Beranda / Thriller / Bloody Revenge / Siswi Bangku Pojok

Share

Siswi Bangku Pojok

Penulis: Alyanis Desi
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Keesokan harinya, Farizka mendapatkan panggilan dari Pak Yajid, sang kepala sekolah. Dia mendapatkan pujian karena sebagai guru baru mengumpulkan tugas silabus untuk pertama kali. Farizka dianggap mampu memberi contoh kepada guru lain terutama para senior karena memiliki disiplin waktu yang tinggi dalam mengerjakan tugas. Namun, imbas dari itu semua, dia mendapatkan tugas tambahan untuk membuat silabus kelas sebelas. Sebenarnya, tugas ini bukan tugasnya, melainkan tugas Bu Milna.

Farizka keluar dari ruang kepala sekolah dengan tertunduk lesu. Harusnya, nanti malam dia bisa sekadar untuk beristirahat sejenak dari aktivitas lembur.

Sementara itu, setelah Farizka keluar, Milna keluar dari salah satu ruang dari ruangan kepala sekolah. Ruang kepala sekolah ini memang memiliki tiga ruang. Ruang untuk tamu, ruang kerja, dan satunya ruangan kosong.

“Harusnya, kamu bisa mencontoh si Farizka,” ujar Pak Yajid.

Milna mengerucutkan bibir.

 “Heran, deh. Enggak Ayah, enggak Eka, enggak Rahma, kenapa semua suka sama dia? Apa istimewanya dia?”

“Kamu tidak bisa bersikap seperti ini terus, Mil. Kamu sudah bukan anak-anak lagi. Bahkan, sekarang kamu sudah jadi guru. Jangan kekanak-kanakan.” Pak Yajid menanggapi.

Tanpa mengucap kata apa-apa. Milna membanting pintu tempat kerja ayahnya. Meninggalkan ayahnya dengan bersungut-sungut. Untung suasana sekolah belum begitu ramai. Jadi, tak banyak yang memperhatikannya.

                   ***

Koridor kelas itu terlihat sama dengan koridor kelas-kelas sebelumnya. Suasana langit senja memancarkan cahaya remang-remang di sepanjang koridor kelas yang Farizka lalui. Sesampainya di ujung kelas, cahaya matahari sore itu tidak dapat menembus.

Farizka membuka kedua pintu lebar-lebar kemudian menyalakan lampu agar kelas menjadi lebih terang. Dia meletakkan tas di atas meja lalu duduk dan bersiap membuka laptop untuk mengerjakan tugas membuat silabus.

Tiba-tiba tercium bau wangi bunga-bungaan yang begitu menyengat. Sepertinya Farizka pernah mencium wangi parfum ini. Parfum itu sangat tidak asing.

Tiba-tiba dari arah pintu, seorang siswi perempuan berambut panjang dan berponi dengan kaki berbalut sneakers melangkah ke dalam kelas.

Seingat Farizka, sekarang hari Senin. Kenapa siswi itu memakai sepatu berwarna putih? Atau jangan-jangan tadi sudah mendapatkan sanksi dari bagian kesiswaan karena penampilannya jelas mencolok dan tak mungkin luput dari bagian kesiswaan.

“Permisi Bu, apa saya boleh ikut Ibu lembur di sini?” ucapnya sambil tersenyum dan langsung duduk di bangku pojok terdepan. Persis di depan Farizka.

Meski aneh, seorang siswi masih berkeliaran di sekolah jam sekarang, lebih aneh lagi ada seorang siswi sendirian mengerjakan tugas di ruang kelas.

Farizka kemudian mengangguk sambil tersenyum, “Oh silakan kalau kamu mengerjakan PR di sini, biar Ibu ada temannya.”

Siswi itu kembali tersenyum kemudian mengeluarkan buku Matematika dari dalam tas.“

Kalau Ibu berkenan, saya dengan senang hati mau menemani Ibu lembur di sini setiap hari.”

“Setiap hari? Memangnya, orang tua kamu mengizinkan?” tanya Farizka memancing.

Siswi itu menyibakkan poninya ke samping, dari sana dapat terlihat dengan jelas oleh Farizka sebuah luka. Lebih tepatnya bekas luka. 

“Orang tua saya di luar negeri Bu. Di sini, saya cuma tinggal dengan Bibi.”

