"Kau tidak pulang?" Allen menggeleng. "Ini sudah larut Al, lebih baik kau pulang dan beristirahat. Aku akan menghubungimu jika terjadi sesuatu."
Allen hanya diam duduk bersandar di kursi sofa ruangan Liam sambil memejamkan mata. Setelah puas menangis menumpahkan rasa sesak di hatinya, pria itu hanya berdiam diri disana dengan pikiran dan hati yang kemelut.
"Kau bisa sakit jika terus seperti ini Al, pulanglah bersama Ace. Dia menunggumu sejak tadi di luar."
"Aku akan menginap disini. Katakan pada Ace untuk menyiapkan satu ruangan yang dekat dengan ruangan Rose di rawat!" sahut Bos Mafia itu masih dengan mata terpejam.
"Kau serius?" tanya Liam memastikan.
"Pergi dan katakan padanya! Aku tidak ingin diganggu!"
Liam hanya bisa membuang nafas panjang dan keluar dari ruang kerjanya. Pria itu kalau sudah memberikan perintah, tidak ada yang bisa dil
Jangan lupa vote yah guys đ¤ Terima kasih đš
"Kau disini Sonya?""Selamat malam Uncle…," sapa wanita berlesung pipit itu."Maaf aku baru bisa datang kemari menemuimu," sambung Sonya duduk di kursi tunggu samping Alex."Tidak apa-apa, kau datang hari ini saja sudah membuatku senang." Pria paruh baya itu tersenyum tulus, Sonya sudah seperti anak kandungnya sendiri."Bagaimana keadaan Rose, Uncle?"Alex menghembuskan nafas panjang, mengingat Rose yang masih terbaring tidak berdaya di dalam sana membuat hatinya sangat sedih."Uncle…." panggil Sonya lagi."Entahlah So, aku juga tidak tahu. Tadi kondisi Rose sempat turun, tapi menurut dokter keadaannya sudah stabil kembali. Entah sampai kapan Rose akan tertidur seperti itu."Wajah Alex seketika menjadi sendu, anak perempuannya masih berjuang sendirian di dalam sana. Setiap detik b
"Apa ada perubahan pada anakku, Dokter?""Sejauh ini belum ada perubahan yang berarti Tuan, kita berdoa saja agar Rose secepatnya bisa sadar."Alex lagi-lagi harus menelan kekecewaan setelah mendengar ucapan dokter Liam. Hari ini terhitung sudah seminggu lamanya Rose masih belum juga mau membuka mata.Wanita itu masih setia tidur lelap di balik alat dan selang yang menempel di tubuhnya."Dokter….!" Seorang perawat berteriak memanggil Liam dari dalam ruang ICU dimana Rose di rawat.Seorang perawat yang lain terlihat membuka pintu ruangan dengan wajah panik."Dok…," ujarnya menunjuk kedalam ruangan ICU.Mengerti dengan apa yang dimaksud oleh perawat itu, Liam buru-buru masuk meninggalkan Alex yang sontak merasa ada yang tidak beres.Alex hanya bisa menunggu sembari berjalan kesana kemari
Sehari semalam Allen menunggui calon ayah mertuanya tidur di dalam ruang rawat pasien.Allen tidur bersandar di kursi sofa hingga tidak sadar kalau Alex sudah bangun dan sedang menatap dia dari atas ranjang.Membuang nafas panjang, Alex bangkit dan mencabut jarum infus di tangannya. Dia merasa tubuhnya sudah lebih baik dari kemarin. Alex tidak mau berlama-lama di dalam sini sementara anaknya lebih membutuhkan dia saat ini.Sebelum keluar dari dalam ruangan itu, Alex mengambil selimut yang dia pakai tadi di atas ranjang dan menyelimutkannya pada Allen.Pria itu tahu kalau atasan anaknya ini pasti tidak tidur dengan baik karena menunggunya dari kemarin. Perlakuan Allen ini mulai membuat hati Alex sedikit tergugah.Dia tahu kalau Allen pria yang baik, hanya saja jika mengingat apa yang terjadi pada Rose. Alex seketika menjadi kesal dan marah padanya."Tuan
Seminggu setelah percakapan cukup lama antar dua pria berbeda usia itu, Alex tidak berkata apa-apa. Dia hanya diam sampai Allen selesai berbicara dan pergi masuk ke dalam ruang perawatannya.Allen yang ditinggalkan waktu itu hanya bisa menghembuskan nafas panjang sambil berharap, kalau Alex perlahan mau menerima dirinya dengan semua cerita tentang masa lalunya, dan juga masa sekarang."Bos, ini laporan dari pengacara kita." Ace menyodorkan satu buah map ke tangan Allen.Pria berjambang itu masih setia berdiam di rumah sakit, menunggu wanitanya siuman."Kau sudah pastikan semua milik mereka ada dalam tangan kita?""Sudah Bos. Semuanya termasuk harta milik orang tua Bos yang sempat mereka curi dan sembunyikan juga sudah kita dapatkan."Allen mengangguk menatap satu per satu lembar demi lembar, harta milik paman dan sepupunya Adam. 
