Adam duduk dengan malas sambil menatap perempuan yang ada di depannya dengan pandangan seksama. Ia memperhatikan wanita cantik ini. Cantik, tinggi semampai dan sepertinya gaya hidupnya membutuhkan uang yang tidak sedikit. Entah kenapa ada rasa ingin tau di diri Adam kenapa wanita secantik ini mau untuk di jodohkan? Wanita seperti ini tidak akan kesulitan mendapatkan pendamping.
"Fit," panggil Adam pada wanita yang bernama Fitri ini.
"Ya?"
"Lo cantik, tinggi semampai seperti model, terus kenapa Lo mau di jodohin? Gue rasa nih, ya modelan Lo gini nggak akan sulit cari suami."
Kini Adam memperhatikan Fitri yang tertawa cekikikan di depannya. Tertawa saja Fitri terlihat anggun dan Adam yakin wanita seperti Fitri ini cocok untuk dijadikan Thropy wife.
"Karena lebih baik di jodohkan daripada mencari sendiri dan nggak sesuai kriteria."
"Memang kriteria lo apa?"
"Fisik dan tampang nggak terlalu gue pedulikan yang
Shara membuka matanya dan ia merasakan pandangannya masih sedikit kabur hingga ia harus mengerjapkan matanya beberapa kali. Setelah mengerjapkan matanya beberapa kali, sosok adik ipar Adam yang bernama Juna ada di depan ranjangnya dan tersenyum kepadanya."Alhamdulillah, Mbak Shara sudah sadar. Sebentar aku panggil dokter dulu," kata Juna lalu ia bergegas keluar dari ruang perawatan tanpa menunggu reaksi dari Shara.Shara masih melihat sekelilingnya dan satu hal yang ia sadari jika kini ia berada di sebuah kamar perawatan yang ada di sebuah rumah sakit. Tiba-tiba saja ia langsung terperanjat dan duduk ketika memory beberapa jam yang lalu muncul kembali di kepalanya. Shara langsung menekuk kedua kakinya dan ia menyelimuti lututnya dengan kedua tangannya. Shara lalu menguburkan kepalanya di sana. Seketika perasaan takut, was-was muncul dalam dirinya. Ia takut jika Dion muncul kembali di tempat ini. Kini Shara sudah menangis tersedu-sedu sambil menguburkan wajahn
Shara membuka matanya ketika ia merasakan tangannya sedang di genggam oleh seseorang. Saat ia menundukkan kepalanya untuk melihat itu semua. Yang ia lihat adalah sosok sahabatnya yang sedang tertidur dalam kondisi duduk di dekatnya. Shara hanya tersenyum kecil ketika menyadari ia tidak sendirian di tempat ini. Pelan-pelan ia tarik tangannya yang di genggam oleh Adam dan ia memegang rambut kepala Adam yang hitam lurus ini. Rambut Adam masih sama seperti dulu ketika ia menyentuhnya. Halus, lembut dan berwarna hitam. Sungguh, rambut Adam adalah rambut idaman para wanita termasuk dirinya, yang sayangnya demi mendapatkan rambut seperti sahabatnya ini ia harus keluar masuk salon rutin setiap bulan. Adam langsung mengangkat kepalanya begitu menyadari rambutnya sedang di mainkan oleh seseorang. Saat Adam mengangkat tubuhnya tegak, Shara langsung menarik tangannya dari atas kepala Adam. Berakhir sudah aktivitas Shara yang sedang membelai belai setiap helai rambut Adam. "Bi,"
Adam menatap Shara yang sedang diam memandang pemandangan sore kota Jakarta dengan tatapan prihatin. Sudah dua hari Shara berada di rumah sakit, namun ia masih tetap diam dan belum mau menceritakan semua secara rinci kepadanya. Bahkan semalam Adam menelepon Angi dan memberitahukan tentang kejadian tersebut. Walau Angi langsung menelepon Shara, namun Shara masih enggan menceritakan semuanya. Kini satu-satunya cara adalah bertemu Dion dan meminta penjelasan kepadanya, sayangnya untuk bertemu dengan Dion tanpa memberikan tanda kasih berupa bogem mentah di wajahnya tentunya tidak akan lengkap bagi Adam. Andai bisa pun ia harus menahan emosinya kuat-kuat. Jangan sampai ia membuat masalah ini semakin runyam.Deringan handphone Shara membuat Adam sadar jika ia sudah terlalu lama memperhatikan sahabatnya. Namun Adam tetap masih berdiri di dekat pintu sambil memperhatikan Shara yang sedang mengangkat telepon itu."Assalamualaikum, Ma?" Suara Shara masih terdengar lemah di
