Memang sudah seharusnya mereka tahu.Pasti selama ini Jenzo juga menanggung banyak tekanan."Kayshila."Ibu Jeanet menggenggam tangan Kayshila, "Terima kasih ya, sudah merepotkanmu selama ini, kamu pasti sangat lelah."“Tante jangan berkata begitu," Kayshila merasa tak pantas menerimanya. "Jannice yang sudah merepotkan Anda."Keluarga sendiri tak perlu terlalu banyak basa-basi. Ibu Jeanet menunjuk ke lantai atas, "Jeanet ada di kamar?""Iya." Kayshila mengangguk, "Sekarang dia mudah lelah, setelah beraktivitas sebentar, dia harus segera beristirahat lagi.""Ahh ..."Ibu Jeanet tercekat, suaranya bergetar, "Kami ingin melihatnya.""Baik, Tante."Keluarga Gaby naik ke atas. Kayshila ikut menemani, berjaga-jaga jika Ibu Jeanet tiba-tiba merasa tidak enak badan, agar dia bisa segera menanganinya.Namun, ternyata Ibu Jeanet jauh lebih kuat daripada yang dia bayangkan.Mungkin inilah kekuatan seorang ibu.Semua orang mengira Ibu Jeanet akan sulit menerima kenyataan ini. Tapi di hadapan putr
Setelah Jeanet kembali ke rumah Keluarga Gaby, Kayshila pun meminta Nenek Mia dan Jannice untuk kembali ke vila Keluarga Zena.Sebelum pergi, Kayshila meminta Jannice berpamitan dengan Keluarga Gaby.Jannice yang selalu penurut pun satu per satu memeluk anggota Keluarga Gaby, terakhir dia berlari ke pelukan Jeanet. "Tante, apakah Tante sedang sakit?"Lihatlah, anak-anak memang sangat peka.Tak seorang pun memberitahunya, tapi dia bisa mengetahuinya sendiri."Iya." Jeanet mengangguk sambil tersenyum. Dia sama sekali tak berusaha menyembunyikan penyakitnya."Tante, jangan takut, ya!"Jannice mendongakkan kepalanya, "Akhir pekan ini, Papa akan mengajakku naik gunung, Papa bilang, di sana ada kuil. Nanti aku akan meminta jimat perlindungan untuk Tante, supaya Tante cepat sembuh dan sehat kembali!"Kata-kata polos itu membuat orang dewasa di sekelilingnya merasa terharu.Baik."Jeanet semakin tersentuh, dia memeluk erat bocah kecil itu.Dulu, seharusnya dia juga bisa memiliki seorang anak s
Mengurus putrinya adalah tanggung jawab sebagai seorang ayah, jadi Zenith langsung setuju. Namun, yang membuatnya bingung adalah …Apa yang membuat Kayshila harus meninggalkan Jakarta?Ke mana dia akan pergi?Dia ingin bertanya, tetapi ketika kata-kata itu hampir keluar dari mulutnya, dia teringat akan hubungan mereka sekarang, lalu mengurungkannya.Mungkin, ada Cedric yang menemaninya?"Baik, aku mengerti.""Terima kasih."Setelah menutup telepon, hati Zenith masih belum tenang.Saat itu, Savian masuk ke dalam ruangan."Kakak kedua, orang-orang dari Hekan Technology sudah datang.""Baik."Perusahaan Edsel telah menjalin kerja sama dengan Hekan Technology sejak beberapa tahun lalu, dan hubungan kerja sama itu tetap terjalin hingga sekarang.Saat dia tiba di ruang rapat dan melihat orang yang datang dari Hekan Technology, ternyata itu adalah Cedric.Zenith sedikit terkejut.Dia pikir, jika Kayshila ada urusan, Cedric pasti akan menemaninya. Setidaknya, bukankah seharusnya dia mengantarn
