Dari kalimatnya saja, Nathan sebenarnya sudah tau kalau Leona mau menikah dengannya karena Ibu Diana. Tapi dia ingin mendengar langsung curahan hati Leona selama ini. Dia ingin tau apa yang sebenarnya wanita itu rasakan selama menjalani pernikahan paksa yang sudah berjalan dua bulan ini.Nathan sudah bertekad dalam hati untuk tetap mempertahankan rumah tangganya dengan Leona. Apalagi jika mengingat sudah ada janin di rahim istrinya yang merupakan benihnya. Dia tidak ingin lari dari tanggung jawab tersebut."Seminggu sebelum ibu Diana meninggal, beliau memanggilku untuk menemuinya di ruangan. Beliau juga mengutarakan maksudnya yang ingin menikahkan anaknya denganku."Tangis Leona semakin pecah membayangkan momen itu. Dia ingin menolak tapi tak bisa. Dia ingin menghindar tapi bukan solusi. Hatinya terasa nyeri membayangkan sebuah pernikahan yang harus dijalankan tanpa cinta. Padahal saat itu Leona masih berstatus pacaran dengan pria yang sangat dia cintai se
"Sudah siap?" Pria itu menoleh ke arah Leona yang tengah mengenakan sabuk pengaman. "Sudah."Nathan tersenyum, lanjut melajukan mobil meninggalkan rumah besar pemilik pabrik kosmetik itu untuk segera pergi ke rumah orang tua Leona di kampung. Pria itu sudah bertekad untuk jujur kepada keluarga Leona dan menceritakan semua kejadian yang menimpa istrinya.Dia sudah siap dengan segala resiko yang akan dia hadapi. Cepat atau lambat, mertuanya harus tau jika putrinya sudah menikah karena dijodohkan oleh Ibu Diana. "Kamu kenapa diam saja?" Nathan bertanya di tengah atensinya yang terus menyetir. Sejak tadi istrinya hanya diam sambil menatap pemandangan lewat kaca mobil yang dibuka setengah. Sesekali dia juga melihat Leona yang seperti hendak menangis."Tidak apa-apa." Jutek. Bahkan tanpa menoleh sedikit pun."Apa kamu masih memikirkan kata-kataku?""Ya.""Maaf.""Kamu tidak bersalah, mas." Lanjut membenarkan rambut ke belakang."Aku hanya tidak ingin kamu terlalu memikirkannya. Anggap saj
Sebuah motor tiba-tiba ngerem mendadak tepat di hadapan meja yang sedang Nathan dan Leona tempati. "Harus banget di sini ya parkirnya," kesal Nathan. Pria itu tak jadi makan bubur yang sudah di depan mata."Sabar, mas." Leona memperhatikan pemilik motor itu dari atas ke bawah. Dari perawakannya, dia seperti mengenali. Tapi entah siapa Leona lupa.Tidak lama kemudian, pria berbalut jaket kulit berwarna hitam itu membuka helm mode slowmo. Dan ketika sebuah benda yang menutup kepala itu terbuka, jantung Leona seolah berhenti berdetak dengan bibir yang menganga heran.Dia tidak percaya dengan apa yang dilihat di depan mata. Rasanya seperti mimpi. Namun tangan halusnya berhasil menampar pipinya dan terasa nyeri. 'Apa aku nggak salah lihat?' Batinnya berkata."Kalau parkir jangan sembarangan bisa? Di sana juga masih luas, kan?" Nathan beranjak dari duduknya sambil melirik ke arah parkiran yang masih longgar di sediakan kang bubu
