“Beberapa hari terakhir hujan terus saja turun di Goteborg, sementara ramalan cuaca selalu berkata kalau cuaca akan cerah sepanjang hari.” Teresa terlihat menggembungkan kedua pipinya dan terlihat kecewa. Gadis itu dan keluarganya sudah merencanakan liburan bersama namun selalu berakhir gagal karena terhalang cuaca yang buruk. Padahal awalnya Teresa begitu senang karena sang ayah sedang memiliki waktu luang bersamanya.
Isla memelankan tempo kunyahannya begitu mendengar ucapan Teresa barusan. Gadis itu mendadak merasa tidak nyaman, entah kenapa. Ia merasa kalau cuaca yang mudah beruba
“Kau sudah bertemu dengan Rhys?” Tao bertanya pada Kai tidak lama setelah lelaki itu tiba. "Rhys bersama dengan gadis itu. " Rekan-rekannya mengerutkan dahi. “Gadis?” Tao melirik Aric yang berada di sebelahnya. “maksudmu gadis yang selalu datang ke hutan?” Kai mengangguk. “Entah apa yang sudah dikatakan oleh Rhys pada gadis itu tapi kurasa gadis itu ada di pihaknya. Dia selalu berusaha menutup mulut setiap kali aku menyanyakan soal Rhys padanya.” “Kita bisa melakukan semuanya tanpa dia, kan? Biarkan saja dia dengan manusia itu.” Denzel berujar. “Tapi rencana kita tak akan berhasil jika tak ada dia, kan? Kekuatannya sangat dibutuhkan agar ritual itu berhasil,” sambung Tao. “Aku pernah menemui gadis yang kuketahui bernama Isla itu di sekolahnya. Dia hanyalah gadis biasa yang tak tahu apa-apa soal Betelgeuse. Namun sepertinya para manusia di bumi sebagian ada yang mengetahui kalau Betelgeuse tengah melemah. Apa manusia itu merencanakan sesuatu terhadap kita?” lanjutnya. “Kurasa
“Kau sudah bertemu dengan Rhys?” Tao bertanya pada Kai tidak lama setelah lelaki itu tiba.Rhys bersama dengan gadis itu.Rekan-rekannya mengerutkan dahi.“Gadis?” Tao melirik Aric yang berada di sebelahnya. “maksudmu gadis yang selalu datang ke hutan?”Kai mengangguk. “Entah apa yang sudah dikatakan oleh Rhys pada gadis itu tapi kurasa gadis itu ada di pihaknya. Dia selalu berusaha menutup mulut setiap kali aku menyanyakan soal Rhys padanya.”“Kita bisa melakukan semuanya tanpa dia, kan? Biarkan saja dia dengan manusia itu.” Denzel berujar.“Tapi rencana kita tak akan berhasil jika tak ada dia, kan? Kekuatannya sangat dibutuhkan agar ritual itu berhasil,” sambung Tao. “Aku pernah menemui gadis yang kuketahui bernama Isla itu di sekolahnya. Dia hanyalah gadis biasa yang tak tahu apa-apa soal Betelgeuse. Namun sepertinya para manusia
Semakin hari, suhu di kota Goteborg semakin menurun, padahal ini masih pertengahan tahun yang artinya, sebentar lagi musim panas akan datang. Namun bukannya suhu yang hangat yang didapat, justru suhu rendah yang menyelimuti keseharian orang-orang."Jangan lupa pakai mantelmu, Isla!" titah Maria dari bawah.Di dalam kamar, Isla yang baru saja hendak membuka pintu itu seketika berdecak dan memutar kembali tubuhnya dan kembali membuka lemari, mengeluarkan salah satu mantel tebal miliknya."Ibuku memang agak menyebalkan dan cerewet, jadi kuharap kau tidak kesal selama berada di rumahku," ujar Isla asal pada Rhys yang kini duduk di atas sofa miliknya yang berada di kamar."Tapi itu pertanda kalau ibumu itu perhatian," ujar pria itu.Isla hanya memutar kedua matanya dan gadis itu bergegas memakai mantel. Namun kedua kakinya lagi-lagi berhenti begitu mencapai pintu, dan tubuhnya kembali berbalik."Aku sudah menyiapkan makanan untukmu di dalam laci
