“Ah! Akhirnya beres juga ini naskah terakhir! Kesedot layar komputer juga lama-lama gue bacain ini naskah satu-satu.”
Dara memukul meja depan pelan karena rasa senang yang tak terbendung. Walaupun menerima naskah-naskah baru yang layak untuk diterbitkan adalah tugas sehari-harinya, saat perusahaan memiliki acara seperti ini, naskah yang masuk akan membludak dan ia harus memeriksanya dalam waktu dekat. Untung saja sang atasan memperpanjang batas waktu pengumpulan naskah sehingga membuat pekerjaan dirinya dan rekan lainnya sedikit lebih ringan.“Gue juga udah beres!” sahut Jibran yang kurang lebih memiliki tugas yang sama dengan Dara sebagai sesama editor.“Habis ini kita harus makan-makan di luar sih,” ujar Shana ikut menyahuti Dara dan Jibran.Mendengar kata ‘makan-makan’ membuat editor termuda, Lily, jingkrak-jingkrak kegirangan. “Makan-makan!? Ayo, Kak! Aku barusan liat tempat makan yang kayaknya enak di internet!” ucap Lily dengan semangat.Bena, Lily, Jibran, dan Shana serentak menoleh ke arah Dara yang bereaksi seolah-olah dirinya mengenal Sharleen. Itu tidak sepenuhnya salah, namun tidak benar juga. Dirinya hanya pernah bertemu sekali dengan wanita itu seminggu yang lalu. Ia yakin bahwa Sharleen tidak akan mengingat dirinya yang notebenenya hanya seorang karyawan biasa.“Lo kenal?” tanya Shana heboh.Dara menggelengkan kepalanya dengan kuat. “Gak kenal sih, cuma pernah gak sengaja ketemu aja,” jawab Dara jujur.“Dimana, Kak?” Lily yang tidak pernah absen dari berita gosip manapun sudah pasti akan bertanya pertanyaan detail seperti ini.“Kafe bar.”“Lo ngapain ke kafe bar?”“Nengok adik gue. Dia manggung sama bandnya disana.”“Sendirian?”Pertanyaan terakhir yang dilontarkan oleh Bena membuat Dara diam sejenak untuk berpikir. Hampir saja mulutnya yang sulit untuk diajak kerja sama itu mengatakan bahwa ada seseorang yang bersamanya saat itu, yakni
Dara tertegun dan tubuhnya langsung beku. Ia tahu betul suara siapa yang baru saja didengarnya. Ia ingin sekali memukul dirinya sendiri karena timing yang tidak tepat ini. Ia perlahan membalikkan badannya. “Hehe… bukan ghibah kok, Pak,” ujar Dara dengan suara bergetar karena panik Sagara tiba-tiba ada di belakangnya. Dirinya merasa tidak adil karena sedari tadi yang bergosip adalah Lily, tapi Sagara harus datang saat dirinya sedang berbicara.Bena, Shana, Jibran, dan Lily menahan tawa mereka setelah mengorbankan Dara selaku rekan kerja sendiri. Jika Dara merupakan orang yang mudah emosi, ia mungkin sudah melemparkan pulpen yang sedang ia megang ke salah satu rekan kerjanya.Di sisi lain, Sagara juga sebenarnya sedang menahan tawanya ketika melihat wajah panik Dara. Pria itu melipat kedua tangannya di dada sembari menaikkan kedua alisnya. “Jangan gosip mulu makanya di jam kerja,” ucap Sagara memberikan petuah. “Gimana? Naskah-naskah peserta lomba udah diso
Suasana menjadi tegang ketika Shana mengeluarkan sindirannya kepada Sharleen yang dirasa tidak memiliki etikad yang sopan dalam memasuki ruangan kerja orang lain. Wanita itu bahkan tidak menyapa seorang pun kecuali Sagara. Sharleen langsung tersenyum canggung mendengar sahutan yang ditujukan kepadanya. “Oh, iya, halo semua! Gue Sharleen dari Kusuma Law Firm yang bakal bantu kalian semua soal masalah kontrak atau hukum lainnya. Mohon kerja samanya!” seru Sharleen yang terdengar seperti terpaksa dibalik kalimat-kalimat ramah yang diucapkannya itu.Pandangan Sharleen yang semula hanya tertuju kepada Sagara kini beralih ke sosok di sebelahnya, yakni Dara yang sedang duduk manis di kursinya dan belum sempat beranjak karena jarak waktu antara Sagara yang berdiri terlalu dekat dengannya dengan datangnya Sharleen samgatlah pendek.“Hai! Lo yang waktu itu sama Sagara di kafe bar, kan? Ketemu lagi kita.” Sharleen mengulurkan tangannya kepada Dara untuk bersalaman,
