Ketika Semua Terbayar Lunas
Polisi menoleh, begitu terdengar gagang pintu di belakangnya bergerak. Pria itu berbalik dan menggeser tubuh, karena tahu perawat akan keluar dan melewatinya.
Ia tak beranjak walau sedetik, kecuali sift jaga telah berganti. Apalagi sekarang satu rekan lain tengah izin padanya ke toilet.
Dari pintu, keluarlah sosok seorang wanita yang mengenakan pakaian perawat dengan kerudung yang menutupi separuh wajah. Hal itu membuat polisi mengerutkan kening, karena merasa wanita itu terlihat aneh.
"Sudah selesai, Sus?"
Perawat tersebut mengangguk tanpa melihat ke arah polisi. Lalu meninggalkan polisi itu begitu saja.
"Aneh," gumam Pria yang mengenakan baju dinas, sebuah jaket dengan lambang lembaga kepolisian.
Instingnya sebagai seorang polisi terpancing. Matanya menyipit melihat cara jalan wanita itu yang berbeda dari sebelumnya.
"Apa dia sakit?"
Tak ingin kecolongan, ia pun membuka kembali pintu yang su
Melepas TembakanZaki yang mengenakan pakaian perempuan, tersengal-sengal sepanjang pelarian, karena merasa letih. Tak tahu ke mana harus bersembunyi. Dia pun memutuskan ke bangsal terakhir. Berharap tak ada seorang pun di sana, dan kemudian bisa kabur dari celah-celah ruangan.Merasa kesal dan risih karena pandangannya terganggu oleh kerudung yang dikenakan, ia pun menarik kain penutup itu dengan kasar dan melemparkan asal.Ia lalu memecahkan kaca berisi kapak yang menempel di dinding dengan sebuah penyemprot api , lalu mengambil benda itu untuk berjaga-jaga ketika bertemu petugas."Lihat saja, jika kalian berani menyentuhku. Aku akan membunuh kalian," dengkusnya dengan amarah yang memuncak, hingga rasa takutnya akan tertangkap dan mendapat hukuman lebih berat menghilang.Zaki terus berjalan, menuju bangsal terakhir. Mendobrak paksa pintu dan masuk perlahan ke sana. Tanpa ia sadari ada lampu merah berkedip-kedip menandakan sebuah CCTV aktif tengah
Tentang Akhir KehidupanSetelah kepergian mobil yang Henry kemudikan, semua orang kembali ke dalam. Begitu juga Bean. Risa memintanya untuk masuk dan makan malam, karena sedari tadi berjaga sendirian selama Arista bersiap pergi.Semua orang telah masuk, tinggal Risa yang merasa enggan. Ada sesuatu yang hilang dan terasa kosong, kala melihat mobil yang membawa Adelia lenyap dari pandangan.Wanita paruh baya itu mendesah. Hal itu membuat Hanna sontak menoleh, anak menantu keluarga Eksha tersebut turut menghentikan langkah. Ia merasa ada sesuatu yang membebani langkah wanita di sampingnya."Mi."Suara lembut Hanna membuat Risa terhenyak. Seketika wanita oaruh baya itu menoleh. Ia tersenyum. Merasa diperhatikan oleh Hanna, yang sekarang statusnya sudah seperti anaknya sendiri."Yuk." Langkah Risa mendahului menantunya masuk.Namun, di dalam suasana antara Eksha mau pun Yusuf masik terasa canggung."Eum. Kalo begitu, kami pulang dul
