Senja mulai kuliah setelah dinyatakan membaik oleh Randi. Hatinya begitu bahagia karena akhirnya, ia bisa mengejar impian sesuai harapan kedua orang tuanya. Langit mengantar Senja di hari pertamanya. Pria itu juga senang melihat sang istri kembali ceria."Mas, saya masuk dulu, ya. Terima kasih sudah mengantar," ucap Senja sambil mengangklek tas dan menenteng beberapa buku."Iya, Sayang. Belajarlah dengan giat agar cita-citamu tercapai. Nanti, kalau sudah selesai telepon. Saya akan menjemputmu," ucap Langit lembut sambil menatap Senja."Kenapa tidak supir saja yang menjemput? Kau kan harus ke kantor," ucap Senja dengan lembut."Kebetulan hari ini tidak banyak pekerjaan. Jadi, saya bisa mengantar dan menjemput. Apa kau tidak menyukainya?" jelas Langit semakin tajam menatap Senja."Bukan begitu. Saya hanya tidak ingin mengganggu pekerjaanmu. Saya ....""Kau tidak menggangguku. Pokoknya, kalau sudah selesai telepon. Saya akan menjemputmu," ulang Langit sambil meraih sebelah tangan Senja d
Langit menghampiri Senja yang tengah merapikan seprai dan menidurkan jagoan kecilnya Laskar. Menyapu kasur dan menyusun bantal serta guling. Langit memeluk Senja dari belakang saat wanita itu menegakkan tubuhnya."Ma--Mas Langit. Kau kebiasaan. Kalau saya sedang sibuk selalu seperti ini," ucap Senja dengan sedikit terperanjat dan kesal."Maaf, Sayang. Kau terlalu sibuk hingga melupakan saya," ucap Langit dengan manja sambil menaruh dagunya pada sebelah pundak Senja."Sebaiknya kau jangan ganggu. Saya sedang merapikan kamar. Lebih baik batu saya biar cepat selesai," pinta Senja sambil menepis pelan dagu Langit dan kembali bekerja."Ada yang ingin saya bicarakan denganmu," ucap Langit sambil meraih kedua tangan Senja dan menghadapkan tubuh wanita itu ke arahnya."Soal apa?" tanya Senja dengan penasaran."Hari ini libur, jadi saya ingin mengajakmu ke rumah ibu. Kau boleh menginap di sana dengan Baby La." Langit berkata dengan wajah serius."Benarkah?" tanya Senja kembali dengan ragu."Ap
Langit sudah kembali bekerja setelah liburan kemarin bersama Senja di rumah mertuanya. Melakukan aktivitas yang menguras emosi, pikiran, dan tenaga. Lelah, sudah pasti. Namun, tetap dijalani demi keluarga kecil tercintanya.Zack tampak duduk di sofa sambil menatap ke arah Langit yang tampak sibuk berkutik di depan laptopnya. Pria hitam manis itu terlihat senyum-senyum memperhatikan bosnya tersebut."Hei, apa yang kau tertawakan? Sedang apa kau senyum-senyum seperti itu ke arahku?" ucap Langit dengan kesal sambil menatap tajam ke arah Zack."Tidak apa-apa. Kau tampak tampan jika sedang seperti itu, Bos." Zack menggoda Langit sambil terus senyum-senyum."Kau menggodaku. Dasar asisten kurang ajar. Kerjakan ini semua. Harus selesai dalam waktu satu jam. Jika tidak, gajimu akan di potong dan kau tak dapat bonus bulan ini," ancam Langit sambil menyerahkan setumpuk berkas dan menaruh cukup keras di atas meja sofa."Bo--Bos. Kau bercanda, bukan? Mana mungkin saya bisa mengerjakan semua ini da