“Jadi ini mau bahas apa, Pak?” “Gak bahas apa-apa. Tadi saya udah minta Rosa untuk pesen makan, kita makan bareng aja disini.”Dara duduk dengan canggung di ruang kantor Sagara. Salah pria itu yang tanpa persetujuan melibatkannya ke dalam sandiwara pekerjaan ini.“Emang kenapa sih, Pak, gak mau makan bareng temen Bapak. Kasihan loh kayaknya kecewa banget,” ucap Dara yang sebenarnya menyelipkan sindiran kepada Sharleen. Dirinya masih kesal dengan insiden jabat tangan tadi.“Males aja. Saya bingung mau respons apa kalo dia lagi bahas masa lalu,” jawab Sagara terus terang.Dara tidak paham mengenai masa lalu seperti apa yang dimaksud dengan Sagara. Ia tidak mengetahui kehidupan pribadi pria itu dan tidak mau mengetahui terlalu dalam mengenai hal tersebut. Seperti janjinya, wanita itu berharap dirinya bisa menjaga jarak dengan Sagara.“Oh…”Di saat yang bersamaan, Rosa, sekretaris Sagara, memasuki ruangan dengan menenteng d
“Pesanannya sudah semua ya, Kak.”“Iya sudah, Terima kasih Mba.”Alunan musik lofi yang tenang memenuhi penjuru kafe dengan tema klasik yang saat ini tidak terlalu ramai pengunjung. Hanya beberapa orang termasuk Carissa dan Sagara di dalam kafe tersebut. Pengunjung lain sibuk dengan laptop di depan mereka. Kafe ini memang cocok dijadikan untuk tempat bekerja di luar kantor karena suasananya yang nyaman.Carissa dan Sagara kurang lebih juga memiliki tujuan yang sama dengan pengunjung lainnya. Bukan bekerja formal seperti pegawai lainnya, melainkan bekerja untuk membahagiakan orang tua mereka dengan melakukan kencan berdua. Mereka bahkan telah memberikan swafoto mereka kepada orang tua masing-masing sebagai bukti kalau mereka saat ini sudah memiliki ‘progres’.“Sibuk?” tanya Sagara karena Carissa sedari tadi sibuk bermain dengan ponselnya.“Hmm…” jawab Carissa tidak niat.Sagara menghela napasnya. Pria itu sebenarnya malas membuang
“Gue gak ikutan ah!” Seru Sagara tidak setuju dengan ‘permainan’ yang diajukan oleh Carissa.“Katanya mau yang seru?” Carissa mendesis lalu mengeluarkan senyum menggodanya. “Lo gak penasaran emang?”“Penasaran soal apa?”“Siapa yang bakal dia jawab duluanlah! Lo atau gue.”Sagara tertawa tidak percaya. “Ya pasti lo lah! Kan, lo kakaknya?” jawab Sagara.Carissa menggelengkan kepalanya. “She hates me for sure,” balas Carissa. “Ayolah! Biar seru sedikit acara ‘date’ kita,” rayu Carissa agar Sagara menyetujui ajakannya.Sagara mengeluarkan gelengan kepala yang kuat. “Kalo Dara ngambek sama gue, lo mau tanggung jawab?” Carissa tertawa kencang. Hampir merusak suasana tenang dan damai di kafe yang saat ini sedang mereka singgahi. “Tenang aja kalo soal itu. Sedetik Dara liat gue sama lo, udah pasti bakal ngerti dia kalo gue yang ajak lo buat prank dia,” jawab Carissa.Wanita itu menatap Sagara sebentar sebelum kembali membuka mulutnya untuk berbicara. “Lagian, gue yakin lo lebih suka kalo ada