Farizka bangkit dari kursi dan berjalan menghampiri siswi itu. Kini, Farizka duduk di sampingnya. Dia baru ingat siswi ini adalah siswi yang selalu duduk di bangku pojok belakang saat pelajarannya.

Ya, Farizka sekarang ingat. Siswi ini yang pertama kali tersenyum manis saat menyapanya mengajar pertama kali di kelas 211 ini.

Karena penasaran, Farizka akhirnya bertanya juga.“

Maaf ya, kalau boleh tahu, luka di kening kamu itu kenapa?” ujarnya sambil berusaha menyentuh kening siswi itu.

Akan tetapi, entah kaget atau apa, siswi itu mundur sesaat, tak mau disentuh.

“Oh, ini terbentur tembok, Bu.” 

Sekelebat bayangan siswi yang di-bully dan berakhir dengan kepalanya yang dibenturkan ke tembok dalam mimpi Farizka beberapa hari yang lalu tiba-tiba berseliweran.

Farizka makin penasaran.

 “Terbentur tembok? Kok, bisa?”

Siswi itu melihat ke luar jendela, matanya kini terpejam. Sepertinya, mengingat-ingat sesuatu yang begitu menyakitkan.

 “Dibenturkan teman-teman saya, Bu,” ungkapnya.

Deg! 

Kenapa ceritanya sama dengan mimpiku? Ah, mungkin ini hanya sebuah kebetulan. Farizka berusaha menepis dugaannya.

“Kamu cantik, sepertinya juga rajin. Ibu yakin masih banyak teman baik yang mau berteman sama kamu.” Farizka berusaha menghibur.

Siswi itu menunduk dalam. 

Farizka jadi salah tingkah dengan ucapannya barusan. 

“Maaf kalau ucapan Ibu menyinggung kamu.”

Siswi itu makin menunduk. Lirih, begitu lirih Farizka dapat mendengar tangisnya. Farizka membiarkannya menangis. Sepertinya, siswi itu sangat kesepian, tidak punya teman. Bahkan, mungkin di rumahnya sendiri dia juga kesepian. Buktinya, dia lebih nyaman mengerjakan PR di sekolah daripada di rumahnya.

Mereka berdua kini sama-sama terdiam. Farizka mengenyahkan pikiran buruk itu dan mengalihkan pandangan ke luar kelas.

Mungkinkah anak ini korban bully teman-temannya dan juga broken home?

Farizka merasa bertanggung jawab atas ketidaknyamanan suasana di antara mereka berdua saat ini.

“Kalau mau cerita atau curhat, kamu bisa cerita ke Ibu. Anggap Ibu seperti kakakmu sendiri.” 

Siswi itu menatap ke arah Farizka. Sorot matanya tajam. Bola matanya berwarna hijau kebiru-biruan. Bukan karena softlens, melainkan asli. Gadis itu menyandarkan kepalanya di bahu Farizka. Aroma parfum yang berbau bunga-bungaan tadi jelas sekali. Kali ini, Farizka tidak salah. Aroma itu bukan dari wangi melati, kenanga, maupun kemboja, melainkan kantil. Ya, bau bunga kantil.

Tiba-tiba, bulu kuduk Farizka meremang. Jantungnya berdegup kencang. Sementara itu, kepala gadis itu tetap rebah di bahunya. Ketika mencoba membelai rambut hitam siswi itu, Farizka menemukan rontokan rambut di tangannya. Rambut-rambut panjang itu tersangkut di antara jari jemarinya. Anehnya, rambut panjang itu bukan berwarna hitam, melainkan berwarna putih. 

Degup jantung Farizka makin tak menentu.

Tiba-tiba, gadis itu bangkit dari sandaran Farizka. Dia mengemasi buku-bukunya. Sekilas, Farizka membaca buku panduan Matematika untuk kelas sepuluh itu.

Firasat tidak baik kembali menyeruak di hati Farizka. Buku panduan Matematika untuk kelas sepuluh milik siswi itu menggunakan kurikulum lama. Kurikulum itu terakhir dipakai lima tahun yang lalu saat guru Matematikanya masih Pak Betrand. Sementara itu, Pak Betrand sudah meninggal pada tahun yang sama karena serangan jantung.

Semua siswa di sekolah ini wajib membeli buku sesuai dengan arahan guru. Harusnya, siswi ini memiliki buku panduan yang sama dengan buku Farizka karena sesuai dengan kurikulum terbaru.

