Aku langsung menutup panggilan Pak Willi, ku biarkan dia di sana panik. Aku tak mau mengorbankan keluargaku hanya demi dia.
"Kinan, apa ada yang menelfon?" tanya Mas Ilham keluar dari kamar mandi."Iya, Pak Willi," jawabku. "Dia terkejut karena aku yang angkat telfon. Padahal dia mengatakan kalau istrinya mulai curiga san kamu harus mengaku suami Vira," ucapku.Mas Ilham duduk di tepi ranjang sambil mengeringkan rambutnya dengan handuk."Mandilah, besok kita pulang," ucap Mas Ilham. "Apapun nanti keputusan kita, aku harap semua yang terbaik," ucap Mas Ilham.Aku mandi, tapi tidak lama karena aku mendengar Mas Ilham mendapat telfon dari ibu."Kinan baru selesai mandi, Bu," ucap Mas Ilham ketika melihat aku keluar dari kamar mandi. "Ibu tenang saja kamu di sini baik-baik saja. Besok kami pulang, kami titip Marvel dan Kiara ya, Bu," kata Mas Ilham."Iya, Nak. Kamu jaga istrimu baik-baik," ucap ibu.Mas Ilham tersenAku sebenarnya kepo dengan apa yang Pak Willi bicarakan. Namun, kami harus tetap bersandiwara dan mengobrol biasa saja.Setelah Pak Willi pergi dengan Mas Ilham, kami membahas rencana istri Pak Willi."Surat-surat akan jadi satu Minggu. Jadi selama satu Minggu aku harus tetap bersandiwara kalau aku tidak tahu," ucapnya."Tapi Pak Willi sudah tahu kalau aku tahu semua," ucapku."Ya sudah tak masalah, yang penting kita tetap bersandiwara seperti biasa," ucapnya.Istri Pak Willi lalu pamit, dia tidak bisa lama karena banyak yang harus diselesaikan.Tidak berapa lama Mas Ilham kembali dengan Pak Willi. Dia melihatku dengan tatapan sinis."Ilham, ingat pesanku tadi," kata Pak Willi."Baik, Pak," ucap Mas Ilham.Pak Willi pamit, aku segera mengajak Mas Ilham ke kamar. Aku ingin menanyakan apa yang dia bicarakan dengan Mas Ilham."Dia bicara apa, Mas?" tanyaku."Dia meminta aku untuk pura-pur
"Ada apa?" tanya Mas Ilham padaku."Kiara dengar kalau kamu punya istri lagi, jadi dia marah," jawabku."Pantas dia terlihat membenciku," kata Mas Ilham.Kiara di dalam kamar mengamuk, dia menggedor kamar Dina dan Sofia bergantian hingga penghuninya bangun. Sementara Ana sudah pulang, dia merasa tak enak karena dia Kiara dengar semua."Ada apa Kiara?" tanya Sofia."Kalian harus pergi, ajak kakak kalian itu. Dia udah nyakitin mama," jawab Kiara."Nyakitin apa sih? Mas Ilham emang melakukan apa sama Mama?" tanya Dina berjongkok di depan Kiara.Kiara mendorong Dina hingga terjengkang. Aku langsung mendekati Kiara."Kiara sayang, kamu salah faham. Mama tadi hanya bohongin Tante Ana. Mama gak suka kalau dikepoin," kataku."Gak mungkin mama bohong, aku benci kalian semua. Pergi dari sini!" Usir Kiara."Bagaimana ini, Mbak?" tanya Sofia."Udah jangan di dengarkan. Biarkan dia marah nanti juga
"Mas Willi...," ucap istri Pak Willi.Pak Willi menoleh, dia terkejut melihat ada aku dan istrinya."Ngapain papa di sini?" tanyanya.Aku hanya melihat pemandangan yang langka ini. Aku tidak mau ketinggalan info apapun."I...ini aku jenguk Niko," jawab Pak Willi."Memang ada hubungan apa kamu?" tanyanya."Kalian ngapain ke sini?" tanyanya balik."Vira datang ke rumah Kinan, saat itu aku di sana. Dia bilang anaknya butuh donor darah," jawabnya."Mbak Kinan, bagaimana ini?" tanya Vira mengabaikan pembicaraan Pak Willi dan istrinya."Suruh saja papanya untuk donorkan darahnya," jawabku."Dia gak mau," ucapnya."Pak Willi, boleh saya minta tolong! Tolong donorkan darah anda! Siapa tahu cocok dengan darah Niko," ucapku."Kenapa harus aku?" tanya Pak Willi. "Aku kan bukan papanya mana mungkin bisa cocok," bantahnya."Hah...tolong saja anak itu!" Perintah istrinya.
