Share

Pingsan

Penulis: cicilia.coprina
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Mas Ryan?.." Aku berusaha menyembunyikan rasa terkejutku.

"Mi-Mima??" Ia tak kalah terkejut, hingga tergagap, "Ka-kamu kerja di-di sini?" tanyanya kikuk.

"Uhm.. Iya, kan, aku Bidan di sini. Mas Ryan ngapain?" Aku bertanya, pura-pura tidak tahu apa-apa.

"A-aku, aku, Uhmm ...." jawabnya menggantung.

"Ya udah, Mas, aku duluan, ya. Capek banget soalnya tadi banyak pasien. " Aku memotong kalimatnya, berpamitan.

"Ah, oh iya. Oke! Hati-hati, ya." balasnya.

Aku berlalu meninggalkan mas Ryan dan mengucap istighfar tanpa henti. Aku tidak siap atas pernyataannya, begitupun ia yang belum siap untuk menjawab pertanyaanku. Biarlah ia dan Ayu selesaikan sendiri. Itu urusan rumah tangga mereka. Bukan kapasitasku untuk mengorek lebih jauh. Aku harus membentengi diri agar tidak takut menikah.

**

"Hoammm.." Aku merentangkan tangan, menarik seluruh uratku agar lebih siap bekerja.

Sinar mentari menyusup dari balik gordyn kamar kostku hingga sedikit menerpa sisi tempat tidur.

Ah iya, hari ini aku dinas s
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Bidan Mima   Kontrasepsi (1)

    "Ah akhirnya selesai!" Aku tersenyum lega, "Adek bayinya udah bisa nyusu, Bu?" tanyaku melirik ke arah si ibu dari posisi menjahit perineum (-otot, kulit, dan jaringan yang ada diantara kelamin dan anus)."Dikit lagi, Bu Bidan, gak boleh dibantu, ya, ini?" "Gak boleh bu, biar dia berusaha. Lebih dari satu jam juga ga apa-apa," ucapku tegas."Dia gak kehausan memang, Bu Bidan?""Ga kok. Bayi baru lahir sanggup gak menyusu sampai 72 jam setelah lahir. Mereka masih punya cadangan cairan dari pas dalam kandungan." Aku berusaha menjelaskan.Si ibu tak menghiraukanku. Kulihat ia memandang bayi merahnya sambil sesekali tangan kanannya mengelus kepala si bayi yang masih lengket dengan lemak dan bekas darah dengan lembut. Tatapannya yang mesra, penuh sayang dan penuh kasih. Begitu intim hingga membuatku iri dan membuat senyum simpul."By the way, saya dapat berapa jahitan, Bu Bidan?" tanya si ibu tiba-tiba."Ga usah ditanyalah, Bu. Yang penting saya bikin cantik dan sippp! Berasa perawan lagi

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Bidan Mima   Ante Natal Care

    Sudah lima hari Eki istiqomah tidak menghubungiku. Aku cukup takjub dengan komitmennya. Tak menyangka ia akan menuruti permintaan anehku ini, atau mungkin ia memang hanya iseng mendekati? Entahlah.Aku menjalani hari-hariku seperti biasa. Seperti pagi ini."Pagi semua.." Aku menyapa kepala ruangan yang sedang mengisi kohort, dan Lita."Eh Mim, baru datang, kamu?" Tanya KaRu (-Kepala Ruangan)."Iya, Kak. Ada kohort yang belum diisi?" Aku menawarkan diri sebelulm menaruh tas dan berganti baju dinas."Udah dikerjakan Lita, barusan. Kamu standby pasien ANC aja di depan, gih." ucap KaRu."Oke, Kak."

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Bidan Mima   Kencan

    "Kok malah nunduk? Malu, ya?" Ia menarik daguku."Udah sih, Ki, jangan bercanda begitu lagi. Udah tau aku risih. Yang normal aja. Udah tua juga." Aku mengangkat kepalaku, masih dengan mata enggan melihatnya."Iya, deh.. Maaf. Kalau ketemu kamu, tuh, bawaannya berasa masih SMA. Lupa kalau umur udah seperempat abad lebih," seringainya."Jadi, kenapa kita ke sini?" Aku bertanya kembali."Oh iya soal itu. Maaf, ya, aku bukannya cowok yang gak bisa komit. Cuma ada kondisi mendesak yang bikin aku harus ketemu sama kamu.""Mendesak? Contohnya?" Alisku naik sebelah."Uhm.. Dua hari lalu aku dapat surat tugas ke Oman. Kontrak lima tahun?"Deg!Ada rasa menghimpit di dalam dada."Oh.. Kirain apaan." Aku berusaha tetap terdengar santai"Aku punya jatah cuti dua bulan dalam setahun. Jadi bisa aku pakai untuk pulang selama seminggu setiap tiga bulan," terangnya."Tapi tetap aja, Oman itu jauh Ki.." Suaraku memelan.