Bukankah dia juga ikut dalam kelasku dan selalu duduk di bangku pojok? Berarti, dia siswiku juga. Lalu, untuk apa dia mengerjakan PR? Aku tidak pernah memberikan PR untuk anak-anak.

Farizka mulai merasakan berbagai kejanggalan. Dia melirik siswi itu yang sudah berdiri. Farizka ikut berdiri agar siswi itu bisa keluar.

“Saya pulang dulu ya Bu.” ujarnya kemudian berlalu pergi.

Farizka tidak bisa menyembunyikan rasa takutnya meskipun sudah berusaha bersikap setenang mungkin. 

“Ya, hati-hati, ya,” balasnya dan dalam hati berharap agar siswi itu tidak bersalaman dengannya.

Untungnya, siswi itu segera berlalu pergi meninggalkan kelas 211. Hawa dingin menekuk tengkuk. Farizka memegang tengkuknya yang terasa dingin meskipun AC di kelas ini jelas-jelas mati. Cepat-cepat, dicarinya ponsel dari dalam tas. Berusaha menelepon penjaga sekolah yang bertugas pada malam hari. Tiba-tiba, telepon terputus karena mendadak tidak ada sinyal.

Aneh. Barusan jelas-jelas sinyalnya 4G.

Farizka cepat-cepat mengemasi barang-barangnya dan meninggalkan ruang kelas 211. Kurang istirahat menyebabkannya berimajinasi macam-macam. Ya, dia yakin ini hanyalah imajinasinya.

Bab terkait

  • Bloody Revenge   Farizka dan Angga

    “Farizka,” panggil seseorang saat Farizka menuruni anak tangga dari lantai dua.Ternyata, Angga. Guru Olahraga itu menatap Farizka sambil tersenyum dari ujung tangga lantai satu.“Untung ada Angga.” Farizka berjalan bersebelahan dengan Angga menuju ruang guru.“Kok belum pulang?”“Iya, masih lembur,” jawab Farizka dengan napas yang masih memburu.Angga menghentikan langkahnya. Kali ini, mereka berhadapan. Angga menatap Farizka.Bukannya Farizka tidak tahu. Sebenarnya, dari awal Farizka tahu bahwa Angga ada rasa yang tidak biasa. Itulah kenapa Milna dan teman-temannya tidak menyukainya. Mungkin alasan “hati” ini masuk ke dalam salah satunya. Tentu saja juga ada segudang alasan lain untuk orang yang iri. Mau sebaik apa pun, kalau berhadapan dengan orang yang iri, semua akan terlihat salah.“Lembur apa lagi?” Angga menatap lurus ke a

  • Bloody Revenge   Backstreet

    Perasaan Farizka jauh lebih tenang sekarang setelah bercerita kepada Angga. Ditambah juga jauh lebih berbunga-bunga. Setidaknya, dia tidak perlu merasa takut lagi saat berada di kelas 211. Nasihat pacar barunya, Angga, selama hantu itu tidak mengganggu, tidak masalah. Terlebih, Angga berjanji akan menemaninya lembur jika dia terpaksa lembur di kelas 211. Termasuk, menemaninya lembur nanti malam.Masalah jadian, mereka sepakat untuk backstreet agar tidak terjadi gosip macam-macam. Sekaligus menjaga perasaan Milna.Malam itu, selesai melatih ekstrakurikuler basket, Angga berencana segera naik ke lantai dua, ke kelas 211, menemani pacarnya untuk lembur mengerjakan silabus kelas sebelas. Dalam hati, Angga sedikit jengkel. Meski Pak Yajid Harahap adalah ayah kandung dari Milna, se

  • Bloody Revenge   Can You Help Me?