Seminggu setelah Vira ikut di rumah mantan istri Pak Willi, kami berkunjung ke sana karena waktu itu hari minggu. Sekaligus Mas Ilham ada perlu.Sampai di sana aku melihat Vira membantu asisten rumah tangga Bu Kia."Mbak Kinan, ada apa kemari?" tanya Vira."Ada keperluan," jawabku.Mas Ilham menemui Bu Kia sementara aku duduk di ruang keluarga bersama Marvel dan Kiara."Mbak, aku gak betah di sini," ucap Vira sambil meletakkan minuman di meja untuk kami."Emang kenapa?" tanyaku."Bu Kia, dia sering nyuruh aku ini itu," jawabnya. "Aku di sini dianggap kaya pembantu," ucapnya."Lha itu kan wajar, masa iya kamu numpang di sini tapi gak mau bantu apa-apa," kataku santai."Gak gitu, Mbak. Dia nyuruhnya keterlaluan," ucapnya lagi."Keterlaluan gimana?" tanyaku."Huuhuu...huu," Vira justru menangis. Aku gak tahu harus mengatakan apa lagi padanya. Aku gak mungkin mudah percaya dengan
"Maaf, Pak. Ibu anda kehilangan banyak darah sehingga beliau tidak bisa di selamatkan," jawab Dokter. "Kami sudah berusaha sebisa kamu, tapi takdir berkata lain," ucapnya.Mas Ilham langsung saja lemas tak berdaya. Dia berlutut di depan sang Dokter dan menangis. Baru kali ini aku melihat Mas Ilham yang kuat bisa menangis. Kehilangan orang yang sangat dia sayangi sangatlah berat.Tak hanya Mas Ilham, Dina dan Sofia semakin keras tangisnya."Maafkan Ilham, Bu," ucap Mas Ilham setelah dokter pergi. Dia segera beranjak masuk melihat ibunya untuk yang terakhir kali. Kami mengikutinya di belakang. Mas Ilham susah memeluk tubuh sang ibu yang sudah di tutup kain putih. Kami berempat mendekati jenazah ibu dan memastikan bahwa dokter tidak salah orang.Aku membuka kain penutup wajah ibu, Mas Ilham dan kedua adiknya langsung menangis saat melihat wajah ibu yang pucat."Maafkan Ilham, Bu! Ilham tidak bisa jaga ibu!" Ucap Mas Ilham.
"Apa Pak Willi tersangka utamanya?" tanya Sofia saat mendengar jawabanku.Aku mengangguk, mereka sangat marah karena apa yang dilakukan Pak Willi sudah diluar batas."Dia harus dihukum," ucap Sofia."Mas Ilham tidak akan membiarkan dia hidup tenang," kataku.Pagi itu kami tengah sarapan, Mas Ilham belum pulang dari kantor polisi. Aku meminta Bi Sri pesan makanan untuk acara tahlilan nanti malam."Kinan...Kinan...keluar kamu!" Suara Vira terdengar.Setelah aku membuka pintu, Vira menyerang ku. Dia langsung saja menjambak rambutku."Aku sudah peringatkan kamu, kan. Kalau Mas Willi punya rencana kamu sih gak mau dengar. Sekarang aku mau kamu bujuk Ilham untuk mencabut laporannya," ucap Vira."Maaf gak bisa, yang salah harus tetap mendapat hukuman," balasku.Dina dan Sofia langsung menyusulku, melihat yang datang Vira, emosi mereka meluap."Masih gak punya malu kamu, udah jelas suami kamu salah mas
Pagi itu Mas Ilham membangunkan diriku, setelah pertempuran semalam aku sampai bangun kesiangan."Sayang, bangun!" Perintahnya.Di tak lupa mengecup keningku dengan penuh kasih sayang. Aku yang baru setengah sadar dari tidurku hanya tersenyum melihat perlakuan Mas Ilham."Hari ini aku antar kamu ke salon ya," ucap Mas Ilham."Ngapain ke salon?" tanyaku heran. Mas Ilham tak pernah mengantarku ke salon sama sekali. Tapi pagi ini dia ingin mengantarku ke salon."Cepat mandi!" Suruhnya.Aku segera mandi, setelah itu sarapan berdua saja dengan Mas Ilham. Ternyata yang lain sudah sibuk dengan urusan masing-masing."Mbak, nitip Marvel ya. Aku mau ajak mamanya ke salon," kata Mas Ilham saat melihat baby sitter Marvel."Baik, Pak," ucapnya lalu berlalu meninggalkan kami.Selesai makan kami berangkat ke salon, Mas Ilham memilihkan perawatan terlengkap untuk diriku."Mas, ini perlu waktu beberap
