Aku terus menatapnya dengan serius hingga tangan Mas Yusuf menekan angka-angka di tombol pintu.31011994Bukankah itu tanggal lahir Mas Yusuf? Duh, Gusti kenapa tak terpikir olehku sejak kemarin, hingga tak terjadi banyak drama.Mataku kini melebar sempurna karena tak menyangka bayangan yang ditangkap oleh kamera itu. "Seorang gadis? Siapa dia?"Aku syok!Adiknya? Yah, pasti adik Mas Yusuf. Karena suamiku bilang dia tidak pernah melakukan hubungan dengan wanita mana pun. Apalagi sampai menghamili seseorang.Mungkinkah, karena dia sedang frustasi atau lebih buruk mengalami gangguan jiwa, Mas Yusuf mengurungnya di sana. Dan priaku itu merahasiakannya karena malu padaku dan keluarga.Lalu obat penguat kandungan itu? Apa berarti adiknya sedang hamil? Siapa yang menghamilinya? Pacarnya?Kalau begitu, dugaan sem
Aku pun segera membukanya. "Makasih ya, Mas! Aku suka gamis dan ..." Seketika senyumku pudar kala meraba-raba isi tas tersebut. Kenapa cuma ada gamis? Ke mana lingerie tadi siang? Lingerie berwarna dusty pink dalam tas yang Mas Yusuf letakkan begitu saja kala mengantar sang dokter. "Ya. Ada apa, Dik? Kenapa ekspresinya begitu? Apa Dik Hanna gak suka gamisnya?" Mas Yusuf heran melihat reaksiku yang penuh tanya ini. Aku menggeleng. "Em, apa cuma ini, Mas?" "Hah? Oh, Adik mau dua? Atau tiga? Oh, ya ampun maafkan Mas kalau gitu besok biar Mas pesankan lagi." Pria itu bicara, dan sepertinya memang tak berniat memberikan lingerie itu untukku. Kalau begitu untuk siapa lingerie itu? Atau jangan-jangan gadis dalam bilik yang diurus dokter itu ... bukan adiknya? "Aku maunya lingerie sih, Mas," ucapku memancing barang kali dengan begitu dia tersindir dan mengerti. Aku harus tahu kemana perginya benda yang hanya digunakan perempuan saat menggoda suaminya itu berada. Memastikan bahwa ini ta
Tidak membuang waktu kuarahkan kamera ke arahnya. Untuk mengambil foto dari wajah ayu itu. Dadaku naik turun dengan jemari bergetar. Tak menyangka jika akan seberani ini. Nekad masuk ke kamar rahasia milik Mas Yusuf, meski pria itu memintaku bersabar. Maaf, Mas. Aku tak bisa. Aku tak mau terus hidup larut dalam prasangka. Bukan hanya menyiksa, tapi juga menimbulkan banyak dosa. Namun, siapa duga. Mata gadis itu tiba-tiba terbuka saat cahaya blits mengenainya. Ia mengerjap, lalu menatap ke arahku tanpa bangkit dari posisinya. "Kamu siapa?" Suaranya lemah dengan sorot sayu. Apa? Dia tak gila? Dia bisa mengenali seseorang? Tapi kenapa disembunyikan di sini? Aku yang terkejut. Mundur hingga punggung menubruk kulkas di kamar itu. "Ah!" Mas Yusuf rupanya menyiapkan banyak kebutuhan gadis itu, pantas saja dia bisa hidup tanpa keluar kamar. Di sini juga ada kamar mandi. Ah, kalau dia bisa menjaga diri sendiri dan mandiri. Mustahil kalau Mas Yusuf yang memandikannya setiap hari! Itu