Nathan terus melajukan mobilnya cepat dalam batin kesal sekaligus kecewa. Dia tidak pernah menyangka hubungan Leona dan Dimas ternyata belum benar-benar berakhir. Dia juga marah karena permintaan Dimas yang konyol. Bisa-bisanya dia menyuruh cerai dan ingin Leona kembali. Huft!Nathan memukul stir cukup keras hingga membuat Leona berjengit saking kagetnya."Mas?" Lirihnya."Ya.""Apa kamu marah?""Hm.""Maafkan aku karena tidak jujur sejak awal. Aku tau kamu kecewa. Aku tau kamu pasti akan membenciku setelah ini." Leona berusaha meluluhkan hati Nathan yang membeku. "Aku sudah berjanji akan menjelaskan semuanya sama kamu. Apa kamu mau mendengarnya?""Hm." Hanya dua huruf singkat yang Leona dengar dari mulut Nathan.Wanita itu menghela napas panjang, lanjut menatap wajah suaminya dari samping sebelum akhirnya mulai berbicara."Dia adalah Dimas, mantan pacarku sejak masih duduk di bangku
"Ya Tuhan." Leona mengusap dada karena kaget. "Kirain siapa, bu. Saya lagi nunggu ibu pulang." Wanita bersuami Nathan itu berlari-lari kecil menghampiri tetangganya."Ngapain mesti nungguin? Kan rumahnya enggak dikunci." Bu Tika melirik ke arah rumah Leona di mana ada Nathan yang sedang duduk di teras sambil bermain ponsel. "Itu siapa, mbak Leona?" Rasa penasaran Bu Tika beralih dalam mode on."Eung ...." Leona menggaruk kepala. Bingung mau jawab apa."Pacarnyakah? Kamu kan sudah lama enggak pulang. Atau jangan-jangan calon suami kamu, ya?" "Dia itu—.""Nduk??? Bener itu kamu?" Seseorang berlari-lari ke arah Leona sambil mengembangkan senyum bahagia. Ternyata bu Leni - ibu kandung Leona. Wanita bergelung itu memeluk tubuh Leona erat seraya menepuk-nepuk punggung anaknya."Kapan kamu pulang? Kenapa ndak kasih kabar ibu dulu. Kalau dadakan gini kan ibu belum sempet masak makanan kesukaan kamu?"Leona melepas pelukan seraya tersenyum. "Ndak apa-apa, Bu. Leona sengaja enggak kabarin ibu
Pikiran siapa yang tidak kacau mendengar anaknya sudah hamil padahal dia belum pernah menikahkan dengan seorang pria? Itulah yang dipikirkan Bu Leni saat ini. "Bu?" Leona memanggil sang ibu dengan raut sedih."Jangan bilang kamu sudah hamil di luar nikah, nduk?" Leona menggeleng cepat. Mendekat ke arah ibu lantas menggenggam erat jemari Bu Leni yang selama ini sudah membesarkannya. "Leona tidak hamil di luar nikah, Bu. Leona punya suami."Bu Leni mengelap wajahnya dengan kerudung. "Maksudmu?""Leona sudah menikah.""Menikah?" Wanita tak percaya hingga melongo beberapa saat. "Iya, Bu. Dan pak Nathan yang saat ini ada di depan ibu adalah suami Leona." "Astaghfirullah." Mata bulat Bu Leni langsung membeliak menatap pria tampan yang kini telah menjadi menantunya. "Kok Astaghfirullah, Bu. Apa ibu enggak senang?""Jadi bos kamu itu suami kamu sendiri, nduk? Bagaimana bisa?" Leona memandang Nathan yang kini tengah menatapnya iba. Dan di sana ia lihat Nathan mengangguk seolah memberikan
Pagi menjelang, pria pemilik perusahaan kosmetik itu sudah bangun dari tidur tak lelapnya. Ya, untuk kali pertamanya seumur hidup Nathan harus tidur di kasur keras dengan ranjang yang sedikit reot. Untung saja tidak tumbang saat mereka tempati bersama. Ditambah drama nyamuk yang semakin membuat kesal Nathan, pria itu harus merelakan kulit putih mulusnya menjadi santapan serangga berukuran kecil yang terdengar ngung-ngungan di telinga.Keluar dari kamar, Nathan berjalan ke arah dapur untuk mengambil air mineral. Tubuhnya keringetan karena hanis olahraga. Ralat - Nathan keringatan karena merasa gerah karena tak ada satu pun AC yang dipasang di rumah sederhana istrinya.Krucuk-krucuk!Glek-glek. Bos muda itu terlihat menenggak segelas air minum dan menghabiskannya tanpa sisa. Pandangan Nathan pun mengedar menatap sekeliling rumah istrinya yang sudah terlihat tua dan usang.Meja dapur yang sudah berumur puluhan tahun, terlihat kero
