"Kayshila sudah datang, biar kuperkenalkan." Nardi tersenyum sambil melambaikan tangan."Ini Hanzo Jee, seniormu. Hanzo, ini Kayshila Zena, adik juniormu.""Adik junior, halo." Hanzo tersenyum lembut pada Kayshila."Halo, kakak senior!" Kayshila tak bisa menyembunyikan rasa senangnya, matanya berbinar-binar.Nama Hanzo ini sudah sering ia dengar!Dia adalah murid kebanggaan Guru Deon, seorang jenius dalam dunia kedokteran!Kabarnya, saat masih sarjana, dia sudah bisa memimpin operasi jantung!Bukan hanya di Universitas Briwijaya, tapi di dunia kedokteran, namanya sudah sangat terkenal!Hanzo adalah seorang jenius!Kayshila sudah lama mendengar namanya, namun saat ia mulai magang, Hanzo dikirim ke luar negeri.Setahun berlalu, akhirnya ia kembali!Akhirnya Kayshila bisa melihat langsung senior yang sangat terkenal ini."Adik junior, kenapa menatapku seperti itu?" Hanzo tersenyum, "Apakah ada sesuatu di wajahku?""Eh, bukan ..." Kayshila jadi agak malu, "Aku hanya terl
Memasuki trimester kedua kehamilannya, perut Kayshila semakin besar dan mulai menekan kandung kemihnya, sehingga dia harus bangun dua kali setiap malam untuk buang air kecil.Saat terbangun, dia menyadari bahwa tempat di sebelahnya kosong. Zenith belum pulang?Dia melihat jam, sudah pukul satu dini hari.Kayshila mengernyitkan alis. Zenith memang sering menghadiri jamuan bisnis, tapi sejak mereka menikah, hampir tidak pernah dia pulang selarut ini.Baru saja dia mengambil ponselnya, tapi kemudian menaruhnya kembali.Kayshila bangkit dari tempat tidur, berjalan keluar menuju ruang kerja. Pintu ruang kerja tidak terkunci, dan ada cahaya yang memancar dari celah pintu.Selain untuk membersihkan, ruang kerja itu biasanya tidak boleh dimasuki orang lain, jadi jelas bahwa orang di dalam pasti Zenith.Sudah larut malam, dan dia masih belum beristirahat? Masih bekerja?Kayshila menggenggam pegangan pintu, lalu perlahan-lahan membukanya. Di bawah cahaya lampu yang lembut, Zenith bersa
Mendapat jaminan dari Zenith, Kayshila menghentikan senyumnya dan menatapnya langsung. Dia menjawab dengan lambat dan jelas."Baiklah, aku akan jujur. Dulu, aku setuju menikah berdasarkan perjanjian karena uang, untuk membayar biaya pengobatan Azka. Setelah itu, ketika aku tahu kamu adalah pacar Tavia, aku menolak untuk bercerai karena ingin membalas dendam padanya dan keluarganya. Itulah alasannya."Melihat bibir merah mudanya yang terbuka dan tertutup saat berbicara, kepala Zenith berdengung. Ternyata benar, dia melakukannya demi balas dendam!Tidak heran, saat dia dirawat di rumah sakit karena ditusuk, Kayshila pernah mengatakan bahwa dia bisa mencintai siapa saja yang dia mau! Semua peristiwa di masa lalu ternyata masuk akal sekarang.Jadi, perasaan cinta yang dia rasakan dari Kayshila sebelumnya ... Apakah itu nyata, atau hanya akting untuk membuatnya percaya demi balas dendam? Dia tidak berani memikirkan hal itu lebih jauh. Dia hanya bisa tersenyum tipis, menyembu