"Aku sesuai prasangka hambaku pada-Ku dan Aku bersamanya apabila ia memohon kepada-Ku" (HR Muslim) ❤❤❤ "Jaga ucapanmu! Aku bukan pria yang suka menyakiti wanita dan memaksanya! Dia juga bukan adikku!" tekan Yusuf dengan mata memicing ke arah sang istri. Deg. Seketika air mata menerobos membasahi pipi Hanna. Dia syok. Pikiran-pikiran buruk yang terus berkelebat di benak sejak semalam terjadi. Entah, Allah menimpakan itu sebagai bentuk sangkaan kuat yang dikabulkan atau sebagai hukuman atas dosanya? Hanna tak mengerti. Hanya saja, lalau bukan adiknya lalu siapa? Itulah yang membuat isi kepala wanita yang matanya dipenuhi kaca-kaca terasa buntu. "Lalu siapa?!" ucap Hanna menyolot. Walau hatinya begitu perih. Dia wanita kuat, yang kini sebagian hatinya telah hancur. "Dia istriku! Puas!!!" teriaknya lagi persis di depan wajah Hanna. Bahkan sampai wanita itu terhentak memejam mata. Seketika tubuh kurus itu luruh. Rasanya seperti disambar petir ketika mendengar pengakuan prianya. Kala
Yusuf mendesah panjang. Ada perasaan lega saat bisa meluapkan apa yang disimpannya selama ini. Sejak sekarang, Yusuf tak perlu berhati-hati kepergok Hanna saat keluar masuk bilik di mana istrinya dikurung. Namun, di sisi lain ia juga merasa ada sesuatu yang mengganjal hati. Rasa bersalah. Kala melihat air mata Hanna jatuh ke pipi. Ditekan angka-angka di pintu bilik kedap suara, di mana Adelia berada. Lalu mengganti kode yang sengaja ia beritahukan pada Hanna, lewat laptop yang dibiarkan begitu saja di ruang kerja. Sejak awal dia yakin, bahwa perempuan polos itu tak akan tahan untuk tak mencari tahu isi dalam rekaman. Dengan mengganti kode tersebut, Hanna tak akan bisa sembarangan masuk lagi. Dan tentu saja, kode kali tak akan ia bagi pada Hanna, dan menyimpannya dengan aman dari wanita itu. Ingatannya berputar pada kejadian semalam. Kala ia mendengar kedatangan kakak ipar Hanna. Yusuf langsung berpikir bahwa Zidan ada di bawah. Nyaris saja video di laptop terputar seluruhnya, dan d
Merasa yakin atas temuannya, Alex pun menghubungi nomor lain sebelum meninggalkan tempat di mana ia mengawasi rumah Yusuf, suami dari adik sahabatnya. Kalau bukan karena Hanna tadi memperlihatkan foto gadis itu, Alex tak akan pernah tahu. "Halo," sapanya pada orang di ujung telepon. "Saya menemukan gadis itu, Om." "Em, saya akan mencari tahu lebih banyak. Kalau saya mengirim masuk orang ke sana, apa itu akan merugikan untuk Om?" tanya Alex. "Em, jadi begitu. Sebaiknya memang kita bertemu." Tak lama setelah obrolan singkat itu, Alex menutup panggilan, menyalakan mesin mobil dan pergi meninggalkan area yang membuatnya betah berlama-lama karena rasa penasarannya. ______________ Yusuf tampak kesulitan mengoles salep di pipi bawah pelipis. Tubuhnya sampai miring-miring di depan kaca. Hanna yang sebenarnya masih sangat gondok dan kesal, mendekat dan refleks mengambil salep di tangan pria itu. "Apa yang kamu lakukan?" Yusuf melebarkan mata tak suka. Dia mengambil kembali dengan cepa
