Share

BAB 4

Penulis: Ami Young
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Alvis berlari kecil menuju gudang pusat kegiatan mahasiswa yang sudah terlihat di depan matanya. Ia semakin mempercepat langkhanya dikarenakan hujan yang semakin deras sambil mendekap erat Notebook yang ia sembunyikan di balik jaketnya. Pekerjaannya sedikit terganggu dikarenakan hujan yang turun saat ia tengah berada di tempat favoritnya di sebuah kursi panjang dekat danau. Tempat biasa ia mencari ide dan inspirasi menulis dan mengerjakan artikel yang akan ia kirimkan ke beberapa koran dan majalah.

            Gedung Pusat Kegiatan Mahasiswa atau mereka biasa menyebutnya PKM tinggal beberapa langkah lagi saat Alvis secara spontan memicingkan matanya untuk mempertajam indera penglihatannya, tak yakin dengan apa yang dilihatnya. Sejak pertemuan pertama mereka di danau, Alvis sempat beberapa kali sengaja melewati tempat itu berharap mungkin saja ia akan bertemu lagi dengan gadis itu tapi selalu saja berakhir dengan rasa kecewa. Entahlah, apa yang terjadi pada dirinya. Ia pun tak mengerti. Dalam hatinya ada setitik berharap ia dapat bertemu dengan gadis itu. Gadis itu biasa saja menurut Alvis tidak cantik tapi manis dan imut. Sepertinya rasa penasaran akan tatapan yang diberikan gadis itu kepadanyalah yang membuatnya penasaran agar bisa dipertemukan kembali. Ia penasaran apa maksud dari tatapan dan gesture tubuh itu. Hari ini semesta mengabulkan permohonan kecilnya.

            Tampak di hadapannya gadis yang beberapa minggu ini membuatnya penasaran. Si Gadis Danau, begitu panggilannya untuk gadis itu. Gadis itu berdiri menyamping di selasar gedung PKM pas di depan anak tangga. Tanpa sadar Alvis berdiri di samping gadis itu yang entah apa yang sedang dilakukannya. Alvis mengerutkan dahinya menatap gadis itu. Entah apa yang sedang gadis itu lakukan. Gadis itu mengatupkan matanya sembari komat-kamit tak jelas.

            “Ngapain merem sambil komat kamit begitu?”, karena kaget gadis itu tersentak ke ke samping dan tak sengaja gadis itu terjegal oleh kakinya sendiri. Alvis refleks mengulurkan tangannya meraih benda pertama yang dapat dijangkau oleh tangannya. Gadis itu masih menutup matanya karena kaget dan pasrah akan jatuh menyentuh lantai sementara Alvis menahan nafasnya karena gugup. Posisi mereka pastilah sangat terlihat ganjil dan konyol. Lupakan adegan romantis seperti di drama ataupun film. Posisi mereka saat ini dengan Alvis yang menahan ujung jaket gadis itu dn tas ransel yang dikenakannya. Dibandingkan terlihat romantis mereka lebih terlihat seperti grup komedian yang sedang tampil.

            Keduanya tersadar hampir bersamaan dan merubah posisi kembali normal. Suasana tampak canggung. Sementara wajah gadis itu menampakkan raut kaget dan bingung. Alvis mengamati gadis yang kini berdiri di hadapannya yang terlihat mencolok dengan berbagai macam atribut ospek. Dilihatnya warna pita yang melingkar di lengan sebelah kiri gadis itu. Warna Merah dan Kuning, itu berarti gadis ini adalah mahasiswa di Fakultas Design. Jika gadis ini berteduh lama di gedung ini, Alvis yakin gadis ini akan menjadi santapan empuk senior iseng yang sanagt suka mengerjai mahasiswa baru. Gadis di hadapannya mengucapkan terima kasih dan maaf dengan terbata-bata dan sedikit linglung. Alvis mengambil kesimpulan bahwa gadis ini sepertinya lupa kalau mereka pernah bertemu. Tiba-tiba Alvis merasa sedikit kesal karena ternyata hanya dia yang mengingat kejadian itu. Baru saja Alvis akan menanyakan nama gadis itu, tiba-tiba saja seorang gadis bersuara cempreng menginterupsi. Menjelaskan panjang lebar perihal dirinya yang membuat gadis danau itu menunggu lama dan…

            “Siapa dia?” tanya si gadis cempereng yang wajahnya mengarah pada Alvis. Si gadis danau yang tampaknya kebingungan harus menjawab apa dengan segera menarik temannya untuk pergi dari tempat itu. Sekali lagi mengucapkan terima kasih dan maaf pada Alvis dengan terburu-buru. Ada sedikit rasa kecewa yang terselip karena Alvis ingin sedikit lebih lama mengobrol dengan gadis itu. Lagipula ia bahkan belum mengetahui nama gadis itu. Ah, mungkin lain kali batin Alvis. Karena kali ini ia sangat yakin akan bertemu kembali dengan gadis itu tak lama lagi.