Senja membuka cepat map cokelat yang diberikan wanita itu. Jantungnya berdegup kencang saat melihat isi di dalam map tersebut. Foto-foto mesra sang suami dengan perempuan di hadapannya. Tak hanya itu, ada sebuah amplop putih berisi keterangan tentang kehamilan. Membuat Senja semakin syok."Apa? Tidak mungkin," ucap Senja lirih."Sekarang kamu percaya, bukan? Kamu itu bukan satu-satunya perempuan yang dicintai Langit. Buktinya, dia masih mengharapkanku. Saranku, ceraikan Langit. Tinggalkan dia. Biarkan dia menikah denganku. Menjauh dari hidupnya. Atau kamu akan terluka karenanya," ucap wanita itu. Kemudian, ia pergi begitu saja tanpa memedulikan perasaan Senja.Senja masih mematung dengan menggenggam map cokelat yang diberikan perempuan itu padanya. Wanita itu kembali merasakan sakit teramat dalam. Teringat akan masa-masa sulit yang ia alami ketika hamil besar. Luka yang sudah mengering dan hampir sembuh kini kembali terbuka lebar. Rasanya seperti disobek dan diberi air garam.Perih, p
"Ini." Senja melempar kasar map cokelat ke arah Langit."Apa ini?" tanya Langit bingung."Bukalah dan kau akan mengetahuinya," pinta Senja dengan lembut. Namun, tetap terasa mengerikan.Langit membuka map cokelat itu dan mengambil isinya. Langit terbelalak saat melihatnya. Senja mendekatkan diri ke arah Langit."Masih mau mengelak?" tanya Senja menahan amarah."Senja, saya bisa jelaskan semua. Ini ....""Kenapa kau sembunyikan semua dariku? Apa kau ingin mempermainkanku? Apa sebenarnya yang kau ingin aku tidak tahu, Mas?" Senja berkata masih dengan nada pelan. Namun, cukup menohok."Senja, saya tidak bermaksud sembunyikan ini darimu. Saya hanya ingin memberitahukan mu jika waktunya sudah tepat dan sudah ada bukti yang kuat. Saya ....""Bukti apa lagi? Apa itu belum cukup? Kalau saya tidak mengetahuinya sekarang? Apa kau akan terus menyembunyikannya dari saya?" tanya Senja menyela kalimat Langit.Pria itu bangkit dan berdiri di hadapan Senja. Meraih tubuh wanita tersebut dan menghadapk
Langit duduk di samping Senja. Menatap lekat-lekat wanita yang tengah terbaring lemah di ranjang. Pria itu membelai lembut wajah Senja dan menyelipkan rambut wanita tersebut ke samping telinga.Pria tampan bermata elang itu menelan ludah. Rasa bersalah semakin merasa bersalah. Meskipun tujuan Langit menjaga kepercayaan Senja padanya. Namun, malah justru membuat sang istri terluka."Senja, bangunlah. Maafkan saya. Saya terpaksa menyembunyikan semua darimu demi kebahagiaan kita. Bangunlah, Sayang. Buka matamu. Kau boleh mencaci, memaki, dan memarahi saya sepuas hatimu. Asalkan kau bangun sekarang," ucap Langit sambil menggenggam sebelah tangan Senja yang terbalut infus. Tubuhnya terguncang menahan Isak.Langit tertunduk. Air matanya menetes deras membasahi kedua pipi. Perlahan, jari-jemari Senja bergerak. Menyentuh bibir Langit. Kedua bola matanya pun mulai terbuka. Pria itu mendongak."Senja, kau sudah sadar, Sayang. Syukurlah." Langit menyeka cepat jejak air mata yang tertinggal dan m
Kondisi Senja sudah jauh lebih tenang setelah diskusi dengan Randi. Wanita itu sudah tidak lagi terbawa emosi dan kukuh pada keputusannya. Lelah, itu yang saat ini ia rasakan. Rasanya perseteruan dengan Langit sulit untuk terhenti apalagi menghilang.Lagi dan lagi, selalu Violeta yang menjadi pemicunya. Entah apa yang diinginkan perempuan itu. Sudah meninggalkan Langit begitu saja. Namun, tidak rela Langit menikah dan bahagia dengan Senja.Langit menghampiri Senja yang tampak melamun di ranjang sambil