Yusuf menajamkan pandangan pada laptop, tampak sebuah mobil berwarna silver yang terparkir di seberang rumahnya. Sejak berhenti di sana, benda itu tidak bergeser lama. Penasaran, video itu dijalankan dengan cepat. Mata Yusuf semakin menyipit, kala video yang mengarah ke jalan memperlihatkan pergerakan seseorang yang misterius. Dia bahkan menggulir waktunya, tapi hingga dua jam setelahnya, mobil itu masih ada di sana. "Apa yang dilakukan orang itu? Apa dia sedang memata-mataiku?" Pria itu bangkit ke arah jendela. Membuka gorden. Barangkali mobil silver masih berada di sana. Kalau iya, Yusuf berencana untuk datang ke bawah sana memeriksa. Namun, rupanya jalan yang tampak redup meski disinari lampu tersebut, sudah sepi dan tak ada apa-apa. Yusuf mendesah, dilihat arloji sudah menunjukkan pukul 23.00. "Yah, ini sudah terlalu malam. Mana mungkin ada orang sampai seiseng itu parkir sampai jam segini. Kalau pun punya tujuan, akan kentara jika bertahan selama itu." Namun, walau bagaim
"Saya yakin, ini bukan sebuah kebetulan, Om. Karena rasanya sangat aneh. Bisa jadi gadis itu saudara, keluarga dekat, adik atau kakak dari Yusuf. Jika ternyata ...." Alex yang memiliki dugaan, suaranya tertahan."Om, akan mencari tahu, Lex," sahut Subakhi dengan raut kecewa.Alex manggut-manggut setuju. Itulah tujuannya bicara pada orang tua yang dihormatinya itu. Agar tak timbul masalah di kemudian hari, seperti tengah menunggu bom waktu."Kamu ... tidak memberitahukan pada Zidan bukan?" tanya Subakhi kemudian. Mengigat Alex sangat dekat dengan Zidan."Oh, nggak, Om. Nggak akan. Saya akan menjaga rahasia ini seperti menjaga nyawa saya sendiri." Alex meyakinkan."Kalau benar mereka punya hubungan keluarga, dan Yusuf sengaja menikahi Hanna untuk hal ini, maka dia akan mencari jam tangan tersebut untuk barang bukti." Subakhi menyebutkan apa yang kini ada dalam pikirannya.&n
EP Terakhir - Pujian"Pa, belum tidur?" tanya Zidan pada papanya yang tengah duduk di ruang kerjanya menatap layar komputer. Ia sengaja bertanya, sebagai isyarat meminta izin meminta masuk dan menggangu sang papa."Oh." Papa Zidan yang juga papa dari Hanna itu sontak mendongak. Menatap ke pintu, di mana asal suara datang.Meski pria tua itu tampak sibuk memandangi komputer, namun, kenyataan ... pikiran pria paruh baya itu tak sedang ada di sana. Ia terus kepikiran pada munculnya Alex di depan mereka hari ini. Seseorang yang ia pikir akan mendekam di penjara lebih lama.Putra sulungnya itu lalu masuk ke dalam. Ia duduk di sofa yang jaraknya berdekatan."Apa Papa tahu sesuatu tentang Alex?" Zidan menyampaikan kekhawatirannya melihat sosok Alex tadi pagi.Ia ingin menghubungi pemuda yang dulu jadi teman dekatnya tersebut. Akan tetapi, takut jika masalah justru akan bertambah rumit.Pria paruh baya itu menggeleng. "Aku tak tahu apa pun."
EP11 - Malam Pertama"Apa kamu sudah siap?" tanya Henry yang sudah berdiri di depan ranjang. Di mana Adelia tengah memeluk putrinya.Henry merasa sudah sangat bersih sekarang. Mandi dan menggosok tubuhnya lebih dari setengah jam. Menggosok gigi dan memakai parfum di mulutnya. Juga menyemprotkan ke seluruh tubuh yang hanya dibalut pakaian handuk."Hem?" Mata gadis kecil di pelukan Adelia sontak membuka sempurna.Saat itu Adelia memejamkan mata.Henry tampaknya tak tahu bagaimana harus mengatasi kondisi anak kecil yang akan tidur. Ini saja dia perlu mendongeng, bercerita tentang masa kecilnya, juga menjanjikan banyak hal menyenangkan untuk putrinya kalau dia mau tidur dengan cepat.Akan tetapi ... sekarang. Hanya dalam hitungan detik, Henry mengacaukannya."Ayah mau ke mana Bunda? Aku boleh ikut kan?""Huhhh. Sabar ....." Adelia mengenbus berat. Ia kemudian melirik pada Henry yang tampaknya juga sangat kecewa kala melihat gadis k
