Seruni sudah berdandan sedemikian rupa, memilih pakaian terbaik yang dia punya. Semalam Ardi menghubunginya dan mengajak ketemuan di sebuah mall di kawasan Jakarta. Entah apa tujuan lelaki itu, tapi Seruni merasa sangat bahagia. Padahal dua hari yang lalu wanita itu sempat mengadu pada sahabatnya tentang sikap Ardi belakangan yang menjadi berubah.Sahabat tersebut memberi saran agar Seruni jual mahal saja. Barangkali semua dilakukan Ardi karena ibundanya tak menginginkan perceraian. Jadi Seruni tetap menjaga marwah dengan tidak semakin mendekati Ardi.Siapa tahu dengan begitu, nantinya Ardi malah makin ngepet dan ngejat-ngejar seruni kembali.Runi sudah yakin dengan niat tersebut, dan ajakan Ardi hari ini seolah membuat semua benar-benar nyata. Mungkinkah Ardi merindukannya?"Maaf ya Mas, aku sedikit terlambat.""Tidak apa, duduklah. Mau pesan apa?"Berdekatan dengan lelaki yang tampak begitu cool dengan kaos lengan sesiku dan celana chinonya, masih saja menimbulkan sesuatu yang ber
Sudah lebih dua jam Seruni tak sadarkan diri, akibat cairan racun tikus yang ditenggaknya. Wanita itu kini terbaring dalam koma, meski tenaga kesehatan sudah melakukan segala hal untuk mengeluarkan serta menetralisir pengaruh racun itu terhadap tubuh.Ardi sebagai satu-satu keluarga yang ada di sisi Runi saat ini terduduk lemah di kursi satu-satunya yang terletak di ruang ICU tersebut. Ia menatap sang wanita dengan perasaan begitu bersalah.[Aku ucapkan selamat berbahagia bersama istri tercintamu, Mas. Aku salah mencintaimu, aku salah benar-benar percaya bahwa kaupun mencintaiku dan serius dengan niatmu untuk menikah. Sekarang aku sudah ikhlas, kembalilah pada istrimu dan lupakanlah aku. Aku akan pergi, Mas. Pergi untuk selamanya.]Sebuah pesan yang dikirim Seruni tepatnya sebelum wanita itu melakukan percobaan bunuh diri.Begitu Ardi membaca pesan itu, secepat kilat dia memacu mobil agar bisa sampai di apartemen yang ditempati Runi. Tapi semua terlambat, Runi sudah meneguk setengah
Ucapan Ze membuat Ardi terdiam. Apa yang harus ia katakan, semua yang diucapkan mantan istrinya itu memang benar. Kenyataannya, dahulu dia memang begitu mengharapkan bisa bersama Seruni, tapi siapa yang bisa menyangka jika keinginan itu, kini sudah tak lagi menjadi sebuah harapan. Justru dirasa sebagai sebuah kesalahan."Semua sudah berubah Ze, hatiku tak lagi untuk Seruni."Ardi berusaha membenarkan ucapan sang mantan. Sementara Ze menarik napas."Lagi-lagi kau begitu mudah membolak-balikkan hatimu, Mas. Seolah cinta adalah sesuatu yang tak bernilai. Dua tahun bersamaku, kau masih mencintainya. Sekarang, setelah dia mencintaimu, kau justru mengatakan tidak lagi mencintainya dan sudah mencintaiku. Kau menyakiti hati kami, Mas.""Maafkan aku Ze, tapi kumohon percayalah. Perasaanku ini adalah yang sesungguhnya, aku mencintaimu meski terlambat.""Biarkan aku istirahat, Mas. Tubuhku terasa sangat lelah."Ardi merahup wajahnya yang terlihat berantakan, tak ingin memaksakan kehendak terleb