            “Sampai ketemu lagi gadis danau.” ucap Alvis setengah berteriak. Ia yakin gadis itu mendengar teriakannya dan berharap gadis itu mengingatnya jika mereka bertemu kembali. Dirinya masih berdiri di selasar gedung PKM melihat punggung gadis itu yang perlahan menghilang di balik gedung laboratorium Fakultas MIPA. Saat hendak berbalik untuk masuk ke gedung PKM langkah Alvis terhenti. Ia ingat kalau sahabatnya berkuliah di Fakultas yang sama dengan gadis itu. Alvis melanjutkan langkahnya dengan riang. Senyum tersungging di bibirnya. Langkahnya terasa lebih ringan. Sejenak otaknya melupakan sejenak beberapa artikel yang sedang disusunnya. Baginya kali ini menyusun strategi di ddalam kepalanya untuk bisa bertemu gadis itu lagi lebih penting dibandingkan artikelnya yang tinggal sedikit lagi akan rampung. Ah, artikel masih bisa menunggu pikir Alvis. Lagipula deadlinenya masih sebulan lagi. Rasa penasarannya harus segera dituntaskan.

Alvis memasuki gedung PKM dan segera menuju klub menulis kampus yang telah menjadi seperti rumah kedua baginya setelah ruang sekretariat BEM Fakultas. Bagi Alvis tempat yang ia tinggali bersama orang tuanya bukanlah rumah. Tempat itu seperti gua baginya, dingin dan sepi.

            “Eh, Ra. dari mana aja lo?” si Lila nyariin lo dari tadi.” ujar Bima, si ketua klub

Alvis mengerutkan keningnya, bingung. Untuk apa Lila mencarinya? memang Alvis sengaja menghindari gadis itu karena tak ingin memberi harapan lebih. Belum selesai otaknya berpikir dan mencerna informasi yang baru saja ia dapatkan sebuah suara yang ia kenali dan paling ia hindari beberapa hari terakhir ini terdengar dari arah pintu masuk ruang secretariat. Tampak oleh mereka, Pricilla Anindya. Gadis idaman hampir seluruh mahasiswa laki-laki di kampus ini. Seorang gadis cerdas, wajah kampus, suka menulis, dan juga belum lama ini memenangkan ajang pemilihan Putri Pariwisata di kotanya. Ia seperti paket komplit nasi kucing. Sudah menjadi rahasia umum di gedung PKM ini kalau Lila menaruh hati pada Alvis kecuali Alvis. Hingga suatu hari Lila mengakui perasaannya pada Alvis. Sejak saat itu Alvis mulai membatasi interaksinya dengan Lila.

            “Hai, Lila,” sapa Alvis canggung. Tampak Lila berdiri berkacak pinggang menahan kesal sementara Alvis hanya bisa tersenyum merasa tak enak.

            “Kamu kenapa menghindar?” tanya Lila to the point tak menghiraukan tatapan dari seluruh penghuni yang ada di ruangan itu. Ruangan seketika senyap dan seluruh tatapan mata mengarah pada Alvis menanti jawaban.

            “Ituuuu…” Alvis menjawab sambil mengumpulkan kalimat apa yang cocok untuk menjawab pertanyaan tersebut.

            “Kamu menghindari aku karena pernyataanku beberapa hari yang lalu? Kalau karena itu kamu gak perlu melakukannya karena aku sudah tau jawabanmu tanpa kau beritahu.” Ucap Lila panjang lebar dengan nada kesal.