"Ciyeee ...." Nathan dan Leona refleks melepas pelukan ketika mendengar suara yang tak asing bagi mereka. Lantas mencari dari mana asal suara itu."Alya." Nathan menangkap sosok iparnya yang tengah ngik-ngikan melihat kelakuan pasangan suami istri itu."Astaga!" Leone menepuk jidat. "Sejak kapan kamu di sana, Alya?""Ciye ciyeee. Panik nih ye ..." ledeknya lagi masih sambil cekikikan."Cukup, Alya. Kakak tanya sekali lagi sama kamu. Ngapain kamu di situ. Kamu nguping pembicaraan kakak sama Kak Nathan?""Ekhem ekhem. Santai aja kali, kak. Aku ini adikmu yang sudah dewasa juga." Alya semakin cekikikan melihat ekspresi di wajah Leona yang terlihat cemas."Dewasa dari Hongkong. Kamu masih sekolah, Alya." Wanita beristri bos itu melangkah mendekat ke arah adik satu-satunya yang masih tetap cekikikan kunti.Leona menatap wajah Alya sambil memegang kedua pundak adiknya. "Dengarkan!" Titah Leona. "Kamu itu masih sekola
Tepat jam 09.00 malam, Nathan dan Leona pergi meninggalkan kediaman rumah baru Bu Leni. Setelah berunding cukup lama, Nathan memutuskan untuk tetap membawa istrinya kembali ke Ibukota.Meski rasa lelah kian mendera tubuh Leona, pria pemilik perusahaan Diana Beauty itu tetap mengupayakan kenyamanan sang istri. Duduk di kursi samping kemudi, Nathan sengaja menurunkan jok hingga posisinya setengah duduk.Beruntung, bantal kecil selalu menemani ke mana pun perginya mobil itu. Nathan sengaja menaruh bantal di kursi belakang untuk jaga-jaga kalau istrinya kelelahan duduk."Begini nyaman?" tanya Nathan setelah menarik ujung selimut yang ia bawa dari rumah Bu Leni.Leona mengangguk kecil sambil tersenyum."Kamu istirahat ya, sayang? Kalau ngantuk tidur. Mas akan bawa mobilnya pelan-pelan," ujar pria itu sembari mengenakan sabuk pengaman."Tapi kalau pelan malah nggak sampai-sampai, mas."Nathan menghela napas panjang. "Terus kamu maunya gimana, sayang? Mas mau kamu nyaman selama perjalanan p
Nathan panik hingga terus memaksa istrinya untuk pergi le rumah sakit. Apalagi ini kehamilan pertama untuk keluarga Leonath. Tentu tidak akan Nathan biarkan hal buruk menimpa istri dan janin dalam kandungan."Aku nggak papa, mas. Perutku cuma kram," lembut Leona berusaha menenangkan sang suami. "Yakin nggak papa?" Nathan memastikan.Wanita cantik itu mengangguk sebelum akhirnya mengembangkan senyuman. "Aku udah sempet konsultasi sama dokter kandungan, bahkan aku juga punya nomor teleponnya. Hal ini wajar terjadi karena biasanya karena kecapekkan, mas?" Leona menjelaskan dengan netra yang menatap lekat kedua bola mata suaminya."Betul, le. Leona memang sepertinya kecapekkan, belum sempat istirahat usai acara empat bulanan, eh langsung gas pulang kampung," imbuh Bu Leni yang sudah berpengalaman itu. "Saran ibu, apa tidak sebaiknya Leona istirahat dulu. Kalau kamu nggak keberatan, Leona bisa tinggal di sini sama ibu dan Alya," usul Bu Leni."Asal Mas Nathan ngizinin, aku iya aja sih, Bu