Mendengar anaknya telah sadar, Alex berlari masuk ke dalam rumah sakit. Pria itu baru saja dihubungi oleh Ace saat bosnya sudah berada di dalam ruangan ICU.Menunggu hingga lima menit lamanya, Alex akhirnya bisa masuk setelah Allen keluar dengan mata yang sedikit sembab.Mereka sempat bersitatap sebelum Allen berjalan masuk ke ruang ganti untuk melepaskan baju steril yang dia pakai."Ingat untuk jangan mengajak Rose banyak bicara dulu Tuan." Liam masih berdiri di depan pintu bersama asisten kepercayaan Allen."Baik, terima kasih Dokter."Pria paruh baya itu melangkah lebar menuju ruangan dimana Rose berada. Melihat anak perempuannya membuka mata dan tengah tersenyum menatapnya, Alex seketika menangis bahagia penuh haru."Rose anakku…." Alex mendekati ranjang rumah sakit duduk di kursi sampingnya."Dad," sapa Rose lemah.
Setelah Rose sadar, Allen kembali ke markas Blue Fire menemui paman dan sepupunya.Mereka masih di sekap di dalam ruang eksekusi dalam keadaan yang mengenaskan.Kepala Adam mulai membusuk dengan aroma menyengat yang keluar dari sana. Bahkan belatung-belatung kecil mulai terlihat memenuhi kulit kepala Adam.Memakai masker gas, Allen masuk diikuti Ace dari belakang. "Halo Paman dan sepupuku…," sapanya.Robert yang tidak pernah makan setelah hari dimana dia memakan daging jari anaknya, tampak kurus dengan wajah yang pucat. Mereka tidak diberi makan ataupun minum oleh anak buah Allen, seperti perintah pria itu.Tidak ada sahutan satupun dari mereka berdua, karena baik Robert maupun Adam sudah sama-sama tidak bertenaga."Ini sama sekali tidak lagi mengasyikkan untukku!" Allen duduk menatap bergantian paman dan sepupunya."Ba
"Bagaimana?""Semuanya bagus, ginjalmu sangat baik. Tekanan darahmu juga normal, kita tinggal menunggu kesiapan dari Rose.""Baiklah, aku senang mendengarnya. Aku akan menjenguk dia dulu."Liam mengangguk menatap Allen dari belakang. Entah apa Rose akan setuju untuk melakukan operasi ini atau tidak, tapi pria itu terlihat bersungguh-sungguh ingin melakukan operasi donor ginjalnya. Semoga saja semuanya bisa berjalan dengan lancar, harapnya.Baru saja mendekati ruang perawatan dimana Rose sudah di pindahkan dari ICU, Allen tersentak mendapati Alex tengah berdiri menunggunya disana.Dia pikir pria paruh baya itu sudah pergi, tapi ternyata Alex sengaja menunggu Allen disana. Dia ingin berbicara empat mata dengan Bos Mafia itu."Ikut aku, kita harus bicara!" Alex berjalan lebih dulu meninggalkan Allen yang mengikutinya dari belakang. 
