Rena hanya bisa terdiam menatap Jordan. Sedikit tak menyangka memang, kedekatannya yang bisa dihitung dengan jari-jari malah membuat pria itu begitu yakin ingin hidup bersama. Bagaimana bisa seorang Jordan memberikan kepastian untuk seorang perempuan yang tidak jelas asal usulnya.
Mulutnya terkatup rapat saat wajah Jordan dengan perlahan mendekatinya. Wangi yang menguar dari parfum mewah pria itu membuat Rena mengepalkan tangannya. Pipinya masih ditangkup dan matanya tak lepas dari manik cokelat nan tajam.
Romeo hanya memberikan senyum tipis pada adiknya. Ia tak akan pernah menjilat ludahnya sendiri. Berikan ia sanksi jika melakukan hal itu. Menurutnya, sampah tetaplah sampah. Meski didaur ulang sekalipun tetap saja akan berstatus sebagai barang buangan. Apakah menurut kalian Romeo jahat? Tidak, bahkan ia bisa melakukan hal yang lebih kejam dari ini. Seharusnya Rena tahu statusnya dan jangan pernah mengusik hidup siapa pun termasuk seluruh pria di pack ini. Jangan jadikan alasan karena ia seorang wanita untuk membuat semua orang mengasihaninya.
Romeo kembali tak menyangka bahwa ia bisa berbicara seperti itu tepat di hadapan Rena. Apalagi Jade yang langsung menenangkan diri di sudut paling dalam. Jantung Romeo berdetak kencang, juga darahnya berdesir dengan hebat. Tangannya yang berada di saku jaket terkepal kuat.Jika memang seperti ini rasanya menolak pasangan. Aku tak akan sanggup! Pikirannya seketika kalut, buliran keringat sudah membasahi kening Romeo.
Pasangan kekasih dengan santai memasuki kafe klasik yang ada di jantung kota Manaus. Tak lupa sang wanita menggamit erat lengan pria agar bisa tetap berdampingan saat berjalan. “Ben, apa kau yakin dengan pilihanmu?” tanya wanita itu saat pinggangnya juga didekap kuat.Sedangkan yang ditanya hanya bergumam sambil mencium pelipis kekasihnya.“Reservasi atas nama Ben
Romeo menghirup napasnya yang berat, tangannya bertolak pinggang. "Aku tak tahu apa yang kau minum hingga membuatmu mabuk sebegini parahnya. Dan aku tekankan sekali lagi padamu Nona bahwa aku bukan matemu!" ujar Romeo dengan menggebu. Evora menatap Romeo dengan memelas ia tak menyangka pimpinan kaum immortal sebegini jahatnya. Sedangkan Romeo yang melihat itu semakin jengah dan memutar bola matanya.
Candala memiliki arti sebagai rendah diri. Sama seperti dengan perasaan Rena saat ini, perasaan tak layak yang menaunginya membuat ia semakin menjauh dari teman-teman lainnya. Tak tersentuh apalagi tak terlihat. Penolakan secara terang-terangan yang dilakukan oleh Romeo seminggu lalu masih sangat membekas dalam ingatan. Bagaimana ia sangat jelas melihat mimik wajah pria itu yang begitu tegas dalam mengucapkan segala kata yang dikeluarkan. Aku melepa
[Hari Minggu di Perbatasan Jerman – Belgia.]Ben berlari sambil menggandeng Rena kecil. Kaki mereka terseok-seok, dan telinganya masih mendengar suara samar dan juga gonggongan anjing para pemburu itu. Tangan putih pucat Rena terus saja mengeluarkan keringat, tak paham apa yang sebenarnya terjadi pada keluarganya. Yan
Evora senang. Sebulan ini kebiasaannya adalah mengganggu si Beta kaku. Setiap pagi dan menjelang malam ia selalu berkunjung ke penginapan Romeo. Seperti pagi ini misalnya, dengan masih memakai baju piama, ia membuka apartemen Romeo seolah itu adalah hal yang biasa. Pertama-tama hal yang harus Evora lakukan adalah menyiapkan kopi beserta sarapan rendah gula yang diminta secara tak langsung oleh pria itu sendiri. Evora tahu, menjaga stamina yang dimiliki seorang Beta tak serta merta menjadikan Romeo mengo
Romeo pulang. Jordan kalut. Bukan karena ia merasa tersaingi tapi karena dampak kemarahan Rena masih menjadi bumerang untuknya. Jordan yang tak sengaja berbicara seperti itu menjadi tak enak hati apalagi membawa-bawa nama kakaknya. Terlebih, Romeo yang bersikap acuh kepadanya juga. Ingin ia berbicara pada sang kakak dan mengutarakan semua isi hatinya. "Apa kau bertemu binatang yang tak pernah kau temui sebelumnya di Amazon?" tanya Jordan yang ikut terduduk di samping Romeo. Melihat mata Romeo yang terfokus pada acara televisi.
