dengan airmata berlinang menatap Lagertha seolah ingin memberitahu saudarinya itu. Rocky sedang tidak bertugas. Pria yang telah menikahi Samantha tersebut terus memperhatikan Lagertha diam-diam dan sesekali berkirim pesan melalui ponsel di tangannya. "Kamu butuh bantuan? Mungkin adikmu merindukan sosok Papa kalian, aku bisa menggendongnya." Rocky b
"C'mon, Young Lady, apakah kamu sudah menyerah?" suara dari Rollo Connor, Papanya bergema lantang di dalam kepala Lagertha yang merasa sangat kecewa karena gagal melindungi Joshua, adiknya. "Papa ...aku merindukanmu!" gumam Lagertha seraya bangkit berdiri, lalu berlari masuk ke dalam rumah Samantha. Lagertha memindai dinding yang dulu saat dia kecil sering melihat Samantha menyimpan barang-barang berharga di dalam lubang pada dinding. Mata Lagertha tertumbuk menatap lukisan pemandangan salju, bergegas dia menggeser lukisan tersebut. Benar saja, Lagertha menemukan brangkas baja di balik lukisan yang terkunci sandi.Lagertha memasukkan angka ulang tahun Samantha, namun pintu tidak bisa terbuka. Lagertha mencoba berpikir sejenak, mengingat tanggal bersejarah bagi Bibinya tersebut. Tetapi beberapa kali angka yang bisa Lagertha ingat, tetap saja tertolak. Lagertha teringat tatapan panik Samantha ketika dia mengetuk pintu rumah dua hari lalu, bibirnya tersenyum tipis, memasukkan angka
Jordan melajukan mobil dengan kecepatan kilat menuju sebuah rumah yang telah dipersiapkan oleh Marco untuk tempat tinggal mereka sementara, menunggu rumah Maximus selesai di renovasi. Amber, sang dokter yang dahulu membantu kelahiran Joshua, telah menunggu di dalam rumah bersama Gustaff dan anak buah Rollo lainnya yang kini telah bersumpah setia pada Jordan. "Amber?!" kaget Lagertha mengenali wanita muda di depannya yang tersenyum lembut, menyambutnya. Amber menerima Joshua dari gendongan Lagertha yang tetap tertawa renyah menepukkan tangan gempalnya ke dada saudarinya itu meski wajahnya terlihat lemas. "Halo, bayi hebat! Mari bersamaku dulu, hem?" sapa Amber lembut membelai wajah Joshua mengeluarkan suara berceloteh dengan meniupkan ludah keluar dari mulutnya. "Kita tinggal sementara di sini dulu. Aku janji, akan merebut dan membangun kembali kediaman Connor untukmu dan Joshua." bisik Jordan seraya memeluk pinggang Lagertha dari belakang. "Terima kasih, Jordan." balas Lagerth
Lagertha terbangun dari tidurnya saat matahari sudah mulai turun menjelang sore. Setelah memindai sekeliling ruangan kamar yang luas dan mengumpulkan daya ingatnya, Lagertha bangun dari berbaringnya, lalu berjalan keluar dari kamar. "Kamu sudah bangun?" sapa Amber sedang menyuapkan Joshua bubur di ruangan makan. Joshua sedang duduk di kursi bayi dan punggung tangannya masih dialiri kabel infus, tapi langsung menggerak-gerakkan kedua lengannya ketika mata biru jernihnya melihat Lagertha. Mulut bayi tampan itu juga menyemburkan bubur keluar dari mulutnya agar bisa berteriak memanggil saudarinya. "Hai, Sister di sini." bisik Lagertha langsung berjongkok di depan Jordan dan mencium samping kepala adik bayinya tersebut. "Jangan banyak bergerak dulu, punggung tanganmu sedang di infus." tambah Lagertha lembut seraya memegangi lengan adiknya itu agar tidak bergerak-gerak. "Apakah adikku baik-baik aja?" tanya Lagertha melirik Amber sekilas, lalu kembali menatap mata Joshua yang menepuk pi
Mister Bough mengamuk murka. membanting semua benda di atas meja kerjanya berantakan jatuh ke lantai, begitu melihat tayangan video yang dikirimkan oleh seseorang ke ponselnya.Dua orang anak buahnya yang menyeret tubuh Kaye ke dalam danau, terlihat beberapa kali mengikuti Ben Horik berpergian. Hal tersebut jelas mengindikasikan jika kedua anak buahnya tersebut selama ini membelot pada pihak Ben Horik. "Beraninya pria terkutuk itu menyusupkan mata-mata di sekitarku!" Mister Bough mendengkus geram memukul meja kerjanya dengan telapak tangan terkepal kuat. "Tiger, bawa semua anggota keluarga kedua orang itu ke hadapanku dan ..." "Permisi, Sir." terdengar suara ketukan pada daun pintu ruang kerja, "Ada Zero ingin bertemu Anda, membawa oleh-oleh." penjaga di depan pintu berteriak nyaring memberitahukan kedatangan Zero sehingga memotong perkataan Mister Bough yang ia tujukan untuk Tiger, asisten pribadinya. "Masuk!" Zero melangkahkan kakiinya memasuki ruangan kerja Mister Bough yang b