    Perasaan Farizka jauh lebih tenang sekarang setelah bercerita kepada Angga. Ditambah juga jauh lebih berbunga-bunga. Setidaknya, dia tidak perlu merasa takut lagi saat berada di kelas 211. Nasihat pacar barunya, Angga, selama hantu itu tidak mengganggu, tidak masalah. Terlebih, Angga berjanji akan menemaninya lembur jika dia terpaksa lembur di kelas 211. Termasuk, menemaninya lembur nanti malam.Masalah jadian, mereka sepakat untuk backstreet agar tidak terjadi gosip macam-macam. Sekaligus menjaga perasaan Milna.Malam itu, selesai melatih ekstrakurikuler basket, Angga berencana segera naik ke lantai dua, ke kelas 211, menemani pacarnya untuk lembur mengerjakan silabus kelas sebelas. Dalam hati, Angga sedikit jengkel. Meski Pak Yajid Harahap adalah ayah kandung dari Milna, seharusnya sang kepala sekolah tidak bisa membela anaknya terus-menerus dan melakukan tindakan semena-mena terhadap Farizka.“Pak, anak-anak sudah menunggu di rua

  • Bloody Revenge   Mencari Informasi

    Pagi itu, sebelum jam pertama dimulai, mereka memutuskan untuk mencari info ke bagian TU (Tata Usaha) sekolah tentang siswi yang bernama Monica Miyana Renaldi.“Buat apa?” tanya Bu Elok, penjaga TU, sebelum memberikan data.Untungnya, Farizka dan Angga sudah mengantisipasinya. Mereka sudah menyiapkan jawaban-jawaban yang akan diberikan jika ada pertanyaan-pertanyaan seperti ini. Bagaimanapun, mereka tidak mungkin menceritakan apa sebenarnya yang mereka alami. Meskipun mungkin sebagian penghuni sekolah sudah tahu misteri kelas 211. Apalagi, Bu Elok adalah senior TU di sini dan sudah mengabdikan diri puluhan tahun di yayasan ini, pasti beliau juga pernah mendengar desas-desus cerita hantu itu.“Buat apa kalian menanyakan Monic?” ulang Bu Elok melihat kedua guru baru di hadapannya masih terdiam.Farizka akhirnya angkat bicara, “Saya butuh data anak-anak pindahan, Bu, terutama anak blasteran. Untuk keperlu

  • Bloody Revenge   Flashback

    Farizka dan Angga keluar dari ruang TU dengan pikiran masing-masing.Kira-kira, benda apa yang dimaksud Monic? Kalau mengingat kata Bu Elok tadi, berarti Monic adalah teman Milna, Eka, dan Rahma. Mereka seangkatan. Ya, kami seangkatan. Tapi, kenapa hantu itu tetap menjadi siswa SMA, sedangkan kami sekarang sudah beranjak dewasa?Farizka tampak pusing, pusing mengaitkan antara satu masalah dan masalah yang lainnya. Sepertinya, benang merahnya satu per satu mulai bisa diusut. Namun, bukan waktu yang tepat untuk memikirkannya sekarang. Dia dan Angga harus mengajar pada jam pertama.Farizka harus kembali menuju kelas 211. Seperti biasa. Dia juga akan bersikap biasa saja seandainya Monic ikut bergabung belajar di kelasnya. Sementara itu, Angga langsung menghambur ke lapangan bersama siswanya.Sepulang sekolah sore nanti, mereka berjanji untuk membahas masalah ini. Di tempat biasa. Di Warung Bakso Prima. &n

  • Bloody Revenge   Rumah Joglo

    Mereka sampai di sebuah rumah bergaya bangunan Jawa Kuno. Setengah mirip Joglo. Farizka memandangi nomor rumahnya, sama persis dengan alamat yang diberikan Bu Elok. Sementara itu, Angga segera memarkir mobilnya di halaman setelah seorang pelayan rumah membukakan gerbang.Laki-laki paruh baya itu kurang lebih berusia enam puluhan. Memakai pakaian serba hitam. Celana hitam, baju hitam, dan kepalanya dihiasi semacam hiasan yang ada di keraton Surakarta. Entah apa namanya. Bukan peci, bukan juga blangkon. Sejenis kain yang diikatkan ke belakang. Penampilannya begitu mirip abdi dalem zaman dulu.Menurut cerita dari Bu Elok, ayah Moniclah yang merupakan orang Denmark asli, sedangkan ibunya adalah penduduk pribumi. Campuran Jawa dan Batak. Pantas saja jika Farizka dan Angga kini berada di rumah bergaya Jawa Kuno. Pasti rumah itu dibeli mengikuti selera ibu Monic.Bulu kuduk Farizka dan Angga kembali berdiri saat mencium bau kemenyan. Mereka melewati sebuah taman kecil.

