Tiba di mansion mewah milik Allen, Rose dibawa masuk ke ruang kerjanya yang berhadapan langsung dengan taman belakang dan kolam renang.
Menikmati hari yang mulai gelap, Rose duduk ditemani secangkir teh hangat dan juga camilan.
"Kapan Ace datang, Al?" tanyanya tidak sabar.
Allen melihat arloji mahal yang melingkar di tangannya. "Mungkin sebentar lagi, tadi dia masih rapat dengan rekan bisnis kami."
"Rapat?" Allen mengangguk. "Apa sekarang asistenmu sudah merangkap menjadi bos menggantikanmu, Al? Aku bingung siapa bos sebenarnya disini."
"Dia tahu kalau aku sedang sibuk mengejar wanitaku," sahut Allen.
"Kau terlalu percaya diri!" cibir Rose.
"Aku memang selalu percaya diri, itu sebabnya aku bisa mendapatkanmu."
"Benarkah? Kau tahu darimana kalau kau berhasil mendapatkanku?"
&n
Terus dukung karya author yuk đ¤ Terima kasih đš
Setelah Rose pergi, Ace bangkit dari atas lantai marmer ruang kerja Allen dan berdiri di depan Bos Mafia itu.Wajahnya tampak lebam dengan kemeja yang sudah kusut, Allen masih menatap pria itu dengan tajam sambil sesekali menggoyangkan gelas kristal berisi wine di tangan.Cukup lama mereka terdiam hingga Allen meminta asistennya itu duduk kembali di kursinya."Kau tidak ingin menjelaskan apapun padaku Ace?" tanya Allen setelah mereka duduk berhadapan.Pria itu tertunduk dengan tangan yang mengepal erat."Sejak dulu kau selalu begini, bahkan denganku saja kau sangat tertutup. Apa kau tidak menganggap aku sebagai keluargamu Ace?""Bu-bukan begitu Bos," sahut Ace terbata."Lalu apa? Bahkan kau dekat dengan seorang wanita saja aku tidak tahu."Allen kembali meneguk minuman memabukkan di tangannya. Entah
Bunyi dering ponsel Allen membangunkan Bos Mafia itu. Rose masih tidur di sampingnya setelah lelah melayani dia seharian kemarin.Allen berusaha mengambil benda pipih tersebut tanpa membangunkan Rose. Wanita itu masih memeluknya dengan erat tanpa mau melepaskannya sedikitpun."Ada apa?"".......""Apa? Kau yakin?"".......""Baik, aku akan segera kesana."Allen meletakkan ponselnya kembali ke atas nakas dan membangunkan Rose. "Baby, wake up…."Rose hanya bergumam tanpa membuka mata."Ayo bangun Baby, kita harus pergi sekarang." Allen mencolek pipi wanitanya, berusaha membangunkan Rose yang masih sangat mengantuk."Mau kemana?" tanyanya masih dengan mata yang terpejam."Kita akan ke markas, Liam baru saja menghubungiku t
"Kau sudah menikah anakku?"Allen menggeleng. "Aku baru akan menikah, Mom. Calon istriku ada di luar sekarang.""Benarkah?" Allen mengangguk."Apa mommy bisa bertemu dengannya?""Mommy, mau?""Tentu saja, mommy ingin melihat wanita yang telah berhasil membuat anak laki-laki mommy bahagia meski tanpa ada mommy disisimu."Allen mengusap punggung tangan Amberd lembut. "Jangan bicara begitu, Mom. Bagiku mommy adalah cinta pertamaku, dan tidak akan pernah tergantikan oleh siapapun."Amberd tersenyum. "Mommy tahu, tapi kelak jika kau menikah. Jadikan wanitamu satu-satunya wanita yang kau cinta. Jangan pernah samakan dia dengan mommy, apalagi membandingkan. Istrimu, adalah istrimu. Kami tidak akan pernah sama.""Aku tahu, Mom. Terima kasih…."Allen m
"Ikutlah pulang bersamaku, Mom.""Kemana?""Ke mansionku, kita akan tinggal bersama di sana mulai sekarang."Amberd mengernyit. "Memang ini di mana? Ini bukan rumahmu?""Bukan, Mom. Ini markasku. Banyak penjaga yang berjaga disini, aku sengaja membawa Mommy kesini agar lebih aman," sahut Allen."Pantas saja tadi aku menanyakanmu, dokter itu menjawab kau tidak ada disini.""Iya, Mom. Aku sedang di mansion bersama Rose.""Kalian sudah tinggal bersama?" tanya Amberd ingin tahu."Tidak, Mom." sahut Rose lebih dulu."Aku hanya kebetulan sedang ada di sana saja." sambungnya tidak ingin Amberd berpikiran macam-macam.Wanita paruh baya berambut panjang itu tersenyum. "Sekalipun kalian sudah tinggal bersama, mommy sama sekali tidak keberatan Rose. Ba