Ardi melajukan mobilnya dengan cepat hingga berhasil mencegat mobil yang dikendarai Yeni."Ada apa Mas Ardi?"Yeni menurunkan kaca mobil dan tampak kebingungan. Sementara di depan mereka, mobil yang dikendarai Rayhan pun berhenti. Lelaki merasa ada yang tak beres sehingga iapun keluar dadi mobil."Ada apa ini, kenapa Mas menghentikan laju mobil adik saya?""Maaf sebelumnya, aku melihat ada seseorang di dalam mobil Yeni.""Iya memang benar, Mas. 'Kan tadi saya sudah katakan, saya mau mengantar saudara yang sakit ke kampungnya."Ardi merasa tak enak dengan niatnya untuk meminta ijin mengecek ke dalam mobil, tapi dia harus bisa membuktikan penglihatan tersebut tadi."Aku minta maaf Yen, tadi aku melihat bayangan Ze di dalam mobilmu.""Bayangan Ze? Mas Ardi ada-ada saja.""Bukannya aku tak percaya pada perkataanmu, tapi aku ingin membuktikannya sendiri. Bolehkah aku mengecek untuk mematahkan rasa penasaran ini?"Yeni membuang napas berat, tampak seperti tak senang."Sudahlah Yen, ijinkan
Ardi membuka pintu saat tukang pos berteriak di depan rumah."Ini ada surat untuk Pak Ardi."Lelaki itu melirik surat yang ada di tangan tukang pos. Dua netranya membelalak menatap nama pengirim yang tertera di depan amplop.Zearetha Bilbis.Dengan bersegera Ardi meraih surat itu."Benar surat ini untuk Bapak?" tanya tukang pos itu."Benar Pak, saya Ardi.""Kalau begitu silahkan tanda tangan di bawah sini ya, Pak."Ardi segera menandatangi selembar kertas lalu meraih surat dan meluncur ke dalam rumah. Dengan perasaan berdebar ia membuka amplop dan mengeluarkan isinya.Perasannya tak karuan, kenapa Ze mengirim surat padanya? Kenapa tak menelpon saja atau bertemu?Ardi menghela napas, ia mengabaikan pertanyaan yang muncul tiba-tiba dan segera membaca isi dari surat itu.Kepada Mas Ardi yang saya hormati,Assalamualaikum Mas.Maaf hanya bisa mengirim surat, saya putuskan untuk sementara waktu untuk tidak memberitahu siapapun keberadaan saya juga merahasiakan kontak yang bisa menghubungka
Ze menarik napas dalam."Paling lambat besok pagi beliau sudah melapor ke sekolah ini, Bu."Wanita itu masih bergeming."Ibu Zea?""Hah? Iya, maaf Pak saya jadi melamun."Lelaki di hadapan Ze tersenyum melihat rona wajah Ze yang tiba-tiba berubah tapi semakin menampakkan keindahan wajah ciptaan Allah."Oya, hari ini kita semua pulang lebih awal. Karena saya ada buat acara syukuran di rumah. Siang ini Ibu ada acara kemana?"Ze seketika menatap lelaki itu."Nggak ada, Pak.""Wah kebetulan sekali. Kalau Ibu punya waktu kosong, boleh donk saya undang ke rumah."Ze merenung sejenak, ia enggan sekali keluar dari desa itu. Pertama karena jarak yang tidak dekat dan harus mengitari hutan. Kedua wanita tersebut juga belum begitu kenal dengan Pak Ari."Nanti jika Ibu tidak keberatan, Ibu bisa naik motor bareng saya. Suatu kehormatan jika Ibu mau datang ke acara tersebut. Sekaligus saya mau ngenalin Ibu pada beberapa guru yang nanti juga akan hadir di sana.""Emm ...."Ze terlihat bingung."Atau
Mereka masih bertatapan."Sudah mau magrib, saya pamit dulu ya Bu Zea."Ze terhenyak."Iya, Bu."Sepeninggal Bu Fatia, Ze melangkah menuju pintu rumah yang artinya semakin mendekati Ardi. Entah apa yang mendorong, Ze menyapa lelaki yang masih memandangnya tanpa kedip tersebut."Apa kabar, Mas? Nggak nyangka ya akan bertetangga selama setahun."Ardi menyunggingkan selarik senyum, lalu membuang napas gugup. Jujur, ada perasaan tidak percaya, tapi di sisi hatinya yang lain, ia merasa begitu bahagia. Sekian purnama mencari, seluruh kekuatan dikerahkan, segala cara pun ditempuh. Ternyata Allah justru membuka kesempatan baginya untuk bertemu Ze dengan cara yang seistimewa dan tak terduga seperti ini."Kabar Mas tidak pernah baik, semenjak seseorang yang sangat Mas cintai memutuskan untuk pergi tanpa kabar."Jawana Ardi membuat Ze menunduk sejenak untuk berpikir, mungkinkah yang dimaksud itu Seruni? Jadi mereka belum menikah? Tapi kenapa? Apa Seruni berubah pikiran?"Kenapa Mas membiarkanny