“Tuh, kan, apa gue bilang? Lo gak bakal disalahin.” Carissa bahkan tidak terkejut ketika wanita yang saat ini berdiri di sampingnya meneriakinya dengan emosi. Wanita itu tidak lain atau tidak bukan seseorang yang sedari tadi menjadi bahan taruhan, Dara.“Maaf, Dar. Saya beneran gak maksud ganggu libur kamu dan nyuruh kesini,” ucap Sagara langsung meminta maaf karena pria itu dihantui rasa bersalah secara instan ketika melihat raut wajah kesal Dara.“Gak apa-apa, Pak. Saya tahu pasti kerjaan orang jelek ini kalo masalah beginian,” ujar Dara yang masih menggunakan nada sopan dan berusaha tenang ketika berbicara dengan bosnya.Dara meniup poni yang menghalangi matanya dengan kasar. Ekspresi wajah wanita itu benar-benar tidak bisa terkontrol. “Gue lagi nonton sama temen gue, Kak! Lo tahu, kan? Gue kira ada kepentingan apa. Lo bisa gak sih kalo bercanda gak usah bawa-bawa gue?” ujar Dara geram.Hal ini rupanya bukan pertama kalinya Carissa menjahili ad
Dara duduk di kursi yang diambil oleh Sagara dari meja lain. Carissa memperhatikan sikap Sagara kepada Dara yang kelewat lembut. Hal tersebut tentu saja tidak normal karena ia saja tidak pernah bersikap seperti ini kepada karyawannya meskipun sudah di luar waktu kerja. Melihat adegan tersebut tentu membuat senyum Carissa mengembang. Sepertinya tidak sulit untuk melancarkan rencana besar nan liciknya.“Kok sama Dara pake aku-kamu, sama gue pake lo-gue. Gak adil lo,” sindir Carissa yang tentu saja hanya sebuah candaan. Wanita itu tidak peduli sama sekali sebenarnya. Ia hanya ingin menggoda adiknya.“Dia karyawan gue, ya kali pake lo-gue,” sahut Sagara kesal. Lama-lama, Sagara ikut emosi dengan Carissa sama seperti Dara. Carissa memang tipikal orang yang mudah menyulut amarah siapa pun yang menjadi lawan bicaranya.Kini, Dara yang bergantian memperhatikan interaksi antara Sagara dan Carissa. Mereka terlihat cukup dekat untuk orang yang ia ketahui baru secara
Carissa membuka laci kecil yang terdapat di samping meja belajar. Ia mengambil buku dengan sampul kulit berwarna merah dari laci tersebut dan langsung duduk bersila di lantai, tepat di depan laci tersebut. Ia membuka halaman buku tersebut satu persatu. Sebuah senyuman mulai tertoreh di wajah Carissa bersamaan perhatian wanita itu terpusat kepada buku tersebut. Buku itu merupakan buku jurnal semasa ia masih di bangku kuliah. Terdapat beberapa foto dan deskripsi singkat mengenai peristiwa yang tertangkap pada foto tersebut.Senyuman Carissa sedikit memudar ketika ia melihat foto dirinya yang sedang tersenyum sumringah di samping pria yang sedang merangkul bahunya.“Ngapain lo? Lagi wisata kenangan ya?” celetuk Gavin yang langsung masuk ke kamar Carissa tanpa izin begitu melihat celah pintu yang tidak tertutup rapat. “Ngetuk dulu bisa gak? Kayak gak diajarin sopan santun aja lo, bocah!” omel Carissa. Yang diomeli hanya tertawa cengengesan bak tanpa bermasalah. Carissa juga hanya memara
Tidak ada sedetik pun Dara dan Sagara menyadari kehadiran Carissa yang sudah berdiri dengan manis di daun pintu sembari tersenyum melihat keduanya keasyikkan bercanda tawa. Dengan sigap, Carissa mengeluarkan ponselnya dan langsung membuka aplikasi kamera untuk memotret momen gemas antara sang adik dan calon tunangannya itu. Tidak mau gerak-geriknya ketahuan, Carissa pergi dari menjauh dari Kamar Dara dan menuju ke ruang makan yang ada di lantai bawah untuk menunjukkan foto tersebut ke Mamanya.“Mah, liat deh,” sahut Carissa sembari menjulurkan ponselnya ke depan wajah Mama. Mama yang sedang tidak menggunakan kacamatanya itu memicingkan mata. “Siapa itu?” tanya Mama polos. “Sagara sama Dara lagi asik ngobrol sambil liatin foto-foto Dara pas masih SMA. Mana Dara dibilang imut lagi,” ucap Carissa mencoba menggiring opini. Bukan reaksi yang diharapkan oleh Carissa yang keluar dari Mamanya. Sang Mama malah tersenyum bangga. “Bagus dong mer