"Selamat siang Tuan Alex."Pria paruh baya itu berbalik, mendapati Allen tengah tersenyum menatapnya."Nak, Allen? Ada apa?" tanya Alex bingung melihat pria berjambang itu ada di toko bunganya."Tidak ada apa-apa, Tuan. Aku hanya ingin mengunjungimu saja hari ini," sahut Allen beralasan."Benarkah? Aku pikir kau kesini karena ingin mencari Rose. Ayo, duduk dulu."Allen mengangguk, ikut duduk di kursi tunggu dalam toko Alex."Aku sebenarnya kemari karena ingin berbicara empat mata dengan Tuan," jujur Bos Mafia itu to the point."Bicara denganku?""Iya Tuan.""Mengenai apa?" tanya Alex penasaran."Mengenai hubunganku dengan Rose, Tuan."Alex terdiam menatap dalam pria di depannya. Dia sudah curiga kalau kedatangan Allen kesini,
"Dimana Allen, Rose?" tanya Alex tidak mendapati pria itu lagi di dapur."Sudah aku usir!" jawab Rose ketus."Kenapa kau mengusirnya?""Kenapa memangnya? Daddy tidak terima aku mengusir pria pemaksa itu? Sebenarnya siapa anakmu disini, Dad?!" kesal Rose bersedekap dada."Astaga … apa perlu kau cemburu dengan pria yang kau cintai itu Rose?" sahut Alex mengusap dahinya."Apa? Pria yang aku cinta? Jangan bercanda, Dad….""Kenapa? Kau ingin mengelak dari daddy, seperti yang kau lakukan pada Allen, hm?""A-apa maksud Daddy?" sahut Rose gelagapan.Alex tersenyum, menarik anak perempuannya duduk di dekat dia."Kau mencintai Allen, bukan?" tanyanya menyelidik."No, Dad. Aku sama sekali tidak mencintai pria pemaksa dan tukang perintah itu! Jangan bicara yang t
Sebelum berangkat siang nanti, Allen sengaja memesan bunga dari toko wanitanya, dengan berpura-pura menjadi pelanggan.Dia meminta agar Rose sendirilah yang datang mengantarkan bunga pesanannya ke sebuah kamar hotel miliknya.Wanita itu sama sekali tidak curiga dan mengiyakan perintah Alex untuk membawa bunga pesanan pelanggan mereka ke sana."Aku pergi dulu, Dad." pamit Rose mencium pipi Alex."Hati-hati, Nak."Rose pergi membawa mobil pribadi mereka dan tiba di sana lima menit lebih cepat dari waktu pemesanan."Permisi, saya ingin membawakan bunga pesanan dari kamar 2089 atas nama Pak Wills," ujar Rose di depan meja resepsionis."Silahkan, Bu. Anda sudah di tunggu di sana," jawab resepsionis wanita itu sopan.Rose naik ke lantai dua puluh dimana kamar tersebut berada. Dia sama sekali tidak curiga dan men
Sambil mempersiapkan diri dengan baik, Allen datang menemui Edward begitu mereka mendarat di Bandar Udara Internasional Benito Juarez, atau Aeropuerto Internacional de la Ciudad de México Benito Juárez.Allen tidak mau membuang-buang waktu lebih lama lagi, dia harus secepatnya mempertemukan keluarga yang sudah lama terpisah itu.Bertempat di pusat kota México, Allen masuk ke sebuah bar di mana Edward diketahui sedang berada di sana.Pria dengan tato naga di punggungnya itu ada di dalam kamar private club, bersama wanita-wanita penghibur yang dia sewa. Allen memaksa masuk meski sudah ditahan oleh anak buah Edward yang berjaga di depan pintu.Sedikit mengancam dengan pistol bersama Ace dan anggotanya yang lain, mereka tidak bisa lagi berkutik dan membiarkan Allen pergi ke dalam."Keluarlah Edward!" ujarnya menatap dingin pria yang sedang asik memaju