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Bidan Mima   Operasi

    "Jadi dari kapan, Kakak praktek di sini?" tanyaku."Hampir tiga tahun, lah." Kak Rifki menarik kursi di meja dekatnya."I see.. ." Aku mengikutinya, menarik kursi di sebelahnya."Dinas di mana sekarang?" tanyanya."Puskesmas, Kak.""Hoo enak, ya, gak megang yang resti?" (-Resiko Tinggi)"Iya, lah, udah gak boleh, sekarang. Banyak batasan. Lumayanlah, ngeringanin kerjaan dan stress. Haha," gelakku."Suami udah berapa, Mim?" tanyanya entah meledek atau mencibir."Astaghfirullah, emang boleh banyak, Kak? Eh," Aku cepat-cepat menutup mulut dan melihat kanan kiri, takut ada yang mendengar."Haha, pengen, ya? Gak boleh!" Ia tertawa."Dih, si Kakak. Kakak kali, tuh, yang pengen. Baru berapa emang, sekarang?" Aku menggodanya dengan memicingkan mata."Satu aja, gak kuat banyak-banyak!""Haha, dasar renta!" Aku balik mencibirnya."Biarin, yang penting udah merasakan nikmatnya dunia. Gak kayak bidan yang

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Bidan Mima   Kontrasepsi (2)

    Alunan lagu Virgoun berjudul Bukti mengalun dengan lembutnya. Sebuah tangan merayap dari balik pinggangku. Aku menutup mata, mengikuti ajakannya berdansa sesuai irama.Kamu adalah buktiDari cantiknya paras dan hatiKau jadi harmoni saat ku bernyanyiTentang terang dan gelapnya hidup iniEki semakin mengeratkan pelukannya yang melingkar di pinggangku. Mata kami beradu. Debar jantung saling bersahutan dan senyum tersungging secara alami tanpa bisa dihindari.Kakiku bergerak ke kanan kekiri mengikuti beat yang begitu sempurna, mengimbangi arahan Eki. Sungguh ia lelaki yang romantis. Mencairkan gunung es di dalam jantung. Mampu membuat riak tak lagi berteriak.Heels pada sepatuku tersangkut di gaun yang aku kenakan. Limbung, dan...Bruk!"Ouch!!" Aku mengusap bokong yang terbentur lantai kamar kost. Ternyata mimpi, mimpi yang terasa nyata. Mataku sontak terbuka."Bahkan mimpi-pun gak mau disinggahi lama-lama oleh aku dan Eki! Nasiib," gerutuku seraya bangkit dari mengasihani diri sendiri

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Bidan Mima   Sampah yang Tertimbun

    Aku membuka mata, melirik kiri dan kanan, lalu tersentak."Kellan?" Mataku membelalak saat melihat sosok pria di sebelah kananku.Ia tersenyum. Wajahnya sedikit berubah dari terakhir kali kami berpisah, dengan rahang penuh jambang tipis membuatnya terlihat lebih macho dan dewasa. Potongan rambutnya masih sama, agak plontos."Hai Mim," sapanya."Kamu- aku- uhm maksudku, kok, aku bisa ada disini? Kamu kok, bisa? ah..." Aku menyilangkan tangan ke depan dada, melindungi tubuhku."Aku gak apa-apain kamu, kok."Aku menarik napas lega."Kenapa aku bisa sama kamu?" tanyaku heran."Kamu lupa, tadi pingsan?" ucapnya.Aku mengingat-ngingat kejadian terakhir."Kamu yang tadi nonjok driver ojek?" Mataku membesar setelah ingat apa yang terjadi sebelumnya. Ia mengangguk."Tukang ojek tadi ngapain, sih? Kok dia sampe narik-narik kamu gitu?" tanyanya geram. Ia memang selalu begini terhadap wanita. Tidak suka ada yang kasar

