Setelah Rose sadar, Allen kembali ke markas Blue Fire menemui paman dan sepupunya.
Mereka masih di sekap di dalam ruang eksekusi dalam keadaan yang mengenaskan.
Kepala Adam mulai membusuk dengan aroma menyengat yang keluar dari sana. Bahkan belatung-belatung kecil mulai terlihat memenuhi kulit kepala Adam.
Memakai masker gas, Allen masuk diikuti Ace dari belakang. "Halo Paman dan sepupuku…," sapanya.
Robert yang tidak pernah makan setelah hari dimana dia memakan daging jari anaknya, tampak kurus dengan wajah yang pucat. Mereka tidak diberi makan ataupun minum oleh anak buah Allen, seperti perintah pria itu.
Tidak ada sahutan satupun dari mereka berdua, karena baik Robert maupun Adam sudah sama-sama tidak bertenaga.
"Ini sama sekali tidak lagi mengasyikkan untukku!" Allen duduk menatap bergantian paman dan sepupunya.
"Ba
Vote kalian jangan lupa yah... Terima kasih đš
"Bagaimana?""Semuanya bagus, ginjalmu sangat baik. Tekanan darahmu juga normal, kita tinggal menunggu kesiapan dari Rose.""Baiklah, aku senang mendengarnya. Aku akan menjenguk dia dulu."Liam mengangguk menatap Allen dari belakang. Entah apa Rose akan setuju untuk melakukan operasi ini atau tidak, tapi pria itu terlihat bersungguh-sungguh ingin melakukan operasi donor ginjalnya. Semoga saja semuanya bisa berjalan dengan lancar, harapnya.Baru saja mendekati ruang perawatan dimana Rose sudah di pindahkan dari ICU, Allen tersentak mendapati Alex tengah berdiri menunggunya disana.Dia pikir pria paruh baya itu sudah pergi, tapi ternyata Alex sengaja menunggu Allen disana. Dia ingin berbicara empat mata dengan Bos Mafia itu."Ikut aku, kita harus bicara!" Alex berjalan lebih dulu meninggalkan Allen yang mengikutinya dari belakang. 
Mengunjungi Tiergarten atau taman dalam kota yang cukup terkenal di kota ini, Rose bersama Alex dan beberapa karyawan mereka tiba di sana saat menjelang sore hari.Berbekal makanan ringan yang disediakan Alex di dalam keranjang makanan, mereka menggelar tikar yang di alas sebuah kain di atasnya.Suasana taman yang sejuk dan menenangkan membuat hati Rose ikut menghangat.Tidur cukup lama membuat Rose ingin menghabiskan waktu sebentar di tempat ini, menghirup udara yang segar dan juga menikmati keindahan taman kota tersebut. Meski bukan akhir pekan tapi suasana di sana cukup ramai."Kau ingin makan dulu Rose?""Yes Dad. Aku tidak sabar mencicipi egg tart yang kau buat tadi," sahut wanita bermanik mata biru itu bersemangat.Duduk dintara pegawai toko bunga mereka yang lain, Rose terlihat lebih banyak tertawa dan bercanda.R
"Dad...." panggil Rose."Ada apa?""Kenapa aku tidak pernah melihat Sonya? Apa dia datang ke rumah sakit saat aku koma?"Alex teringat kalau sahabat anaknya itu sudah pergi kembali ke Negara asal mereka. Dia tidak sempat mengatakannya pada Rose sampai ini."Dia datang ke rumah sakit untuk menjengukmu Rose, tapi…." Alex menggantung ucapannya."Tapi apa Dad?""Tapi setelah itu dia pergi, Sonya mengatakan kalau dia akan kembali ke Mexico.""Apa? Kenapa tiba-tiba begitu, apa ada yang terjadi padanya, Dad?" tanya Rose kaget."Daddy tidak tahu, dia hanya mengatakan ingin kembali kesana. Sonya tidak berbicara apa-apa selain itu."Rose terdiam memakan sarapan paginya diatas meja. Kepergian Sonya ini pasti ada hubungannya dengan Ace.Terakhir
