Malam ini Shara menatap Angi yang sedang bersiap siap untuk ikut sang suami ke Dubai. Shara hanya bisa menghela nafasnya dan menyedekapkan tangannya di depan dada. Andai ia tau jika Angi akan pergi selama satu Minggu, tentunya ia tidak akan ke Jerman.
"Lo kenapa lihatin gue begitu, Shar?"
Shara hanya menghela nafas dan pelan-pelan ia berjalan mendekati Angi.
"Kalo gue tau Lo mau minggat sama Joe pas gue ada di sini, mending gue nggak ke sini, Ngi."
"Terus Lo mau ke mana?"
"Swiss bisa jadi pilihan."
Angi hanya tertawa dan menepuk bahu Shara pelan. "Terakhir kita pulang dari Swiss dua tahun lalu, Lo ngeluh soal harga toilet yang sekali pakai hampir lima belas ribu."
"Ya gimana ya, biasa pakai toilet di negri wakanda dua ribu tiga ribu doang, ini hampir lima belas ribu."
"Tapi kan masih ada yang gratis."
"Iya sih, tapi kan yang paling dekat, Ngi pakainya dulu. Kagak milih-milih."
"Yang penting puas kan bisa holiday."
Adam menolehkan kepalanya ketika mendengar suara kaki menuruni tangga. Adam hanya bisa menatap Shara yang terlihat sexy dengan penampilan santainya.Mungkin banyak laki-laki menyukai wanita yang menggunakan mini dress dengan belahan dada rendah, namun Adam menyukai penampilan Shara yang menggunakan mini dress namun ia masih memadukan kemeja putih dan mengikatnya di depan dadanya agar tidak terlalu terbuka.“Nyet, gue udah siap," kata Shara yang membuat Adam mengedipkan matanya namun lidahnya masih kelu.Plak....Shara menepuk lengan Adam yang masih duduk di sofa itu. Seakan baru tersadar akhirnya Adam bangkit berdiri."I...iya, kita berangkat sekarang.""Okay," kata Shara lalu mengikuti Adam yang berjalan keluar rumah.Kini saat mereka sudah berada di halaman, mata Shara kembali membelalak ketika melihat mobil yang ada di hadapannya. Shara tau jika mobil itu bukan milik Joe, karena ia tidak pern
Gendhis dan Nada memasuki sebuah gedung rumah sakit swasta di Jogja bersama Galen serta Edel. Hari ini mau tidak mau Nada harus membawa kedua anaknya untuk mendapatkan vaksin rutin influenza tahunan yang harus di ulang setiap satu tahun satu kali."Nad, kamu sudah daftar?""Sudah, Ma.""Sama Mamanya Shara kan imunisasinya Galen sama Edel?""Iyalah, Ma. Mau sama siapa lagi kalo nggak sama dokter Ayu."Gendhis hanya menganggukkan kepalanya dan kini mereka berjalan menuju ke lift yang membuat Nada mendengus ketika melihat gambar yang tertempel di lift tersebut."Nad, kamu kenapa begitu.""Eneg tau nggak, Ma kalo lihat gambar beginian di sini.""Kenapa?""Soal berat badan anak, tinggi badan anak, makanan gizi seimbang buat anak."Gendhis mengernyitkan keningnya. "Ya, kan memang harusnya gitu.""Gini ya, Ma. Setelah aku punya anak, semua pandangan aku itu berubah. Okay-lah yang punya a
Tidak terasa sudah tiga Minggu Shara melarikan diri ke Jerman dan kini tiba waktunya ia harus pulang ke Indonesia. Hari-hari yang Shara jalani selama di Jerman selalu ia habiskan dengan Adam. Namun sudah dua hari yang lalu Adam pulang lebih dulu daripada dirinya. Ia harus pulang karena pekerjannya sudah selesai di sini. Kini Shara sadari, semakin ia mengenal Adam, semakin ia tau sosok seperti apa sahabatnya itu. Walau lebih banyak bercanda dan membuatnya marah besar, namun terkadang Adam bisa berubah menjadi sosok yang sangat serius saat membahas masa depan, bisnis bahkan keluarga. Seperti saat malam hari sebelum Adam pulang ke Indonesia mereka sempat mengobrol berdua di balkon lantai dua rumah Joe dan Angi."Lo jadi pulang ke Jogja, Bi?" Tanya Adam malam itu saat Angi dan Joe sudah masuk ke kamar mereka."Nggak, Nyet. Rumah gue di Jakarta. Gue akan pulang ke rumah aja.""Kenapa?""Ya karena itu rumah gue. Walau nggak semewah rumah orangtua gue, tapi gue