Setelah menutup telepon, Zenith segera mengemudi menuju stasiun kereta cepat.Di perjalanan, jalanan cukup macet, membuat hatinya semakin gelisah.Dengan tergesa-gesa, akhirnya dia sampai di stasiun. Bahkan, dia tidak sempat memarkir mobil dengan benar. Sambil turun dari mobil, dia buru-buru menelepon Kayshila.Namun, panggilan itu tidak langsung dijawab."Kayshila, angkatlah!"Zenith bergumam dengan cemas.Dia hampir putus asa saat panggilan hampir terputus, tapi akhirnya, telepon tersambung."Halo?" Suara Kayshila terdengar dari seberang."Kayshila!"Zenith merasa lega, napasnya sedikit tersengal, "Kamu di mana? Bisa keluar sebentar?""Hmm?"Kayshila tertegun. Keluar sebentar?Maksudnya, keluar dari stasiun kereta cepat?Tapi dia berkata, "Aku sudah naik ke dalam kereta."Kereta menuju Samarinda sudah mulai bergerak."!"Mendengar itu, Zenith langsung menegang. "Sudah berangkat?""Iya."Kayshila semakin bingung, "Kamu di mana? Dari nada bicaramu, sepertinya kamu ada di stasiun kereta
Karena ditemani oleh polisi lalu lintas, Zenith berhasil masuk ke bandara dengan lancar.Namun, semuanya sudah terlambat.Petugas darat memberitahunya, "Pesawat tujuan Vancouver baru saja lepas landas."Sudah berangkat?Zenith hampir kehilangan kendali, dia sudah berusaha secepat mungkin, tetapi tetap saja tidak berhasil mengejar!Apakah sesulit ini hanya untuk bertemu Kayshila sekali saja?Selalu terlewat selangkah! Seolah takdir terus mempermainkannya! Apakah Tuhan sedang mengolok-oloknya?Tuhan telah memberinya kesempatan untuk bertemu, mengenal, dan mencintai Kayshila, tetapi mengapa tidak membiarkan mereka bersama?Apakah dia mengira Zenith akan menyerah begitu saja?Tidak mungkin!Jika takdir tidak memberinya kesempatan, maka dia sendiri yang akan memperjuangkannya!Tak lama setelah itu, Savian tiba di Samarinda untuk menjemput Zenith."Savian."Tanpa banyak bicara, Zenith langsung berkata dengan tegas, "Segera pesan tiket pesawat ke Vancouver untukku!""Baik, Kakak Kedua."Zeni
Dia membuka pesan itu.[Kayshila, aku akan segera melewati pemeriksaan keamanan. Aku akan ke Vancouver mencarimu, tunggulah aku.]Setelah membaca pesan itu, hati Kayshila langsung berdebar.Zenith akan datang ke Vancouver?Apa sebenarnya yang terjadi? Sepertinya dia tidak akan menyerah sebelum bertemu dengannya.Entah kenapa, jantung Kayshila mulai berdetak lebih cepat.Namun, dia tidak berani berpikir lebih jauh.Lebih baik tidak terlalu dipikirkan, jika dihitung-hitung, besok Zenith sudah akan sampai. Saat itu, dia bisa menanyakannya langsung....Azka baru saja menjalani operasi dan masih sangat lemah.Sebagai seorang mahasiswa yang belajar jauh di negeri orang, Kayshila sangat jarang bisa menemuinya. Terlebih lagi, setelah mengetahui hubungan mereka yang sebenarnya, rasa sayangnya terhadap adiknya ini semakin dalam.Kayshila tetap berada di sisi Azka, merawatnya dengan penuh perhatian.Bahkan Sully yang melihatnya pun berkata, "Hubungan kalian benar-benar dekat. Biasanya, seorang k
"Kayshila."Zenith mengetuk pintu sedikit lebih keras, khawatir dia sedang tidur dan tidak mendengar, "Ini aku, Zenith! Bukakan pintunya."Suara ketukan yang agak keras itu mengganggu tetangga."Siapa itu?" Seorang tetangga keluar dari pintunya dengan wajah tidak senang, "Tuan, Anda mengganggu kami. Tolong lebih tenang, kalau tidak saya akan menelepon polisi!""Maaf."Zenith meminta maaf dengan sopan dan segera menghubungi Sully lagi, ingin bertanya apakah ada telepon rumah di apartemen itu."Ah!" Sully menepuk dahinya dengan menyesal, "Aduh, aku lupa memberitahumu, Kayshila pergi ke pasar, aku memintanya untuk membeli ayam. Maaf ya."Zenith terdiam, bagaimana hal sepenting ini bisa sampai lupa?"Baik, aku mengerti."Keluar dari gedung apartemen, Zenith segera bergegas menuju pasar....Begitu tiba di pasar, Zenith hanya bisa tersenyum getir.Di hadapannya, pasar yang luas itu penuh dengan kerumunan orang, berdesakan ke sana kemari, di mana dia harus mencari Kayshila?Zenith mengusap p