Allen tersenyum menang dan berbisik di telinga wanitanya. "Tidur denganku malam ini!""Dasar gila! Kau ingin mencari-cari kesempatan padaku, hah?!" sentak Rose tidak terima."Terserah kau ingin berkata apa, tapi jika kau ingin cincin ini kembali padamu. Kau harus menyetujui syarat yang aku berikan.""Tidak akan, jangan berharap aku akan tidur denganmu!"Rose mendorong tubuh kekar Allen namun pria itu tidak bergeming dari sana."Kau yakin tidak akan menyesalinya? Aku tahu kalau cincin ini sangat berharga untukmu. Jika tidak, kau tidak akan mungkin datang kesini menyelinap seperti ini."Allen tahu kalau Rose akan datang ke kantornya hari ini, dia punya banyak mata-mata yang bisa digunakan untuk mencari tahu segala sesuatu tentang wanitanya.Bahkan Allen sengaja datang pagi-pagi sekali sebelum karyawannya tiba, agar m
"Aku mau pulang!""Baiklah, aku akan mengantarkanmu sebentar lagi.""Tidak perlu, aku bisa naik taksi sendiri!" Rose bangkit dari kursi sofa tempat keduanya baru saja menghabiskan waktu selama berjam-jam lamanya, dengan peluh yang membanjiri."Aku akan mengantarkanmu Rose, jangan membantahku lagi!" Allen menarik tangan wanita itu hingga dia kembali terhempas ke sofa."Mulai sekarang kau tidak boleh lagi jauh-jauh dariku. Aku akan menjagamu satu kali dua puluh empat jam, sampai aku yakin kau aman di rumahmu!""Berhenti mengaturku! Kita tidak sedang menjalin hubungan satu sama lain!" ketus Rose duduk menjauh dari Allen."Siapa bilang kita tidak menjalin suatu hubungan? Apa kau tidak mendengar ucapan cinta dariku tadi? Kau milikku sekarang, Rose. Jangan coba-coba menghindar lagi dariku!"Rose berdecak duduk bersedekap dada.
"Kau memasak?"Rose kaget mendapati Allen sedang memakai apron dan tengah sibuk memasak di dapur toko mereka."Seperti yang kau lihat. Aku ingin memasak untuk keluarga besar wanita yang aku cinta," sahut Allen tersenyum bahagia.Rose tertawa mencibir menatap ke atas meja beberapa bahan yang Allen siapkan."Kau mau masak apa? Jangan sampai kau racuni kami semua dengan makananmu.""Jangan menganggapku remeh Rose. Kau akan kaget saat kau merasakan makanan yang aku buat nanti."Begitulah percakapan mereka sekitar sejam yang lalu sebelum Allen mulai memasak. Di atas meja kini sudah berjajar rapi salad bermacam-macam sayur dan juga ayam panggang, yang di dalamnya berisi kentang dan wortel bersama bumbu-bumbu yang lain.Allen juga sempat membuatkan puding untuk makanan penutup mereka, ditambah jus dan juga wine yang dibaw
Tiba di mansion mewah milik Allen, Rose dibawa masuk ke ruang kerjanya yang berhadapan langsung dengan taman belakang dan kolam renang.Menikmati hari yang mulai gelap, Rose duduk ditemani secangkir teh hangat dan juga camilan."Kapan Ace datang, Al?" tanyanya tidak sabar.Allen melihat arloji mahal yang melingkar di tangannya. "Mungkin sebentar lagi, tadi dia masih rapat dengan rekan bisnis kami.""Rapat?" Allen mengangguk. "Apa sekarang asistenmu sudah merangkap menjadi bos menggantikanmu, Al? Aku bingung siapa bos sebenarnya disini.""Dia tahu kalau aku sedang sibuk mengejar wanitaku," sahut Allen."Kau terlalu percaya diri!" cibir Rose."Aku memang selalu percaya diri, itu sebabnya aku bisa mendapatkanmu.""Benarkah? Kau tahu darimana kalau kau berhasil mendapatkanku?"&n
Setelah Rose pergi, Ace bangkit dari atas lantai marmer ruang kerja Allen dan berdiri di depan Bos Mafia itu.Wajahnya tampak lebam dengan kemeja yang sudah kusut, Allen masih menatap pria itu dengan tajam sambil sesekali menggoyangkan gelas kristal berisi wine di tangan.Cukup lama mereka terdiam hingga Allen meminta asistennya itu duduk kembali di kursinya."Kau tidak ingin menjelaskan apapun padaku Ace?" tanya Allen setelah mereka duduk berhadapan.Pria itu tertunduk dengan tangan yang mengepal erat."Sejak dulu kau selalu begini, bahkan denganku saja kau sangat tertutup. Apa kau tidak menganggap aku sebagai keluargamu Ace?""Bu-bukan begitu Bos," sahut Ace terbata."Lalu apa? Bahkan kau dekat dengan seorang wanita saja aku tidak tahu."Allen kembali meneguk minuman memabukkan di tangannya. Entah