Shara menatap serius rumahnya yang tampak rapi tapi berdebu setelah ia meninggalkan rumah itu selama tiga minggu. Badannya yang lelah setelah penerbangan lama dari Jerman hingga ke Indonesia membuatnya memilih untuk memanggil jasa bersih-bersih rumah. Sambil menunggu kedatangan mereka, Shara memilih untuk mandi dan membersihkan dirinya di kamarnya yang ada di lantai dua. Saat Shara turun ke ruang keluarga, ia mendengar ada orang yang memencet bel rumahnya. Segera saja Shara berjalan menuju ke pintu depan.Ceklek....Shara membuka pintu itu dan wajah Dion sudah ada di hadapannya. Shara hanya menatapnya dengan malas dan memutar kedua bola matanya. Untuk apa pula Dion mencarinya lagi dan lagi? Bukankah mereka sudah berpisah dan untuk apa ia datang ke tempat ini? Sudah cukup Shara mengetahui jika di belakangnya Dion sudah memiliki ban serep sebelum mereka resmi putus dulu."Ngapain lo ke sini lagi?""Ke mana aja kamu selama ini? Aku nyariin kamu samp
Adam duduk dengan malas sambil menatap perempuan yang ada di depannya dengan pandangan seksama. Ia memperhatikan wanita cantik ini. Cantik, tinggi semampai dan sepertinya gaya hidupnya membutuhkan uang yang tidak sedikit. Entah kenapa ada rasa ingin tau di diri Adam kenapa wanita secantik ini mau untuk di jodohkan? Wanita seperti ini tidak akan kesulitan mendapatkan pendamping."Fit," panggil Adam pada wanita yang bernama Fitri ini."Ya?""Lo cantik, tinggi semampai seperti model, terus kenapa Lo mau di jodohin? Gue rasa nih, ya modelan Lo gini nggak akan sulit cari suami."Kini Adam memperhatikan Fitri yang tertawa cekikikan di depannya. Tertawa saja Fitri terlihat anggun dan Adam yakin wanita seperti Fitri ini cocok untuk dijadikan Thropy wife."Karena lebih baik di jodohkan daripada mencari sendiri dan nggak sesuai kriteria.""Memang kriteria lo apa?""Fisik dan tampang nggak terlalu gue pedulikan yang
Shara membuka matanya dan ia merasakan pandangannya masih sedikit kabur hingga ia harus mengerjapkan matanya beberapa kali. Setelah mengerjapkan matanya beberapa kali, sosok adik ipar Adam yang bernama Juna ada di depan ranjangnya dan tersenyum kepadanya."Alhamdulillah, Mbak Shara sudah sadar. Sebentar aku panggil dokter dulu," kata Juna lalu ia bergegas keluar dari ruang perawatan tanpa menunggu reaksi dari Shara.Shara masih melihat sekelilingnya dan satu hal yang ia sadari jika kini ia berada di sebuah kamar perawatan yang ada di sebuah rumah sakit. Tiba-tiba saja ia langsung terperanjat dan duduk ketika memory beberapa jam yang lalu muncul kembali di kepalanya. Shara langsung menekuk kedua kakinya dan ia menyelimuti lututnya dengan kedua tangannya. Shara lalu menguburkan kepalanya di sana. Seketika perasaan takut, was-was muncul dalam dirinya. Ia takut jika Dion muncul kembali di tempat ini. Kini Shara sudah menangis tersedu-sedu sambil menguburkan wajahn