"Mustahil." Isla menatap ke luar jendela dengan pandangan yang tak percaya."Isla!" Teresa menatap Isla yang secara tiba-tiba keluar dari kelas. "Isla!" panggilnya sekali lagi, namun Isla sama sekali tak menggubrisnya dan gadis itu dengan cepat menghilang dari pandangan Teresa.Satu per satu anak tangga Isla turuni dengan langkah terburu-buru dan sepanjang jalan murid-murid sudah mulai memenuhi koridor, membuat Isla menelan ludah. Kejadian di luar tentu saja bukan fenomena alam biasa, ia tahu betul, pasti ada dalang di balik semua ini.Kedua kaki Isla menyentuh permukaan rumput yang kini sudah mulai memutih secara perlahan, dengan pandangan yang menatap ke sekitar, berharap ia akan segera menemukan seseorang namun hasilnya nihil.Selang beberapa detik kemudian sebuah batangan es yang menyerupai stalaktit, persis yang ia temui di Trollehallar melewati wajahnya sebelum akhirnya menancap di atas permukaan tanah tepat di sebelah sepatunya.
"Isla kau tak apa?" Teresa menghampiri Isla yang terduduk di luar.Kedua mata milik Isla lalu menatap ke sekitar dan mendapati dirinya yang sudah berada di depan lobi sekolanya, padahal jelas-jelas kalau dirinya berada di atap beberapa saat yang lalu."Kau baik-baik saja? Aku mendadak khawatir karena kau tiba-tiba berlari keluar dari kelas jadi aku menyusulmu ke sini," ujar Teresa seraya membantu Isla berdiri."Kau tidak melihat siapa-siapa tadi?" tanya Isla.Kepala Teresa menggeleng, "Aku hanya melihatmu di sini dan kau sudah terduduk di atas permukaan tanah jadi aku semakin panik karena berpikir kalau telah terjadi sesuatu padamu.""Tidak mungkin, padahal jelas-jelas kalau aku tadi berada di atap bersama dengan dua pria itu," batin Isla.Tunggu!"Saljunya sudah berhenti?" Isla baru menyadari kalau salju yang tadu berjatuhan itu kini sudah tak ada lagi, membiarkan salju yang sudah mencapai permukaan bumi
"Aku pulang." Isla memasuki rumahnya dan ia langsung merebahkan tubuhnya di atas permukaan sofa dengan kedua mata yang langsung ia pejamkan.Namun selang beberapa detik setelahnya gadis itu kembali membuka kedua matanya saat menyadari kalau rumahnya dalam keadaan yang begitu sepi, beda seperti biasanya.Isla langsung meletakkan tasnya asal dan gadis itu pergi ke dapur dan ibunya tak ada di sana."Rhys?" panggilnya seraya memeriksa setiap sudut ruangan namun ia tak menemukan anjing di sana. Ia beberapa kali memanggilnya sebelum akhirnya naik ke atas dan memeriksa kamarnya."Rhys?" Kamarnya dalam keadaan kosong, tak ada Rhys di sana. Lalu berjalan menuju jendelanya dan melihat ke luar namun Rhys tak ada di sana. "Ke mana dia? Apa dia kembali ke Trollehallar sendirian?" gumamnya. Ia lalu kembali keluar dari kamar untuk memeriksa di belakang rumah."Apa dia sedang pergi dengan ibuku?" gumam Isla, namun rupanya dugaannya kali ini salah, kare