“Mah, Sagara udah dateng,” sahut Carissa dengan nada acuh tak acuh untuk memberitahu kepada Ibunya bahwa tamu yang ditunggu-tunggu sudah datang.Ibu dari empat bersaudara itu langsung tersenyum sumringah dan menghentikan kegiatan memotong sayurnya sementara. “Eh, Nak Sagara sudah sampai. Tunggu ya, sebentar lagi jadi ini masakannya. Tante buat sendiri loh semuanya!” seru Mama.Sagara tertawa kecil. Sekedar basa-basi karena pria itu merasa canggung pergi ke rumah seseorang tanpa ditemani oleh kedua orang tuanya. “Santai aja, Tante, masaknya,” sahut Sagara.“Daripada Sagara bosen nunggu, mending kamu aja keliling rumah aja, Car,”saran Mama.Carissa tentu saja tidak mengelakkan permintaan Mamanya tersebut. Ia menoleh ke arah Sagara dan memberikan yang seolah-olah menyuruh pria itu untuk mengikutinya.“Lo keliling sendiri deh. Gue mau mandi dulu,” ucap Carissa setelah keduanya keluar dari area dapur. Sagara langsung mengerutkan dahi
“Ah… Lega…”Dara sudah bisa merekahkah senyum leganya ketika panggilan alam yang sedari tadi meraung-raung untuk dikeluarkan terpenuhi juga. Ia sibuk bertemu dengan penulis-penulis baru yang akan menandatangi kontrak dengan Darwis Publishing. Terkesan tidak sopan jika ia izin ke toilet di waktu diskusi.Wanita itu segera keluar dari bilik toilet dan menuju wastafel untuk mencuci tangannya. Tak lama setelah itu, pintu toilet terbuka dan masuk lah seseorang. Dara langsung membelalakan matanya ketika melihat sosok yang masuk ke kamar mandi dari bayangan kaca. “Mba Sharleen…” Sapa Dara ketika mata dirinya dan Sharleen tidak sengaja bertemu melalui bayangan kaca.Sharleen membalas sapaan tersenyum hanya dengan senyum simpul lalu berdiri di wastafel sebelah Dara. Ia mengeluarkan tas riasannya dan mulai melakukan touch-up.“Gue temen kuliahnya Sagara. Kita satu kampus dulu, lo tahu, kan?” ucap Sharleen membuka topik pembicaraan.Dara s
Dara sedang duduk manis sembari berkutat dengan pekerjaan yang selalu menumpuk di meja kerjanya. Wanita itu bahkan tidak menyadari bahwa salah satu rekan kerjanya, sebut saja Bena, sedari tadi terus memperhatikannya. Pria itu akhirnya membiarkan pikirannya menang dan menghetikkan pekerjaannya sementara untuk mengunjungi meja kerja Dara dengan mendorong kursi kerjanya. "Pssttt...!" panggil Bena sembari mendekat. Dara sedang menggunakan earphone saat itu dan tentu saja tidak mendengar panggilan Bena. Ia baru menyadari kehadiran Bena ketika dirinya merasakan kursi yang sedang ia duduk terguncang. "Astaga! Apaan sih, Kak?" ucap Dara yang terkejut, masih dengan suara yang tidak terlalu kencang karena ia tidak ingin menganggu rekan kerja lainnya yang juga sedang mengejar deadline. "Kakak lo bahas sesuatu tentang gue gak? Atau mungkin ngomongin apa gitu soal gue?" tanya Bena dengan suara setengah berbisik agar percakapan mereka tidak terdengar oleh r