Dari berbagai hal yang membuat Rena bingung adalah dia mendapati banyaknya orang yang datang ke ruangannya. Orang yang sama sekali asing di matanya. Mungkin jika di hitung, jumlah orang di ruangan ini ada lebih dari dua puluh orang, itu termasuk dengan pria yang memiliki tinggi badan sama seperti suaminya. Pria besar yang hanya diam saja di pojok ruangan dan juga depan pintu.Ia menatap suaminya yang saat ini memasang wajah pias. Pria itu ada di sampingnya sambil memegang tangannya erat.“
Romeo tergagap dengan kalimat demi kalimat yang istrinya lontarkan. Seperti mendapatkan tikaman tajam yang tepat di ulu hatinya Ini sungguh menyesakkan. Apa yang ditakutinya akhirnya terjadi juga.Sedikit demi sedikit Rena akhirnya tahu identitas sebenarnya. Sedikit demi sedikit memori itu akhirnya datang lagi.“Dengarkan aku dulu,” ucap Romeo masih mencoba untuk bisa meminta pertolongan pengertian dari tatapan matanya. Namun, ia bisa melihat bagaimana pandangan sorot Rena yang berub
Sepertinya Romeo memang tidak bisa meninggalkan Rena sendiri atau membiarkan perempuan itu berpikiran yang macam-macam. Buktinya sudah beberapa kali Romeo mendapati Rena berbicara macam-macam yang menyangkut tentang masa lalunya. Hal yang membuat Romeo semakin waswas.Bukan karena apa. Tapi karena ia sendiri takut jika ingatan Rena kembali dan menjauhi dirinya. Ia takut jika istrinya itu kembali mengingat masa kelam yang sudah terkubur lama.“Apa yang sedang kau lakukan?” tanya Romeo
Hari berganti bulan. Bulan berganti tahun. Sekarang adalah dua tahun pernikahan Rena dan juga Romeo. Di tahun kedua ini mereka benar-benar diberikan keberkahan oleh Moongoddes. Begitu sabarnya Romeo menghadapi sikap kanak-kanak yang Rena berikan.Wanita itu, bertingkah seperti anak kecil yang sedang kehilangan susu. Lihat saja sekarang, wanita muda itu merajuk karena Romeo sama sekal tidak menanggapi perkataannya.Bukan karena Romeo sengaja, melainkan karena pria itu sendiri sedang sibuk dengan
[ Gunung Fuji - Jepang ]Ini sudah hari kedua mereka ada di sini, menikmati destinasi yang begitu mengagumkan. Negeri Matahari Terbit itu sungguh membuat para turis betah di sini.Lihatlah Rena! Dia sedang bermain dengan bunga-bunga yang berada di Danau Kawaguchi. Tanaman phlox berwarna merah muda membuat pinggiran sungai itu tampak sangat cantik.
Rena semakin heran saat tidak mendapati darah keperawanannya di kasur. Bukankah setiap perawan pasti ada darah, atau paling tidak bercak kecil di sana. Tapi, di kasur putih itu tak terdapat apa-apa.“Mau sampai kapan kau terus memandangi kasur ini, Rena?” Romeo datang dan sudah tercium sangat harum Pria itu telah mandi lebih dulu karena mencoba meredakan gejolak nafsu yang masih dominan.Pria itu memeluk Rena dari belakang dan mengel
Rena masih saja sesenggukan karena pria yang ada di atas ranjang ini tidak juga membuka mata sejak satu jam yang lalu. Pria bodoh yang telah hampir kehilangan nyawa karena bertengkar dengan Kak Ben.“Sudahlah, Rena, dia tidak akan pernah mati. Dia memiliki sembilan nyawa.” Ben bersender di dinding. Rambutnya masih basah karena aksi penyelamatan Romeo yang terdengar gila.Pria korban budak cinta itu mencoba untuk meyakinkan Ben dengan
Mata Rena berbinar saat mendapati seorang pria yang datang untuk menemuinya. Seorang paling tampan menurutnya yang pernah ia kenal. Dalam hidupnya, ia tak pernah melihat pria yang begitu dominan tapi bisa membuat hatinya berbunga-bunga.Ia sudah kenal pria itu hampir setengah tahun lamanya. Pria yang dikenal dengan nama Romeo Riley. Awalnya, yang ia tahu, pria itu sering datang ke rumah hanya ingin bertemu dengan Ben. Namun, lama-kelamaan justru ia yang menjadi lebih dekat.
Euforia di pack Lightcrown Claws Pack semakin meriah karena Beta yang paling mereka cintai akhirnya bisa membuka mata dan hadir ditengah-tengah mereka saat ini. Tak peduli jika Romeo yang sekarang memiliki fisik yang tak sempurna. Kakinya yang tak bisa menapak sepenuhnya, tak membuat para rakyat memandang remeh. Bagaimanapun jika diadu dengan orang normal pasti Romeo yang akan menang."Selamat atas keberhasilanmu, Nak." Jovial selaku ayah kandung dari Beta itu memberikannya beberapa kali ucapan. Padahal, sedari tadi ia telah mengucapkannya sampai membuat telinga Romeo berdenging. Begitu juga dengan ibunya,