Kedua mata Isla terbuka dan ia mendapati dirinya sudah berada di halaman belakang rumahnya kembali, namun tanpa Rhys. Ia mengedarkan pandangannya ke sekitar dan benar-benar tak menemukan pria itu di sana."Rhys!" panggilnya, namun nihil. Ia tak mendengar adanya suara Rhys di sana."Rhys!!" Isla berlari memasuki rumahnya untuk memastikan keberadaan Rhys namun pria itu benar-benar tak ada di sana.Rhys sengaja membawa dirinya ke tempat tadi hanya untuk memancing Kai dan juga Hugo, baru setelah itu ia kembali membawa Isla pulang, namun ia sendiri memilih bertahan di sana."Kenapa dia harus berada di sana sendirian? Itu terlalu ceroboh! Aku tahu mereka adalah teman-temannya tapi— tapi mereka terlalu berbahaya!" Isla mencoba memikirkan sesuatu. Ia bahkan tidak tahu di mana tempat tadi. Apa itu salah satu tempat di Betelgeuse? Lalu bagaimana caranya dia ke sana? Apa dia memakai mesin waktu?Isla tak bisa berpikir dengan benar. Ia harus
Rhys menatap semua makanan yang ada di atas meja. Ia tak banyak makan makanan lain selain yang diberikan oleh Isla padanya, namun kali ini, secara mengejutkan Maria menawarkan makan malam padanya setelah wanita itu mengetahui semua tentangnya."Maaf karena aku hanya memberikan makanan kecil dan juga sosis. Kau pasti akan menyukai masakan ibuku, rasanya enak sekali, makanlah. Aku dan ibu sudah makan tadi," ujar Isla."Te-terima kasih." Rhys menerima piring yang diberikan oleh Maria padanya."Kau harus makan banyak agar bisa cepat sembuh," ujar Maria. Ia memperhatikan Rhys yang kesulitan memegang sendok karena bahu yang cedera."Isla, kau bisa bantu Rhys makan, kan? Kurasa dia sedikit mengalami kesulitan karena luka di bahu dan lengannya."Kedua mata Isla berkedip dua kali. "A-apa?""Tidak perlu, aku bisa melakukannya sendiri—""Tidak, tidak. Kau pasti harus menahan rasa sakit dan itu tidak bagus. Isla, sana bantu Rhys. Aku
Dengan tangan yang bergetar, Isla kemudian meraih tangan yang terulur padanya itu dan entah mendapat kekuatan dari mana, ia langsung bangkit lalu berhambur memeluk sosok di depannya dengan erat.Mungkin jika ia tak berhasil menahan tubuh Isla yang tiba-tiba menyerangnya, mereka berdua pasti akan langsung jatuh ke atas permukaan rumput."Dasar bodoh," ujar Isla pelan. Pada akhirnya gadis itu tak bisa lagi menahan segala isakan yang sedari tadi ia tahan dengan sekuat tenaga. "Aku merindukanmu ... Rhys," lirihnya.Rhys terdiam selama beberapa saat usai ia mendengar ucapan Isla barusan. Kemudian pria itu tersenyum tipis dan tangannya beralih mengusap punggung Isla. "Maafkan aku, ya."Dengan perlahan kemudian Rhys melepas pelukan Isla dan ia mengalungkan kembali kamera milik gadis itu di lehernya."Setidaknya perhatikan langkahmu saat berlari, dasar ceroboh." Rhys berujar seraya mengusap kedua pipi Isla yang basah.Buk!