Segala sesuatu yang terjadi sekali, bisa terjadi dua kali. Kayshila benar-benar merasa takut. Selain itu, kenapa dadanya terasa sesak lagi? Tidak nyaman.Takut akan pingsan lagi, Kayshila kembali ke kamar dan berbaring. Tapi, dia tidak bisa tidur sama sekali.Tadi dia mengatakan kepada Zenith bahwa dia tidak mau bercerai karena ingin balas dendam ...Dalam kegelapan, Kayshila menekan dadanya dan bergumam pelan, "Hanya saja, pada akhirnya, aku tidak bisa mempertahankannya."Dia mulai jatuh cinta, pada seseorang yang seharusnya tidak dia cintai ...Mengikat dirinya sendiri dengan kepompong, terjebak dalam akibat perbuatannya sendiri.Malam itu, sepanjang malam, Zenith tidak kembali ke kamar.Keesokan paginya, ketika Kayshila sedang sarapan di ruang makan, dia juga tidak melihat Zenith.Dia mungkin sudah pergi ke kantor.Pagi-pagi sekali? Tadi malam dia minum begitu banyak anggur, apakah pagi ini dia tidak merasa pusing? Tubuhnya memang sangat kuat.Setelah merenungkan beb
Cedric."Kayshila."Berbeda dengan Kayshila, Cedric tersenyum tipis dan menyapa lebih dulu."Sudah lama tidak bertemu.""Ya, sudah lama tidak bertemu."Sebenarnya, tidak terlalu lama. Tapi dalam waktu yang tidak lama itu, terlihat jelas bahwa Cedric semakin kurus.Sepertinya, setiap kali mereka bertemu setelah putus, dia selalu terlihat lebih kurus.Kayshila tidak bisa menggambarkan perasaannya, tapi yang jelas, rasanya tidak nyaman.“Kamu datang ke sini, untuk ...?”Cedric tetap tersenyum tipis, dan melirik ke arah Arsen.“Aku berteman dengan Dokter Nid, kebetulan lewat untuk menemuinya. Aku akan segera pergi.”Benarkah?Jelas bukan begitu.Kayshila tidak membongkarnya. “Kalau begitu ... boleh aku mengantarmu?”“Boleh.”Mereka berjalan keluar sambil bercakap-cakap.Pandangan Cedric, entah sengaja atau tidak, tertuju pada perutnya. "Sudah semakin besar.""Ya, benar."Kayshila mengelus perutnya. "Setelah empat bulan, mulai terlihat. Sekarang, rasanya setiap hari perut
Matahari bersinar cerah, langit biru bersih. Di lapangan basket, para pria berkeringat deras."Cedric, semangat!""Cedric, semangat!"Para pria bersorak.“Semua datang untuk melihat cowok ganteng! Cowok ganteng, dengan banyak gadis cantik di sini, apakah kamu tidak merasa terpesona?”“Omong kosong! Cowok ganteng sudah punya pacar!”“Eh, ini bukan hanya obrolan santai? Pacarnya tidak ada di sini, kan?”“Gadis yang di sana, bintang di jurusan hukum, sudah mengejarmu cukup lama, kan? Ayahnya adalah pengacara terkenal, kondisi keluarganya jauh lebih baik daripada pacarmu. Cedric, apa kamu tidak terpesona?”“Ya, di mana pun di zaman ini, status yang sederajat adalah hal yang selalu berlaku.”“Cukup sudah!”Cedric akhirnya tidak tahan lagi, melempar handuk yang digunakan untuk mengeringkan keringat dan menatap tajam rekan-rekannya.“Setelah pertandingan, kita bubar! tidak ada traktiran Malam ini!”“Apa?!”Serta merta, rekan-rekannya mengeluh.“Jangan, Cedric, anggap saja aku
Pisau yang dingin memotong pembuluh darah, darah segar ikut mengalir deras.Cedric menatapnya tanpa berkedip, wajahnya semakin pucat, namun dia merasa sangat lega.Saat darah habis, dia akan terbebas, bukan?Dia dengan santai menarik kursi, duduk, dan meletakkan lengannya di wastafel, menunggu dengan tenang saat itu tiba.Yang disebut pembebasan, tidak lain hanyalah kematian.Kematian, seperti tidur selamanya, tidak ada yang perlu ditakuti.Tubuhnya semakin dingin, kesadarannya juga semakin kabur.Dalam keadaannya yang setengah sadar, dia mendengar langkah kaki yang tergesa-gesa, kemudian ada seseorang yang terus memanggilnya di telinganya."Cedric! Cedric!"Itu Jolyn.Dia memeluk anaknya, melihat pergelangan tangan Cedric yang berdarah, sudah sangat ketakutan hingga jiwanya serasa melayang.Air matanya tidak bisa dikendalikan, seketika membanjiri wajahnya.Dengan tangan gemetar, dia mengambil ponsel, menangis sambil berteriak, "Apakah ini Rumah sakit? Tolong selamatkan ana