menatap ke arah jendela. Wajah wanita itu begitu sendu. Kedua bola matanya terlihat sayu. Jejak air mata pun masih tampak di kedua pipinya.Pria tampan bermata elang itu memposisikan dirinya di hadapan Senja. Langit duduk di kursi sambil menggenggam erat kedua tangan Senja. Senja sempat terkejut. Namun, enggan melepaskan pandangannya dari jendela ruangan rumah sakit tersebut.Langit menghela napas dalam. "Senja, maafkan saya karena tidak jujur padamu. Saya sama sekali tidak berniat membo
Langit mempererat dekapannya. Kini, ia melingkarkan kedua tangannya di pinggang Senja. Wanita itu tetap bergeming. Tak sedikitpun bergerak. Langit mulai gemas. Pemuda tersebut membalikkan paksa tubuh Senja hingga menghadapnya."Apakah kau akan mengabaikanku seperti ini setiap kali kau marah?" tanya Langit dengan geram. Senja tetap tidak bersuara."Senja." Langit memanggil wanita itu. Namun, Senja masih bungkam."Jangan buat saya kesal, Sayang." Langit kembali berkata. Akan tetapi, lagi-lagi Senja diam.Senja begitu kesal dan meraih wajah Senja. Mencium bibir wanita itu yang sedikit terbuka. Senja meronta dan berusaha melepaskan. Namun, tidak berhasil karena Langit mencekalnya.Langit melepaskan ciumannya. "Masih mengabaikanku?" tanyanya dengan tatapan tajam."Jangan menggangguku. Saya lelah mau istirahat," ucap Senja setelah cukup lama bungkam sambil mendorong sedikit tubuh Langit. Kemudian, ia berlalu saat Langit tumbang."Senja," panggil Langit. Namun, Senja mengacuhkan dan terus mel
Senja dan Langit bisa sedikit lega karena Violeta dan kekasihnya itu sudah tertangkap. Meskipun perempuan itu tengah mengandung. Namun, tak menggentarkan hati Langit untuk tetap memenjarakannya. Kini, mereka masih harus menghadapi Barman dan Niken yang sampai saat ini masih di sekap.Langit mengajak Senja menemui dua orang itu, meski awalnya ia keberatan. Namun, Senja kukuh ingin ikut. Gadis cantik tersebut ingin melihat bagaimana kondisi Paman dan bibinya tersebut. "Akhirnya kamu datang juga, Senja. Tolong bebaskan kami. Suamimu telah menangkap dan menyekap kami di sini," ucap Niken dengan tidak tahu malunya saat ia tiba di gedung tua tempat Barman dan Niken di sekap.Senja menatap tajam ke arah Paman dan bibinya. Kemudian, ia tersenyum miring. "Apa kalian pikir aku datang ke sini untuk membebaskan kalian? Aku hanya ingin memastikan apakah benar kalian sudah tertangkap atau belum. Ternyata benar, kalian sudah tertangkap. Kau hebat suamiku," ucapnya sambil memuji Langit. Tidak ada s
Hari berganti pagi. Matahari sudah mulai menampakkan diri. Langit terbangun karena kulit pipinya tersentuh pancaran sinar mentari yang menyusup masuk lewat celah gorden. Pria itu menyipitkan kedua matanya karena silau dan bergerak perlahan agar tak membangunkan Senja.Senja menggeliat saat suaminya melakukan pergerakan. Langit mengusap-usap lembut punggung Senja agar tetap terlelap. Perlahan, Langit membenarkan posisi tidur Senja agar nyaman. Kemudian, sedikit menggerakkan tangan yang terasa pegal karena semalaman menyangga tubuh Senja. Setelah itu, ia memiringkan sedikit tubuhnya sambil mengamati wajah sang istri. Tampak menggemaskan ketika sedang tidur seperti itu. Langit merapikan rambut Senja yang menutupi wajah. Lalu, mendekatkan wajahnya dan mencium kening serta bibir mungil milik Senja.Senja yang diperlakukan seperti itu membuka matanya perlahan. Saat dirasa ada sentuhan di wajah cantiknya. Langit tersenyum saat menatap Senja yang baru saja terbangun dari tidurnya."Morning,