Mobil milik Maria sudah melaju dan membelah jalanan di kota Goteborg dan sekarang ini ia dan juga putrinya tengah menuju ke Angelholm untuk urusan pekerjaannya, dan memungkinkannya menginap selama beberapa hari di rumah adiknya yang berada di sana juga bersama dengan putri semata wayangnya.Isla yang kemarin sempat protes karena rencana awal liburannya ditunda itu pun kini tak mengoceh atau sekadar melayangkan sebuah komplain pada sang ibu."Apa kau membawa kameramu?" tanya Maria.Isla kemudian menganggukkan kepalanya pelan. "Hm. Sudah aku letakkan di dalam koper."Perlahan, kedua sudut bibir Maria pun naik dan membentuk seulas senyuman tipis tanpa diketahui oleh sang putri. Setidaknya Isla tak akan mati kebosanan selama berada di Angelholm, jadi Maria pun bisa bekerja dengan lebih tenang selama berada di sana. Ia tahu betul kalau putri semata wayangnya itu gampang sekali merasa bosan namun jika Isla sudah membawa kamera kesayangannya ke
"Barusan itu ... murid laki-laki yang kemarin, kan?" Isla berkedip dua kali."Kupikir aku barusan salah lihat, Isla. Tapi ternyata kau juga melihat hal yang sama denganku," ujar Teresa."Tapi kurasa ada yang aneh, ya. Kenapa laki-laki itu ... malah bersikap biasa saja? Maksudku, barusan dia bersikap seperti orang yang benar-benar berbeda dari yang kemarin memberikan cokelat dan juga croissant ini." Isla kemudian menatap cokelat yang tengah berada di salah satu tangannya."Apa mungkin kalau yang barusan itu bukan dia? Apa dia orang yang berbeda dari yang sebelumnya?" Teresa berkedip. Gadis itu langsung menghabiskan cokelat yang ada di tangannya itu."Tunggu, maksudmu kalau dia itu ... memiliki seorang kembaran di sini?" Isla kemudian menatap Teresa yang ada di sebelahnya. Sahabatnya itu juga tampak masih terkejut dan gais itu terlihat masih berusaha mencerna situasi yang baru saja ia alami."Atau mungkin kemarin kepalanya itu habis terbentur s
"Isla? Siapa itu Isla? Dan, apakah aku dan kau berada di sekolah yang sama?""Cokelat, katamu? Cokelat apa, ya? Aku benar-benar tidak paham dengan apa yang kau katakan.""Tunggu, tunggu. Kau dari tadi mengatakan tentang seseorang yang bernama Isla. Tapi aku benar-benar tak kenal dia, asal kau tahu saja. Mungkin kau ini salah orang, lain kali lebih teliti lah lagi. Kalau begitu aku permisi dulu."Alex seketika tak bisa diam di tempat tidurnya. Ia masih saja teringat dengan pria yang ditemuinya beberapa jam yang lalu itu.Bisa-bisanya dia lupa dengan kejadian pagi tadi. Padahal dia sendiri yang memulai semuanya. Dari menyimpan cokelat di dalam loker milik Isla secara diam-diam, hingga memberikan gadis itu sebuah croissant secara tiba-tiba saat sedang jam istirahat."Ini sangat aneh. Apa mungkin ya, dia memang memiliki seorang kembaran di sekolah? Dan yang tadi bicara denganku apakah mungkin kalau itu ternyata kembarannya yang lain,
Isla menatap sebungkus croissant yang diletakkan oleh seseorang di hadapannya dan kemudian gadis itu mendongakkan kepala untuk menatap siapa orang yang meletakkannya.Gadis itu kemudian terdiam selama beberapa saat, mencoba mengenali sosok yang kini berdiri di sebelah mejanya itu. Ia bahkan sama sekali tak mengenali orang itu.Sementara Teresa dan Alex juga terlihat menatap satu sama lain, namun tak ada satu pun dari mereka yang mengenali orang itu. Mereka berdua lalu menatap kembali orang itu dan berusaha mengenali orang yamg baru saja memberikan sebungkus croissant kepada Isla."Untukku?" tanya Isla.Laki-laki yang berdiri di sebelah itu kemudian menganggukkan kepala."Ma-maaf, tapi ... kau siapa, ya? Aku sama sekali tak mengenalimu," ujar Isla."Aku dari kelas lain," ujar laki-laki itu."Tunggu, apa kau ... orang yang tadi menaruh cokelat di dalam loker milik Isla?" Kini giliran Teresa yang kemud
Dua minggu kemudian ...Isla keluar dari salah satu ruangan dengan begitu lesu dan juga tak bersemangat. Dua orang yang menunggunya di depan pintu ruangan itu pun segera menyemangatinya agar Isla tak terlihat mengerikan dengan ekspresi yang ada di wajahnya itu."Astaga, ada apa dengan raut wajahmu yang menyedihkan ini? Hei, kau kenapa? Apa soalnya sangat sulit?" tanya Teresa begitu Isla keluar dari ruangan itu.Isla membuang napasnya pelan lalu gadis itu menggelengkan kepalanya."Lalu apa mau kau bisa mengerjakan semuanya?" Kini giliran Alex yang bertanya.Kali ini, Isla menganggukkan kepala. Teresa dan Alex pun saling mengerutkan dahi dan mereka menatap satu sama lain."Lalu? Apa masalahmu, Isla?" tanya Teresa dengan kening mengerut.Isla kemudian mendudukkan tubuhnya di sebuah bangku yang ada di sana dan gadis itu mendengkus pelan. "Rasanya aku benar-benar hampir gila karena mengerjakan semua soal itu!" ujarnya."