Hukuman untuk HannaMerasa kesal Subakhi memutuskan panggilan. Enak saja Alex mengalahkannya. Padahal dia sudah berusaha keras membantu, meski dia sendiri malas melakukannya."Ada apa, Pa?" tanya Mama Hanna yang berada di sofa tak jauh darinya duduk.Wanita itu memperhatikan bagaimana ekspresi sang suami kala menerima telepon tadi. Tampak kesal dan panik sekaligus."Ini si Alex. Kur*ng aj*r bener ngancam Papa.""Ngancam?""Ya, katanya pengacaramya Herman Faris menggagalkan kasus Alex untuk ditangani.""Tap ....""Bentar, Ma. Biar Papa meneleponnya." Subakhi memotong ucapan istrinya. Ia perlu tahu dengan segera apa yang terjadi dengan Alex.Berkali-kali menghubungi Herman Faris dan tak ada jawaban, Subakhi akhirnya menyerah. Diletakkan ponsel di atas meja. Namun, belum lama ia menjauh, dari benda pipih itu berdering. Pria itu pun berbalik untuk melihat.Tampak sebuah nama 'Pengacara Herman Faris' di atas layar. Tan
Hakikat Cinta"Em, Adelia ... apa kita perlu singgah ke supermarket?" tanya Henry, menatap wanita yang duduk di jok belakang sesaat melalui kaca spion di atasnya.Dia berpikir, ada bayi di antara mereka. Pasti ada keperluan untuk sosok mungil itu. Mumpung ada di luar, sekalian. Dari pada nanti saat sampai rumah mereka kalang kabut untuk memenuhi kebutuhan bayi itu.Tak ada jawaban. Adelia bergeming. Seolah tak peduli pada apa yang Henry katakan.Perawat yang tak nyaman, menengok ke belakang, menatap Adelia untuk tahu reaksinya. Wanita itu melihat dengan tatapan kosong ke luar."Eum. Sebenarnya tidak ada keperluan mendesak untuk bayi Ibu Adelia, Dok. Nyonya Risa sudah menyiapkan semuanya dalam koper itu." Baby sitter berinisiatif menyahut. Tak mau suasana tak nyaman terjadi di depannya."Oh, ya. Begitu." Henry manggut-manggut, sambil menatap sebentar ke spion. Di mana terpantul bayangan cantik Adelia.Ia kembali fokus ke jalanan. Berus
Ekstra Part 1Hanna melepaskan Yusuf junior pada nenek. Wanita paruh baya itu begitu bangga setiap kali bisa mengambil Akhyar dari tangan ibunya."Hati-hati. Mi. Kalau Mami kelelahan biar Hanna saja yang jagain Akhyar." Hanna mengingatkan."Nggak, deh. Paling gendong sebentar, ya. Pas tante Adelia akad nikah sama Pak Dokter." Risa menjawil hidung cucunya yang berusia batita. Jagoan kecil itu tertawa."Dak oyeh, Nek?"[Tidak bole, Nek?]Akhyar bertanya polos, mendengar itu Risa pun mengangguk sambil tersenyum lebar."Ayo ikut nenek, biar kedengaran suara dokternya!" ucap sang nenek meninggalkan mama Akhyar menjauh."Yok!" Akhyar berseru senang. Meski tak mengerti ke mana wanita yang menggendong akan membawanya. Yang ia tahu, keseruan demi keseruan saat diajak di tempat ramai, dan ia dibawa pergi untuk bermain.Ya, Akhyar pikir semua orang akan mengajaknya bermain. Semua yang seru sering kali menarik perhatiannya.H
Ekstra Part 2Yusuf menjauh dari kerumunan ketika mendapat panggilan tak biasa."Pak Yai? Tumben," gumamnya sembari menggeser icon berwarna hijau di atas layar ponsel.Setelah suara bising tak lagi terdengar, ia pun mulai bicara."Assalamuallaikum. Pak Yai?" sapanya pada guru yang sudah lama mengajarinya ilmu Islam saat masih tinggal di panti asuhan dulu."Waallaikumussalam. Nak Yusuf, bagaimana kabarnya?" Suara parau di ujung telepon terdengar hangat."Alhamdulillah, baik, Pak Yai. Bapak bagaimana kabarnya?""Alhamdulillah. Anak-anak juga tumbuh dengan baik, berkat Nak Yusuf juga yang tak putus menjadi donatur.""Alhamdulillah. Oya, sepertinya ada hal yang sangat penting, sampai Pak Yai menelepon saya langsung begini.""Oh ya, benar." Pria tua itu hampir saja lupa maksudnya menghubungi Yusuf. Setiap kali bicara dengan anak yang dulu banyak diam itu, dia hampir lupa waktu, karena ada banyak hal yang ingin dibahas secara