            Alvis terkejut dengan ucapan blak-blakan yang dilontarkan Lila. Semua orang yang ada di ruangan itu terdiam tak menyangka akan mendapat totonan gratis di sore hari sendu dengan latar belakang suara hujan yang turun semakin deras. Tatapan Alvis mengarah pada ketua klub mereka yang sedang memasang tampang cengiran isengnya sembari menaik turunkan alisnya. Alvis mendengus. Ia tahu dalam beberapa hari ke depan ia akan jadi bahan olok-olok kawan-kawannya.

“Kenapa gak jawab?” tanya Lila

Alvis mengusap tengkuknya canggung karena menjadi tontonan banyak orang sementara Lila tampak seolah tak perduli. “Hah? Hhhhmmm, oke.”jawab Alvis.

“Oke apa?’ Lila bertanya kembali.

“Oke, aku tak akan menghindar lagi. Puas?” jawab Alvis

Senyum sumringah langung menghias wajah Lila mendengar jawaban dari Alvis. Baginya taka pa untuk saat ini Alvis masih belum bisa membalas cintanya yang penting ia masih bisa dekat dan berada di sekita Alvis. Lila lebih memilih berteman dengan Alvis dibandingkan Alvis yang menghindarinya. Baginya itu seperti sebuah kutukan. Lila tak akan kuat.

“Ciiiieeehhh… jadi kesimpulannya apa, nih?” tanya Bima iseng.

“Pikirin aja sendiri,” sewot Lila sembari memelototkan matanya.

“Ah, elah… Matanya biasa aja, Bu.” balas Bima masih dengan cengiran lebarnya.

Alvis hanya bisa gleng-geleng kepala melihat tingkah keduanya. Alvis tau Bima menyukai Lila tapi Bima seperti terlihat santai menanggapi kejadian barusan.Alvis beryukur Lila tidak bertingkah hingga menimbulkan drama. Alvis tau Lila butuh waku untuk mengobati hatinya. Ia hanya berharap semua akan baik-baik saja. Tatapan Alvis menerobos jendela klub menatap cucuran hujan yang jatuh seolah engan untuk berhenti. Hujan masih setia dengan nyanyiannya.

Bab terkait

  • Big Al & Little Ai   BAB 5

    Alvis berlari kecil menuju gudang pusat kegiatan mahasiswa yang sudah terlihat di depan matanya. Ia semakin mempercepat langkhanya dikarenakan hujan yang semakin deras sambil mendekap erat Notebook yang ia sembunyikan di balik jaketnya. Pekerjaannya sedikit terganggu dikarenakan hujan yang turun saat ia tengah berada di tempat favoritnya di sebuah kursi panjang dekat danau. Tempat biasa ia mencari ide dan inspirasi menulis dan mengerjakan artikel yang akan ia kirimkan ke beberapa koran dan majalah. Gedung Pusat Kegiatan Mahasiswa atau mereka biasa menyebutnya PKM tinggal beberapa langkah lagi saat Alvis secara spontan memicingkan matanya untuk mempertajam indera penglihatannya, tak yakin dengan apa yang dilihatnya. Sejak pertemuan pertama mereka di danau, Alvis sempat beberapa kali sengaja melewati tempat itu berharap mungkin saja ia akan bertemu lagi dengan gadis itu tapi selalu saja berakhir dengan

  • Big Al & Little Ai   BAB 6

    September 2018 Dew tersadar dari kenangan yang tanpa seiinnya menyeruak masuk. Mengingatkannya kembali pada sosok itu. Sosok yang sampai saat ini terkadang masih ia rindukan. Dew merasa miris pada dirinya sendiri yang hingga detik ini masih belum sepenuhnya move on. Dew mengedarkan pandangan di dalam lift yang isinya tak hanya ia sendiri. Ada seorang laki-laki kira-kira berusia sekitar dua puluh lima tahun dengan postur tubuh tinggi untuk ukuran orang Indonesia, wajah yang bersahabat, dan dilihat dari gerak-geriknya sepertinya dapat dikategorikan playboy, pikir Dew yang sedari tadi matanya sibuk memindai dari ujung kepala hingga ujung kaki. Dew berharap tindakannya tidak terlihat mencolok karena ia tau itu sangat tidak sopan. Mereka sempat saling berbalas senyum ketika sama-sama memasuki lift. Sementara di samping Dew berdiri dua orang yang ia taksir usia mereka sepantaran dengan dirinya. Pakaian yang mereka kenakan terlihat sangat berg