Pagi itu Dina tampak pergi dengan terburu-buru. Aku melihat ada wajah kecemasan pada dirinya."Kamu kenapa?" tanyaku."Tadi keluarga Mas Seno menelfon, katanya Mas Seno kecelakaan, Mbak," jawab Dina."Ya sudah kalau gitu aku ikut," ucapku.Aku dan Dina ke rumah sakit di mana Seno di rawat. Pernikahan mereka tinggal satu Minggu lagi tetapi Seno malah kecelakaan.Sampai di rumah sakit, kami bertemu dengan keluarga Seno."Dina, Seno belum sadar," kata Mama Seno.Dina langsung lemas, ku ajak dia duduk. Aku tahu Dina pasti terpukul."Din, sepertinya pernikahan kalian harus ditunda kalau Seno tidak sadar juga," kata Papa Seno.Dina Kembali lemas, harapannya segera menikah pupus. Dia harus menunggu Seno sembuh dulu.**Dina menunggui Seno di rumah sakit, selang satu jam kemudian Seno sadar. Lukanya tidak terlalu parah hanya saja dia perlu waktu untuk dirawat beberapa saat."Sayang, a
Ternyata Allah menjawab doa anak-anak selang dua bulan kemudian aku hamil lagi. Mereka bergembira saat tahu aku tengah mengandung adiknya."Hore... hore punya adik," seru Kiara diikuti dengan Marvel sambil lompat-lompat.Kehamilan aku dan Dina beriringan, tentu aku tak akan bisa menemani dia lahiran. Namun, keluarga Brian sudah siap menemani Sofia lahiran.Papa senang melihat aku bahagia bersama Mas Ilham. Rasa sakit hati yang dulu diciptakan Mas Arfan seketika hilang sudah. Digantikan dengan kebahagiaan yang diberikan Mas Ilham.Tak hanya diriku, Ana juga merasakan hal yang sama. Dia mencurahkan semuanya padaku. Bahkan dia sempat menangis saat kami bercerita dan ingat saat-saat masih bersama Mas Arfan."Semua hanya masa lalu," kataku. "Sekarang kebahagiaan kita sudah di depan mata, meskipun bukan dengan Mas Arfan," kataku."Iya, Mbak. Hanya saja aku masih merasa bersalah pernah masuk dalam rumah tangga Mbak Kinan," katanya."Semua sudah berlalu, dulu memang aku sempat membencimu. Nam
Ku lihat banyak orang berkerumun, bahkan orang yang berada di dalam gedung pernikahan Sofia ada yang ikut melihat.Ku dengar dari beberapa orang bahwa yang kecelakaan adalah orang yang tadi diusir di pesta pernikahan Sofia."Aduh dia pasti kena karma," kata seseorang.Aku kembali ke gedung, ku lihat Mas Ilham sedang bersama Brian."Ada apa, Mbak?" tanya Sofia."Wanita itu kecelakaan sepertinya," jawabku. "Ku lihat tadi mereka bertengkar," ucapku."Ya ampun!" ucap Sofia.Acara pernikahan Sofia telah selesai. Kini Sofia akan tinggal di rumah ibu. Rumahku kembali sepi, karena hanya kami sekeluarga yang tinggal di sana.Rumah kembali seperti semula, hanya ada aku, Mas Ilham dan anak-anak."Mas, sepi ya?" tanyaku."Ya memang begitu, kan mereka udah punya keluarga sendiri-sendiri," jawab Mas Ilham. "Bagaimana kalau kita liburan?" tanya Mas Ilham."Liburan kemana, Mas?" tanyaku."Ke tempat yang sederhana saja," jawab Mas Ilham. "Nanti aku akan siapkan semua," ucapnya.Kamu akhirnya pasrah de