EP3 - Sttt ... Sebentar Saja!"Gak papa nih, Mas." Meski berkali tanya dan Yusuf menjawabnya berkali-kali pula, Hanna masih juga ragu apa yang mereka lakukan ini benar.Bukan hanya soal masuk kamar Yusuf, berpisah dari semua orang tapi juga nasib Akhyar tanpanya. Semua ini pasti akan memakan waktu."Ya Allah, tanya lagi." Yusuf menghela napas sambil menarik handle pintu kamar. "Lagian kamar ini dirawat dan dibersihkan berkala, jadi sayang kalau nggak dipakai kan?""Hemmm." Hanya mencebik. Kalau begitu kenapa mereka tak sering berkunjung dan menginap di rumah itu. Tapi ... Hanna mana sanggup? Dia tahu betul Adelia ada di rumah itu. Wanita yang meski masih keluarga, dia telah menikah dengan Yusuf dan menjadi mantan istrinya.Hanna tahu bahwa perlu waktu lama menerima kenyataan, dan melupakan Yusuf untuk kemudian menerima kehadiran pria baru."Ya, habis gimana? Aku gak tenang, karena ada banyak orang di luar sana. Belum lagi Akh ....""S
EP4 - Turunin, Mas!Hanna baru saja selesai mandi. Wanita itu keluar dari pintu toilet sambil mengeringkan rambut dengan handuk kecil."Kenapa pakai handuk kecil itu? Bakal lama selesainya. Itu ada hair dryer." Yusuf yang tengah menggendong Akhyar menunjuk ke arah lemari.Hanna menggeleng. Nanggung menurutnya. Pakai handuk kering sudah cukup simple tak perlu menyalakan mesin dan menggerakkannya ke kepala. Lagi pula mereka tak sedang buru-buru, karena takut kepergok berduaan di kamar itu."Ck. Pasti sengaja, ya. Mau goda," goda Yusuf dengan menyebut Hanna yang menggodanya."Ish, apa sih, Mas? Baru juga selesai. Masa goda lagi," protes Hanna sambil mencebik, melirik pura-pura kesal ke arah sang suami."Heleh. Pura-pura jaim." Yusuf tak menyerah. "Ya, kan, Dek." Kini tatapannya beralih pada batita dalam gendongan. Rasanya senang saja Hanna kesal, dan hanya memperhatikannya."Hehmh. Mas kali yang jaim. Padahal pengen lagi kan tapi ngomong
EP Terakhir - Pujian"Pa, belum tidur?" tanya Zidan pada papanya yang tengah duduk di ruang kerjanya menatap layar komputer. Ia sengaja bertanya, sebagai isyarat meminta izin meminta masuk dan menggangu sang papa."Oh." Papa Zidan yang juga papa dari Hanna itu sontak mendongak. Menatap ke pintu, di mana asal suara datang.Meski pria tua itu tampak sibuk memandangi komputer, namun, kenyataan ... pikiran pria paruh baya itu tak sedang ada di sana. Ia terus kepikiran pada munculnya Alex di depan mereka hari ini. Seseorang yang ia pikir akan mendekam di penjara lebih lama.Putra sulungnya itu lalu masuk ke dalam. Ia duduk di sofa yang jaraknya berdekatan."Apa Papa tahu sesuatu tentang Alex?" Zidan menyampaikan kekhawatirannya melihat sosok Alex tadi pagi.Ia ingin menghubungi pemuda yang dulu jadi teman dekatnya tersebut. Akan tetapi, takut jika masalah justru akan bertambah rumit.Pria paruh baya itu menggeleng. "Aku tak tahu apa pun."