"Bagaimana, Dokter?"Jolyn terhuyung-huyung maju ke depan, tak sabar ingin tahu jawabannya.Dokter mengerutkan alisnya, berkata jujur, "Tidak terlalu baik ... Luka sudah dijahit, tapi tanda-tanda vitalnya sangat tidak stabil. Kalian sebagai orang tuanya, tahu apa penyebabnya?"Ini ...Bryson dan Jolyn saling memandang, terdiam dalam keputusasaan.Melihat mereka tidak berbicara, dokter hanya bisa berkata, "Pindahkan dia ke ruang perawatan dulu, lihat apakah keadaannya membaik."Setelah dipindahkan ke ruang perawatan, dokter memeriksa lagi keadaannya.Dia hanya bisa menggelengkan kepala, "Tanda-tanda vitalnya terlalu lemah, sepertinya dia tidak punya keinginan untuk hidup. Kalian sebagai orang tuanya, benar-benar tidak tahu penyebabnya? Cobalah cari cara."Dokter sudah berkata sejauh itu. Dalam dunia medis, memang ada banyak faktor yang tidak pasti."Cara, cara ..."Jolyn bergumam, tiba-tiba dia meraih suaminya, "Ada caranya!"Kemudian, dia melihat ke arah Matteo."Matteo, ad
Setelah keluar dari rumah sakit, sikap Zenith terhadap Kayshila jadi jauh lebih hati-hati.Awalnya hari ini dia berniat pergi ke kantor, tapi sekarang malah tidak ingin pergi sama sekali."Kayshila, hari ini kamu mau ngapain? Aku temani semuanya, boleh ya?""Boleh." Kayshila paham maksudnya dan tidak menolak.Keduanya berjalan melewati lobi poliklinik, menuju ke luar.Tiba-tiba, Kayshila berhenti melangkah, pandangannya terpaku pada satu arah."Kayshila?" Zenith mengira dia merasa tidak enak badan, "Kenapa?""Oh …" Kayshila melirik padanya, "Lihat seseorang yang aku kenal. Kamu juga kenal.""Oh ya?"Zenith mengikuti arah pandangannya. Di loket pendaftaran mandiri, yang paling akhir dalam antrean adalah seorang perempuan."Siapa?" Zenith menyipitkan mata, berusaha mengingat."Hmm?" Kayshila menatapnya sambil tertawa, "Nggak ingat? Aktingnya sih meyakinkan.""Bukan begitu … aku beneran nggak inget. Siapa sih?""Udah deh, cukup ya."Kayshila melotot manja, "Orang itu pernah ada hubungan s
Dua bulan kemudian.Pagi-pagi sekali, Zenith sudah bangun.Dengan langkah ringan dan hati-hati, ia turun ke bawah, masuk ke ruang makan, dan mulai menyiapkan sarapan untuk Kayshila.Sejak sebulan yang lalu, Kayshila mulai mengalami gejala mual karena kehamilan.Apa pun yang dimakan pasti dimuntahkan, bahkan kadang-kadang hanya minum air pun bisa membuatnya mual.Nafsu makannya menurun drastis. Setiap kali ditanya, jawabannya selalu, “nggak lapar”.Padahal di rumah ada chef masakan barat dan Indo, ditambah lagi ada Bibi Maya yang ahli masak.Kalau saja dia sedikit saja bilang ingin makan sesuatu, langsung bisa disajikan di depan matanya.Tapi mulutnya sangat pilih-pilih dan hanya mau makan masakan buatan Zenith.Jadinya, setiap kali ada waktu, Zenith pasti turun tangan sendiri.Apalagi soal sarapan, sudah pasti jadi tanggung jawab dia sepenuhnya.Di dapur, Bibi Maya melihat dia masuk, langsung menyapa sambil tersenyum, "Tuan Muda Zenith sudah bangun? Semua bahan sudah saya siapkan.""Ya