Akhirnya hari ini datang jugaAuthor rada² gak rela mau tamatin cerita ini, tapi setiap pertemuan pasti ada perpisahan...Author mau ngucapin terima kasih untuk semua pembaca setia Boss Mafia, I Love You yang selalu setia menanti up setiap hari...Juga untuk semua yang sudah mendukung cerita ini sampai tamat…Untuk sahabat sesama penulis Buenda Vania yang selalu setia author curhatin setiap saat,,Untuk teman-teman yang tergabung dalam Group Author Halu dan Group Author Bahagia…Terima kasih untuk setiap canda tawa selama ini,, sharing tentang segala macam hal dari yang serius sampe yang nggak penting…At least untuk suami dan anak tercinta yang selalu sabar dan mendukung hobi istri dan bundanya…I love you more â¤ď¸By the way untuk karya kedua author sudah terbit yah guysJudulnya
"Kau mau ke mana lagi, Al?" rengek Rose memeluk suaminya posesif."Aku mau ke kamar mandi sebentar Baby, perutku sakit…," keluh Allen."Tidak boleh, kau harus tetap di sini bersamaku!""Astaga … lalu aku harus buang air disini Rose?" Wanita itu mengangguk dengan puppy eyes-nya.Semenjak hamil, Rose semakin bersikap manja padanya. Allen tidak diizinkan oleh wanita itu sedikit pun menjauh darinya.Bahkan untuk ke kamar mandi saja, Rose akan mengikuti pria berjambang itu ke dalam seperti saat ini. Rose sedang duduk di dekat dia yang sedang berkonsentrasi mengeluarkan tahap akhir isi dalam perutnya."Kau tidak jijik setiap hari menemaniku begini Rose?""Tidak.""Tapi aku yang malah jijik dengan diriku sendiri melihat kau begitu betah disini Baby…."Ro
Dua bulan setelah bulan madu di atas kapal itu, Rose keluar dari kamar mandi dengan wajah yang pucat.Sudah seharian ini wanita berambut panjang itu muntah-muntah di dalam sana. Allen sampai khawatir melihat keadaan istrinya."Kita ke rumah sakit saja Baby…." Rose menggeleng bersandar di dada bidang Allen yang memeluknya."Tapi aku khawatir melihat kau muntah-muntah begini sejak pagi Baby. Aku tidak tenang meninggalkanmu sendiri di mansion""Aku tidak apa-apa, Al. Kau pergilah bekerja, mungkin aku hanya salah makan saja kemarin."Allen berdecak, mulai jengkel dengan Rose yang tidak mau mendengarkan perkataannya. Pria itu kelimpungan sendiri mengurus wanitanya karena Amberd sedang berlibur ke luar negeri.Mau menghubungi Alex pun, pria itu tidak ada di Miami sekarang. Dia memilih kembali ke Mexico membuka usahanya di sana sembari menemani Eduardo
"Kapal pesiar?""Iya, kita akan berlayar selama seminggu penuh di atas laut."Allen mengajak Rose naik ke atas kapal pesiar berukuran cukup besar yang belum lama dia beli.Pria itu sengaja membelinya untuk hadiah pernikahan dia untuk Rose. Bahkan pada kapal badan tertulis inisial nama keduanya dan tanggal pernikahan mereka.Allen benar-benar memastikan hadiah ini akan menjadi kenangan untuk mereka berdua, sekaligus sebagai tempat bulan madu mereka setelah resmi menjadi suami istri."Ini sangat indah, Al…." Rose berdiri pada dek kapal, menatap hamparan laut luas di depan mereka. Kapal itu mulai bergerak saat keduanya naik ke atas sana."Kau suka?""Sangat, aku sangat menyukainya…," sahut Rose terkagum-kagum."Aku senang jika kau menyukainya Baby." Allen memeluk wanitanya dari belak
Tanggal sebelas di bulan sebelas adalah tanggal terindah untuk Allen dan Rose. Pasangan itu memantapkan hati untuk saling mengikat janji suci di depan pendeta.Rose berjalan mendekati Allen yang tengah menunggunya di depan altar, dengan mata yang berkaca-kaca.Wanita itu berjalan pelan ditemani Alex di sampingnya dengan mata yang sembab. Pria paruh baya itu tidak menyangka anak yang selama ini dia jaga dan dia rawat, kini akan menikah dengan seorang pria pilihannya.Teringat bagaimana Alex memberi pesan-pesan untuk Rose tadi saat mereka masih di ruang ganti pengantin."Hiduplah dengan bahagia, Nak. Daddy akan selalu mendoakan yang terbaik untuk kau dan keluargamu. Mommy-mu pasti ikut bahagia melihat kau akan menikah hari ini."Rose tersenyum menggenggam tangan ayahnya. "Terima kasih, Dad. Terima kasih karena sudah menjaga aku sampai sekarang. Terima kasih juga karena tidak