Shara membuka matanya ketika ia merasakan tangannya sedang di genggam oleh seseorang. Saat ia menundukkan kepalanya untuk melihat itu semua. Yang ia lihat adalah sosok sahabatnya yang sedang tertidur dalam kondisi duduk di dekatnya. Shara hanya tersenyum kecil ketika menyadari ia tidak sendirian di tempat ini. Pelan-pelan ia tarik tangannya yang di genggam oleh Adam dan ia memegang rambut kepala Adam yang hitam lurus ini. Rambut Adam masih sama seperti dulu ketika ia menyentuhnya. Halus, lembut dan berwarna hitam. Sungguh, rambut Adam adalah rambut idaman para wanita termasuk dirinya, yang sayangnya demi mendapatkan rambut seperti sahabatnya ini ia harus keluar masuk salon rutin setiap bulan. Adam langsung mengangkat kepalanya begitu menyadari rambutnya sedang di mainkan oleh seseorang. Saat Adam mengangkat tubuhnya tegak, Shara langsung menarik tangannya dari atas kepala Adam. Berakhir sudah aktivitas Shara yang sedang membelai belai setiap helai rambut Adam. "Bi,"
Adam menatap Shara yang sedang diam memandang pemandangan sore kota Jakarta dengan tatapan prihatin. Sudah dua hari Shara berada di rumah sakit, namun ia masih tetap diam dan belum mau menceritakan semua secara rinci kepadanya. Bahkan semalam Adam menelepon Angi dan memberitahukan tentang kejadian tersebut. Walau Angi langsung menelepon Shara, namun Shara masih enggan menceritakan semuanya. Kini satu-satunya cara adalah bertemu Dion dan meminta penjelasan kepadanya, sayangnya untuk bertemu dengan Dion tanpa memberikan tanda kasih berupa bogem mentah di wajahnya tentunya tidak akan lengkap bagi Adam. Andai bisa pun ia harus menahan emosinya kuat-kuat. Jangan sampai ia membuat masalah ini semakin runyam.Deringan handphone Shara membuat Adam sadar jika ia sudah terlalu lama memperhatikan sahabatnya. Namun Adam tetap masih berdiri di dekat pintu sambil memperhatikan Shara yang sedang mengangkat telepon itu."Assalamualaikum, Ma?" Suara Shara masih terdengar lemah di
Setelah mengatar Galen dan Edel ke sekolah mereka, pagi ini Juna dan Nada segera menuju ke rumah Adam yang berada di daerah Kalasan. Jangan tanya bagaimana padatnya lampu merah pagi ini karena tentu saja di jam-jam orang berangkat kerja seperti ini jalan Laksda Adisucipto cukup membuat banyak orang tiba-tiba cosplay menjadi Valentino Rossi."Kalo bukan karena kamu yang ngajakin aku, Nad, mending aku ke kantor dan kerja aja. Kerjaanku numpuk ini.""Kemarin kita sudah menuruti keinginan Adam buat enggak ditengok, karena itu kita ngikutin kemauan Tiara buat bikin acara penyambutan di rumahnya si Monyet.""Memang siapa yang punya kunci rumahnya?""Aku," kata Nada sambil memamerkan kunci rumah Adam di depan wajah suaminya yang kini sedang berada di balik kemudi mobil.Juna menggelengkan kepalanya melihat kunci rumah Adam yang memiliki gantungan boneka Pucca itu. Melihat reaksi Juna, Nada menarik kunci itu dan memasukkan kembali ke dalam tasnya. Obrolan khas suami istri terjadi di dalam mob
Adam baru bisa bernapas dengan lega kala Mamanya pamit untuk ke kantor, namun sepertinya rasa lega yang ia rasakan terlalu cepat berakhir karena handphonenya sudah penuh dengan hujatan dari saudara-saudaranya.Nada : Nyet... sebenarnya lo anggap kita di group ini apa? Bisa-bisanya lo enggak kasih kabar kalo Mbak Shara opname di rumah sakit.Luna : Shara opname?Nada : Iya, Mbak. Gue dikasih tahu Mama soalnya Mama ijin berangkat siang hari ini karena mau jenguk Mbak Shara dulu.Ruben : Bagus.... si Monyet minta didepak dari dari group ini secara terang-terangan.Juna : Gimana bisa kita depak dia, Ben... dia kan admin group-nya :DCaramel : Oh... begitu ya mainnya sekarang, mas Adam? Kalo ada apa-apa enggak pernah kasih tahu keluarga. Awas aja kalo bininya sampai mikir keluarga lakinya cuek-cuek dan enggak ada yang perhatian.Adam yang membaca pesan di group whatsapp itu hanya bisa menghela napas panjang. Niat hati ingin merahasiakan semua ini agar Shara bisa beristirahat dengan nyaman