"Bu Zea adalah ...."Ucapan Ardi terhenti sejenak, pandangannya tertuju pada Ze yang tiba-tiba menunduk. Lelaki itu menghela napas berat.Mungkin belum saatnya jujur. "Kami bertetangga, Pak. Dan kemarin sudah sempat kenalan. Benarkan Bu Ze?""Hah? Iya."Pak Ari dan ketiga rekannya menyunggingkan selarik senyum."Jadi Pak Kades menempatkan Pak Ardi dan Bu Zea di rumah yang bersebelahan?"Ardi mengangguk, sedang Ze masih terus menatap sang mantan. Nampaknya wanita itu merasa lega karena Ardi tidak jujur tentang status mereka."Maafkan saya Ibu Ze dan Pak Ardi. Semoga Bapak dan Ibu tidak keberatan dengan kondisi yang seperti ini. Karena kami belum memiliki mess khusus untuk menampung guru-guru yang ditugaskan ke desa ini. Tapi saya sudah mulai membuat anggaran untuk pembuatan mess tersebut dan In Syaa Allah akan segera terlaksana. Jadi kondisi begini hanya akan berlangsung sekitar dua bulan. Setelah itu Bapak dan Ibu bisa menetap di rumah yang lebih baik."Ze dan Ardi saling bertatapan
Tidak ada ketaatan seorang istri kepada suami, melainkan telah Allah janjikan surga untuknya.***Tiga tahun berlalu begitu cepat. Tak terasa kini di hidupku sudah ada buah cintaku dan Mas Han yang hari ini genap berusia dua tahun. Tak banyak yang berubah, selain kualitas bahagia yang semakin jauh biduk rumah tangga mengarungi semakin bertambah pula kadar rasanya.Aku membelalak menatap test pack bergaris dua yang subuh tadi telah kupakai ini. Antara terkejut dan bahagia, entahlah. Mungkin ini terlalu cepat, tapi dengan penuh kesadaran kuiyakan saat Mas Han membujuk untuk bersedia kembali menambah jumlah keluarga ini.Oya berbicara tentang usaha, kini suamiku dan Abi sukses merintis usaha jual beli mobil klasik. Usaha ini membuat Mas Han tidak lagi mencoba melamar pekerjaan sesuai dengan kemampuannya di luaran sana. Mengingat hasil yang didapat melebihi target yang diperkirakan. Menurutku ini adalah sebuah anugerah untuk keluarga kecil kami ini yang sangat kusyukuri.Sambil menunggu M
Kedua kaki Seruni tiba-tiba kehilangan kekuatan, ia seketika terjatuh ke lantai. Bersyukur, Han dengan segera menangkap dan berhasil mendudukkan ibundanya di atas sofa."Ambilkan segelas teh hangat," pinta Ze pada ART nya."Baik, Bu."Mereka semua mendekati Seruni yang sudah ditidurkan Han di atas sofa."Maaf ya Abi, Umi. Padahal tadi di rumah, Ibu terlihat cukup sehat. Tapi kenapa tiba-tiba jadi pingsan begini, ya?" tanya Han khawatir. Ze dan Ardi terkejut bukan main mendengar ucapan Han tersebut."Dia ibu kandung kamu, Han?" tanya Ze yang masih tak percaya dengan kenyataan tersebut.Sementara Han, tanpa ada perasaan apapun seketika mengangguk yakin. Membuat Ardi dan Ze saling bertatapan."Kapan kamu menemukannya? Dan bagaimana kamu sangat yakin jika dia ibumu?"Ze kembali melempar pertanyaan."Menurut pengakuan Ibu sendiri, Mi. Tapi Han sudah mengirim sampel rambut untuk diuji DNA lagi. Supaya lebih pasti.""Hasilnya udah keluar?"Han menggeleng."Tapi kenapa kamu seyakin itu?"Ze