Entah sudah berapa jam Zetha merawat tubuh besar Maximus yang ia buat tetap tertidur pulas selama diberikan perawatan dan pengobatan, Luciano Sky selalu sigap luar biasa mendampingi, menyiapkan segala sesuatunya memudahkan pekerjaan Zetha. Dari menyodorkan jepitan sedotan ke sela bibir Zetha ketika mendengar hembusan napas pelan istri cantiknya itu, mengelap keringat, juga menyingsingkan lengan bajunya sampai ke turut serta menggunting benang begitu Zetha selesai membuat simpul dari menjahit bagian-bagian tubuh Maximus yang terbuka. Luciano dan Zetha benar-benar pasangan yang seiring senapas. Luciano selalu tahu apa yang harus dia lakukan dan diinginkan oleh Zetha tanpa istrinya itu berkata mengungkapkannya.Pun sebaliknya, Zetha akan selalu tahu saat Luciano menahan napas ketika tanpa sengaja jemari tangannya menyentuh tangan Marco Ilso yang ia genggam secara refleks. Zetha akan mendekatkan posisi tubuh serta kepala ke depan bibir Luciano agar suaminya itu bisa mengecup atau menciu
Jordan dengan Lagertha duduk pada kursi penumpang, mengemudikan mobil sport yang Lagertha curi, sangat cepat mengikuti mobil di depan mereka yang dikemudikan oleh anak buah Jasper melaju kencang membawa Maximus, Marco dan Kai ke landasan pacu helikopter. Maximus terluka parah, pun juga Kai mengalami cidera tusukan pisau pada perutnya. Mereka benar-benar seperti berlomba dengan waktu. Marco sudah menghubungi dokter terbaik untuk Maximus dan Kai sebelum diperintahkan oleh Jordan. Marco sangat paham seperti apa peran Maximus bagi Jordan dan Lagertha.Iringan mobil anak buah Jasper dan Jordan yang seolah membelah pekatnya jalanan daerah perbatasan, berpapasan dengan rombongan mobil pasukan keluarga Bough. Mister Bough yang turut serta berada dalam mobil anak buahnya, menolehkan kepalanya sejenak memandangi bagian belakang mobil sport yang dikemudikan Jordan.Alis pria tua tersebut terlihat sedikit bertaut, tetapi belum sempat bibirnya memberikan perintah pada sopirnya untuk berbalik, k
Jordan menyambar jubah dari tubuh mayat yang memiliki ukuran paling besar, melingkupkannya ke Maximus yang menyeringaikan sudut bibir tersenyum getir. "Aku tidak mengijinkanmu mati, Max! Jadi bertahanlah dan akan ku cari dokter terbaik untuk mengobatimu." bisik Jordan lembut tetapi setiap suku katanya penuh penekanan akan perasaan terdalamnya. "Kai, Lagertha ...!" Jordan berseru memanggil Lagertha dan Kai yang berlari meloncat bergegas mendekat. Malang bagi Kai yang sangat terburu-buru, ia justru berhadapan dengan Kaye yang masih menggenggam pisau di tangannya. Atau mungkinkah takdir untuk Kai? "Kai ...!" Maximus berusaha memanggil lirih untuk memperingatkan pemuda itu akan Kaye yang pandai ilmu beladiri. "Aku melihat ada mobil sport di samping rumah, cepatlah bawa Max ke sana. Segera aku akan menyusul." Jordan berbisik pada Lagertha yang tatapan matanya ragu, tetapi ia tetap menganggukkan kepala. "Kaye itu licik. bantu Kai ..." Maximus berkata sangat pelan yang langsung dimenge
Bagian depan pintu masuk gelap. Percikan cahaya terlihat jauh di dalam ruangan yang sepertinya itu adalah cahaya lilin.Jordan memberi kode untuk ia masuk lebih dulu ke dalam rumah, Lagertha di tengah dan bagian belakang Kai yang waspada akan sekelilingnya.Baru saja Jordan masuk ke dalam ruangan, wajahnya langsung terteleng ke samping. sebuah tinju dengan tenaga besar sangat kuat menghantam rahangnya hingga berderak.Perkelahian tidak dapat dielakkan. Jordan menutup pintu di belakangnya agar Lagertha tidak masuk dulu bersama Kai.Sang pria di dalam rumah kembali melayangkan pukulan ke arah Jordan, tetapi pemuda itu telah merunduk dan needle di tangannya dengan cepat menusuk perut sang pria yang ia gerakkan ke samping untuk merobek tanpa ampun.Mereka harus cepat, Jordan tidak memiliki waktu untuk bermain-main. Ia menarik needle dari perut sang pria yang terduduk menekuk lutut di lantai setelah memburai isi dalam perutnya ke