Akhirnya hari ini datang jugaAuthor rada² gak rela mau tamatin cerita ini, tapi setiap pertemuan pasti ada perpisahan...Author mau ngucapin terima kasih untuk semua pembaca setia Boss Mafia, I Love You yang selalu setia menanti up setiap hari...Juga untuk semua yang sudah mendukung cerita ini sampai tamat…Untuk sahabat sesama penulis Buenda Vania yang selalu setia author curhatin setiap saat,,Untuk teman-teman yang tergabung dalam Group Author Halu dan Group Author Bahagia…Terima kasih untuk setiap canda tawa selama ini,, sharing tentang segala macam hal dari yang serius sampe yang nggak penting…At least untuk suami dan anak tercinta yang selalu sabar dan mendukung hobi istri dan bundanya…I love you more â¤ď¸By the way untuk karya kedua author sudah terbit yah guysJudulnya
"Kau mau ke mana lagi, Al?" rengek Rose memeluk suaminya posesif."Aku mau ke kamar mandi sebentar Baby, perutku sakit…," keluh Allen."Tidak boleh, kau harus tetap di sini bersamaku!""Astaga … lalu aku harus buang air disini Rose?" Wanita itu mengangguk dengan puppy eyes-nya.Semenjak hamil, Rose semakin bersikap manja padanya. Allen tidak diizinkan oleh wanita itu sedikit pun menjauh darinya.Bahkan untuk ke kamar mandi saja, Rose akan mengikuti pria berjambang itu ke dalam seperti saat ini. Rose sedang duduk di dekat dia yang sedang berkonsentrasi mengeluarkan tahap akhir isi dalam perutnya."Kau tidak jijik setiap hari menemaniku begini Rose?""Tidak.""Tapi aku yang malah jijik dengan diriku sendiri melihat kau begitu betah disini Baby…."Ro
Dua bulan setelah bulan madu di atas kapal itu, Rose keluar dari kamar mandi dengan wajah yang pucat.Sudah seharian ini wanita berambut panjang itu muntah-muntah di dalam sana. Allen sampai khawatir melihat keadaan istrinya."Kita ke rumah sakit saja Baby…." Rose menggeleng bersandar di dada bidang Allen yang memeluknya."Tapi aku khawatir melihat kau muntah-muntah begini sejak pagi Baby. Aku tidak tenang meninggalkanmu sendiri di mansion""Aku tidak apa-apa, Al. Kau pergilah bekerja, mungkin aku hanya salah makan saja kemarin."Allen berdecak, mulai jengkel dengan Rose yang tidak mau mendengarkan perkataannya. Pria itu kelimpungan sendiri mengurus wanitanya karena Amberd sedang berlibur ke luar negeri.Mau menghubungi Alex pun, pria itu tidak ada di Miami sekarang. Dia memilih kembali ke Mexico membuka usahanya di sana sembari menemani Eduardo
"Kapal pesiar?""Iya, kita akan berlayar selama seminggu penuh di atas laut."Allen mengajak Rose naik ke atas kapal pesiar berukuran cukup besar yang belum lama dia beli.Pria itu sengaja membelinya untuk hadiah pernikahan dia untuk Rose. Bahkan pada kapal badan tertulis inisial nama keduanya dan tanggal pernikahan mereka.Allen benar-benar memastikan hadiah ini akan menjadi kenangan untuk mereka berdua, sekaligus sebagai tempat bulan madu mereka setelah resmi menjadi suami istri."Ini sangat indah, Al…." Rose berdiri pada dek kapal, menatap hamparan laut luas di depan mereka. Kapal itu mulai bergerak saat keduanya naik ke atas sana."Kau suka?""Sangat, aku sangat menyukainya…," sahut Rose terkagum-kagum."Aku senang jika kau menyukainya Baby." Allen memeluk wanitanya dari belak
Tanggal sebelas di bulan sebelas adalah tanggal terindah untuk Allen dan Rose. Pasangan itu memantapkan hati untuk saling mengikat janji suci di depan pendeta.Rose berjalan mendekati Allen yang tengah menunggunya di depan altar, dengan mata yang berkaca-kaca.Wanita itu berjalan pelan ditemani Alex di sampingnya dengan mata yang sembab. Pria paruh baya itu tidak menyangka anak yang selama ini dia jaga dan dia rawat, kini akan menikah dengan seorang pria pilihannya.Teringat bagaimana Alex memberi pesan-pesan untuk Rose tadi saat mereka masih di ruang ganti pengantin."Hiduplah dengan bahagia, Nak. Daddy akan selalu mendoakan yang terbaik untuk kau dan keluargamu. Mommy-mu pasti ikut bahagia melihat kau akan menikah hari ini."Rose tersenyum menggenggam tangan ayahnya. "Terima kasih, Dad. Terima kasih karena sudah menjaga aku sampai sekarang. Terima kasih juga karena tidak