Seruni menatap Han yang sudah tampak rapi dan ingin memimpin shalat subuh pagi itu, sungguh rasa syukur tak henti ia langitkan kepada Rabb semesta alam. Betapa hal ini tidak terbayangkan dalam pikirannya, tapi Allah telah menjadikan semua itu nyata.Sementara di hadapan, Han menyunggingkan selarik senyum ke arah ibu dan istrinya lalu mengambil posisi di depan. Dia memang bukan lelaki dengan tingkat keimanan yang tinggi, tapi setidaknya Han pernah beberapa kali memimpin shalat saat masih duduk di bangku kuliah dahulu.Usai shalat, mereka membaca doa bersama, dilanjutkan duduk berzikir. Selesai semuanya pukul enam. Han mengajak sang ibu ke taman belakang, sementara Syarifa memilih ke dapur untuk menyiapkan sarapan.Duduk di taman, Han mengajak ibundanya berbicara."Bu, pagi ini aku akan berangkat kerja. Nanti di rumah, Ibu akan ditemani Syarifa. Boleh 'kan, Bu?" tanya Han seraya memegang jemari sang ibu.Seruni menatap snag anak, entah kenapa perasaannya tidak enak."Pergilah, lakukan a
Han berlari memeluk ibundanya. Ada rasa sedih dan haru yang melebur menjadi satu, jika mengingat semenjak lahir tak pernah tahu siapa wanita yang telah melahirkannya ke dunia ini.Tapi Allah Maha Baik, menampakkan semuanya meski waktu telah bergulir sedemikian lama.Kini, ia tak mau lagi kehilangan ibundanya. Setiap waktu, akan ia pergunakan untuk menggantikan semua detik yang telah berlalu. Ia benjanji untuk itu.*Setelah beberapa waktu terlalui, Seruni melerai pelukan lalu ia memerhatikan wajah sang anak dengan seksama. Wanita itu menggerakkan tangannya untuk mengusap wajah Han mulai dari rambut, alis, mata, hidung, pipi lalu membingkai wajah Han dengan kedua tangan yang tampak kotor tak terurus.Dua netra yang sedari tadi berkaca kini menumpahkan cairannya. Isak tangis menghiasi hari paling bersejarah tersebut."Sudah habis cara kuberdoa pada Allah. Tidak lain aku meminta Allah panjangkan umur agar bisa bertemu denganmu, Anakku."Hana kembali memeluk sang Ibu. Seperti halnya Serun
"Seruni?"Degup di dada Han menyentak kuat. Telah lama bahkan setelah kepindahan ke Qatar pun, ia terus mencari keberadlaan ibunya melalui seseorang yang ia percayai untuk hal itu. Tapi sampai detik ini, tak ada kabar apapun yang ia fapatkan.Dan, apa ini? Apa benar dialah wanita yang ia cari selama bertahun-tahun?"Apa Ibu pernah melahirkan seorang anak lelaki?"Han kembali melempar pertanyaan untuk mematahkan tanya dalam hatinya. Sementara itu, wajah Seruni seketika tertuju Han."Kenapa kamu bertanya sangat detail tentang hidup saya? Apakah penting untukmu?""Penting Bu. Sangat penting, tolong jawab dengan jujur. Apa Ibu pernah melahirkan seorang anak lelaki ke dunia ini?"Seruni yang merasa pertanyaan itu menganggu ketenangan batinnya, mencoba memaksakan diri untuk menjawab."Iya, pernah.""Apa Ibu melahirkan anak itu di penjara?"Dua netra Seruni melotot, lalu menunduk. Ia terdiam beberapa waktu."Bu."Sentuhan tangan Han di pundaknya membuat Seruni tercekat."Iya."Seruni tampak
Udah siap mandi ya, Bi?" tanya Ze pada suaminya yang baru keluar dari kamar mandi."Udah Sayang, kenapa?""Tolongin Umi bentar. Pasang kancing bagian belakang ini."Ze menunjuk punggungnya. Dia kini memakai gamis dengan model kancing di belakang."Iya, Sayang. Bentar, ya."Abi meletakkan handuk pada gantungan dan berjalan mendekati sang istri. Ia mengepaskan dua sisi baju Ze yang terbuka untuk memudahkan mengancingnya. Tapi pemandangan di depan mata, membuatnya berhenti bergerak."Kok nggak dikancing, Bi?" tanya Ze melihat suaminya tak melakukan apa yang dia pinta."Nggak, Abi cuma sedang mengagumi kemulusan kulit istri Abi ini."Ze tersenyum melihat suaminya suka sekali memuji padahal usia sudah tak lagi muda."Pandainya Abi merayu, ayo katakan Abi pengen apa?""Abi nggak sedang merayu, Sayang. Kenyataannya memang begitu."Sang suami sudah selesai memasang kancing. Dia kini memeluk sang istri dari belakang."Coba Umi lihat wajah di cermin."Pandangan mereka saling bertemu pada cermin