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Bidan Mima   Melepas Rindu

    Aku mengayunkan kaki secepat mungkin. Ketika ragaku sudah mendekati sosok yang berdiri di sebelah sedan hitam tadi, aku sontak memeluknya. Erat. Lelehan yang tadi sempat mengering, kembali basah."Hei... slow down, Baby! Kamu kenapa?" tanyanya dengan suara lembut. Suara yang kurindukan."Ka...ngeeen!" Lelehan tadi semakin deras bak hujan badai."Miss you too, Mima!" Ia membalas pelukanku seerat aku memeluknya."Kamu kenapa gak hubungi aku selama di Oman?" Aku merengek, memukul dada bidangnya."Kamu nungguin? Aku pikir kamu gak mau dihubungi," tanyanya bingung."Bu Rieka kan udah jadwalnya kontrol. Aku nungguin dia datang! Yang tau kontaknya kan kamu..," jawabku berdalih.Ia tertawa keras, suara merdu tadi berubah menjadi bariton yang bisa saja membangunkan seluruh penghuni kost. Aku menutup mulutnya dengan telapak tanganku.Slup! Mulutnya tertutup.Namun tiba-tiba saja tanganku tadi ditarik, direkatkan ke dada bidangnya

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Bidan Mima   Do I love you?

    Aku buru-buru menghapus sisa minuman di bibirku dan meraih tissue untuk membersihkan muka Eki akibat ulahku."Maaf.. maaf.." sesalku.Ia meraih tanganku yang sedang mengusap mukanya, dengan wajah datar tanpa amarah, ia berkata."Kalau kamu terima lamaran aku, tiap hari disembur juga aku ikhlas.." ucapnya dengan pandangan mematikan bagiku.Aku melempar tissue tadi ke mukanya. Urung melanjutkan itikad baikku sebelumnya.Dengan wajah kasihan, ia mengusap wajahnya sendiri. Ya ampun lelaki ini!"Eki..., " ucapku ragu."Hmm?" Ia mendongak sambil tangannya tetap membersihkan baju yang sedikit basah."Kamu kenapa bisa suka sama aku, sih?" tanyaku penasaran."Aku sudah pernah jawab, kan. Kamu tuh unik. Susah ditebak. Selain itu, setelah aku tahu tentang keluargamu dari Tri, aku melihat kamu tipe wanita tangguh. Tapi aneh juga, sih, saat sama aku kenapa kamu bisa se-slebor ini, ya?" Ia mengernyitkan dahi.Jleb! Dia sadar ju

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29

Bab terbaru

  • Bidan Mima   Akhir Terbaik

    "Baik, sila mempelai pria menjabat tangan wali." Penghulu memberi intruksi untuk diikuti oleh Eki"Bismillahhirohmanirrahim. Saudara Reiki Savian Altezza bin Kuncoro Adi Kusumo. Saya nikahkan dan saya kawinkan engkau dengan keponakan saya yang bernama Elmima Kamaniai Izdihar binti Nelson Izdihar dengan mas kawinnya berupa dua puluh gram logam mulis, seperangkat alat shalat dan mushaf wanita dibayar tunai," ucap om Kenzi dengan suara berat seolah menahan tangis."Saya terima nikah dan kawinnya Elmima Kamaniai Izdihar binti Nelson Izdihar dengan mas kawinnya yang tersebut tunai." Eki mengucapkan janjinya dengan lantang tanpa ada kesalahan sedikitpun."Bagaimana para saksi? Sah?" tanya penghulu ke arah saksi, juga para tamu yang hadir."Sah!" Seluruh yang hadir mengucapkan satu kalimat yang kami nanti."Alhamdulillah..."Seisi ruangan mengucap hamdalah. Pertanda aku telah sah menyandang gelar nyonya Eki.Aku mengusap wajah. Menutup wajah

  • Bidan Mima   Bismillah

    Aku duduk sendiri di kamar, membiarkan penata rias melakukan aksinya. Puluhan tetes kecil foundation cair ia berikan pada wajahku, lalu diratakan menggunakan spons. Kembali ia membubuhkan foundation berbentuk stick berwarna sedikit lebih terang pada wajahku, diratakan kembali. Ia menambahkan shading berwarma coklat pada bagian bawah tulang pipiku di kanan dan kiri, meratakannya dengan kuas. Setelah itu ia menepuk-nepuk mukaku dengan bedak tabur bewarna natural. Lalu membubuhkan blush on berwarma pink pada pipi.Aku memperhatikannya dengan mata mengintip. Ia masih asyik membubuhkan warna pada kelopak mataku. Memberikan garis hitam pada tepinya. Memasangkan maskara yang kemudian ditimpa bulu mata palsu, lalu alis yang simetris."Akhirnya sahabat gue mau married juga. Gimana rasanya, Mim?"Suara Tri yang tiba-tiba masuk ke dalam kamar mengagetkanku."Eh lo, baru dateng sih. Tapi syukur deh lo dateng sekarang. Deg-deg-an nih gue..""Udah, bismillah." I