Mengunjungi Tiergarten atau taman dalam kota yang cukup terkenal di kota ini, Rose bersama Alex dan beberapa karyawan mereka tiba di sana saat menjelang sore hari.Berbekal makanan ringan yang disediakan Alex di dalam keranjang makanan, mereka menggelar tikar yang di alas sebuah kain di atasnya.Suasana taman yang sejuk dan menenangkan membuat hati Rose ikut menghangat.Tidur cukup lama membuat Rose ingin menghabiskan waktu sebentar di tempat ini, menghirup udara yang segar dan juga menikmati keindahan taman kota tersebut. Meski bukan akhir pekan tapi suasana di sana cukup ramai."Kau ingin makan dulu Rose?""Yes Dad. Aku tidak sabar mencicipi egg tart yang kau buat tadi," sahut wanita bermanik mata biru itu bersemangat.Duduk dintara pegawai toko bunga mereka yang lain, Rose terlihat lebih banyak tertawa dan bercanda.R
Akhirnya hari ini datang jugaAuthor rada² gak rela mau tamatin cerita ini, tapi setiap pertemuan pasti ada perpisahan...Author mau ngucapin terima kasih untuk semua pembaca setia Boss Mafia, I Love You yang selalu setia menanti up setiap hari...Juga untuk semua yang sudah mendukung cerita ini sampai tamat…Untuk sahabat sesama penulis Buenda Vania yang selalu setia author curhatin setiap saat,,Untuk teman-teman yang tergabung dalam Group Author Halu dan Group Author Bahagia…Terima kasih untuk setiap canda tawa selama ini,, sharing tentang segala macam hal dari yang serius sampe yang nggak penting…At least untuk suami dan anak tercinta yang selalu sabar dan mendukung hobi istri dan bundanya…I love you more â¤ď¸By the way untuk karya kedua author sudah terbit yah guysJudulnya
"Kau mau ke mana lagi, Al?" rengek Rose memeluk suaminya posesif."Aku mau ke kamar mandi sebentar Baby, perutku sakit…," keluh Allen."Tidak boleh, kau harus tetap di sini bersamaku!""Astaga … lalu aku harus buang air disini Rose?" Wanita itu mengangguk dengan puppy eyes-nya.Semenjak hamil, Rose semakin bersikap manja padanya. Allen tidak diizinkan oleh wanita itu sedikit pun menjauh darinya.Bahkan untuk ke kamar mandi saja, Rose akan mengikuti pria berjambang itu ke dalam seperti saat ini. Rose sedang duduk di dekat dia yang sedang berkonsentrasi mengeluarkan tahap akhir isi dalam perutnya."Kau tidak jijik setiap hari menemaniku begini Rose?""Tidak.""Tapi aku yang malah jijik dengan diriku sendiri melihat kau begitu betah disini Baby…."Ro
Dua bulan setelah bulan madu di atas kapal itu, Rose keluar dari kamar mandi dengan wajah yang pucat.Sudah seharian ini wanita berambut panjang itu muntah-muntah di dalam sana. Allen sampai khawatir melihat keadaan istrinya."Kita ke rumah sakit saja Baby…." Rose menggeleng bersandar di dada bidang Allen yang memeluknya."Tapi aku khawatir melihat kau muntah-muntah begini sejak pagi Baby. Aku tidak tenang meninggalkanmu sendiri di mansion""Aku tidak apa-apa, Al. Kau pergilah bekerja, mungkin aku hanya salah makan saja kemarin."Allen berdecak, mulai jengkel dengan Rose yang tidak mau mendengarkan perkataannya. Pria itu kelimpungan sendiri mengurus wanitanya karena Amberd sedang berlibur ke luar negeri.Mau menghubungi Alex pun, pria itu tidak ada di Miami sekarang. Dia memilih kembali ke Mexico membuka usahanya di sana sembari menemani Eduardo
"Kapal pesiar?""Iya, kita akan berlayar selama seminggu penuh di atas laut."Allen mengajak Rose naik ke atas kapal pesiar berukuran cukup besar yang belum lama dia beli.Pria itu sengaja membelinya untuk hadiah pernikahan dia untuk Rose. Bahkan pada kapal badan tertulis inisial nama keduanya dan tanggal pernikahan mereka.Allen benar-benar memastikan hadiah ini akan menjadi kenangan untuk mereka berdua, sekaligus sebagai tempat bulan madu mereka setelah resmi menjadi suami istri."Ini sangat indah, Al…." Rose berdiri pada dek kapal, menatap hamparan laut luas di depan mereka. Kapal itu mulai bergerak saat keduanya naik ke atas sana."Kau suka?""Sangat, aku sangat menyukainya…," sahut Rose terkagum-kagum."Aku senang jika kau menyukainya Baby." Allen memeluk wanitanya dari belak