Mereka menyekap Niken dan Barman di sebuah gedung tua, di mana keduanya pernah di sekap sebelumnya. Mengikat Barman dan Niken pada kursi kayu yang berbeda dengan mulut di tutup lakban. Penjagaan pun di lakukan dengan ketat.Sementara Langit, pria itu pulang ke apartemen menemui anak dan istri tercintanya. Langit belum membahas tentang Barman dan Niken. Menunggu suasana hati Senja benar-benar tenang. Pasalnya, sang istri tampak lelah mengurus Baby La yang sudah semakin aktif dan tidak bisa diam. Meskipun ada pengasuh yang menjaga. Namun, Senja tetap menyempatkan diri ikut mengurusnya.Langit melangkahkan kaki mendekati anak dan istrinya yang tengah sibuk bermain. Berkejaran saling bercanda. Senyum indah terukir di kedua sudut bibirnya, melihat Senja yang tampak kewalahan mengikuti langkah Baby La yang menggemaskan."Ups, ketangkap. Anak Dady sudah besar. Sudah pandai menggoda Mommy, ya." Langit menangkap Baby La saat berlari ke arahnya. Kemudian menggendong dan mencium lembut buah hati
Hubungan Langit dan Senja semakin hari semakin membaik. Mereka sudah tidak lagi bertengkar. Bahkan, kini Senja sudah bisa berjalan seperti sedia kala. Laskar sang putra pun sudah kembali bersama. Bayi kecil itu kini sudah tumbuh besar. Usianya sudah menginjak satu tahun enam bulan.Baby La semakin aktif dan mulai pandai bicara. Banyak kata-kata lucu terlontar dari mulut mungilnya. Senja dan Langit begitu memanjakan buah hati terkasih mereka. Kebahagiaan kembali terpancar dalam biduk rumah tangga keduanya. Zack pun merasa senang melihat Langit dan Senja sudah tidak lagi berseteru. Pria hitam manis itu berharap ini akan selamanya. Sudah cukup kesedihan yang ada dalam mahligai rumah tangga mereka. Saatnya bahagia digapai. Meskipun masih harus waspada. Sebab, Barman, Niken, dan Violeta belum tertangkap dan masih dalam pencarian."Zack, bagaimana? Apa kau sudah berhasil menemukan mereka?" tanya Langit saat Zack baru saja tiba di kantor. Kebiasaan Langit yang selalu begitu tanpa memberi wa
Langit melepaskan ciumannya dan menangkupkan wajah Senja. Menatap lekat-lekat wajah sang istri. Napas Senja masih bergemuruh. Tampak amarah terpendam di sana. Langit terus menatap Senja, meski wanita itu berusaha menghindar."Saya lakukan semua untukmu bukan karena mengasihanimu. Akan tetapi, karena saya tulus mencintaimu. Walau awalnya, semua itu hanya sandiwara demi menuruti ego dan ambisiku. Namun, setelah saya bersamamu, semua berubah. Saya semakin jatuh hati dan tidak ingin kehilanganmu, Senja." Langit berkata sambil terus menatap wajah Senja. Pria itu ingin membuktikan jika dirinya benar-benar tulus mencintai sang istri. "Senja, tolong percaya saya. Tatap dan lihat kedua mata saya, apakah ada kebohongan di sana?" ucap Langit kembali dengan wajah serius tanpa melepaskan tatapannya.Senja yang masih tersulut emosi hanya diam. Lidahnya enggan mengeluarkan kata-kata. Senja berusaha memalingkan wajahnya dari Langit. Namun, pemuda itu terus memegangi wajah Senja agar tetap menatapnya.