Kamu semua terkejut saat pria itu menyatakan niatnya untuk menikahi Sofia di atas panggung.Sofia mengangguk pelan," Ya aku menerima kamu," ucap Sofia.Ku lihat kedua mempelai merasa malu melihat Sofia mendapatkan jodohnya di depan mata mereka. Padahal baru satu menit yang lalu dia diejek."Nah, lihat kan kalau aku bisa dapat yang lebih baik," kata Sofia.Sofia lalu mengajak aku dan pria itu keluar dari acara tersebut. Aku terheran-heran, aku kira pasti Sofia tengah membuat drama."Akting kalian bagus," ucapku setelah sampai di tempat parkir."Akting, siapa yang akting Mbak?" tanya pria itu. "oh ya aku Brian, teman SMA nya Sofia," jawab Brian memperkenalkan diri."Jadi kamu beneran melamar Sofia?" tanyaku."Iya benar," jawab Brian."Sofia, Mbak gak mau kejadian kemarin ke ulang lagi. Lebih baik kamu pikirkan matang-matang, setidaknya sebelum menikah kalian memantapkan hati kalian dulu," kataku.
Sofia dan suaminya langsung pamit pulang. Kami tak bisa mencegahnya. Kamu hanya mendoakan kehadiran teman Sofia tidak membuat rumah tangga Sofia yang baru seumur jagung menjadi hancur."Aku jadi Sofia gak mau gantiin," kata Dina. "Sekarang dia kembali, bagaimana kalau sampai dia tidak terima dan merebut suami Sofia lagi?" tanya Dina."Kita berdoa saja semoga tidak seperti itu," jawab Mas Ilham.Aku merasa kasihan pada Sofia, dia harus menjalani asmara yang begitu rumit.Seharian Dina main di rumah, dia sedang libur. Dia bermain dengan anak-anak. Sorenya dia pulang di jemput Seno."Loh katanya Sofia ada di sini kok udah sepi," kata Seno."Udah pulang waktu aku datang," kata Dina."Mereka baik-baik saja, kan?" tanya Seno."Kamu tidak tahu, Sen," ucapku.Dina hendak pulang tapi dia melihat Sofia datang naik taksi."Loh katanya mau tinggal sama mertua kamu," kataku."Suamiku diminta sama t
Siang itu ku lihat Sofia pulang dengan wajah kusut. Dia terlihat memikirkan sesuatu."Ada apa, Dek? Temanmu sudah pulang?" tanyaku.Dia menggeleng, sepertinya masalahnya semakin rumit."Kak, aku mau nikah," kata Sofia."Hah," aku terkejut mendengar apa yang barusan dia katakan."Menikah dengan siapa?" tanyaku."Aku disuruh menggantikan pengantin perempuan besok, Mbak," jawabnya."Bukankah itu keinginan kamu, menikah dengan orang yang kamu cintai?" tanyaku heran melihat sikap dia yang justru lemas."Justru itu, aku merasa hanya sebagai tempat pelarian saja karena pengantin wanitanya kabur,' jawab Sofia. "Kak Ilham pasti kaget kalau aku akan menikah besok," kata Sofia."Itu sih tentu, nanti aku bantu bicara sama Mas Ilham," ucapku.Aku segera menelfon Mas Ilham, agar dia pulang lebih awal. Biar bagaimanapun, kami harus menemui keluarga calon mempelai putra."Mas, pulang sekarang! Ada hal