Nathan baru sempat menyusul masuk setelah obrolannya lewat telepon dengan Joshua selesai. Pria pemilik Diana Beauty itu tidak habis pikir dengan pemikiran Joshua yang terus saja berkeinginan untuk menghancurkan rumah tangganya dengan sang istri."Halo.""[Nathan. Gue pikir lo udah nggak mau angkat telepon gue lagi.]""Mau apa lagi?""[Gue cuma mau istri lo, Nath.]""Ck." Nathan mendecih. "Itu nggak akan pernah terjadi, Jo. Leona itu istriku. Kami sudah sah secara agama dan hukum.""[Tapi kalian masih bisa bercerai. Dan aku akan menikahi Leona.]""Jangan mimpi, Jo. Leona sedang mengandung anakku.""[Kamu tenang saja! Aku akan merawat anak itu seperti anak kandungku sendiri.]""Kurang ajar! Kenapa—.""[Kalau gue enggak bisa bahagia dengan Leona. Gue juga enggak akan biarkan Leona bahagia dengan siapapun termasuk lo, Nath.]" Tandas Joshua yang langsung memutuskan panggilan secara sepihak.'Keterlaluan.' Geram Nathan. Dia tidak terima dengan pernyataan Joshua. Tidak cukupkah dia yang ingi
"Siap?" "Lets, go!" Sorak Leona yang antusias akan pergi ke kampung halamannya. Wanita hamil empat bulan itu terlihat cantik meskipun hanya mengenakan dress selutut warna putih yang dibalut dengan blazer berwarna navy. Senada dengan sang suami - Nathan juga mengenakan kemeja panjang berwarna Navy berpadu dengan celana jeans hitam panjang.Tepat jam sepuluh pagi, setelah semuanya siap dengan barang-barang yang akan di bawa, mobil Nathan melaju dengan kecepatan rendah membelah jalanan Ibukota yang cukup ramai."Ibu belum ngabarin Alya kan kalau kita sedang perjalanan pulang?" tanya Leona kepada Bu Leni yang duduk di kursi belakang."Ini ibu baru mau ngabarin," jawabnya sembari mengeluarkan ponsel dari dalam tas berlogo dior itu. Ya, wanita berhijab coklat tua itu selain mendapat hadiah rumah dari sang mantu, dia juga mendapat tas branded dari Leona. Katanya Leona sudah bosan pakai tas tersebut, itu sebabnya dia memberikan tas tersebut untuk Bu Leni."Jangan dulu, bu!" Sergah Leona cepa
Jam 7 pagi"Ibu mau ngapain?" tanya Ijah yang tengah sibuk dengan aktivitasnya mencuci piring sisa semalam di wastafel."Saya mau bikin sarapan, Bi?" Bu Leni membuka kulkas, mengambil beberapa bahan masakan seperti sayuran dan daging. Alhamdulillah, semua makanan untuk acara empat bulanan Leona ludes tak bersisa.Semua orang terlihat menikmati semua makanan olahan yang disajikan dalam prasmanan malam itu. Sisanya dibagikan ke warga supaya tidak mubadzir."Ibu duduk saja! Nanti biar saya yang masak.""Nggak papa, Bi. Santai aja, nggak usak sungkan begitu.""Hehe ....""Ini Leona sama mantuku belum bangunkah?" lirihnya ketika mengupas kentang di meja. Wanita itu merasa menyesal karena mengingat kejadian semalam yang lagi-lagi tak sengaja memergoki menantu dan anaknya yang hendak beribadah.Pluk!Bu Leni menepuk jidat."Kenapa, Bu? Sakit kepala?""Nggak papa, Bi.""Ehem-ehem!" Suara seseorang berdehem yang tak asing itu membuat Bu Leni dan Ijah kompak menoleh menuju sumber suara. Mendapa
Nathan menghela napas lega. "Syukurlah semuanya berjalan dengan lancar," ucapnya saat duduk mengamati setiap rangkaian acara yang sedang berlangsung.Pria berpakaian koko putih yang dipadukan dengan kain sarung berwarna hitam itu tampak tersenyum senang melihat acara 4 bulanan istrinya berjalan dengan khidmat. Pembacaan ayat suci Al-quran pun ikut mengiringi hari bahagia mereka di rumah keluarga Nathan."Alhamdulillah," ucap syukur Bu Leni."Leone lega banget, bu. Akhirnya acara ini berjalan dengan lancar tanpa ada halangan apapun," senyum bumil itu merekah dari kedua sudut bibirnya yang dihiasi lipstik berwarna nude."Iya, nduk. Jujur tadi pagi ibu sempet panik gara-gara masalah ayam. Untung suamimu cerdas bisa menyelesaikan masalah dengan cepat.""Ya kalau nggak cerdas mana mungkin anakmu mau, bu." Leona terkekeh mengingat usaha keras sang suami yang patut diacungi jempol.Tak bisa dibayangkan bagaimana sulitnya mengendalikan persoalan ayam yang belum disembelih, belum lagi urusan m