EP11 - Malam Pertama"Apa kamu sudah siap?" tanya Henry yang sudah berdiri di depan ranjang. Di mana Adelia tengah memeluk putrinya.Henry merasa sudah sangat bersih sekarang. Mandi dan menggosok tubuhnya lebih dari setengah jam. Menggosok gigi dan memakai parfum di mulutnya. Juga menyemprotkan ke seluruh tubuh yang hanya dibalut pakaian handuk."Hem?" Mata gadis kecil di pelukan Adelia sontak membuka sempurna.Saat itu Adelia memejamkan mata.Henry tampaknya tak tahu bagaimana harus mengatasi kondisi anak kecil yang akan tidur. Ini saja dia perlu mendongeng, bercerita tentang masa kecilnya, juga menjanjikan banyak hal menyenangkan untuk putrinya kalau dia mau tidur dengan cepat.Akan tetapi ... sekarang. Hanya dalam hitungan detik, Henry mengacaukannya."Ayah mau ke mana Bunda? Aku boleh ikut kan?""Huhhh. Sabar ....." Adelia mengenbus berat. Ia kemudian melirik pada Henry yang tampaknya juga sangat kecewa kala melihat gadis k
EP10 - Double Date (3)"Mau ke mana malam-malam begini?" tanya Maya pada Alex."Ke rumah teman. Bentar Mi." Pria yang sedang sibuk mengikat tali sepatu itu menyahut. Melirik sekilas wanita yang selama ini setia menemaninya."Lex, Mami gak mau kamu kena masalah lagi, ya." Maya mengingatkan. Sudah cukup mereka merasakan hidup lebih sulit dari sebelumnya tanpa Alex.Pikir Maya, sekarang ini, dua keluarga kaya itu pasti tengah mengawasi Alex dan mencari-cari kesalahannya."Iya. Mi. Tenang saja." Alex menyahut singkat. Kali ini ia telah berdiri tegak di atas kedua kakinya dan siap bergerak pergi."Aku pamit dulu." Pria itu menunjuk keluar, di mana mobil sudah siap di depan rumah mengantarnya ke mana saja."Ya." Maya melepas putranya dengan kondisi hati yang was-was. Berharap Alex bisa memegang kata-kata, dan tak membuat masalah di luar sana.***"Jadi tadi ... aku bertemu dan bicara dengan Alex, bahkan dia sempat mencengkeram
EP9 - Double Date 2Yusuf menyerah. "Kita bahas soal bulan madu kita saja.""Hah?" Mata Hanna membulat. Semudah itu? "Bu- bukan kita yang bulan madu, tapi mereka Mas.""Tapi kita diajak untuk meramaikan acara mereka." Yusuf tersenyum pada Hanna."Yeah! Itu lebih baik!" Henry berseru senang. Sejak awal pria itu memang terus terlihat senang. Apalagi ini adalah malam pertamanya dengan Adelia.Karena itu juga lah, Yusuf yang sebenarnya sangat kesal, menahan diri untuk tidak marah. Tak etis rasanya kalau harus merusak kebahagiaan pengantin baru karena kesalahan yang menurutnya tak disengaja."Btw, Mas bakal perjalanan bisnis ke mana?" tanya Henry."Ke Inggris. Kami perlu bertemu klien dan memeriksa lapangan untuk memutuskan apakah tanda tangan kontrak atau tidak." Yusuf menjelaskan hal yang tak Henry pahami."Yah ... kenapa ke Inggris. Kami baru mau rencana ke Turkey berkunjung ke Aya Sofia." Henry menyayangkannya."Wah, kali
EP8 - Double DateAlex mondar-mandir gelisah di dekat meja makan. Meski sang mami sudah menyediakan makanan lezat di atas meja, pria itu tampak tak berselera untuk menyantapanya."Lex kenapa tidak segera duduk dan makan?" tanya Maminya heran. Pemuda itu malah mondar-mandir gak jelas, dan membiarkan makanan sampai dingin."Mi, udah dapat telepon dari Tante Risa?" tanya Alex penasaran.Mami Alex menggeleng. "Belum, sabar. Sekarang dia pasti sedang berusaha keras membujuk Om kamu buat maafin kita."***"Waallaikumussalam. Mas Yusuf. Baiknya kamu pulang deh sekarang.""Hah? Pulang?" protes Yusuf. Dia bahkan baru sampai. "Ada apa?""Udah cepetan. Ini aku mumpung baik loh ngasih tau!" teriaknya memaksa di ujung telepon.Yusuf terbengong-bengong. Apa yang terjadi sebenarnya? Apa ini ada hubungannya dengan kerisauan hatinya. Atau pria itu cuma mengerjainya saja? Henry kan dikenal usil."Bilang deh. Kamu ngerjain aku, ya.