Dua hari setelah pernikahan Dina dan Seno, mereka akan pindah ke rumah baru Seno. Kami mengantar Dina ke sana dengan membawa barang-barang Dina."Aku pasti akan sering kangen kak Kinan," kata Dina."Kalau kangen ya datang kemari lah," ucapku."Insyaallah ya, Kak," ucap Dina.Sampai di rumah Seno, di sana sudah ada keluarga Seno. Pembantu Seno membantu membawakan barang milik Dina ke kamar.Aku ikut melihat kamar Dina, kamarnya sangat luas hampir sama dengan kamarku di rumah. Rumahnya juga bagus dan sangat modern."Wah bakal betah nih kalau rumahnya sebagus ini," pujiku.Dina hanya tersenyum, setelah itu kami ke ruang tamu menyusul yang lain. "Dina, sekarang kamu udah sah istrinya Seno. Jadi mama harap kamu harus saling jaga sama Seno," kata Mama Seno."Iya, Ma," kata Dina.Anak-anak bermain, mereka suka karena rumah Seno ada kolam renangnya. Mereka bermain air di sana."Seno,kamu udah
Pagi itu Dina tampak pergi dengan terburu-buru. Aku melihat ada wajah kecemasan pada dirinya."Kamu kenapa?" tanyaku."Tadi keluarga Mas Seno menelfon, katanya Mas Seno kecelakaan, Mbak," jawab Dina."Ya sudah kalau gitu aku ikut," ucapku.Aku dan Dina ke rumah sakit di mana Seno di rawat. Pernikahan mereka tinggal satu Minggu lagi tetapi Seno malah kecelakaan.Sampai di rumah sakit, kami bertemu dengan keluarga Seno."Dina, Seno belum sadar," kata Mama Seno.Dina langsung lemas, ku ajak dia duduk. Aku tahu Dina pasti terpukul."Din, sepertinya pernikahan kalian harus ditunda kalau Seno tidak sadar juga," kata Papa Seno.Dina Kembali lemas, harapannya segera menikah pupus. Dia harus menunggu Seno sembuh dulu.**Dina menunggui Seno di rumah sakit, selang satu jam kemudian Seno sadar. Lukanya tidak terlalu parah hanya saja dia perlu waktu untuk dirawat beberapa saat."Sayang, a
Pagi itu Mas Ilham membangunkan diriku, setelah pertempuran semalam aku sampai bangun kesiangan."Sayang, bangun!" Perintahnya.Di tak lupa mengecup keningku dengan penuh kasih sayang. Aku yang baru setengah sadar dari tidurku hanya tersenyum melihat perlakuan Mas Ilham."Hari ini aku antar kamu ke salon ya," ucap Mas Ilham."Ngapain ke salon?" tanyaku heran. Mas Ilham tak pernah mengantarku ke salon sama sekali. Tapi pagi ini dia ingin mengantarku ke salon."Cepat mandi!" Suruhnya.Aku segera mandi, setelah itu sarapan berdua saja dengan Mas Ilham. Ternyata yang lain sudah sibuk dengan urusan masing-masing."Mbak, nitip Marvel ya. Aku mau ajak mamanya ke salon," kata Mas Ilham saat melihat baby sitter Marvel."Baik, Pak," ucapnya lalu berlalu meninggalkan kami.Selesai makan kami berangkat ke salon, Mas Ilham memilihkan perawatan terlengkap untuk diriku."Mas, ini perlu waktu beberap
"Apa Pak Willi tersangka utamanya?" tanya Sofia saat mendengar jawabanku.Aku mengangguk, mereka sangat marah karena apa yang dilakukan Pak Willi sudah diluar batas."Dia harus dihukum," ucap Sofia."Mas Ilham tidak akan membiarkan dia hidup tenang," kataku.Pagi itu kami tengah sarapan, Mas Ilham belum pulang dari kantor polisi. Aku meminta Bi Sri pesan makanan untuk acara tahlilan nanti malam."Kinan...Kinan...keluar kamu!" Suara Vira terdengar.Setelah aku membuka pintu, Vira menyerang ku. Dia langsung saja menjambak rambutku."Aku sudah peringatkan kamu, kan. Kalau Mas Willi punya rencana kamu sih gak mau dengar. Sekarang aku mau kamu bujuk Ilham untuk mencabut laporannya," ucap Vira."Maaf gak bisa, yang salah harus tetap mendapat hukuman," balasku.Dina dan Sofia langsung menyusulku, melihat yang datang Vira, emosi mereka meluap."Masih gak punya malu kamu, udah jelas suami kamu salah mas