Leona terkejut. Wanita hamil itu pun langsung berbalik ke belakang untuk membangunkan sang suami."Eh, belum dijawab ibu le tanya kok udah ditinggal pergi." Bu Leni garuk-garuk kaki, bukan. Maksudnya kepala.Sementara di dalam, Leona sedang susah payah membangunkan Nathan yang terlihat masih mimpi di pulau kapuk hingga nampak pulau baru yang tergambar di bantal.'Ganteng-ganteng kok ngiler sih kamu, mas.' Gumamnya sambil mengguncang tubuh atletis pria itu yang masih polos tanpa sehelai benang.Keterlaluan sih, bisa-bisanya mereka bermain tanpa jeda hingga adzan subuh. Ente kadang-kadang ente."Mas!" Nathan tak bergeming. Pemilik pabrik kosmetik itu tetap mendengkur dengan posisi tengkurap dengan bibir yang mengaga sedikit."Nduk?" Leona menoleh menuju sumber suara lantas menepuk jidat. "Ya Allah, ibu masih nunggu di luar." Buru-buru dia keluar untuk menemui Bu Leni. "Kenapa, bu? Ngapain ibu masih di sini?" Khawatir Leona kalau sampai ibu tak sengaja melihat suaminya belum memakai b
Malam semakin larut, rintik hujan perlahan mulai turun membasahi bumi. Angin berembus masuk melalui celah tirai.Pasutri itu tampak asyik dengan dunianya, hawa dingin yang mencekam pun seolah sirna oleh hangatnya sentuhan raga yang tengah memadu kasih malam itu. Sayup-sayup, terdengar rintihan lembut di tengah guncangan hebat yang semakin membabi buta."Apa kamu sudah keluar?" Entah apa itu. Suara Leona bergetar di tengah pertempuran di medan perang nan hebatnya.Wanita yang tengah hamil memasuki bulan ke empat itu masih memejamkan mata, menikmati setiap permainan indah yang Nathan ciptakan dalam naluri."Belum.""Ke-napa?" Nafas Leona tersengal menahan sesuatu yang ingin menyembur di liang hangat miliknya."Aku masih ingin bermain lebih lama lagi, sayang?" Kecupan singkat mendarat dengan sempurna di bibir legit Leona yang menggoda."Aish, kok bisa? Ini udah hampir satu jam, mas?" Dusta. Tapi itu faktanya. Pasangan suami istri itu telah melewatkan waktu yang tak sebentar hanya untuk
Nathan menghela napas panjang ketika sudah sampai di kamar, duduk bersandar bantal di punggung, sambil mengelus-elus kepala sang istri yang ada di pahanya."Capek ya, mas?""Lumayan, sayang. Ayamnya lari mulu. Susah nangkepnya.""Lagian ngapain mas beli ayam hidup? Mana nggak ngomong dulu sama aku lagi," ucap Leona sambil memainkan kuku jari."Maaf, sayang. Niat mas cuma pengin nurutin ngidam kamu pingin makan ayam goreng kampung. Tapi karena keinget acara 4 bulanan, mas pikir sekalian aja beli ayamnya. Kan lebih enak kalau menyembelih sendiri.""Astaghfirullah." Leona refleks bangkit dari rebahannya."Kenapa, sayang?""Mas udah sembelih ayamnya?" Mimik Leona berubah cemas."Belum.""Mas tau nggak?"Nathan menggeleng polos. "Tau apa, sayang. Kamu kan belum ngomong apa-apa.""Mas, kalau istrinya lagi hamil itu pamali menyakiti hewan apalagi sampai membunuh.""Serius, sayang?" Nathan baru tau."Serius, mas. Jadi jangan pernah mas berpikirin buat sembelih ayam sendiri, ya? Aku nggak mau