EP7 - Paksaan Henry pada YusufHanna tak ingin mempedulikan Alex dan berjalan begitu saja melewati pria itu. Namun, di saat bersamaan, tangan panjang Alex dengan cepat meraih lengan wanita tersebut. hingga langkah wanita itu terhenti.Merasa tak nyaman dan risih, Hanna menarik kasar tangannya. "Jaga perilakumu!" tekannya mengacungkan jari tepat ke wajah Alex, dengan tatapan tajam pada pria itu."Oke." Alex mengangkat kedua tangannya. Seolah takut pada ancaman Hanna. "Ck. Galak amat. Padahal aku udah berubah jadi anak baik." Senyumnya tipis. Ingin menunjukkan ketulusan pada lawan bicaranya, kalau dia memang sudah berubah.Hanna bergerak mundur, sekira tak lagi sampai Alex meraihnya. Tak ingin berlama-lama meladeni pria yang menurutnya gila, kakinya pun bergerak semakin cepat menjauh.Alex hanya bisa tersenyum. Tak mudah mengambil hati orang-orang yang disakitinya."Yah, semua perlu waktu. Aku akan mencoba memahami itu." Pria itu memiringkan s
EP6 - Apa Maumu, Lex!?Tujuan utama Alex ke rumah Adelia, selain membuat semua orang yang bahagia saat dia di penjara, terkejut dengan kedatangannya yang tiba-tiba, adalah untuk bertemu sosok wanita yang terus dirindukannya, Hanna.Setelah menemui Adelia dan suaminya, ia berkeliling mencari di mana Hanna berada. Namun, setelah mendapati Eksha dan tantenya Risa sudah tak terlihat, ia pun yakin bahwa Hanna juga sudah pulang bersama mertuanya itu. Apalagi Yusuf juga tak terlihat. Sepasang suami istri itu harusnya bersama, jika tak ada salah satunya, berarti satu yang lain pun tak ada.Merasa putus asa, Alex akhirnya memilih pulang saja. Dia bisa meneruskan keinginannya itu di lain waktu, dan beristirahat untuk sekarang. Sepulang dari lapas, punggungnya sama sekali belum bertemu tempat rehat, bahkan sekedar untuk bersandar. Di dalam mobil pun, tanpa sadar ia terus duduk tegap, karena serius menyimak penjelasan pengacara yang dibawa sang mami.Langkah lebar pr
EP5 - Bawa Aku, Mas!"Selamat ya," ucap Alex sembari menyodorkan tangan pada mempelai wanita yang kini sedang beristirahat di ruang ganti. Seluruh make up di wajahnya dibersihkan oleh penata rias.Adelia mengerutkan kening. Ia tampak tak mengenali pria itu, lalu menangkupkan dua tangannya. Kenapa ada pria asing yang bisa masuk ke ruang pribadinya. Keluarga atau kenalan dekat memang masih dibolehkan untuk masuk, tapi ia merasa tak mengenal Alex.Alex tersenyum. Meski kecewa respon yang didapat tak sebaik bayangannya. Dia lalu beralih ke mempelai laki-laki. Pria itu dengan terpaksa meraih tangan Alex."Selamat ya, Dokter em ...." Alex tampak berpikir. Bodohnya tak memperhatikan banner di depan dengan nama sepasang pengantin di sana."Henry. Nama saya Henry." Pria itu tersenyum tipis. Setelah bersalaman Alex pun menjauh."Siapa dia?" bisik Henry yang merasa aneh. Karena bahkan wanita yang sudah sah jadi istrinya itu tak mengenalnya."Ent
EP4 - Turunin, Mas!Hanna baru saja selesai mandi. Wanita itu keluar dari pintu toilet sambil mengeringkan rambut dengan handuk kecil."Kenapa pakai handuk kecil itu? Bakal lama selesainya. Itu ada hair dryer." Yusuf yang tengah menggendong Akhyar menunjuk ke arah lemari.Hanna menggeleng. Nanggung menurutnya. Pakai handuk kering sudah cukup simple tak perlu menyalakan mesin dan menggerakkannya ke kepala. Lagi pula mereka tak sedang buru-buru, karena takut kepergok berduaan di kamar itu."Ck. Pasti sengaja, ya. Mau goda," goda Yusuf dengan menyebut Hanna yang menggodanya."Ish, apa sih, Mas? Baru juga selesai. Masa goda lagi," protes Hanna sambil mencebik, melirik pura-pura kesal ke arah sang suami."Heleh. Pura-pura jaim." Yusuf tak menyerah. "Ya, kan, Dek." Kini tatapannya beralih pada batita dalam gendongan. Rasanya senang saja Hanna kesal, dan hanya memperhatikannya."Hehmh. Mas kali yang jaim. Padahal pengen lagi kan tapi ngomong