"Kau senang?"Rose mengangguk penuh semangat. "Tentu saja, Al. Malam ini adalah salah satu malam terindah di hidupku.""Memangnya malam selain ini apalagi?" tanya Allen penasaran."Kau mau tahu?" Allen mengangguk."Malam di mana aku sadar aku sudah mencintaimu, Al." sahut Rose mengingat malam panjang mereka berdua."Benarkah? Boleh aku tahu kapan tepatnya itu?" Rose tertawa geli, malu untuk memberitahukannya pada Allen."Kenapa tertawa? Jangan membuatku penasaran Baby…." keluh Allen memeluk posesif wanitanya dari belakang."Aku malu memberitahukannya padamu.""Kenapa malu? Aku bukan orang lain Baby, aku calon suamimu sekarang!"Rose tersenyum dengan wajah memerah. Mendengar Allen berkata calon suami makin membuat hatinya berdebar tidak karuan. Rose merasa seper
"Cepatlah Rose, kita sudah terlambat!""Berisik!" sahut Rose keluar dari dalam kamar mereka.Wanita itu memakai gaun peach sampai ke mata kakinya dengan dada yang menyembul sempurna, dan punggung yang terbuka sampai ke batas bokong. Rambutnya diikat ke atas, memperlihatkan leher Rose yang jenjang.Allen mendekati wanitanya terpesona. "Kau memang selalu cantik dan menawan Baby…," puji pria itu merangkul pinggang Rose.Wanita bermanik mata biru itu hanya mencebik, menepis rangkulan Allen padanya. Rose masih kesal dengan pria berjambang itu, dia menganggap Allen tidak pernah peka dengan perdebatan mereka semalam.Meski terkesan seperti anak kecil, tapi Rose kesal saja Allen bertingkah seperti pria polos yang tidak mengerti apa-apa.Mereka pun naik ke mobil diantarkan salah satu anggota Blue Fire menuju venue tempat pernikahan Ace dan Sonya diadakan.
"DaddyâŚ." panggil Rose mendekati Alex. "Kemarilah, duduk disini dengan Daddy." Pria paruh baya itu menepuk kursi bangku disampingnya. ""Kau sedang apa sendirian disini, Dad?" tanya Rose ikut duduk bersama ayahnya. "Menikmati pemandangan sore hari Rose. Biasanya Daddy dan mommy selalu duduk disini setiap jam begini." Rose mengernyit tidak mengerti. "Disini?" "Iya, Nak. Rumah kakekmu ini dulunya adalah tempat tinggal pertama kami setelah menikah," terang Alex mengingat kenangannya bersama ibu Rose. "Benarkah? Kenapa Daddy tidak pernah mengatakannya padaku kalau kita punya rumah lain lagi, selain rumah kita yang dulu?" tanya Rose tidak percaya. "Itu karena rumah ini terpaksa Daddy jual untuk biaya persalinan ibumu, Nak. Kami sangat susah dulu, bahkan untuk membelikan ibumu makanan yang dia suka saja Daddy tida
"Kau disini Ace?" Sonya kaget mendapati pria itu sudah lebih dulu berada di rumah orang tuanya.Wanita berlesung pipit itu dijemput oleh anggota Blue Fire di hotel sebelumnya atas perintah Ace."Duduk, Sonya!" perintah ibunya menatap tajam anak perempuan mereka."I-iya, Mom." Takut-takut wanita itu duduk di samping Ace yang tersenyum tenang menatapnya."Apa benar pria ini adalah calon suamimu?" tanya ibu Sonya tanpa basa basi.Sonya tertunduk tidak berani menatap kedua orang tuanya. "Iya, Mom … Dad.""Lalu benar kalau dia sudah menghamilimu?" tanya wanita paruh baya itu lagi.Sonya mengangguk, tidak berani bersuara. Ace tengah menggenggam tangannya dengan hangat, seakan memberikan ketenangan di hati wanitanya.Dua pasangan suami istri itu saling menatap satu sama lain, dan kompak menghembuskan nafas panja