Pada saat itu, waktu seakan berhenti, begitu juga dengan segala sesuatu di sekitar mereka.Mereka berpelukan dengan tenang, cukup lama.Hingga akhirnya, Kayshila terpaksa memecah keheningan, "Zenith, tanganku ... agak pegal.""Oh!" Zenith terkejut, menyadari dan buru-buru melepaskan pelukannya.Di tangan Kayshila masih ada ayam yang dibeli dari pasar, dia khawatir ayam itu mengenai tubuhnya, jadi dia terus memegangnya dengan tangan terangkat."Serahkan padaku." Zenith cepat mengambil ayam itu, memegangnya dengan satu tangan.Ayam itu sudah dipotong, dan bukan menggunakan plastik, tapi diikat dengan tali rami.Kayshila tersenyum dan menjelaskan, "Kak Sully yang menyuruhku membeli ini, untuk dimasak sup untuk Azka.""Aku tahu." Zenith menggenggam ayam itu dengan satu tangan, sementara tangannya yang lain menggenggam tangannya, membawa mereka berjalan ke apartemen, "Aku sudah menelepon Sully.""Begitu ya ..."Kayshila mulai paham. Kalau tidak, dia pasti tidak akan bisa menemukan tempat in
Setelah keluar dari rumah sakit, sikap Zenith terhadap Kayshila jadi jauh lebih hati-hati.Awalnya hari ini dia berniat pergi ke kantor, tapi sekarang malah tidak ingin pergi sama sekali."Kayshila, hari ini kamu mau ngapain? Aku temani semuanya, boleh ya?""Boleh." Kayshila paham maksudnya dan tidak menolak.Keduanya berjalan melewati lobi poliklinik, menuju ke luar.Tiba-tiba, Kayshila berhenti melangkah, pandangannya terpaku pada satu arah."Kayshila?" Zenith mengira dia merasa tidak enak badan, "Kenapa?""Oh …" Kayshila melirik padanya, "Lihat seseorang yang aku kenal. Kamu juga kenal.""Oh ya?"Zenith mengikuti arah pandangannya. Di loket pendaftaran mandiri, yang paling akhir dalam antrean adalah seorang perempuan."Siapa?" Zenith menyipitkan mata, berusaha mengingat."Hmm?" Kayshila menatapnya sambil tertawa, "Nggak ingat? Aktingnya sih meyakinkan.""Bukan begitu … aku beneran nggak inget. Siapa sih?""Udah deh, cukup ya."Kayshila melotot manja, "Orang itu pernah ada hubungan s
Dua bulan kemudian.Pagi-pagi sekali, Zenith sudah bangun.Dengan langkah ringan dan hati-hati, ia turun ke bawah, masuk ke ruang makan, dan mulai menyiapkan sarapan untuk Kayshila.Sejak sebulan yang lalu, Kayshila mulai mengalami gejala mual karena kehamilan.Apa pun yang dimakan pasti dimuntahkan, bahkan kadang-kadang hanya minum air pun bisa membuatnya mual.Nafsu makannya menurun drastis. Setiap kali ditanya, jawabannya selalu, “nggak lapar”.Padahal di rumah ada chef masakan barat dan Indo, ditambah lagi ada Bibi Maya yang ahli masak.Kalau saja dia sedikit saja bilang ingin makan sesuatu, langsung bisa disajikan di depan matanya.Tapi mulutnya sangat pilih-pilih dan hanya mau makan masakan buatan Zenith.Jadinya, setiap kali ada waktu, Zenith pasti turun tangan sendiri.Apalagi soal sarapan, sudah pasti jadi tanggung jawab dia sepenuhnya.Di dapur, Bibi Maya melihat dia masuk, langsung menyapa sambil tersenyum, "Tuan Muda Zenith sudah bangun? Semua bahan sudah saya siapkan.""Ya