Shara memilih memfokuskan pandangannya pada layar handphone miliknya sejak Sony dan Ayu masuk ke ruangan ini. Apalagi dokter Merry baru saja melakukan kunjungan dan menerangkan kondisinya secara detail saat ini kepada Adam berbonus kepada Sony serta Ayu. Tentu saja Sony dan Ayu menanyakan kondisi Shara saat ini secara detail kepada dokter Merry melebihi pertanyaan-pertanyaan yang Adam berikan. "Selalu saja begitu kamu itu, Shar. Apa sih susahnya menahan diri? Toh kalian ini sudah lama 'kan mengharapkan kehadiran momongan.""Mama kaya enggak pernah ditinggal lama sama Papa terus ketemu lagi. Bisa coba dibayangkan gimana 'kan rasanya."Jika tidak ingat ini di rumah sakit, Ayu pasti sudah mengomeli Shara tiada henti. Sayangnya Sony sudah meminta istrinya itu untuk diam dan tidak meneruskan perdebatan ini. Suara ketukan di pintu ruangan Shara dirawat ini membuat Adam segera berdiri dan berjalan untuk membukanya. Tidak mungkin perawat karena jika perawat pasti setelah mengetuk pintu akan
"Sebagai tindakan preventifnya, saya sarankan ibu Shara untuk bedrest selama beberapa hari di rumah sakit."Mendengar ucapan dokter Merry ini, Adam tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya. Bagaimana bisa Shara merahasiakan semuanya ini dari dirinya sejak pagi sampai siang. Untung saja saat ini dirinya menemani Shara ke rumah sakit untuk memeriksakan kandungannya jika tidak entah apa yang akan terjadi. Bisa-bisa Shara tetap akan menyembunyikan keadaannya dengan mengatakan akan menginap di rumah orangtuanya selama beberapa hari. "Baik, Dok."Ucapan Shara yang terdengar pasrah ini membuat Adam menoleh. Andai tidak ada dokter Merry di hadapannya, Adam mungkin akan memarahi Shara secara habis-habis. Sudah menjadi kesepakatan mereka untuk selalu terbuka dalam hal apapun namun Shara memilih menyembunyikannya. Kini saat dokter Merry meminta Adam dan Shara mengurus semua bekas yang diperlukan untuk melakukan rawat inap, segera saja mereka berdua keluar dari ruang praktek dokter Merry. Samb
Terik sinar matahari yang menyapa kedua mata Adam membuatnya segera menggunakan kacamata hitamnya. Ia baru saja sampai di Yogyakarta Internasional Airports dan langsung menuju ke parkiran karena Nada sudah menjemputnya di sana. Sengaja Adam tidak memberitahukan kepada Shara tentang detail jadwal penerbangannya dari Berlin ke Jakarta. Ia bahkan sempat menginap selama semalam di Jakarta terlebih dahulu sebelum pulang ke Jogja.Begitu Adam sudah masuk ke sisi penumpang depan, Nada langsung tancap gas untuk keluar dari parkiran bandara."Gimana, Nyet kabar lo?""Seperti yang lo lihat.""Baguslah, sepertinya lo sehat.""Haruslah, Nad. Makanya gue nginep di Jakarta dulu semalam biar jetlag gue hilang. Biar waktu balik ke sini, gue bisa langsung lovey dovey-an sama Babi."Mendengar perkataan Adam ini, Nada menjadi teringat kejadian ketika ia berada di PGS kemarin. Meskipun ia sudah berjanji kepada Shara untuk tidak membocorkan masalah ini kepada Adam, namun entah kenapa ia merasa resah. Peng