Adam duduk di salah satu coffe shop yang ada di daerah SCBD. Ia menunggu kedatangan Dion yang sudah telat 5 menit dari waktu janjian mereka. Saat sebuah pintu dibuka dan Adam menoleh ke arah pintu, tampak sosok Dion datang dengan wajah yang masih lebam-lebam. Seharusnya Juna tidak hanya membuatnya mengalami luka lebam, tetapi lebih bagus lagi jika Juna membuat Dion tidur di liang lahat agar apa yang dialami Shara setimpal.Tanpa saling menyapa lebih dulu, Dion langsung menarik kursi yang ada di hadapan Adam. Setelah ia duduk, ia memandang Adam dengan penuh perhitungan, begitupula Adam memandangnya. Seolah mereka sedang saling menilai kekuatan dan kekurangan satu sama lain. Adam yang tidak ingin membuang waktu segera membuka mulutnya lebih dulu."Apa tujuan Lo datang ke rumah Shara lagi?""Apapun itu seharusnya bukan urusan Lo! Lo cuma sahabatnya."Kini Adam tersenyum sinis saat mendengar perkataan Dion dan ia segera membalas kata-kata Dion dengan
Gendhis Adiratna sedang duduk diam sambil menatap berkas-berkas meeting yang sudah selesai ia bahas bersama para karyawannya. Nada yang melihat sang Mama tengah melamun akhirnya berdeham dan Gendis mengangkat pandangannya untuk menatap anak bungsunya ini."Mama kenapa?" Tanya Nada sambil menatap Mananya yang hanya menggelengkan kepalanya.Nada hanya menghela napas ketika mendapatkan respon seperti itu dari sang Mama. Nada yakin jika ini pasti ada hubungannya dengan Adam. Sejak Adam menginjak usia 34 tahun, sang Mama menjadi sering seperti ini. Mau menyalahkan Adam tentunya ini bukan salah Adam, karena bagi Nada pernikahan bukan ajang perlombaan. Buat apa menikah cepat tapi tidak bersama orang yang tepat dan berujung dengan sebuah perceraian. Toh, sebaiknya menikah dengan orang yang membuat kita betah berlama lama berdua, yang membuat kita tidak pernah bosan ketika mengobrol berdua hingga lupa waktu."Nggak usah mikirin Monyet sampai sebegininya, Ma."
Adam menatap Shara yang memilih diam saja sejak mereka sampai di parkiran mobil Bandara YIA di Kulonprogo. Entah apa yang Shara pikirkan saat ini namun saat mereka sudah memasuki mobil dan Adam mulai tancap gas, ia akhirnya membuka mulutnya."Bi?" Panggil Adam."Ya?" Jawab Shara sambil menoleh ke arah Adam."Bayarin biaya parkir mobil gue dong," kata Adam saat kini ia berhenti di loket pembayaran parkir.Shara membelalakkan matanya mendengar perkataan Adam. Shara hanya mampu menggelengkan kepalanya namun tangannya sudah membuka tas Balenciaga miliknya dan segera ia mengeluarkan dompet untuk mengambil uang yang ia serahkan ke tangan Adam.Adam hanya tersenyum karena akhirnya ia bisa menghemat uangnya untuk biaya parkir. Saat mereka sudah keluar dari kawasan Yogyakarta internasional Airport, Shara menatap Adam yang terlihat bahagia."Lo bahagia banget ya, Nyet kayanya? Setelah berhasil bikin pengangguran makin bokek."Adam hanya menoleh