  • Bidan Mima   Hati yang Resah

    Akankah semua akan berakhir seperti sebelumnya? Bahkan membayangkannya saja aku tak sanggup walau telah berserah.Aku mencoba menekan panggilan suara dari aplikasi pesan instan. Berharap pemilik telepon yang aku tuju menerima panggilan. Mehempaskan keresahan.Tuut.... nada panggilan tersambung namun tak ada jawaban.Tuut... kembali nada panggilan tersambung.[Halo assalammualaikum] sapa di seberang.[Allahuakbar, waalaikumsalam. Kamu dimana? Gimana pesawatnya?] Tanyaku beruntun.[Aku masih di Muscat International Airport. Pesawat gak ada yang bergerak karena badai.] terangnya.Aku mulai sesegukan.[Mima, aku ga akan menggagalkan pernikahan ini. Aku berusaha sekuat tenaga agar tetap sesuai jadwal. Kalau tidak, enggak mungkin aku membersamai kamu sejak enam bulan lalu.] Ia mencoba menenangkanku.[Iya, tapi... aku enggak bisa membohongi diri kalau aku khawatir. Khawatir kita sebetulnya tidak berjodoh. Menyesakkannya lagi, sem

  • Bidan Mima   Kabar Buruk

    "Mim..." Suara tante Rita saat mendekatiku yang sedang duduk di ruang tamu."Ya Tante," jawabku buru-buru meletakkan telepon."Gimana persiapan pernikahan kalian?" Ia bertanya seolah tahu apa yang tengah terjadi."Barusan telepon mama Inen. Ternyata Mama Inen belum dapat bahan tile untuk kebaya Mima. Mana waktu tinggal empat belas hari lagi," curhatku. Entah kenapa hatiku tak tenang. Kepalaku mendadak pening."Trus saran mama Inen bagaimana?" Tante Rita yang tahu aku selalu mudah cemas dengan kondisi seperti inipun terdengar khawatir."Mima disuruh ke toko tempat Mima beli kain. Barangkali di sana ada." Aku memberi tahu tante Rita solusi dari mama Inen tadi sambil memijat kedua sudut keningku."Kapan Mima mau ke sana?" Ia kembali bertanya, wajahnya ikut khawatir dan tak tahu harus melakukan apa."Hari ini mungkin Tante. Mumpung Mima libur." Aku menjelaskan rencanaku pada tante Rita."Seserahan sudah selesai? Sudah dibeli semua?

  • Bidan Mima   Sendiri

    Aku memesan taksi online, menantinya dengan rasa gusar. Sudah jam empat sore, dan sebentar lagi jalanan ibu kota akan ramai. Beruntung taksi tiba dalam lima belas menit. Setidaknya aku berangkat sebelum jam pulang kantor.[Kamu sudah dimana?] Chat Eki terdengar resah.[Di jalan, baru keluar jatinegara.][Lewat tol aja ya, biar cepat. Aku udah mau sampai.] balasnya.[Oke. See you then]Klik!Aku mengunci gawai, pandangan kuedarkan ke luar jendela. Dalam beberapa menit ke depan, Eki akan meninggalkan Indonesia. Itu berarti tidak akan ada lagi lelaki penuh kejutan yang datang ke puskesmas, rumah mama, atau kostanku. Tanpa sadar, aku menyukai kejutan yang dibuatnya. Mungkin akan merindukannya beberapa saat, hingga nanti penghulu menyatukan kami dalam akad.Perjalanan ke bandara memakan waktu sembilan puluh menit. Aku tiba di terminal yang dimaksud, tiga puluh menit sebelum jadwal check-in. Eki sudah berdiri disana. Dengan celana chino war