  • Bloody Revenge   Cerita Sekar

    “Tidak wajar?” Farizka mengulang pernyataan itu.Meski sudah mendengar sendiri dari pengakuan Monic bahwa dia didorong oleh Milna, Eka, dan Rahma dari lantai dua sehingga membuat dia terjatuh dan naasnya kepalanya membentur lapangan basket terlebih dahulu, Farizka ingin mendengar versi lain, dari versi Sekar, sepupu Monic.“Setelah orang tuanya bercerai, papa dan mamanya sama-sama tidak mau mengasuhnya meski sebenarnya hak asuh jatuh ke tangan mamanya. Akhirnya, papanya tetap menjadi arsitek di Denmark, sedangkan mamanya berbisnis di sana. Oleh mamanya, Monic dipulangkan ke Indonesia dan dipasrahkan untuk diasuh oleh bibinya, yaitu mama saya. Saya baru tahu, waktu itu, kejadiannya tengah malam. Saat bangun untuk mengambil susu, Monic menangis, suaranya terdengar makin keras.Dan ....” Sekar menghentikan suaranya sejenak, berusaha menguatkan hatinya.Farizka menggenggam tangan Sekar sebagai bentuk dukungan.“Saya

  • Bloody Revenge   Cruel Temptation

    Pak Yajid Harahap memegang dadanya. Seperti menahan kemarahan yang telah lama dipendamnya.“Ayah harus melakukan sesuatu,” pinta putri semata wayangnya.Kali ini, laki-laki separuh abad itu memutar tubuhnya. Menatap dalam-dalam putri kesayangannya. Selama seumur hidup, Milna sama sekali tidak pernah mendapati ayahnya terlihat sebegitu menakutkan seperti malam ini.Sepeninggal ibunya Ayah Milna justru selalu menuruti apa yang dia mau.“Apa lagi yang kamu inginkan?” Pak Yajid menatap Milna tajam.Milna sebenarnya ragu untuk mengatakannya. Namun, ini adalah satu-satunya cara untuk menyingkirkan Farizka. Apalagi, peristiwa beberapa hari lalu, di depan ruang guru, gambaran Farizka dan Angga yang begitu romantis, terbayang-bayang di matanya. Tak bisa dibiarkan, ini adalah momen yang tepat untuk memisahkan Farizka dan Angga.“Milna ingin Ayah memecat Farizka.”“Apaaaa?”“Ya,

Bab terbaru

  • Bloody Revenge   Epilog

    Gadis itu turun dari mobil. Kulitnya putih diterpa sinar mentari pagi. Rambutnya panjang hitam legam. Tangannya diapit kedua orang tuanya yang menyusul turun dari mobil.Semua anak yang kebetulan sedang berolahraga di lapangan sebelah parkiran mobil spontan langsung menengok. Kini, semua mata tertuju kepada seorang gadis cantik yang sepertinya berasal dari keluarga berada. Dari penampilannya, terlihat cantik dan anak baik-baik.Anak-anak dari lapangan kasak-kusuk. Mungkin gadis blasteran itu sebentar lagi akan menjadi teman mereka. Beberapa anak laki-laki bahkan saling senyum dan melempar pandang satu sama lain.Sementara itu, anak-anak perempuan sibuk nyinyir. Sepertinya, sebentar lagi mereka akan punya saingan baru.Gadis itu menuju ruang kepala sekolah bersama orang tuanya. Beberapa saat kemudian, orang tua gadis itu tampak berpamitan dengan kepala sekolah.Sepeninggal orang tuanya, gadis itu dibimbing oleh Bu Elok menuju kelas 211. Kelas pe

  • Bloody Revenge   Redemption

    Pagi itu, secara mengejutkan, Milna, Eka, dan Rahma mengundurkan diri sebagai guru. Tentu saja semua penghuni sekolah dibuat terheran-heran dengan sikap mereka. Namun, Pak Yajid Harahap sebagai kepala sekolah menyetujui pengunduran diri mereka. Biarlah ketiganya hidup tanpa bayang-bayang kekuasaan dari keluarganya. Biarlah mereka sukses dengan caranya sendiri. Mungkin itu yang dipikirkan ayah satu anak itu.Sebelum pergi meninggalkan sekolah, Milna, Eka, dan Rahma menyerahkan kalung, gelang, dan cincin dengan warna yang sama kepada Farizka dan Angga. Mereka tahu pemiliknya akan tenang jika benda itu telah kembali. Ketiganya juga meminta maaf kepada Farizka dan Angga. Setelah itu, mereka pergi dari sekolah tanpa menengok ke belakang. Tanpa menengok ke kelas 211, tempat sosok gadis itu memandangi kepergian mereka bertiga sambil tersenyum. ***Pada sore hari, Fariz