Perjalanan ke Toronto kali ini benar-benar penuh dengan kebahagiaan. …Delapan bulan kemudian, Jeanet melahirkan seorang bayi laki-laki di Rumah Sakit Santa.Bayi besar dengan berat 3,9 kg.Cucu pertama di Keluarga Gaby, dan cucu bungsu di Keluarga Wint. Sejak lahir, ia sudah bagaikan terlahir dengan sendok emas di mulutnya.Karena kondisi tubuhnya, Jeanet tidak memilih melahirkan secara normal, melainkan melalui operasi caesar.Farnley ikut masuk ke ruang operasi. Awalnya dia menunggu di ruang persiapan, lalu setelah bayinya lahir, barulah ia masuk ke ruang operasi.Ia mengganti pakaian isolasi, mengenakan sarung tangan, lalu menerima gunting dari dokter untuk memotong tali pusar yang menghubungkan anak dan ibunya.Setelah itu, ia menggendong bayinya dan menghampiri Jeanet, memeluk ibu dan anak sekaligus."Jeanet, kamu sudah sangat berjuang."Jeanet tersenyum, "Hmm."Begitu keluar dari ruang operasi, Jeanet dipindahkan ke kamar rawat. Farnley menjaganya sepanjang malam tanpa beranjak
"Apa maksudnya?" Jeanet sempat tertegun.Adriena cemas, "Aku tanya, kamu jawab saja!""Sepertinya ... bulan lalu?" Jeanet mencoba menghitung."Aduh!" Adriena tertawa sambil menangis, "Anak ini! Hubungan kalian begini, sudah sekian lama nggak haid, kamu nggak ada rasa curiga sedikit pun?""Aku ..." Jeanet menggeleng polos, "Sejak sembuh dari sakit, datang bulanku memang nggak teratur.""Tapi nggak sampai se-nggak teratur ini juga!"Adriena melirik Farnley, "Kamu percaya nggak, dia muntah-muntah kayak gitu gara-gara kamu!""Hah?" Jeanet kaget, "Masa sih?""Kenapa nggak?"Adriena tertawa geli, "Kalian anak muda memang kurang pengalaman! Kalau pasangan itu hubungannya dekat banget, ceweknya hamil, cowoknya bisa ikut-ikutan muntah!"Sambil mendorong mereka, dia berkata, "Masih bengong aja? Cepat ke rumah sakit, periksa dulu!""Oh ..."Begitu sampai rumah sakit dan hasilnya keluar, semua pun terdiam."Apa aku bilang?" Adriena membaca laporan medis sambil tersenyum lebar, "Benar kan, kamu ham
Azka yang bertubuh tinggi dengan mudah mengangkat Jannice di atas bahunya, ke mana pun pergi, Jannice tak perlu berjalan sedikit pun.Jannice pun girang dan berteriak, "Aku milik tempat ini! Tempat ini bagaikan surga!"Ucapan itu terdengar oleh para orang dewasa, membuat mereka tak bisa menahan tawa.Seiring berjalannya waktu, para tamu pun datang satu per satu.Pernikahan pun tiba sesuai jadwal.Di taman tua yang klasik, hamparan karpet merah digelar. Azka kembali menggendong Kayshila, mengantarnya menuju pernikahan.Ia menyerahkan sang kakak kepada Zenith, "Kakak ipar, kakakku kuserahkan padamu."Pemuda itu kini berbicara jauh lebih lancar daripada dulu."Tenang saja." Zenith menerima mempelainya, di belakangnya ada Jannice dan Kevin sebagai flower boy dan flower girl, menaburkan kelopak bunga ke udara.Saat sesi lempar bunga, dengan teriakan Kayshila, "Aku lempar ya! Satu, dua, tiga!"Dia melemparkan buket bunga ke belakang.Buket itu terbang di udara, dan di tengah riuh para tamu,
Awalnya, niat Kayshila adalah untuk tidak menggelar pernikahan lagi.Namun, saat urusan ini jatuh ke tangan Adriena, ditambah lagi dengan Ron, pasangan suami istri ini memang merasa sangat bersalah kepada putri mereka. Dengan adanya kesempatan seperti ini, bagaimana mungkin mereka tidak memanfaatkannya sebaik mungkin?Dan juga, Ron dan Calista telah resmi bercerai setengah tahun lalu, dan keesokan harinya, Ron langsung mendaftarkan pernikahan dengan Adriena, menjadikan mereka pasangan sah secara hukum.Pertikaian yang telah berlangsung selama lebih dari dua puluh tahun itu akhirnya mencapai sebuah akhir.Setidaknya, bagi mereka, ini adalah akhir yang baik.Pernikahan mereka digelar dengan sangat megah. Para tokoh kalangan elite dari seluruh Kanada yang bisa hadir, datang semua.Ron akhirnya bisa menegakkan kepala, menikahi perempuan yang telah dicintainya sejak muda, dan kini akhirnya ia bisa berdiri di sisinya secara sah.Dalam pernikahan itu, Kayshila dan Zenith mengambil cuti dan da