Perjalanan ke Toronto kali ini benar-benar penuh dengan kebahagiaan. …Delapan bulan kemudian, Jeanet melahirkan seorang bayi laki-laki di Rumah Sakit Santa.Bayi besar dengan berat 3,9 kg.Cucu pertama di Keluarga Gaby, dan cucu bungsu di Keluarga Wint. Sejak lahir, ia sudah bagaikan terlahir dengan sendok emas di mulutnya.Karena kondisi tubuhnya, Jeanet tidak memilih melahirkan secara normal, melainkan melalui operasi caesar.Farnley ikut masuk ke ruang operasi. Awalnya dia menunggu di ruang persiapan, lalu setelah bayinya lahir, barulah ia masuk ke ruang operasi.Ia mengganti pakaian isolasi, mengenakan sarung tangan, lalu menerima gunting dari dokter untuk memotong tali pusar yang menghubungkan anak dan ibunya.Setelah itu, ia menggendong bayinya dan menghampiri Jeanet, memeluk ibu dan anak sekaligus."Jeanet, kamu sudah sangat berjuang."Jeanet tersenyum, "Hmm."Begitu keluar dari ruang operasi, Jeanet dipindahkan ke kamar rawat. Farnley menjaganya sepanjang malam tanpa beranjak
"Apa maksudnya?" Jeanet sempat tertegun.Adriena cemas, "Aku tanya, kamu jawab saja!""Sepertinya ... bulan lalu?" Jeanet mencoba menghitung."Aduh!" Adriena tertawa sambil menangis, "Anak ini! Hubungan kalian begini, sudah sekian lama nggak haid, kamu nggak ada rasa curiga sedikit pun?""Aku ..." Jeanet menggeleng polos, "Sejak sembuh dari sakit, datang bulanku memang nggak teratur.""Tapi nggak sampai se-nggak teratur ini juga!"Adriena melirik Farnley, "Kamu percaya nggak, dia muntah-muntah kayak gitu gara-gara kamu!""Hah?" Jeanet kaget, "Masa sih?""Kenapa nggak?"Adriena tertawa geli, "Kalian anak muda memang kurang pengalaman! Kalau pasangan itu hubungannya dekat banget, ceweknya hamil, cowoknya bisa ikut-ikutan muntah!"Sambil mendorong mereka, dia berkata, "Masih bengong aja? Cepat ke rumah sakit, periksa dulu!""Oh ..."Begitu sampai rumah sakit dan hasilnya keluar, semua pun terdiam."Apa aku bilang?" Adriena membaca laporan medis sambil tersenyum lebar, "Benar kan, kamu ham
Azka yang bertubuh tinggi dengan mudah mengangkat Jannice di atas bahunya, ke mana pun pergi, Jannice tak perlu berjalan sedikit pun.Jannice pun girang dan berteriak, "Aku milik tempat ini! Tempat ini bagaikan surga!"Ucapan itu terdengar oleh para orang dewasa, membuat mereka tak bisa menahan tawa.Seiring berjalannya waktu, para tamu pun datang satu per satu.Pernikahan pun tiba sesuai jadwal.Di taman tua yang klasik, hamparan karpet merah digelar. Azka kembali menggendong Kayshila, mengantarnya menuju pernikahan.Ia menyerahkan sang kakak kepada Zenith, "Kakak ipar, kakakku kuserahkan padamu."Pemuda itu kini berbicara jauh lebih lancar daripada dulu."Tenang saja." Zenith menerima mempelainya, di belakangnya ada Jannice dan Kevin sebagai flower boy dan flower girl, menaburkan kelopak bunga ke udara.Saat sesi lempar bunga, dengan teriakan Kayshila, "Aku lempar ya! Satu, dua, tiga!"Dia melemparkan buket bunga ke belakang.Buket itu terbang di udara, dan di tengah riuh para tamu,
Awalnya, niat Kayshila adalah untuk tidak menggelar pernikahan lagi.Namun, saat urusan ini jatuh ke tangan Adriena, ditambah lagi dengan Ron, pasangan suami istri ini memang merasa sangat bersalah kepada putri mereka. Dengan adanya kesempatan seperti ini, bagaimana mungkin mereka tidak memanfaatkannya sebaik mungkin?Dan juga, Ron dan Calista telah resmi bercerai setengah tahun lalu, dan keesokan harinya, Ron langsung mendaftarkan pernikahan dengan Adriena, menjadikan mereka pasangan sah secara hukum.Pertikaian yang telah berlangsung selama lebih dari dua puluh tahun itu akhirnya mencapai sebuah akhir.Setidaknya, bagi mereka, ini adalah akhir yang baik.Pernikahan mereka digelar dengan sangat megah. Para tokoh kalangan elite dari seluruh Kanada yang bisa hadir, datang semua.Ron akhirnya bisa menegakkan kepala, menikahi perempuan yang telah dicintainya sejak muda, dan kini akhirnya ia bisa berdiri di sisinya secara sah.Dalam pernikahan itu, Kayshila dan Zenith mengambil cuti dan da