  • Big Al & Little Ai   BAB 7

    Galen masih tak percaya pada apa yang baru saja terjadi. Gadis itu ada di hadapannya. Dew ada di sini, brdiri di hadapannya. Ia tak berubah, masih sama seperti dulu. Tinggi badannya masih tetap sama, Suaranya, cara ia berkenalan, Dew yang kikuk, Dew dengan senyumnya yang menenangkan. Semuanya masih terasa sama. Ia hampir saja lepas kendali. Ingin rasanya ia menghampiri dan mebawa tubuh kecil itu ke dalam pelukannya. Betapa ia sangat merindukan Dew. Setelah bertahun-tahun pencariannya yang berakir nihil. Galen sudah mulai menyerah dan saat ia sudah hampir mencapai batasnya, ia dipertemukan dengan gadis yang selama ini selalu mengisi pikiran dan hatinya. Ia yakin gadis itu sama terkejutnya dengan dirinya. Dilihat dari ekpresi gadis itu tadi. Galen maklum dan paham benar mengapa Dew berpura-pura tak mengenalnya. Menurutmu bagaimana reaksimu ketika bertahun-tahun menghindar dan bersembunyi dan kemudian bertemu dengan orang yang ingin kau

  • Big Al & Little Ai   BAB 8

    Di hari pertama bekerja, Dew berusaha menyesuaikan diri dengan ritme kerja yang baru dan jenis-jenis pekerjaan yang akan ia handle nantinya di bawah pengarahan bang Agus. Walaupun diwarnai insiden sedikit keterlambatan tapi tim di divisinya tak mempermasalahkan hal itu. Ditambah lagi mereka adalah orang-orang yang kompeten di bidangnya dan orang-orang yang seru menurut Dew. Tapi, diantara semua itu ia bertemu kembali dengan Galen. Seniornya dulu semasa kuliah dan merupakan salah seorang yang ia hindari dan membuatnya harus bersembunyi selama tiga tahun sekaligus mengobati trauma yang ia derita. Dew tak bisa berbuat apa-apa selain menguatkan hati dan pikirannya untuk menyambut jabatan tangan itu. Sebenarnya, ia masih belum siap bertemu kembali dengan orang-orang yang membuatnya mengalami hal terburuk dalam hidupnya yang sangat ingin ia lupakan. Tiga tahun bukanlah waktu yang sebentar dan mudah ia lalui. Tapi, tak lucu k

  • Big Al & Little Ai   BAB 9

    “Udah ngetehnya, Dew?” tanya Tara tanpa mengalihkan tatapannya pada layar komputer. “Iya, Ra. Sempet ngobrol-ngobrol tadi di belakang sama Yono sama pak Galen juga.” “Oh, iya. Si Bos sempat ke sini tadi nanyain kamu. Trus aku jawab kamu lagi di pantry.” “Pak Galen nanyain saya? Emang ada apa?” “Ya ampun, Dew. Bahasamu pake saya. udah biasa aja sama gue juga ini.” “Pak Galen nanyain? Emang ada apa?” “Lah, emang tadi waktu ngobrol di pantry si Bos gak ngomong apa-apa? &n

  • Big Al & Little Ai   BAB 10

    Dew meregangkan badannya yang terasakaku karena duduk berjam-jam menyelesaikan tugas yang diberikan oleh bang Agus. Sekembalinya dari kantin ia langsung disibukkan dengan membuat draft iklan untuk salah satu merek shampoo yang cukup ternama yang akan meluncurkan produk barunya empat bulan ke depan. Dew melirik arloji di pergelangan tangannya. Jarum jam sudah menunjuka angka lima, Dew segera menyimpan file yang telah dikerjakannya ke komputer kemudian membereskan meja kerjanya yang berantakan oleh kertas-kertas berisi draft iklan sebagai referensi. Setelah rapi ia kemduian mencangklongkan tasnya kemudian memindai kembali kalaukalau ada barang yang tertinggal. “Ra, kamu belum selesai? Mau aku tungguin ngga?’ tanya Dew “Iy