"Dia bukan anak kami, Bu. Han adalah anak yang kami adopsi."Inilah nasibku menikah dengan lelaki yang tidak jelas siapa ibu dan ayah kandungnya. Tapi beginilah takdir, tidak boleh menyerah apalagi membatalkan karena ijab Qabul sudah terlanjur diucapkan.Dari awal, aku memang sempat menolak menikah dengan suamiku sekarang karena pertama aku tahu di masa mudanya dia bukan pemuda baik-baik. Dia bahkan pernah kedapatan sedang bercumbu dengan pacarnya di dalam mobil. Kedua, karena aku punya kriteria calon suami yang sangat kuidamkan semenjak dahulu. Seminimal Gus Ahmad, dosen Bahasa Arab atau Ustadz Rafiq yang memegang mata kuliah hadist.Tapi kenyataannya, yang menjadi suamiku hanya seorang Han. Yang pernah bersekolah di Al Azhar, tapi kemudian berhenti dan pindah ke jurusan lain di fakultas lain pula.Tapi Umi bilang Han yang sekarang sudah lebih baik, ia bahkan lulusan fakultas terbaik yang ada di Malaysia. Mau menolak gimanapun juga nggak mungkin, perjodohan ini bahkan sudah terjadi s
Bu Margareth mengemasi semua pakaian, esok adalah hari keberangkatan mereka sekeluarga ke negeri Arab. Wanita itu membuka lemari pakaian suaminya. Tak semua pakaian di bawa ke Qatar sewaktu keberangkatan pertama Albert, dan rencananya kali ini lelaki itu meminta sang istri untuk memasukkan semua pakaiannya tanpa menyisakan satu pun.Wanita paruh baya tersebut sudah selesai melakukan pekerjaannya, hanya bersisa berkas di dalam laci lemari. Sebenarnya Pak Albert tak meminta istrinya untuk membereskan laci tersebut, tapi entah kenapa Bu Margareth justru tak enak hati menyisakan satu tempat di dalam lemari.Hingga tangaannya ia gerakkan untuk membuka tempat itu.Tidak banyak berkas, hanya beberapa kartu ucapan dari Bu Margareth dulu setiap kali mereka merayakan anniversary dan ulang tahun. Selebihnya cuma kertas tak jelas dan sebuah amplop kecil yang membuat wanita itu sedikit penasaran.Ia mengulurkan tangan untuk membuka amplop tersebut. Dua netra Bu Margareth mendelik. Isinya adalah se
"Anak Ibu diculik?" tanya Bu Margareth penasaran.Seruni terdiam sejenak, rasanya enggan jujur. Sebab ini adalah masalah yang begitu privasi untuk ia bagi pada siapapun. Tapi melihat ketulusan Ibu Margareth, rasanya tak adil Seruni menipunya."Saya ini mantan narapidana, Bu."Bu Margareth terhenyak, sedikit ketakutan karena pikiran buruk seketika menerpa. Apa yang menyebabkan wanita di hadapannya ini masuk penjara? Benar-benar Bu Margareth ingin segera keluar dari rumah itu.Seruni yang mendapati wajah Ibu Margareth tiba-tiba berubah, segera menjelaskan perkara yang menimpanya dahulu. Tentang kenapa ia sampai mendekam di balik jeruji besi.Panjang lebar Seruni bercerita membuat Ibunda Han menarik napas berat."Sangat berat beban yang menimpa Ibu, tapi saya salut karena Ibu bisa bertahan sejauh ini."Seruni menyunggingkan selarik senyum dengan terpaksa. Nyatanya ia memang kelihatan tegar, tapi sebenarnya dirinya cukup rapuh. Siang malam yang ada di pikiran selama sepuluh tahun di penja