Tanggal sebelas di bulan sebelas adalah tanggal terindah untuk Allen dan Rose. Pasangan itu memantapkan hati untuk saling mengikat janji suci di depan pendeta.Rose berjalan mendekati Allen yang tengah menunggunya di depan altar, dengan mata yang berkaca-kaca.Wanita itu berjalan pelan ditemani Alex di sampingnya dengan mata yang sembab. Pria paruh baya itu tidak menyangka anak yang selama ini dia jaga dan dia rawat, kini akan menikah dengan seorang pria pilihannya.Teringat bagaimana Alex memberi pesan-pesan untuk Rose tadi saat mereka masih di ruang ganti pengantin."Hiduplah dengan bahagia, Nak. Daddy akan selalu mendoakan yang terbaik untuk kau dan keluargamu. Mommy-mu pasti ikut bahagia melihat kau akan menikah hari ini."Rose tersenyum menggenggam tangan ayahnya. "Terima kasih, Dad. Terima kasih karena sudah menjaga aku sampai sekarang. Terima kasih juga karena tidak
"Kau senang?"Rose mengangguk penuh semangat. "Tentu saja, Al. Malam ini adalah salah satu malam terindah di hidupku.""Memangnya malam selain ini apalagi?" tanya Allen penasaran."Kau mau tahu?" Allen mengangguk."Malam di mana aku sadar aku sudah mencintaimu, Al." sahut Rose mengingat malam panjang mereka berdua."Benarkah? Boleh aku tahu kapan tepatnya itu?" Rose tertawa geli, malu untuk memberitahukannya pada Allen."Kenapa tertawa? Jangan membuatku penasaran Baby…." keluh Allen memeluk posesif wanitanya dari belakang."Aku malu memberitahukannya padamu.""Kenapa malu? Aku bukan orang lain Baby, aku calon suamimu sekarang!"Rose tersenyum dengan wajah memerah. Mendengar Allen berkata calon suami makin membuat hatinya berdebar tidak karuan. Rose merasa seper
"Cepatlah Rose, kita sudah terlambat!""Berisik!" sahut Rose keluar dari dalam kamar mereka.Wanita itu memakai gaun peach sampai ke mata kakinya dengan dada yang menyembul sempurna, dan punggung yang terbuka sampai ke batas bokong. Rambutnya diikat ke atas, memperlihatkan leher Rose yang jenjang.Allen mendekati wanitanya terpesona. "Kau memang selalu cantik dan menawan Baby…," puji pria itu merangkul pinggang Rose.Wanita bermanik mata biru itu hanya mencebik, menepis rangkulan Allen padanya. Rose masih kesal dengan pria berjambang itu, dia menganggap Allen tidak pernah peka dengan perdebatan mereka semalam.Meski terkesan seperti anak kecil, tapi Rose kesal saja Allen bertingkah seperti pria polos yang tidak mengerti apa-apa.Mereka pun naik ke mobil diantarkan salah satu anggota Blue Fire menuju venue tempat pernikahan Ace dan Sonya diadakan.
"DaddyâŚ." panggil Rose mendekati Alex. "Kemarilah, duduk disini dengan Daddy." Pria paruh baya itu menepuk kursi bangku disampingnya. ""Kau sedang apa sendirian disini, Dad?" tanya Rose ikut duduk bersama ayahnya. "Menikmati pemandangan sore hari Rose. Biasanya Daddy dan mommy selalu duduk disini setiap jam begini." Rose mengernyit tidak mengerti. "Disini?" "Iya, Nak. Rumah kakekmu ini dulunya adalah tempat tinggal pertama kami setelah menikah," terang Alex mengingat kenangannya bersama ibu Rose. "Benarkah? Kenapa Daddy tidak pernah mengatakannya padaku kalau kita punya rumah lain lagi, selain rumah kita yang dulu?" tanya Rose tidak percaya. "Itu karena rumah ini terpaksa Daddy jual untuk biaya persalinan ibumu, Nak. Kami sangat susah dulu, bahkan untuk membelikan ibumu makanan yang dia suka saja Daddy tida
"Kau disini Ace?" Sonya kaget mendapati pria itu sudah lebih dulu berada di rumah orang tuanya.Wanita berlesung pipit itu dijemput oleh anggota Blue Fire di hotel sebelumnya atas perintah Ace."Duduk, Sonya!" perintah ibunya menatap tajam anak perempuan mereka."I-iya, Mom." Takut-takut wanita itu duduk di samping Ace yang tersenyum tenang menatapnya."Apa benar pria ini adalah calon suamimu?" tanya ibu Sonya tanpa basa basi.Sonya tertunduk tidak berani menatap kedua orang tuanya. "Iya, Mom … Dad.""Lalu benar kalau dia sudah menghamilimu?" tanya wanita paruh baya itu lagi.Sonya mengangguk, tidak berani bersuara. Ace tengah menggenggam tangannya dengan hangat, seakan memberikan ketenangan di hati wanitanya.Dua pasangan suami istri itu saling menatap satu sama lain, dan kompak menghembuskan nafas panja