  • Bidan Mima   Menuju Bandara

    "KUDA disini, singkatan dari Kendaraan, Uang, dan DArah. Pastikan ada kendaraan yang mudah dijangkau untuk kondisi darurat, lalu uang, atau tabungan persalinan. Biaya bersalin cukup mahal. Paling murah itu satu juta. Itu pun jika normal tanpa komplikasi. Kalau ada komplikasi atau malah operasi, biayanya bisa sepuluh kali lipat dari itu Pak. Jadi mulai menabung ya Pak. Biar nanti gak bingung dana kalau kondisi darurat. Yang terakhir ialah darah. Di Indonesia yang penduduknya padat, sangat sedikit stok darah. Karena itu, biar gak pusing cari donor, bapak siapkan dari sekarang calon pendonornya. Ibu golongan darahnya A kan? Bapak apa?""Saya A juga Bu Bidan," jawab si suami."Nah Bapak bisa jadi donor, keluarga yang golongan darahnya A juga dimintai tolong jadi donor jika sewaktu-waktu dibutuhkan. Tapi bilangnya dari sekarang, jangan pas butuh. Biar mereka juga standby.""Baik Bu Bidan. Lalu kalau isteri sendiri, apa yang harus dipantang?" Ia kembali bertanya. Aku

  • Bidan Mima   Melepas Eki

    HeyHavana, ooh na-na (ay)Half of my heart is in Havana, ooh-na-na (ay, ay)He took me back to East Atlanta, na-na-naOh, but my heart is in Havana (ay)There's somethin' 'bout his manners (uh huh)Havana, ooh na-na (uh)Aku yang tengah bersiap untuk berangkat kerja, mengambil gawai yang tergeletak di atas meja.[Halo Assalammualaikum] salamku menjawab telepon.[Waalaikumsalam. Kamu udah mau berangkat?] tanya Eki di seberang.[Iya, ini lagi mau pakai sepatu. Kamu pesawat jam berapa?][Malam jam tujuh, jadi mau anter ke bandara? Kalau capek gak usah.] Ia memberi saran.[Insya Allah iya. Aku pulang dinas jam tiga. Semoga gak ada halangan. Nanti aku kabari, ya.][Iya, ya sudah. Aku packing dulu, ya. Hati-hati berangkatnya. Wassalammualaikum.][Iya. Waalaikumsalam]Tit!Panggilan terputus. Aku bergegas memakai sepatu dan meninggalkan kamar kost menuju parkiran."Pak Jaja?" Aku m

  • Bidan Mima   Oh No!

    Aku melangkahkan kaki menuju ruang tamu dengan jantung berdebar. Ada rasa takut menghinggapi. Bukan, bukan karena penyakit mama yang memungkinkan ia kumat. Tapi keberadaan Kellan. Aku takut ia bersikap menjengkelkan ketika prosesi berlangsung.Mama dan tante Rita tiba di ruang keluarga lebih dulu. Menyapa Eki dan keluarganya, bersalaman, dan tersenyum manis, tenang. Ketika mama melirik ke arah Kellan yang tersenyum, ia sempat terdiam, lalu... Histeris!"Kamu mau ngapain disini?? Kamu mau apa? Kenapa kamu ada dirumah saya? Pergi kamu penjahat! Pergiii!!!" pekiknya dengan wajah merah padam dan nafas terengah menahan emosi yang meluap tak beraturan."Mama, tenang Ma.." Aku menepuk pundaknya."Uni, saba uni...," Tante Rita ikut menenangkan."Pergii, kamu pembunuh! Pergiii!" Kembali mama histeris seraya mengambil makanan dan melemparnya ke arah Kellan. Tak lama memegang kepalanya dan ambruk!"Mamaaa.." teriakku.Baru aku akan menopang bada

  • Bidan Mima   Pertemuan Keluarga

    "Silakan dicicipi menunya," ucap staff Adhiyakti Wedding Organizer.Aku dan Eki mencoba aneka menu yang dihidangkan bergantian untuk dipilih sebagai sajian saat resepsi. Appetizer, main course, dessert, pondokan, semua terasa sangat enak di lidahku. Tak terasa perutku menjadi penuh."Bagaimana, Mba?" tanya staff tadi."Saya pesan yang ini saja. Jika undangan saya sebar seratus, berasa porsi harus kami siapkan?" Aku meminta pendapat."Tiga ratus saja, Mba. Pamali kalau kurang. Mending berlebih," tukasnya."Baiklah. Kami menurut saja," balas Eki.Setelah sesi mencoba makanan, kami beralih memilih desain undangan, dekorasi, baju adat, dan paket foto plus video. Semua bagus-bagus, sebanding dengan harga yang mereka bandrol dalam masing-masing paket.Sesi diskusi saat mengunjungi WO biasanya mencuatkan intrik antar pasangan. Di mana ada selera dan kemauan yang tak seiring sejalan. Bersyukur, aku dan Eki tidak mengalami hal tersebut.

DMCA.com Protection Status