  • Big Al & Little Ai   BAB 11

    Galen tersenyum melihat tingkah Dew yang dalam sekejap melesat berlari meninggalkan dirinya sendiri di dalam lift. Galen paham Dew tak nyaman berada di dekatnya ataupun berada di tempat yang sama dengannya. Terlihat dari sikap Dew sejak pagi ketika mereka bertemu. Melihat dari sikap Dew dan keenggananya serta sebuisa mungkin menghindarinya adalah tanda tanya besar bagi Galen. Ia yakin sesuatu yang buruk pasti telah terjadi pada Dew tiga tahun yang lalu sehingga Dew memutuskan untuk menghilang bak ditelan bumi. Ia menjalankan BMW X6nya perlhana meninggalkan area parkir membelah jalanan kota yang sibuk dipenuhi kendaraan dikarenakan ini adalah jam pulang kantor. Galen kesal pada dirinya sendiri karena menolak untuk menjadi salah satu pewawancara pada penerimaam karyawan baru. Jika saat itu ia menerimanya ia pasti sudah tahu dimana alamat Dew tinggal sekarang. Sebenarnya bisa saja ia menghubungi bagian HRD untuk memi

  • Big Al & Little Ai   BAB 12

    BAB XII Alvis berjalan perlahan memasuki gedung anak cabang perusahaannya dengan hati riang. Tujuannya kali ini hanyalah datang berkunjung dan ingin merecoki hidup sahabat seperjuangannya itu. Ia sengaja dari bandara tidak langsung menuju apartment Galen, yang selalu ditempatinya ketika berkunjung dalam rangka bisnis ataupun hanya sekedar menjenguk sahabatnya. Alvis malas dan bosan jika harus tinggal di hotel walaupun ia lebih dari mampu untuk itu. Ia hanya tidak terlalu suka jika sendirian. Walaupun Galen selalu menggerutu sebal karena Alvis datang mengganggu kehidupan tenangnya tapi sahabatnya itu selalu terbuka menyambutnya. Setelah berbulan-bulan bekerja tanpa henti dan bersabar karena harus menerima recokan dari sekretaris dan asisten pribadinya, akhirnya ia diizinka

Bab terbaru

  • Big Al & Little Ai   BAB 30

    Mobil yang dikendarai Alvis melaju membelah jalanan yang basah diguyur air hujan. Ia merutuki dirinya karena tidak dapat mengendalikan diri hingga terbawa emosi. Seharusnya ia bisa menahan diri. Terpaksa ia harus melewati hari ini dengan sendu. Padahal seharusnya hari ini ia bisa menikmati waktu yang berkualitas dengan Ai-nya. Kesempatan yang hanya bisa ia nikmati dan ia dapatkan di akhir pekan. Memang ada yang mengganggu pikirannya semenjak pertemuan keluarga besar. Tapi, sebisa mungkin ia sembunyikan tak ingin ia tunjukkan pada Dew. Larena pasti Dew akan menyalahkan diri sendiri jika mengetahuinya. Sejak pertemuan keluarga besar Komunikasi dengan ayahnya semakin sengit ditambah lagi keluarga besar ayahnya yang mengetahui apa yang ia lakukan selama hampir dua bulan di kantor cabang. Ayahnya masih bersikeras dengan pemikiran dan tindakannya. Alvis bersumpah kali ini dia tidak akan mengalah. Dulu ia tak bisa berkutik karena tak memiliki kekuatan dan pengaruh. Dia tak akan melepas apa ya

  • Big Al & Little Ai   BAB 29

    Minggu pagi yang mendung membuat joging yang sudah direncanakan batal. Dew, Tari, Galen, dan Alvis memang berencana akan mengisi minggu pagi dengan joging bersama di taman kota. Sebenarnya ini semua adalah ide dari Tari. Karena melihat perkembangan Dew dan juga kegigihan Alvis yang luar biasa. Dew memang sudah mulai terbiasa dengan keberadaan Alvis tapi ia masih takut jika hanya berdua saja. Ketakutan dan kegelisahan kalau-kalau ada wartawan yang mengenali Alvis dan memotret mereka berdua. Bayang-bayang kamera membuatnya tiba-tiba mual. Jadi, disinilah dia duduk di dekat balkon sambil memandangi hujan yang terus turun tak ada tanda-tanda untuk berhenti. Tari masih sibuk video call an dengan suaminya. Tak terasa sudah hampir tiga bulan ia tinggal di rumah Tari. Dew merasa bersalah karena ia sudah sering merepotkan. Karena kondisinya, Tari memutuskan untuk memperpanjang liburnya di Indonesia tentu saja atas izin suaminya. Walaupun sebenarnya Tari tak perlu melakukan itu. Dew merasa dirin

