enjoy reading ...
“Hari ini ada acara besar, Do.” “Acara apaan, Kai?” Mendadak hari ini rumah neneknya Risty sangat sibuk. Para asisten rumah tangga mempersiapkan jamuan lezat dan membersihkan rumah. Memasang hiasan terbaik di setiap sudut ruang tamu. Saat siang menjelang, datanglah dua lelaki berwajah blasteran lengkap dengan anak dan istrinya. Rupanya itu adalah anak neneknya Risty yang masih hidup. Wajahnya cukup tampan dengan hidung mancung dan bisa kutebak wajah papa kandung Risty tidak jauh dari paras keduanya. Wajar jika Risty dikaruniai wajah cantik karena memiliki keturunan darah bule. Tidak berapa lama, Risty turun dari lantai dua rumah besar ini menggunakan dress selutut berwarna biru gelap bertaburkan swarovski yang kontras dengan warna kulitnya yang putih bersih. Aku menatapnya tanpa berpaling sedikit pun dari sudut ruangan yang bersebelahan dengan ruang tamu. Dia sangat cantik dengan make up yang tersapu di wajah juga hiasan rambut yang dikenakan. Dan inilah aku, hanya bisa mengagumi
"Ulang tahunku dua bulan lagi, Piere. Mommy ingin perayaannya diganti minggu ini saja," putus neneknya Risty sambil berbicara dengan anak pertamanya, Paman Piere."Kenapa Mommy mempercepatnya?" "Mommy mau acara pertunangan Richard dan Risty diselenggarakan secepatnya. Karena Richard harus segera kembali ke Indonesia. Dia memiliki pekerjaan yang tidak mungkin ditinggal terlalu lama. Benar begitu kan, Richard?"Kepala Richard mengangguk pelan pun dengan kedua orang tuanya sambil tersenyum tipis penuh kebahagiaan. "Benar, Nek. Terima kasih untuk pengertiannya.""Baiklah akan kuatur, Mom. Lalu bagaimana dengan pernikahan mereka?""Pernikahan akan digelar kalau Risty sudah kembali ke Indonesia saja. Keluarga Richard juga butuh waktu untuk bersiap-siap.""Oke, aku setuju, Mom. Lebih cepat mengikat mereka itu lebih baik." Risty hanya duduk terdiam di sebelah Richard dengan menggenggam buket bunga pemberian Richard. Dia tidak bisa melawan perintah neneknya sama sekali meski menunjukkan waj
Dengan wajah tenang tanpa menunjukkan gurat kekesalan karena mendapati kenyataan Richard sebenarnya telah menghamili perempuan lain, Risty melangkah dengan pasti menuju kamar hotel calon tunangannya itu. Sedang aku mengekorinya dari belakang dengan langkah gagah.Sesekali kupandangi bagian belakang tubuh Risty yang terlihat bak gitar Spanyol dengan dilapisi gaun biru indah. Aku tidak menyesal mengatakan aib Richard pada Risty begitu melihat ada kegamangan di matanya saat dipaksa segera menikah. Di kamar nomer 410, Richard berada. Risty sudah berdiri di depan pintu kamar itu namun tidak kunjung menekan belnya. Aku yakin dia sedang memikirkan sesuatu sebelum bertemu Richard.Setelah menghela nafas panjang, tangan kanannya menekan bel itu sekali. Dan secepat kilat pintu itu terbuka lalu menampilkan Richard yang tengah memakai kaos merah dengan celana pendek. "Sayang, kok datang sama Rado?" Senyumnya luntur ketika melihatku berdiri di belakang Risty."Dia bodyguardku. Ada masalah?!" Ris
Mana mungkin bisa, seorang nona muda seperti Risty bisa hidup sederhana sedang sedari kecil ia sudah terbiasa hidup bermandikan harta? "Rich, gue mau pulang. Lepasin," ucap Risty pelan. Ia berusaha melepaskan remasan tangan Richard yang berada di kedua pundaknya. Wajahnya terlihat gamang dan bimbang disertai bahasa tubuh tidak nyaman berada di dekat Richard. Namun Richard tidak mau melepaskan kedua tangannya yang berada di pundak Risty. "Jawab aku dulu, Ris. Memangnya ada lelaki berharta selain aku yang bisa nerima kamu apa adanya? Memangnya Nenek ngizinin kamu nikah sama lelaki sederhana?!" "Rich, please! Lepasin, gue mau pulang," Risty kembali memberontak namun Richard tidak menggubris. "Aku udah jauh-jauh datang dari Indonesia, Ris. Susah payah aku berusaha dapatin cintamu lagi. Kalau hanya sekedar karena Meriska dan anak itu lalu aku kehilangan kamu, aku nggak akan biarin kamu bahagia sama lelaki manapun! Aku bersumpah!" "Bakal aku umbar semua aibmu ke siapa aja lelaki ya