Dengan mencoba memiliki rasa bodo amat, Shara keluar dari kamar dan menuju ke dapur. Saat ia sampai di sana, dirinya tidak menemukan Adam di tempat ini. Sepertinya, bukan dirinya yang menjadi baper atas kejadian siang ini, tapi Adam. Apakah ia benar atau salah, Shara memilih tidak memperdulikannya. Ia mencoba menganggap ini adalah sebuah mimpi belaka.Seperti kebiasaannya di rumah, yang selalu menyimpan berbagai macam makanan di kulkas, akhirnya iseng Shara membuka kulkas di rumah ini. Saat ia membukanya, matanya membelalak melihat semua kebutuhannya sudah ada di sana. Dari buah, minuman, camilan bahkan makanan cepat saji. Apakah tamu guest house Adam akan mendapatkan fasilitas sebegini lengkapnya untuk urusan dapur? Jika iya, pantas saja cukup mahal harga yang dipatok oleh Adam bagi wisatawan yang ingin menginap di tempat ini.Segera saja Shara mengambil handphonenya dan ia membuka aplikasi m-banking di handphonenya. Shara langsung mencari nomer rekening Adam
"Assalamualaikum, Mas.""Waalaikum salam.""Mas, kamu masih di Solo?" Tanya Gendhis saat ia menelepon suaminya."Sudah balik, ini mau mampir nengokin rumahnya si Adam.""Tumben, Mas? Biasanya kamu males mampir.""Cuma mau ngecek aja. Sudah dulu ya, aku sudah sampai depan rumah.""Okay, Mas. Assalamualaikum.""Waalaikum salam."Setelah menutup teleponnya dengan sang istri, Suryawan Raharja segera membuka pintu pagar rumah anak sulungnya. Kini matanya langsung membelalak ketika melihat mobil Adam ada di halaman rumah ini. Kenapa juga anaknya harus mengatakan jika memiliki pekerjaan yang tidak bisa ia tinggalkan di Jakarta bila pada kenyataannya ia hanya ada di rumahnya yang berlokasi di daerah Kalasan. Sebagai orangtua yang cukup dekat dengan anak, Suryawan merasa ada yang tidak Adam ceritakan kepadanya. Segera saja ia masuk ke rumah itu dengan kunci cadangan.Sepi adalah kesan pertama yang Suryawan dapatkan ketik
Setelah mengatar Galen dan Edel ke sekolah mereka, pagi ini Juna dan Nada segera menuju ke rumah Adam yang berada di daerah Kalasan. Jangan tanya bagaimana padatnya lampu merah pagi ini karena tentu saja di jam-jam orang berangkat kerja seperti ini jalan Laksda Adisucipto cukup membuat banyak orang tiba-tiba cosplay menjadi Valentino Rossi."Kalo bukan karena kamu yang ngajakin aku, Nad, mending aku ke kantor dan kerja aja. Kerjaanku numpuk ini.""Kemarin kita sudah menuruti keinginan Adam buat enggak ditengok, karena itu kita ngikutin kemauan Tiara buat bikin acara penyambutan di rumahnya si Monyet.""Memang siapa yang punya kunci rumahnya?""Aku," kata Nada sambil memamerkan kunci rumah Adam di depan wajah suaminya yang kini sedang berada di balik kemudi mobil.Juna menggelengkan kepalanya melihat kunci rumah Adam yang memiliki gantungan boneka Pucca itu. Melihat reaksi Juna, Nada menarik kunci itu dan memasukkan kembali ke dalam tasnya. Obrolan khas suami istri terjadi di dalam mob
Adam baru bisa bernapas dengan lega kala Mamanya pamit untuk ke kantor, namun sepertinya rasa lega yang ia rasakan terlalu cepat berakhir karena handphonenya sudah penuh dengan hujatan dari saudara-saudaranya.Nada : Nyet... sebenarnya lo anggap kita di group ini apa? Bisa-bisanya lo enggak kasih kabar kalo Mbak Shara opname di rumah sakit.Luna : Shara opname?Nada : Iya, Mbak. Gue dikasih tahu Mama soalnya Mama ijin berangkat siang hari ini karena mau jenguk Mbak Shara dulu.Ruben : Bagus.... si Monyet minta didepak dari dari group ini secara terang-terangan.Juna : Gimana bisa kita depak dia, Ben... dia kan admin group-nya :DCaramel : Oh... begitu ya mainnya sekarang, mas Adam? Kalo ada apa-apa enggak pernah kasih tahu keluarga. Awas aja kalo bininya sampai mikir keluarga lakinya cuek-cuek dan enggak ada yang perhatian.Adam yang membaca pesan di group whatsapp itu hanya bisa menghela napas panjang. Niat hati ingin merahasiakan semua ini agar Shara bisa beristirahat dengan nyaman