  • Bloody Revenge   Cruel Temptation

    Pak Yajid Harahap memegang dadanya. Seperti menahan kemarahan yang telah lama dipendamnya.“Ayah harus melakukan sesuatu,” pinta putri semata wayangnya.Kali ini, laki-laki separuh abad itu memutar tubuhnya. Menatap dalam-dalam putri kesayangannya. Selama seumur hidup, Milna sama sekali tidak pernah mendapati ayahnya terlihat sebegitu menakutkan seperti malam ini.Sepeninggal ibunya Ayah Milna justru selalu menuruti apa yang dia mau.“Apa lagi yang kamu inginkan?” Pak Yajid menatap Milna tajam.Milna sebenarnya ragu untuk mengatakannya. Namun, ini adalah satu-satunya cara untuk menyingkirkan Farizka. Apalagi, peristiwa beberapa hari lalu, di depan ruang guru, gambaran Farizka dan Angga yang begitu romantis, terbayang-bayang di matanya. Tak bisa dibiarkan, ini adalah momen yang tepat untuk memisahkan Farizka dan Angga.“Milna ingin Ayah memecat Farizka.”“Apaaaa?”“Ya,

  • Bloody Revenge   Cerita Sekar

    “Tidak wajar?” Farizka mengulang pernyataan itu.Meski sudah mendengar sendiri dari pengakuan Monic bahwa dia didorong oleh Milna, Eka, dan Rahma dari lantai dua sehingga membuat dia terjatuh dan naasnya kepalanya membentur lapangan basket terlebih dahulu, Farizka ingin mendengar versi lain, dari versi Sekar, sepupu Monic.“Setelah orang tuanya bercerai, papa dan mamanya sama-sama tidak mau mengasuhnya meski sebenarnya hak asuh jatuh ke tangan mamanya. Akhirnya, papanya tetap menjadi arsitek di Denmark, sedangkan mamanya berbisnis di sana. Oleh mamanya, Monic dipulangkan ke Indonesia dan dipasrahkan untuk diasuh oleh bibinya, yaitu mama saya. Saya baru tahu, waktu itu, kejadiannya tengah malam. Saat bangun untuk mengambil susu, Monic menangis, suaranya terdengar makin keras.Dan ....” Sekar menghentikan suaranya sejenak, berusaha menguatkan hatinya.Farizka menggenggam tangan Sekar sebagai bentuk dukungan.“Saya

  • Bloody Revenge   Rumah Joglo

    Mereka sampai di sebuah rumah bergaya bangunan Jawa Kuno. Setengah mirip Joglo. Farizka memandangi nomor rumahnya, sama persis dengan alamat yang diberikan Bu Elok. Sementara itu, Angga segera memarkir mobilnya di halaman setelah seorang pelayan rumah membukakan gerbang.Laki-laki paruh baya itu kurang lebih berusia enam puluhan. Memakai pakaian serba hitam. Celana hitam, baju hitam, dan kepalanya dihiasi semacam hiasan yang ada di keraton Surakarta. Entah apa namanya. Bukan peci, bukan juga blangkon. Sejenis kain yang diikatkan ke belakang. Penampilannya begitu mirip abdi dalem zaman dulu.Menurut cerita dari Bu Elok, ayah Moniclah yang merupakan orang Denmark asli, sedangkan ibunya adalah penduduk pribumi. Campuran Jawa dan Batak. Pantas saja jika Farizka dan Angga kini berada di rumah bergaya Jawa Kuno. Pasti rumah itu dibeli mengikuti selera ibu Monic.Bulu kuduk Farizka dan Angga kembali berdiri saat mencium bau kemenyan. Mereka melewati sebuah taman kecil.