  • Big Al & Little Ai   BAB 28

    Tak terasa sudah seminggu berlalu sejak kejadian ia tiba-tiba izin sakit. Dew bersyukur orang-orang yang sedivisi dengannya tidak heboh bertanya macam-macam. Entah seperti apa Galen menyampaikan kepada mereka dan apa yang Galen sampaikan ke mereka. Berbicara tentang Galen, Dew bisa bernafas lega karena sampai saat ini ia maaih mempertahankan profesionalitasnya. Bosnya itu hanya akan bertibgkah dan mengusilinya jika hanya ada mereka berdua saja. Saat ini, bosnya itu dan bos besar siapa lagi kalau bukan Alvis tengah berada di ruangan Galen. Mereka sedang berbincang tentang keberhasilan salah satu proyek yang kantor ini tangani. Sesekali terdengar gelak tawa dari dalam ruangan. Sepertinya mereka berdua sedang bahagia. Tak lama kemudian pintu ruangan Galen terbuka dan keduanya keluar dari ruangan. "Perhatian-perhatian untuk merayakan keberhasilan proyek desain logo dan branding Mall Kerinci Mass pulang kantor kita adakan makan bersama di Sky Lounge Resto Palm Tree." ucap Galen yang disamb

  • Big Al & Little Ai   BAB 27

    Dalam perjalanan menuju rumah Dew, Alvis memandang sekotak kue rasa vanilla kesukaan Dew dengan senyum lebar. Sedari tadi ia menyusun kata-kata apa yang akan ia ucapkan jika sampai di rumah Tari tapi otaknya buntu. Mobilnya perlahan memasuki halaman rumah Tari. Ia telah menelfon Tari sebelumnya, memberi kabar akan kedatangannya sekaligus meminta izin. Tari memperbolehkannya datang tapi tidak menjamin Dew akan menemuinya.Alvis diarahkan oleh Mang Dedi menunggu di ruang tamu. Tak lama berselang minuman segar dihidangkan di hadapannya. Ia terlihat gelisah, harap-harap cemas dengan reaksi Dew. Sepuluh menit menunggu yang terasa seperti selamanya terlihat sosok Tari menuruni tangga tanpa Dew. Alvis tau jika hari ini bukan hari keberuntungannya."Sori," ucap Tari."Gak masalah. Aku ngerti, kok. Aku gak berharapa banyak di percobaan pertama langaung berhasil.""Diminum, gih." Tari mempersilahkan Alvis menikmati minuman dingin yang nampaknya belum disentuh sedari tadi.

  • Big Al & Little Ai   BAB 26

    Sudah sejam lebih Alvis duduk termenung memikirkan pertemuannya dengan Tari. Alvis tak menyangka akan seberat ini dramanya. Pengaruh ayahnya tidak main-main. Masih jelas dalam ingatan tentang kejadian itu. Setelah orang tuanya dan orang tua Bela mengumumkan pada publik bahwa mereka telah berkencan membuatnya serasa mendidih. Ia hendak menjelaskan semuanya pada Dew agar tidak ada kesalahpahaman. Tapi, bahkan ia tak pernah lagi ketemu dengan Dew, seperti ditelan bumi. Hilang tanpa jejak. Usahanya untuk menghubungi teman-teman atau keluarga Dew menanyakan keberadaan Dew tapi selalu nihil. Dew, gadis polos dan penuh semangat. Dengan segala kesederhanaannya dan tingkah yang agak unik menurut Avis terlihat begitu nampak diantara beberapa gadis yang pernah membuatnya jatuh hati. Dewnya yang rapuh, ingin rasanya memeluknya dan menjaganya. Melindungi dari berbagai orang-orang jahat di luar sana.Sekarang, ia bertekad akan kembali membuat Dew jatuh cinta untuk kedua kalinya. Ia memikir