Isla dan Teresa saat ini tengah memakan beberapa potong buah yang sudah disiapkan leh Maria beberapa waktu yang lalu seraya sesekali mengobrol tentang berbagai hal hingga mereka berdua pun tertawa satu sama lain."Emmm, ngomong-ngomong, Teresa, apakah saat ini kondisi bagian sekolah yang rusak sudah selesai diperbaiki?" tanya Isla sebelum gadis itu menggigit sepotong apel yang ia ambil dari piring yang ada di hadapannya. Saat ini ia dan juga Teresa tengah duduk bersila di atas tempat tidur dengan sepiring buah-buahan yang ada di depan mereka."Ah, soal itu. Kurasa sedikit lagi. Sebelumnya mereka memperbaiki pintu atap terlebih dahulu karena pintu itu benar-benar terlihat mengenaskan karena terbagi menjadi ukuran-ukuran yang lebih kecil dengan jumlah banyak," ujar Teresa. Gadis itu awalnya hendak menggigit potongan pir yang ia ambil dengan garpu namun ia mengurungkan niatnya itu dan kembali menatap Isla yang duduk di depannya."Isla, jika aku boleh tahu, se
Maria membka kedua matanya dan ia melihat Isla yang tertidur dengan ponsel yang berada di genggaman tangannya. Wanita itu kemudian berjalan mendekati tempat tidur putrinya untuk membenarkan letak posisi selimut Isla yang sedikit tersingkap seraya mengambil ponsel milik gadis itu secara perlahan agar ia tak membuat tidur putri semata wayangnya itu terganggu.Saat hendak menyimpan ponsel itu di atas meja, sebuah notifikasi masuk ke ponsel milik putrinya hingga layar benda pipih itu pun kembali menyala. Karena ponsel milik Isla memang sering tidak memakai password, Maria pun bisa dengan mudah mengecek ponselnya dan kali ini wanita itu melihat dari siapakah pesan itu berasal dan ternyata itu dari teresa namun Maria tak membalasnya, ia membiarkan isla saja yang akan mebmalas pesan itu nanti ketika gadis itu sudah bangun.Kemudian tanpa sengaja Maria melihat sebuah foto yang menampakkan dua orang yang ada di dalam foto itu."I-ini ... " Maria mengeru
"Hujannya deras sekali. Untung saja Ibu kembali tepat waktu." Maria meletakkan tasnya di atas meja.Isla yang berbaring di atas tempat tidur itu hanya diam saja seraya memandangi hujan di luar sana.Bersamaan dengan itu, Maria menemukan sebuket bunga yang berada di atas meja. Kedua alisnya saling bertaut menatap benda itu."Tunggu dulu,ini bunga dari siapa?" tanya Maria.Isla menatap buket yang tengah Maria pegang, kemudian gadis itu menjawab, "tadi pagi Alex datang ke sini sebelum dia berangkat ke sekolah," ujarnya."Benarkah?" Maria berkedip dua kali dan wanita itu kemudian menatap buket di tangannya, hingga akhirnya ia tersenyum setelahnya. "Dia memang anak yang baik," ujar Maria dan wanita itu terkikih setelahnya."Berarti sore ini Alex dan juga Teresa tak akan datang ke sini?" tanya Maria kembali."Hm. Aku sudah menghubungi Teresa agar dia dan juga Alex tak perlu datang ke sini karena hujan deras yang tak