"Kau senang?"Rose mengangguk penuh semangat. "Tentu saja, Al. Malam ini adalah salah satu malam terindah di hidupku.""Memangnya malam selain ini apalagi?" tanya Allen penasaran."Kau mau tahu?" Allen mengangguk."Malam di mana aku sadar aku sudah mencintaimu, Al." sahut Rose mengingat malam panjang mereka berdua."Benarkah? Boleh aku tahu kapan tepatnya itu?" Rose tertawa geli, malu untuk memberitahukannya pada Allen."Kenapa tertawa? Jangan membuatku penasaran Baby…." keluh Allen memeluk posesif wanitanya dari belakang."Aku malu memberitahukannya padamu.""Kenapa malu? Aku bukan orang lain Baby, aku calon suamimu sekarang!"Rose tersenyum dengan wajah memerah. Mendengar Allen berkata calon suami makin membuat hatinya berdebar tidak karuan. Rose merasa seper
"Cepatlah Rose, kita sudah terlambat!""Berisik!" sahut Rose keluar dari dalam kamar mereka.Wanita itu memakai gaun peach sampai ke mata kakinya dengan dada yang menyembul sempurna, dan punggung yang terbuka sampai ke batas bokong. Rambutnya diikat ke atas, memperlihatkan leher Rose yang jenjang.Allen mendekati wanitanya terpesona. "Kau memang selalu cantik dan menawan Baby…," puji pria itu merangkul pinggang Rose.Wanita bermanik mata biru itu hanya mencebik, menepis rangkulan Allen padanya. Rose masih kesal dengan pria berjambang itu, dia menganggap Allen tidak pernah peka dengan perdebatan mereka semalam.Meski terkesan seperti anak kecil, tapi Rose kesal saja Allen bertingkah seperti pria polos yang tidak mengerti apa-apa.Mereka pun naik ke mobil diantarkan salah satu anggota Blue Fire menuju venue tempat pernikahan Ace dan Sonya diadakan.
"DaddyâŚ." panggil Rose mendekati Alex. "Kemarilah, duduk disini dengan Daddy." Pria paruh baya itu menepuk kursi bangku disampingnya. ""Kau sedang apa sendirian disini, Dad?" tanya Rose ikut duduk bersama ayahnya. "Menikmati pemandangan sore hari Rose. Biasanya Daddy dan mommy selalu duduk disini setiap jam begini." Rose mengernyit tidak mengerti. "Disini?" "Iya, Nak. Rumah kakekmu ini dulunya adalah tempat tinggal pertama kami setelah menikah," terang Alex mengingat kenangannya bersama ibu Rose. "Benarkah? Kenapa Daddy tidak pernah mengatakannya padaku kalau kita punya rumah lain lagi, selain rumah kita yang dulu?" tanya Rose tidak percaya. "Itu karena rumah ini terpaksa Daddy jual untuk biaya persalinan ibumu, Nak. Kami sangat susah dulu, bahkan untuk membelikan ibumu makanan yang dia suka saja Daddy tida
"Kau disini Ace?" Sonya kaget mendapati pria itu sudah lebih dulu berada di rumah orang tuanya.Wanita berlesung pipit itu dijemput oleh anggota Blue Fire di hotel sebelumnya atas perintah Ace."Duduk, Sonya!" perintah ibunya menatap tajam anak perempuan mereka."I-iya, Mom." Takut-takut wanita itu duduk di samping Ace yang tersenyum tenang menatapnya."Apa benar pria ini adalah calon suamimu?" tanya ibu Sonya tanpa basa basi.Sonya tertunduk tidak berani menatap kedua orang tuanya. "Iya, Mom … Dad.""Lalu benar kalau dia sudah menghamilimu?" tanya wanita paruh baya itu lagi.Sonya mengangguk, tidak berani bersuara. Ace tengah menggenggam tangannya dengan hangat, seakan memberikan ketenangan di hati wanitanya.Dua pasangan suami istri itu saling menatap satu sama lain, dan kompak menghembuskan nafas panja