  • Bloody Revenge   Flashback

    Farizka dan Angga keluar dari ruang TU dengan pikiran masing-masing.Kira-kira, benda apa yang dimaksud Monic? Kalau mengingat kata Bu Elok tadi, berarti Monic adalah teman Milna, Eka, dan Rahma. Mereka seangkatan. Ya, kami seangkatan. Tapi, kenapa hantu itu tetap menjadi siswa SMA, sedangkan kami sekarang sudah beranjak dewasa?Farizka tampak pusing, pusing mengaitkan antara satu masalah dan masalah yang lainnya. Sepertinya, benang merahnya satu per satu mulai bisa diusut. Namun, bukan waktu yang tepat untuk memikirkannya sekarang. Dia dan Angga harus mengajar pada jam pertama.Farizka harus kembali menuju kelas 211. Seperti biasa. Dia juga akan bersikap biasa saja seandainya Monic ikut bergabung belajar di kelasnya. Sementara itu, Angga langsung menghambur ke lapangan bersama siswanya.Sepulang sekolah sore nanti, mereka berjanji untuk membahas masalah ini. Di tempat biasa. Di Warung Bakso Prima. &n

  • Bloody Revenge   Mencari Informasi

    Pagi itu, sebelum jam pertama dimulai, mereka memutuskan untuk mencari info ke bagian TU (Tata Usaha) sekolah tentang siswi yang bernama Monica Miyana Renaldi.“Buat apa?” tanya Bu Elok, penjaga TU, sebelum memberikan data.Untungnya, Farizka dan Angga sudah mengantisipasinya. Mereka sudah menyiapkan jawaban-jawaban yang akan diberikan jika ada pertanyaan-pertanyaan seperti ini. Bagaimanapun, mereka tidak mungkin menceritakan apa sebenarnya yang mereka alami. Meskipun mungkin sebagian penghuni sekolah sudah tahu misteri kelas 211. Apalagi, Bu Elok adalah senior TU di sini dan sudah mengabdikan diri puluhan tahun di yayasan ini, pasti beliau juga pernah mendengar desas-desus cerita hantu itu.“Buat apa kalian menanyakan Monic?” ulang Bu Elok melihat kedua guru baru di hadapannya masih terdiam.Farizka akhirnya angkat bicara, “Saya butuh data anak-anak pindahan, Bu, terutama anak blasteran. Untuk keperlu

  • Bloody Revenge   Can You Help Me?

    Perasaan Farizka jauh lebih tenang sekarang setelah bercerita kepada Angga. Ditambah juga jauh lebih berbunga-bunga. Setidaknya, dia tidak perlu merasa takut lagi saat berada di kelas 211. Nasihat pacar barunya, Angga, selama hantu itu tidak mengganggu, tidak masalah. Terlebih, Angga berjanji akan menemaninya lembur jika dia terpaksa lembur di kelas 211. Termasuk, menemaninya lembur nanti malam.Masalah jadian, mereka sepakat untuk backstreet agar tidak terjadi gosip macam-macam. Sekaligus menjaga perasaan Milna.Malam itu, selesai melatih ekstrakurikuler basket, Angga berencana segera naik ke lantai dua, ke kelas 211, menemani pacarnya untuk lembur mengerjakan silabus kelas sebelas. Dalam hati, Angga sedikit jengkel. Meski Pak Yajid Harahap adalah ayah kandung dari Milna, seharusnya sang kepala sekolah tidak bisa membela anaknya terus-menerus dan melakukan tindakan semena-mena terhadap Farizka.“Pak, anak-anak sudah menunggu di rua

  • Bloody Revenge   Backstreet

    Perasaan Farizka jauh lebih tenang sekarang setelah bercerita kepada Angga. Ditambah juga jauh lebih berbunga-bunga. Setidaknya, dia tidak perlu merasa takut lagi saat berada di kelas 211. Nasihat pacar barunya, Angga, selama hantu itu tidak mengganggu, tidak masalah. Terlebih, Angga berjanji akan menemaninya lembur jika dia terpaksa lembur di kelas 211. Termasuk, menemaninya lembur nanti malam.Masalah jadian, mereka sepakat untuk backstreet agar tidak terjadi gosip macam-macam. Sekaligus menjaga perasaan Milna.Malam itu, selesai melatih ekstrakurikuler basket, Angga berencana segera naik ke lantai dua, ke kelas 211, menemani pacarnya untuk lembur mengerjakan silabus kelas sebelas. Dalam hati, Angga sedikit jengkel. Meski Pak Yajid Harahap adalah ayah kandung dari Milna, se

DMCA.com Protection Status