"Ris, hari ini kita akan pergi ke Dykkerne untuk melihat cincin pertunangan yang cocok untukmu dan Richard," ucap sang Nenek saat sarapan.Pagi ini, Risty mengajakku sarapan bersama keluarga besarnya. Padahal, biasanya aku akan sarapan bersama asisten rumah tangga dan sopir di dapur rumah ini. Alhasil, aku bisa mendengar percakapan antara Risty dan neneknya. "Sekarang?" tanya Risty dengan nada sedikit protes."Ya. Karena besok kita akan naik cruise menuju Svolvaer. Kalau bukan hari ini mencari cincin pertunangannya, lalu kapan lagi?"Risty mengangguk pelan dengan wajah tidak bahagia. Aku bisa memahami mengapa ia bersikap begitu. Masa lalu kelamnya yang pernah diperkosa bisa dijadikan Richard sebagai alat untuk memaksanya agar tetap menerima Richard. Selain cinta, entah ambisi apa yang Richard inginkan dengan menikahi Risty. Namun, posisiku yang hanya sebagai bodyguard tidak bisa berbuat banyak selain melihat rentetan acara ini hingga pada akhirnya aku yang tersisih mendapatkan cint
"Gue bakal --- " "Risty!" Teriakan neneknya membuat ucapan Risty terjeda lalu kedua mata kami sepakat menoleh ke arah neneknya berdiri dengan Kaika berada di sampingnya. Akhirnya tanpa menjawab pertanyaanku, Risty melangkah memasuki toko perhiasan Dykerne lalu aku mengikutinya dengan langkah perlahan. Sambil menatap tubuh Risty dari belakang yang begitu indah meski rambutnya belum terlalu panjang. Pantas saja Richard tergila-gila dengan Risty yang hampir mendekati sempurna dengan semua yang ada padanya kecuali kesucian yang terenggut. "Hai, sayang," Richard langsung menyapa Risty dan memberinya pelukan kilat usai membuka pintu toko perhiasan itu. Risty membalas pelukan itu sekilas dengan senyum palsu yang dipaksakan. Kemudian Richard menatapku dengan sorot tidak suka namun tidak terlalu ia tunjukkan agar tidak membuat siapapun tahu permasalahan yang terjadi diantara kami. "Rich, ajak Risty milih cincin yang dia sukai," Mamanya memberi titah dengan suara begitu lembut. "Seka
"Aku heran dengan kedekatan kalian. Memangnya, sespesial apa kamu bagi Risty?" Baru saja kami turun dari mobil, neneknya Risty sudah melontarkan pertanyaan sesengit ini padaku. Kebetulan Risty sudah melangkah lebih dulu masuk ke dalam rumah bersama Kaika. Sedang Richard dan kedua orang tuanya sudah diturunkan di hotel tempat mereka menginap. "Kami ... hanya sebatas majikan dan bodyguard, Nyonya," ucapku sopan. "Tapi kenapa Risty kelihatan begitu lebih menyanyangi kamu dari pada Richard? Bukankah seharusnya ia lebih menyayangi calon tunangannya itu?" Akibat amarah Risty di Oslo Opera House karena Richard tidak mengizinkanku ikut masuk menonton pertunjukan ballet. suasana hati Risty menjadi tidak kondusif. Aku paham, Risty bersikeras ingin mengajakku masuk ke dalam gedung pertunjukan karena selama ini dia selalu menarikku ada di dekatnya. Dan Richard memisahkan kami untuk pertama kalinya dalam hal profesionalitas dengan sedikit bumbu cinta di dalamnya. "Kami ---" "Jangan ter
Akhirnya Risty kembali pulang setelah aku dan Kak Alfonso menunggunya di ujung jalan masuk komplek perumahan kakek dan neneknya. Dia menepikan mobilnya begitu Kak Alfonso melambaikan tangan. Dia tidak keluar dari bangku kemudi namun aku segera berlari mendekati kaca pintu kemudi untuk memastikan jika Risty baik-baik saja. Jemariku mengetuk kaca jendela berulang kali lalu Risty menurunkannya sedikit. Matanya menatapku degan sorot kecewa bercampur sedih dan itu membuatku merasa sangat bersalah. "Lo dari mana, Ris? Kita berdua bingung nyariin lo!" ucap Kak Alfonso tak sabar yang sudah berdiri di sebelahku. "Nyari angin," jawabnya asal tanpa mau menatap kami berdua. Kak Alfonso berdecak lalu berkacak pinggang, "Lusa tuh lo tunangan, Ris! Pamali pergi jauh sendirian apalagi dalam keadaan lagi emosi!" Nasehat baiknya itu hanya ditanggapi Risty dengan ekspresi masa bodoh. "Gue balik dulu ke rumah Nenek." "Ya udah, hati-hati. Rado biar bareng sama lo sekalian." "Biar jalan sendiri.