"Baik, aku mengerti."Setelah menutup telepon, Kayshila berdiri di hadapan Zenith. Mata Zenith sedikit memerah, suaranya tenang namun terdengar datar."Dia sudah pergi."Kayshila memejamkan mata sejenak, tak mengatakan apa pun. Dia hanya melangkah maju dan memeluknya.Dia bisa merasakan tubuh Zenith sedikit gemetar.Di saat seperti ini, hatinya pasti sangat terluka, ya?Kini, tampak jelas bahwa yang paling patut dibenci adalah Gordon dan Morica. Hidup Jeromi bisa dibilang penuh dengan ketidakberuntungan.Akhir hidupnya yang seperti itu seolah-olah membuat seluruh perjalanan hidupnya di dunia ini menjadi sia-sia.Kayshila menepuk-nepuk punggung Zenith dengan lembut. "Adakan pemakaman yang layak untuknya. Iringi dia ke peristirahatan terakhirnya dengan baik.""Mm." Zenith mengangguk dengan suara serak.Meski berniat menggelar pemakaman yang layak, pada kenyataannya tak banyak orang yang hadir.Selama beberapa tahun terakhir, Jeromi tinggal di Toronto dan tak memiliki banyak teman. Dia me
Jeromi perlahan membuka mulut, menatap langit-langit, "Aku ini hidupnya pendek. Tapi sejujurnya, aku sudah lama merasa cukup dengan hidup ini.""Bagiku, sejak meninggalkan Jakarta, meninggalkan kamu, ibu, dan kakek … setiap hari setelahnya terasa lebih menyiksa daripada mati."Suasana dalam ruangan sunyi senyap.Kayshila diam-diam menggenggam tangan Zenith.Orang bilang, ketika seseorang menjelang ajal, kata-katanya menjadi tulus.Kalau dulu Jeromi mengucapkan kalimat seperti ini, orang mungkin akan curiga, apakah dia hanya sedang berpura-pura.Tapi melihat kondisinya sekarang … apa gunanya berpura-pura lagi?Sudah terlihat jelas, dia benar-benar sedang sangat menderita.Jeromi melanjutkan, "Satu-satunya keinginanku dalam hidup ini adalah kembali ke Jakarta, kembali ke sisi Ibu …"Ia perlahan menoleh ke arah Zenith, "Zenith, kumohon padamu, bawalah aku pulang, bolehkah?"Bibir Zenith menegang, hatinya terasa perih dan sesak.Pria di hadapannya ini dulu adalah saudara kandungnya, tapi j
Mereka tidak perlu mengkhawatirkan apa pun, bahkan untuk mengurus Jannice pun sudah tidak diperlukan lagi.Paman Kevin sangat menyayangi keponakan perempuannya, dan ia sering mengajaknya bermain keliling seluruh area perkebunan.Tahun itu, saat mereka datang, Toronto sedang berada dalam musim dingin. Namun kini, musim semi telah tiba, bunga-bunga bermekaran, taman terlihat sangat indah, sangat cocok untuk anak-anak bermain.Memasuki bulan April, Toronto akan berganti ke musim panas, yang akan berlangsung hingga Oktober. Pada saat itu, perkebunan akan terlihat secantik lukisan cat minyak.Adriena pun mengusulkan, "Kayshila, bagaimana kalau nanti acara reuni kalian diadakan di sini saja?"Semakin dipikir, ia merasa ide itu sangat masuk akal."Tempatnya luas, kalian juga hanya mengundang kerabat dan teman dekat saja, pasti cukup untuk menampung semua. Kota Azka juga dekat dari sini, jadi kalau mau menjemput orang juga mudah. Momen ini langka, kalian kakak-beradik bisa berkumpul kembali."