Carissa tertegun melihat pria yang baru saja menyapanya. Wanita itu berusaha terlihat tenang meskipun kakinya terasa sedikit lemas. “Oh… hai, Ben,” balas Carissa menyapa.“Ngantre boba?” tanya Bena wajah yang sama canggungnya dengan Carissa.Carissa pun menganggukkan kepalanya membenarkan. “Lo? Abis jalan-jalan?” tanya Carissa lagi yang dibalas dengan anggukan kepala oleh Bena.Terdapat hawa aneh yang menyelimuti keduanya. Carissa dan Bena saling menatap satu sama lain dengan canggung. Keberadaan Dara dan Sagara seolah-olah menghilang karena Bena hanya fokus kepada Carissa, begitu pula sebaliknya.Dara yang awalnya panik karena kemungkinan Bena yang bertanya mengenai keberadaannya di antara dua anak pengusaha ternama, Sidharta dan Darwis, mulai bisa mengatur napasnya sejenak. Sepertinya, Bena tidak terlalu peduli dengan keberadaan serta identitasnya.Pikiran Dara malah teralihkan dengan bagaimana kakaknya dan Bena bisa mengenal satu sama
Waktu yang dihabiskan oleh Dara, Sagara, dan Carissa selama hampir dua jam di bioskop membuat mereka tidak sadar bahwa langit sudah gelap di luar gedung mal. Tanda bahwa malam sudah tiba. Ketiganya berjalan berdampingan. Sagara dan Carissa sudah jelas nampak seperti dua orang dewasa yang sedang melakukan perjalanan bisnis karena keduanya menggunakan setelah blazer. Dara bahkan baru menyadari jika keduanya terlihat serasi menggunakan pakaian yang mirip. Lain halnya dengan Dara. Wanita yang terkena imbas efek korean wave itu menggunakan cardigan crop berwarna pink dan rok tennis itu nampak seperti idol K-pop. Ditambah dengan wajahnya yang cukup terlihat muda untuk seseorang yang dekat dengan kepala tiga, mungkin karena tidak perlu memikirkan urusan bisnis seperti saudara-saudaranya, ia makin terlihat jauh jika dibandingkan dengan Carissa dan Sagara.Sagara menengok ke belakang ketika menyadari bahwa Dara berada satu langkah di belakang dirinya dan Carissa. “Makan malem dulu gak?” tany
“Lo tengah deh, Dar!”“Lo aja!”“Udah-udah, saya yang di tengah.” Sagara langsung menyerobot barisan Carissa agar pria itu duduk di tengah di antara dua saudara perempuan yang tidak henti-hentinya bertengkar.Dara, Sagara, dan Carissa menonton film yang sebelumnya sudah ditonton tiga per empat bagian oleh Dara. Dara sebenarnya tidak masalah, ia bisa menunggu nanti ketika filmnya sudah muncul di layanan streaming. Toh, cuplikan akhir film tersebut sudah beredar di mana-mana.Namun, kontrol kakaknya yang kuat dengan segala tawarannya itu yang membuat Dara sekarang duduk di kursi bioskop B8, di samping Sagara. “Terakhir kamu nonton sampe bagian mana?” tanya Sagara berbisik kepada Dara meskipun film belum dimulai.Dara langsung menoleh dan terkejut ketika wajah pria itu sangat dekat dengannya, membuat wanita itu otomatis menjauhkan wajahnya. “Bagian bapaknya masuk ke ‘The Further’ buat nyari anaknya, Pak,” balas Dara berbisik.
Dara duduk di kursi yang diambil oleh Sagara dari meja lain. Carissa memperhatikan sikap Sagara kepada Dara yang kelewat lembut. Hal tersebut tentu saja tidak normal karena ia saja tidak pernah bersikap seperti ini kepada karyawannya meskipun sudah di luar waktu kerja. Melihat adegan tersebut tentu membuat senyum Carissa mengembang. Sepertinya tidak sulit untuk melancarkan rencana besar nan liciknya.“Kok sama Dara pake aku-kamu, sama gue pake lo-gue. Gak adil lo,” sindir Carissa yang tentu saja hanya sebuah candaan. Wanita itu tidak peduli sama sekali sebenarnya. Ia hanya ingin menggoda adiknya.“Dia karyawan gue, ya kali pake lo-gue,” sahut Sagara kesal. Lama-lama, Sagara ikut emosi dengan Carissa sama seperti Dara. Carissa memang tipikal orang yang mudah menyulut amarah siapa pun yang menjadi lawan bicaranya.Kini, Dara yang bergantian memperhatikan interaksi antara Sagara dan Carissa. Mereka terlihat cukup dekat untuk orang yang ia ketahui baru secara