Malam ini Adam duduk di kursi dapur yang ada di rumah Angi. Sengaja malam ini dirinya datang ke sini setelah mendapatkan kabar jika keluarga Joe sudah kembali ke Berlin setelah liburan keluarga yang mereka lalui."Tumben lo diam, Nyet?" Tanya Angi sambil membawakan minuman untuk Adam yang sudah datang sejak tadi ke rumahnya untuk bertemu Joe. Baru setelah urusan Adam dan Joe selesai di ruang kerja, Adam menuju ke dapur dan menunggu Angi selesai menidurkan Bathara di sana."Lo maunya gue tanyain apa?""Biasanya lo paling enggak bisa lihat orang pulang liburan tapi enggak bawa oleh-oleh.""Itu dulu. Sekarang sejak Shara hamil, gue akan pelan-pelan merubah sifat sampah gue. Ya meskipun enggak bisa seratus persen karena itu bawaan orok, tapi seenggaknya gue kurangin."Angi yang kini duduk di samping Adam hanya bisa menatap sepupunya itu dengan tatapan sedih. Ia belum siap kehilangan sosok gila Adam yang sudah menemaninya sejak kecil dengan segala tingkah nyentriknya. Mungkin saja tanpa ke
Seminggu setelah kepulangannya ke Indonesia, Shara akhirnya diselimuti rasa bosan. Aktivitasnya hanya berenang, yoga dan nonton TV seharian. Rasanya ia benar-benar membutuhkan pekerjaan untuk membuat otaknya tidak tumpul. Meksipun Adam tidak melarangnya utnuk bekerja, namun Adam tidak mengizinkannya untuk bekerja di kantor lagi yang mengharuskan ia naik turun tangga apalagi menyetir cukup jauh. Sejak tiga hari yang lalu bahkan Shara harus pindah kamar ke kamar tamu yang ada di lantai satu daripada setiap ia bertelepon ria dengan Adam, Adam terus menerus membahas hal ini.Selama seminggu ini juga Askara selalu menemaninya setiap malam di rumah. Kedua orangtuanya juga sudah dua kali datang menjenguknya, begitupula dengan mertuanya.Suara bel pintu rumah yang berbunyi membuat Shara segera berdiri dan berjalan ke arah depan. Sebelum membukanya, Shara mengintip dari jendela. Shara terkejut melihat Galen dan Edel ada di teras rumahnya bersama kedua orangtuanya.Apa Nada sama Juna enggak ker
Sejak Shara memberitahukan tentang kabar kehamilannya kemarin melalui sambungan telepon dan rencananya untuk pulang ke Indonesia bersama mertuanya, Ayu dan Sonny semakin tidak sabar menanti kepulangan anak perempuannya itu. Mereka tidak menyangka jika Tuhan sebaik ini kepada keluarga mereka. Shara akhirnya hamil secara alami. Ini benar-bensr mukjizat bagi keluarga mereka. Apalagi mengingat masalah rahim yang dialami Shara kemarin hingga ia harus berobat ke Jerman. "Pa, kita jemput Shara ke Bandara, yuk?" "Papa maunya gitu, tapi enggak bisa, Ma. Soalnya jadwalnya bentrok sama waktu operasi.""Hmm.... Ya sudah, Pa. Tapi kalo Mama ajak Shara tinggal di sini aja selama Adam belum balik ke Indonesia, Papa setuju enggak?""Setuju aja, Ma tapi apa Gendhis sama Suryawan enggak akan iri kalo Shara ikut kita?""Ya harusnya enggak, Pa. Bagaimanapun juga lebih enak ikut orangtua sendiri daripada ikut mertua. Di sisi lain kita ini 'kan dokter, jadi kalo Shara ada keluhan tentang kesehatannya, ki
Sepi. Itulah hal pertama yang Adam temui ketika ia masuk ke rumah yang ia tinggali bersama Shara selama ini. Tidak ia sangka jika kehadiran Shara lebih dari setahun belakangan ini membuat hidupnya lebih berwarna. Tanpa Shara di rumah ini, suasananya menjadi seperti kuburan. Mengingat ia baru saja datang dari bandara, Adam segera menuju ke kamar mandi untuk bersih-bersih. Selesai melakukan semua itu, ia memilih untuk merebahkan tubuhnya di atas ranjang tempat tidur. Sebelum ia lupa, Adam segera mengambil handphonenya yang ada di atas meja dekat ranjang lalu mengirimkan pesan kepada istrinya. Adam : Bi, aku sudah sampai di rumah. Sekarang aku mau tidur dulu. Nanti kalo sudah bangun, aku telepon ya? Selesai mengetikkan semua itu, Adam menyenggol tombol send di handphone miliknya. Memgingat lelah setelah perjalanan, Adam langsung memejamkan matanya dan berharap esok hari dirinya sudah memiliki cukup kekuatan untuk menyelesaikan pekerjaannya. ***Shara yang baru saja membaca pesan dari