Barman tampak gelisah, meski ia berhasil melarikan diri. Namun, ia adalah seorang buronan polisi. Tak bisa bebas keluar rumah. Harus melakukan penyamaran agar tidak dikenali, terutama dengan anak buah Langit yang tidak tinggal diam dengan kasus tersebut.Niken tampak menekuk wajahnya. Wanita itu kesal karena harus menjalani hidup seperti ini. Harusnya ia bisa hidup mewah bergelimang harta. Namun sayang, impian hanyalah tinggal impian. Kini justru ia terlibat kasus berat bersama sang suami."Mas, sampai kapan kita seperti ini? Aku tidak betah jika harus di rumah terus," ucap Niken dengan wajah merajuk."Bersabarlah. Sebentar lagi kita akan bisa bebas ke mana pun. Aku sudah punya rencana untuk membuat Langit menyerah. Kau tunggu saja rencana itu berhasil. Kita pasti bisa menghirup udara segar kembali." Barman meyakinkan istrinya untuk tetap tenang.Tak lama ponselnya berdering. Pria tua itu menerima panggilan telepon dari nomor yang tak di kenal. Awalnya, Barman ragu menjawab. Takut itu
Langit tampak kesal sekali. Pasalnya, Barman dan Niken berhasil meloloskan diri dari penjara. Kini, mereka bersembunyi entah di mana. Anak buah Langit sedang berusaha mencari bersama polisi. Namun, belum bisa melacak keberadaan kedua orang itu.Zack yang khawatir dengan kondisi Langit pun datang ke kantor menemui. Benar saja, sampai di sana Zack melihat ruangan tersebut begitu berantakan. Semua isi meja berhambur di lantai. Tak hanya itu, ia juga mendapati Langit tengah tertunduk sambil meremas kepalanya.Lelaki hitam manis itu mendekatinya, ia menghela napas sambil menatap ke arah Langit. Ada segenggam penyesalan karena saat kejadian tersebut Zack tak ada. Kala itu, Zack sedang ditugaskan mencari keberadaan Violeta yang juga menghilang. Kini, para tawanan mereka berhasil meloloskan diri. "Bos, kau jangan khawatir. Aku janji akan membawa mereka ke hadapanmu secepatnya. Jangan buat dirimu seperti ini. Apa kau tidak kasihan dengan Nyonya Senja? Dia membutuhkanmu untuk bisa lekas sembuh,
Senja masih memeluk Langit. Wanita itu begitu ketakutan sekali. Ingatan akan masa lalunya kembali datang dan terus menghantui pikirannya. Langit meski panik tetap berusaha tenang, ia tidak ingin Senja semakin gelisah jika melihatnya."Kau jangan takut. Saya berjanji akan selalu menjaga dan melindungimu. Maafkan saya, tidak seharusnya saya membawamu ke tempat itu dan menemuinya. Saya menyesal telah melakukan itu padamu. Maafkan saya, Senja." Langit berkata lembut di tengah-tengah aktivitasnya. Pria itu semakin merasa bersalah dengan melihat kondisi Senja sekarang."Mas tidak salah. Memang sudah seharusnya saya menemuinya. Cepat atau lambat, semua pasti akan terungkap. Maafkan saya telah membuatmu khawatir. Maaf, jika saya rahasiakan semua darimu. Seharusnya, sejak awal sebelum kita menikah saya bercerita. Mungkin hati saya akan jauh lebih baik saat melihatnya." Senja melepaskan pelukannya. Menatap dalam sang suami dan menggenggam kedua tangannya. Wanita itu merasa bersalah karena menut
Dari kejauhan tampak Randi melangkah mendekat ke ruang pemeriksaan. Lelaki berparas manis itu berpapasan dengan Langit yang tengah panik menunggu di luar tempat tersebut."Langit," ucap Randi lembut dengan terkejut."Randi." Langit pun tak kalah terkejutnya dengan Randi."Kamu ... Apa yang lakukan di sini? Apa terjadi sesuatu pada Senja? Pasien di dalam apakah itu Senja?" Rentetan pertanyaan di lontarkan Randi dengan rasa penasaran."Iya, di dalam itu adalah Senja." Langit berkata sambil mengangguk pelan."Apa yang terjadi? Kenapa Senja sampai di bawa ke IGD. Apa dia ....""Ceritanya panjang. Singkat cerita, Senja syok dan tak sadarkan diri." Langit kembali berkata, ia tak ingin banyak bicara karena masih mengkhawatirkan kondisi Senja."Baik, aku akan memeriksa Senja dahulu. Kamu berhutang penjelasan padaku," ucap Randi sambil melangkah dan membuka pintu ruangan pemeriksaan. Tak lupa ia berpesan pada pemuda yang berdiri di hadapannya sebelum pergi. Langit mematung, ia juga syok dengan