EP10 - Double Date (3)"Mau ke mana malam-malam begini?" tanya Maya pada Alex."Ke rumah teman. Bentar Mi." Pria yang sedang sibuk mengikat tali sepatu itu menyahut. Melirik sekilas wanita yang selama ini setia menemaninya."Lex, Mami gak mau kamu kena masalah lagi, ya." Maya mengingatkan. Sudah cukup mereka merasakan hidup lebih sulit dari sebelumnya tanpa Alex.Pikir Maya, sekarang ini, dua keluarga kaya itu pasti tengah mengawasi Alex dan mencari-cari kesalahannya."Iya. Mi. Tenang saja." Alex menyahut singkat. Kali ini ia telah berdiri tegak di atas kedua kakinya dan siap bergerak pergi."Aku pamit dulu." Pria itu menunjuk keluar, di mana mobil sudah siap di depan rumah mengantarnya ke mana saja."Ya." Maya melepas putranya dengan kondisi hati yang was-was. Berharap Alex bisa memegang kata-kata, dan tak membuat masalah di luar sana.***"Jadi tadi ... aku bertemu dan bicara dengan Alex, bahkan dia sempat mencengkeram
EP9 - Double Date 2Yusuf menyerah. "Kita bahas soal bulan madu kita saja.""Hah?" Mata Hanna membulat. Semudah itu? "Bu- bukan kita yang bulan madu, tapi mereka Mas.""Tapi kita diajak untuk meramaikan acara mereka." Yusuf tersenyum pada Hanna."Yeah! Itu lebih baik!" Henry berseru senang. Sejak awal pria itu memang terus terlihat senang. Apalagi ini adalah malam pertamanya dengan Adelia.Karena itu juga lah, Yusuf yang sebenarnya sangat kesal, menahan diri untuk tidak marah. Tak etis rasanya kalau harus merusak kebahagiaan pengantin baru karena kesalahan yang menurutnya tak disengaja."Btw, Mas bakal perjalanan bisnis ke mana?" tanya Henry."Ke Inggris. Kami perlu bertemu klien dan memeriksa lapangan untuk memutuskan apakah tanda tangan kontrak atau tidak." Yusuf menjelaskan hal yang tak Henry pahami."Yah ... kenapa ke Inggris. Kami baru mau rencana ke Turkey berkunjung ke Aya Sofia." Henry menyayangkannya."Wah, kali
EP8 - Double DateAlex mondar-mandir gelisah di dekat meja makan. Meski sang mami sudah menyediakan makanan lezat di atas meja, pria itu tampak tak berselera untuk menyantapanya."Lex kenapa tidak segera duduk dan makan?" tanya Maminya heran. Pemuda itu malah mondar-mandir gak jelas, dan membiarkan makanan sampai dingin."Mi, udah dapat telepon dari Tante Risa?" tanya Alex penasaran.Mami Alex menggeleng. "Belum, sabar. Sekarang dia pasti sedang berusaha keras membujuk Om kamu buat maafin kita."***"Waallaikumussalam. Mas Yusuf. Baiknya kamu pulang deh sekarang.""Hah? Pulang?" protes Yusuf. Dia bahkan baru sampai. "Ada apa?""Udah cepetan. Ini aku mumpung baik loh ngasih tau!" teriaknya memaksa di ujung telepon.Yusuf terbengong-bengong. Apa yang terjadi sebenarnya? Apa ini ada hubungannya dengan kerisauan hatinya. Atau pria itu cuma mengerjainya saja? Henry kan dikenal usil."Bilang deh. Kamu ngerjain aku, ya.