"Baik, aku mengerti."Setelah menutup telepon, Kayshila berdiri di hadapan Zenith. Mata Zenith sedikit memerah, suaranya tenang namun terdengar datar."Dia sudah pergi."Kayshila memejamkan mata sejenak, tak mengatakan apa pun. Dia hanya melangkah maju dan memeluknya.Dia bisa merasakan tubuh Zenith sedikit gemetar.Di saat seperti ini, hatinya pasti sangat terluka, ya?Kini, tampak jelas bahwa yang paling patut dibenci adalah Gordon dan Morica. Hidup Jeromi bisa dibilang penuh dengan ketidakberuntungan.Akhir hidupnya yang seperti itu seolah-olah membuat seluruh perjalanan hidupnya di dunia ini menjadi sia-sia.Kayshila menepuk-nepuk punggung Zenith dengan lembut. "Adakan pemakaman yang layak untuknya. Iringi dia ke peristirahatan terakhirnya dengan baik.""Mm." Zenith mengangguk dengan suara serak.Meski berniat menggelar pemakaman yang layak, pada kenyataannya tak banyak orang yang hadir.Selama beberapa tahun terakhir, Jeromi tinggal di Toronto dan tak memiliki banyak teman. Dia me
Jeromi perlahan membuka mulut, menatap langit-langit, "Aku ini hidupnya pendek. Tapi sejujurnya, aku sudah lama merasa cukup dengan hidup ini.""Bagiku, sejak meninggalkan Jakarta, meninggalkan kamu, ibu, dan kakek … setiap hari setelahnya terasa lebih menyiksa daripada mati."Suasana dalam ruangan sunyi senyap.Kayshila diam-diam menggenggam tangan Zenith.Orang bilang, ketika seseorang menjelang ajal, kata-katanya menjadi tulus.Kalau dulu Jeromi mengucapkan kalimat seperti ini, orang mungkin akan curiga, apakah dia hanya sedang berpura-pura.Tapi melihat kondisinya sekarang … apa gunanya berpura-pura lagi?Sudah terlihat jelas, dia benar-benar sedang sangat menderita.Jeromi melanjutkan, "Satu-satunya keinginanku dalam hidup ini adalah kembali ke Jakarta, kembali ke sisi Ibu …"Ia perlahan menoleh ke arah Zenith, "Zenith, kumohon padamu, bawalah aku pulang, bolehkah?"Bibir Zenith menegang, hatinya terasa perih dan sesak.Pria di hadapannya ini dulu adalah saudara kandungnya, tapi j
Mereka tidak perlu mengkhawatirkan apa pun, bahkan untuk mengurus Jannice pun sudah tidak diperlukan lagi.Paman Kevin sangat menyayangi keponakan perempuannya, dan ia sering mengajaknya bermain keliling seluruh area perkebunan.Tahun itu, saat mereka datang, Toronto sedang berada dalam musim dingin. Namun kini, musim semi telah tiba, bunga-bunga bermekaran, taman terlihat sangat indah, sangat cocok untuk anak-anak bermain.Memasuki bulan April, Toronto akan berganti ke musim panas, yang akan berlangsung hingga Oktober. Pada saat itu, perkebunan akan terlihat secantik lukisan cat minyak.Adriena pun mengusulkan, "Kayshila, bagaimana kalau nanti acara reuni kalian diadakan di sini saja?"Semakin dipikir, ia merasa ide itu sangat masuk akal."Tempatnya luas, kalian juga hanya mengundang kerabat dan teman dekat saja, pasti cukup untuk menampung semua. Kota Azka juga dekat dari sini, jadi kalau mau menjemput orang juga mudah. Momen ini langka, kalian kakak-beradik bisa berkumpul kembali."