  • Big Al & Little Ai   BAB 25

    *Flashback*Sepanjang perjalanan menuju rumah Tari, Dew terus menerus membujuk Tari untuk menceritakan ada apa sebenarnya. Tapi Tari bersikukh untuk menjelaskan semuanya ketika mereka sudah sampai di rumah. "Sekarang tolong jelasin ke gue ada apa sebenarnya", tuntut Dew begitu mereka bertiga baru saja mendaratkan bokong di kursi ruang keluarga Tari. Tari dan Galen saling berpandangan mereka khawatir bagaimana reaksi Dew nantinya."Semalam Alvis kebingungan karena kamu gak bisa dihubungin..." Galen memulai pembicaraan dengan gugup. "Ia akhirnya menghubungi Taro dan minta tolong untuk nyariin kamu karena kondisi semalam mengharuskan dia berasa di Rumah Sakit menemani Bela. Itu bukan keinginannya tapi dia dipaksa untuk melakukan itu.""Iya gue paham, kok. Bela lebih penting dari segalanya bahkan gue.""Gak, bukan gitu. Alvis hanya panik aja. It's always you.""If it's always me, dia gak bakal ninggalin gue nunggu kayak orang bego hampir dua jam gak ada kabar."

  • Big Al & Little Ai   BAB 24

    FlashbackKeesokan harinya mereka berdua berangkat ke kampus karena hari ini hari terakhir ujian semester. Sepanjang jalan Tari mengamati ekspresi Dew yang tanpa ekspresi sejak keluar dari rumah. Tari sengaja menyuruh Dew untuk menonaktifkan ponselnya menghindari agar tidak dihubungi oleh Alvis dan membuat keadaan semakin keruh. Ia pun menonaktifkan gawainya setelah pembicaraannya dengan Galen semalam. Setelah memarkir mobilnya keduanya segera menuju ruang kelas. Sepanjang jalan seperti ada yang tak beres. Tari merasa sepanjang jalan menuju kelas hampir semua orang memperhatikan mereka berdua tapi ditepisnya hal itu dan tetap melanjutkan langkahnya menuju kelas. Memasuki ruang kelas keadaan yang sama juga terjadi. Tari tak tau entah Dew sadar atau tidak tapi melihat dari keadaan dan reaksi Dew sepertinya gadis itu tak memperhatikan sekitar. Mereka memilih duduk di barisan tengah tidak terlalu menonjol tidak terlalu ke belak

  • Big Al & Little Ai   BAB 23

    FlashbackSecepat kilat Tari bangkit dan segera menyambar kunci mobilnya, “Lu di mana sekarang?” Kakinya tergesa-gesa menapak turun dari lantai dua dan berlari menuju basement tempat mobilnya terparkir dan menjaankan mobilnya menuju tempat yang Dew sebutkan. Sepanjang jalan dia sibuk menyumpahi Alvis. Ia bingung apa yang sebenarnya terjadi tapi tidak dengan meninggalkan Dew menunggu lama tanpa memberi kabar. Padahal hari ini Dew seharusnya bersenang-senang menikmati waktu yang bahagia. Hujan di luar masih deras, mobilnya memasuki area parkir sebuah pasar loak. Tempat ini adalah tempat healing bagi Dew. Dew selalu kesini jika sedang banyak pikiran dan juga untuk menenangkan diri. Hanya dia saja yang Dew beritahu tempat healingnya.Diparkirnya mobilny dengan tergesa-gesa dan seger berlari ke arah dalam pasar. Ia tau tepatnya dimana Dew menunggunya. Tempat itu sebuah taman kecil yang terl

  • Big Al & Little Ai   BAB 22

    BAB 22Alvis berjalan dengan terburu-buru. Semalam ia tak dapat memejamkan mata, akibatnya ia tak dapat fokus ke pertemuan penting yang membicarakan kontrak senilai milyaran rupiah. Alvis bersungut dalam hati pada sekretarisnya di kantor pusat karena dengan liciknya menyelipkan jadwal di tengah waktu lengang yang sudah lama ia rancang demi mengistirahatkan hati, otak, dan pikirannya sembari melanjutkan misinya mencari Dew. Mencari Little Ai-nya yang ternyata semesta mempertemukan mereka di sini. Di kota yang tak terpikirkan oleh Alvis. Untung saja ketidakfokusannya bisa diisi oleh Galen yang cepat tanggap membaca situasi dan keadaan. Ia terlambat tiga puluh menit dari waktu janjiannya dengan Tari. Hampir semua meja di restoran terisi penuh karena masih jam makan siang. Segera ia langkahkan kakinya menuju meja yang sudah lebih dulu dipesan oleh Tari.“Hai, maaf. Aku terlambat.” ucap Alvis merasa tidak enak.“Tak apa. Ak

DMCA.com Protection Status