Shara memilih memfokuskan pandangannya pada layar handphone miliknya sejak Sony dan Ayu masuk ke ruangan ini. Apalagi dokter Merry baru saja melakukan kunjungan dan menerangkan kondisinya secara detail saat ini kepada Adam berbonus kepada Sony serta Ayu. Tentu saja Sony dan Ayu menanyakan kondisi Shara saat ini secara detail kepada dokter Merry melebihi pertanyaan-pertanyaan yang Adam berikan. "Selalu saja begitu kamu itu, Shar. Apa sih susahnya menahan diri? Toh kalian ini sudah lama 'kan mengharapkan kehadiran momongan.""Mama kaya enggak pernah ditinggal lama sama Papa terus ketemu lagi. Bisa coba dibayangkan gimana 'kan rasanya."Jika tidak ingat ini di rumah sakit, Ayu pasti sudah mengomeli Shara tiada henti. Sayangnya Sony sudah meminta istrinya itu untuk diam dan tidak meneruskan perdebatan ini. Suara ketukan di pintu ruangan Shara dirawat ini membuat Adam segera berdiri dan berjalan untuk membukanya. Tidak mungkin perawat karena jika perawat pasti setelah mengetuk pintu akan
"Sebagai tindakan preventifnya, saya sarankan ibu Shara untuk bedrest selama beberapa hari di rumah sakit."Mendengar ucapan dokter Merry ini, Adam tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya. Bagaimana bisa Shara merahasiakan semuanya ini dari dirinya sejak pagi sampai siang. Untung saja saat ini dirinya menemani Shara ke rumah sakit untuk memeriksakan kandungannya jika tidak entah apa yang akan terjadi. Bisa-bisa Shara tetap akan menyembunyikan keadaannya dengan mengatakan akan menginap di rumah orangtuanya selama beberapa hari. "Baik, Dok."Ucapan Shara yang terdengar pasrah ini membuat Adam menoleh. Andai tidak ada dokter Merry di hadapannya, Adam mungkin akan memarahi Shara secara habis-habis. Sudah menjadi kesepakatan mereka untuk selalu terbuka dalam hal apapun namun Shara memilih menyembunyikannya. Kini saat dokter Merry meminta Adam dan Shara mengurus semua bekas yang diperlukan untuk melakukan rawat inap, segera saja mereka berdua keluar dari ruang praktek dokter Merry. Samb
Terik sinar matahari yang menyapa kedua mata Adam membuatnya segera menggunakan kacamata hitamnya. Ia baru saja sampai di Yogyakarta Internasional Airports dan langsung menuju ke parkiran karena Nada sudah menjemputnya di sana. Sengaja Adam tidak memberitahukan kepada Shara tentang detail jadwal penerbangannya dari Berlin ke Jakarta. Ia bahkan sempat menginap selama semalam di Jakarta terlebih dahulu sebelum pulang ke Jogja.Begitu Adam sudah masuk ke sisi penumpang depan, Nada langsung tancap gas untuk keluar dari parkiran bandara."Gimana, Nyet kabar lo?""Seperti yang lo lihat.""Baguslah, sepertinya lo sehat.""Haruslah, Nad. Makanya gue nginep di Jakarta dulu semalam biar jetlag gue hilang. Biar waktu balik ke sini, gue bisa langsung lovey dovey-an sama Babi."Mendengar perkataan Adam ini, Nada menjadi teringat kejadian ketika ia berada di PGS kemarin. Meskipun ia sudah berjanji kepada Shara untuk tidak membocorkan masalah ini kepada Adam, namun entah kenapa ia merasa resah. Peng