EP7 - Paksaan Henry pada YusufHanna tak ingin mempedulikan Alex dan berjalan begitu saja melewati pria itu. Namun, di saat bersamaan, tangan panjang Alex dengan cepat meraih lengan wanita tersebut. hingga langkah wanita itu terhenti.Merasa tak nyaman dan risih, Hanna menarik kasar tangannya. "Jaga perilakumu!" tekannya mengacungkan jari tepat ke wajah Alex, dengan tatapan tajam pada pria itu."Oke." Alex mengangkat kedua tangannya. Seolah takut pada ancaman Hanna. "Ck. Galak amat. Padahal aku udah berubah jadi anak baik." Senyumnya tipis. Ingin menunjukkan ketulusan pada lawan bicaranya, kalau dia memang sudah berubah.Hanna bergerak mundur, sekira tak lagi sampai Alex meraihnya. Tak ingin berlama-lama meladeni pria yang menurutnya gila, kakinya pun bergerak semakin cepat menjauh.Alex hanya bisa tersenyum. Tak mudah mengambil hati orang-orang yang disakitinya."Yah, semua perlu waktu. Aku akan mencoba memahami itu." Pria itu memiringkan s
EP6 - Apa Maumu, Lex!?Tujuan utama Alex ke rumah Adelia, selain membuat semua orang yang bahagia saat dia di penjara, terkejut dengan kedatangannya yang tiba-tiba, adalah untuk bertemu sosok wanita yang terus dirindukannya, Hanna.Setelah menemui Adelia dan suaminya, ia berkeliling mencari di mana Hanna berada. Namun, setelah mendapati Eksha dan tantenya Risa sudah tak terlihat, ia pun yakin bahwa Hanna juga sudah pulang bersama mertuanya itu. Apalagi Yusuf juga tak terlihat. Sepasang suami istri itu harusnya bersama, jika tak ada salah satunya, berarti satu yang lain pun tak ada.Merasa putus asa, Alex akhirnya memilih pulang saja. Dia bisa meneruskan keinginannya itu di lain waktu, dan beristirahat untuk sekarang. Sepulang dari lapas, punggungnya sama sekali belum bertemu tempat rehat, bahkan sekedar untuk bersandar. Di dalam mobil pun, tanpa sadar ia terus duduk tegap, karena serius menyimak penjelasan pengacara yang dibawa sang mami.Langkah lebar pr
EP5 - Bawa Aku, Mas!"Selamat ya," ucap Alex sembari menyodorkan tangan pada mempelai wanita yang kini sedang beristirahat di ruang ganti. Seluruh make up di wajahnya dibersihkan oleh penata rias.Adelia mengerutkan kening. Ia tampak tak mengenali pria itu, lalu menangkupkan dua tangannya. Kenapa ada pria asing yang bisa masuk ke ruang pribadinya. Keluarga atau kenalan dekat memang masih dibolehkan untuk masuk, tapi ia merasa tak mengenal Alex.Alex tersenyum. Meski kecewa respon yang didapat tak sebaik bayangannya. Dia lalu beralih ke mempelai laki-laki. Pria itu dengan terpaksa meraih tangan Alex."Selamat ya, Dokter em ...." Alex tampak berpikir. Bodohnya tak memperhatikan banner di depan dengan nama sepasang pengantin di sana."Henry. Nama saya Henry." Pria itu tersenyum tipis. Setelah bersalaman Alex pun menjauh."Siapa dia?" bisik Henry yang merasa aneh. Karena bahkan wanita yang sudah sah jadi istrinya itu tak mengenalnya."Ent
EP4 - Turunin, Mas!Hanna baru saja selesai mandi. Wanita itu keluar dari pintu toilet sambil mengeringkan rambut dengan handuk kecil."Kenapa pakai handuk kecil itu? Bakal lama selesainya. Itu ada hair dryer." Yusuf yang tengah menggendong Akhyar menunjuk ke arah lemari.Hanna menggeleng. Nanggung menurutnya. Pakai handuk kering sudah cukup simple tak perlu menyalakan mesin dan menggerakkannya ke kepala. Lagi pula mereka tak sedang buru-buru, karena takut kepergok berduaan di kamar itu."Ck. Pasti sengaja, ya. Mau goda," goda Yusuf dengan menyebut Hanna yang menggodanya."Ish, apa sih, Mas? Baru juga selesai. Masa goda lagi," protes Hanna sambil mencebik, melirik pura-pura kesal ke arah sang suami."Heleh. Pura-pura jaim." Yusuf tak menyerah. "Ya, kan, Dek." Kini tatapannya beralih pada batita dalam gendongan. Rasanya senang saja Hanna kesal, dan hanya memperhatikannya."Hehmh. Mas kali yang jaim. Padahal pengen lagi kan tapi ngomong