Jordan masih terbaring menengadah, melihat titik-titik air hujan yang jatuh melewati dedaunan lebat di atasnya. Hujan lebat kembali mereda berganti gerimis. Namun Jordan belum ingin bangkit dari posisi tidur telentangnya. Beberapa burung sudah keluar berkicau dan tupai serta monyet bersenda gurau di atas pepohonan. Jordan memperhatikan semuanya. Ia juga merasakan pil yang dijejali Zero masuk ke dalam mulutnya sudah mulai bekerja dari dalam, membuat pernapasan jadi teratur pun peredaran darahnya semakin lancar. "Pejamkan matamu, tebaslah titik-titik air tanpa membasahi tangan!" terngiang dalam kepala Jordan arahan dari Keigo, Papa kandungnya sewaktu ia masih dalam penjara tengah pulau. Jordan juga teringat ketika tadi Zero mengatakan, ""Latih fokusmu menebas titik-titik air hujan! JIka tidak, kau tak pantas mendapatkan istri cantik seperti Lagertha Connor!" Pria bertopeng itu juga menyebut Jordan, lamban, lemah dan tatapan kedua matanya terlihat sangat meremehkan Jordan. Perlahan
Hujan masih gerimis besar-besar yang bisa membuat tubuh seseorang basah kuyup jika lima menit saja berada di luar ruangan. "Aku akan siapkan sarapan untukmu," ucap Lagertha pada Jordan, telah berganti pakaian dengan sangat cepat setelah bercinta dan mereka mandi bersama membersihkan diri. "Nanti saja. Aku belum lapar." tolak Jordan seraya menyambar cepat pinggang ramping Lagertha untuk ia ciumi samping lehernya sambil mengendus aroma wangi tubuh istrinya itu. Lagertha sudah sangat paham kebiasaan Jordan yang akan mengendusnya jika ingin minta sesuatu. "Katakan, kamu mau apa dan kemana? Bersama siapa?" Lagertha meraih dan menangkup wajah berbulu maskulin Jordan untuk ia bawa menatapnya. Maximus sedang pergi mengontrol pengiriman 'paket-paket' dari organisasi mafia yang juga mereka sebut organisasi Jola. Sedangkan Marco setiap pagi hingga siang atau sore hari akan menghandel pekerjaan di perusahaan dan Jasper melakukan inspeksi lokasi untuk mendirikan pabrik di wilayah Asia bersama
Jordan mengerjakan dan memantau pekerjaannya dari kediaman. Ia semakin giat berlatih dan membuat tubuhnya bugar selalu. Ini adalah hari ke tujuh sejak pertemuan Jordan dan Zero di dalam hutan, belum ada tanda-tanda Zero datang berkunjung lagi. Pagi ini hujan turun cukup deras, namun tidak mengurungkan niat Jordan untuk melakukan inspeksi rutin setiap hari dengan waktu tak menentu memeriksa sekeliling kediaman. "Aku sudah siapkan air hangat untukmu berendam," Lagertha langsung menyambut Jordan di depan pintu belakang kediaman dengan jubah handuk di tangannya. Jordan menerima jubah handuk untuk ia lilitkan ke tubuh basahnya seraya memberikan kecupan ke pipi Lagertha yang berjingkat meringis karena merasakan dingin dari bibir Jordan sementara pria itu terkekeh rendah. "Dimana Joshua?" "Tidur lagi dengan Vanessa setelah sarapan." Lagertha menjawab sambil mengikuti langkah kaki Jordan menaiki tangga menuju lorong kamar. Jordan mampir ke kamar Joshua yang hanya digunakan di waktu sia
Jordan tiba-tiba terbangun dari tidur, mendapati Lagertha masih terlelap dalam dekapannya. Jordan bangkit perlahan, memindai sekelilingnya yang sinar lampu sangat temaram,, celingukan mencari Joshua yang ia lupa jika bayi tampan itu tidur bersama Samantha. Seakan terhubung dengan Jordan, Joshua terdengar merengek manja ikut terbangun di kamar Samantha. Jordan sudah berjalan ke depan pintu kamar Samantha terbangun oleng berusaha membujuk Joshua yang sedikit rewel. "Berikan padaku," Jordan sudah membuka pelan pintu kamar Samantha. Joshua di gendongan Samantha langsung mengulurkan lengan gempalnya ke arah Jordan yang tersenyum lembut meraih bayi tampan itu dan menghapus jejak airmatanya. "Dia belum terbiasa tidur berpisah dengan kami, aku akan membuatkannya susu dan membawanya tidur ke kamar." tutur Jordan yang akhirnya dianggukkan Samantha. "Terima kasih, Jordan." Samantha tetap merasa perlu berterima kasih pada suami keponakannya yang begitu sangat bertanggung jawab juga lembut dal