Malam ini Adam duduk di kursi dapur yang ada di rumah Angi. Sengaja malam ini dirinya datang ke sini setelah mendapatkan kabar jika keluarga Joe sudah kembali ke Berlin setelah liburan keluarga yang mereka lalui."Tumben lo diam, Nyet?" Tanya Angi sambil membawakan minuman untuk Adam yang sudah datang sejak tadi ke rumahnya untuk bertemu Joe. Baru setelah urusan Adam dan Joe selesai di ruang kerja, Adam menuju ke dapur dan menunggu Angi selesai menidurkan Bathara di sana."Lo maunya gue tanyain apa?""Biasanya lo paling enggak bisa lihat orang pulang liburan tapi enggak bawa oleh-oleh.""Itu dulu. Sekarang sejak Shara hamil, gue akan pelan-pelan merubah sifat sampah gue. Ya meskipun enggak bisa seratus persen karena itu bawaan orok, tapi seenggaknya gue kurangin."Angi yang kini duduk di samping Adam hanya bisa menatap sepupunya itu dengan tatapan sedih. Ia belum siap kehilangan sosok gila Adam yang sudah menemaninya sejak kecil dengan segala tingkah nyentriknya. Mungkin saja tanpa ke
Seminggu setelah kepulangannya ke Indonesia, Shara akhirnya diselimuti rasa bosan. Aktivitasnya hanya berenang, yoga dan nonton TV seharian. Rasanya ia benar-benar membutuhkan pekerjaan untuk membuat otaknya tidak tumpul. Meksipun Adam tidak melarangnya utnuk bekerja, namun Adam tidak mengizinkannya untuk bekerja di kantor lagi yang mengharuskan ia naik turun tangga apalagi menyetir cukup jauh. Sejak tiga hari yang lalu bahkan Shara harus pindah kamar ke kamar tamu yang ada di lantai satu daripada setiap ia bertelepon ria dengan Adam, Adam terus menerus membahas hal ini.Selama seminggu ini juga Askara selalu menemaninya setiap malam di rumah. Kedua orangtuanya juga sudah dua kali datang menjenguknya, begitupula dengan mertuanya.Suara bel pintu rumah yang berbunyi membuat Shara segera berdiri dan berjalan ke arah depan. Sebelum membukanya, Shara mengintip dari jendela. Shara terkejut melihat Galen dan Edel ada di teras rumahnya bersama kedua orangtuanya.Apa Nada sama Juna enggak ker
Sejak Shara memberitahukan tentang kabar kehamilannya kemarin melalui sambungan telepon dan rencananya untuk pulang ke Indonesia bersama mertuanya, Ayu dan Sonny semakin tidak sabar menanti kepulangan anak perempuannya itu. Mereka tidak menyangka jika Tuhan sebaik ini kepada keluarga mereka. Shara akhirnya hamil secara alami. Ini benar-bensr mukjizat bagi keluarga mereka. Apalagi mengingat masalah rahim yang dialami Shara kemarin hingga ia harus berobat ke Jerman. "Pa, kita jemput Shara ke Bandara, yuk?" "Papa maunya gitu, tapi enggak bisa, Ma. Soalnya jadwalnya bentrok sama waktu operasi.""Hmm.... Ya sudah, Pa. Tapi kalo Mama ajak Shara tinggal di sini aja selama Adam belum balik ke Indonesia, Papa setuju enggak?""Setuju aja, Ma tapi apa Gendhis sama Suryawan enggak akan iri kalo Shara ikut kita?""Ya harusnya enggak, Pa. Bagaimanapun juga lebih enak ikut orangtua sendiri daripada ikut mertua. Di sisi lain kita ini 'kan dokter, jadi kalo Shara ada keluhan tentang kesehatannya, ki
Sepi. Itulah hal pertama yang Adam temui ketika ia masuk ke rumah yang ia tinggali bersama Shara selama ini. Tidak ia sangka jika kehadiran Shara lebih dari setahun belakangan ini membuat hidupnya lebih berwarna. Tanpa Shara di rumah ini, suasananya menjadi seperti kuburan. Mengingat ia baru saja datang dari bandara, Adam segera menuju ke kamar mandi untuk bersih-bersih. Selesai melakukan semua itu, ia memilih untuk merebahkan tubuhnya di atas ranjang tempat tidur. Sebelum ia lupa, Adam segera mengambil handphonenya yang ada di atas meja dekat ranjang lalu mengirimkan pesan kepada istrinya. Adam : Bi, aku sudah sampai di rumah. Sekarang aku mau tidur dulu. Nanti kalo sudah bangun, aku telepon ya? Selesai mengetikkan semua itu, Adam menyenggol tombol send di handphone miliknya. Memgingat lelah setelah perjalanan, Adam langsung memejamkan matanya dan berharap esok hari dirinya sudah memiliki cukup kekuatan untuk menyelesaikan pekerjaannya. ***Shara yang baru saja membaca pesan dari