Bab 37B Maafkan"Silakan masuk! Pasien sudah bisa ditunggui maksimal satu orang, supaya nanti saat sadar pasien ada yang menemani.""Baik, suster," ucap keduanya bersamaan."Fan, kamu masuk dulu saja lihat kondisi Mas Zein. Nanti gantian biar aku yang menungguinya.""Baiklah." Refan mengalah demi Syila. Ia bergegas melihat kondisi abangnya suapaya Syila bisa cepat bergantian dengannya."Bang, kenapa jadi begini? Apa yang sebenarnya terjadi?" Refan duduk mendekati brankar tempat Zein membujur dengan mata terpejam. Selang oksigen dan infus masih menempel di tubuhnya. Pun alat rekam jantung juga masih terpasang di sana. "Apa ini terjadi karena abang marah sama gue? Jawab, Bang!" Refan menitikkan air mata saat melihat Zein tak bergerak sedikitpun. Memorinya terlempar saat masa kecil awal masuk SD, abangnya sering masuk rumah sakit karena terdeteksi jantung lemah. Refan menunggui di luar sambil menunggu abangnya ditangani dokter. "Bang, gue nggak mau abang merasakan sakit lagi seperti dul
Bab 38A Tetap Perhatian"Kamu mau membunuh putraku? Kamu menyukai Refan dan ingin menyingkirkan abangnya, hah?""Astaghfirullah, Mi." Syila terbelalak mendengar ucapan Hira. Ia hanya bisa mengelus dadanya."Mi, Bi. Apa-apan ini? Syila nggak salah apa-apa. Abang yang minta tolong Refan buat jagain Syila. Abang sedang fokus dengan masalah perusahaan."Syila tidak menyangka Refan yang berpamitan pergi ternyata kembali lagi. Pria itu telah menyelamatkannya dari masalah pelik. Hatinya mencelos, setitik rasa bersalah menghantuinya. Bagaimanapun juga Refan masih tetap perhatian padanya. Padahal Syila sudah mati-matian membenci pria yang membodohinya itu."Fan? Apa benar begitu? Tapi Sania bilang....""Sania nggak tahu apa-apa. San! Jangan bicara sembarangan sama umi abi! Kamu nggak kasian perjuangan abang?""Iya, Maaf, Fan. Maafkan Sania ya Mi, Bi." Sania berucap lirih, pun hatinya ikut meradang menahan amarah di dada yang ia tujukan pada Syila."Minta maaf yang benar, San. Kamu juga salah m
Bab 38B Tetap Perhatian"Jadi ada transfer data ilegal dari perusahaan milik ayah Mbak Syila masuk ke sistem kita. Dugaan saya itu penyebab jatuhnya bisnis ayah Mbak Syila saat itu.""Kenapa bisa begitu, Pak?""Persaingan bisnis, Pak Refan. Saat itu, Pak Zein ditawari kerja sama proyek besar, tetapi beliau lebih memilih bekerja sama dengan perusahaan ayah Mbak Syila. Pak Zein mempertimbangkan hal tersebut karena persahabatan antara orang tua Pak Refan dengan orang tua Mbak Syila."Refan mengusap dagunya sambil mencerna informasi penting yang baru didengarnya."Lalu bagaimana dengan kolega yang sebelumnya menawari kerja sama?""Saya tidak tahu pasti, Pak. Tapi Bapak harus berhati-hati dengan kolega kita yang baru ini." Refan terkesiap mendengarnya. Apa ada yang tidak beres dengan Pak Raihan kolega barunya."Pak Raihan?""Ya, Pak. Beliau menawarkan investasi besar-besaran ke perusahaan kita, bukan? Kita lihat dengan adanya masalah yang kita hadapi sekarang, beliau akan melakukan apa?""I
Bab 39A Mengejutkan"Halo, ada perkembangan apa?""Gawat, San. Ada yang menghalangi jalan kita.""Apa maksudmu?" Sania sedang mendapatkan panggilan tengah malam di ponselnya. Ia sudah kembali ke rumah larut malam bersama mertuanya. Keduanya tidak mengizinkan Sania yang hamil besar tinggal di rumah sakit, meski wanita itu memaksa. Mereka meminta Sania kembali esok pagi, karena Zein sudah ada yang menunggu. Alhasil, Syila yang berkesempatan menjaga Zein malam ini ditemani Merry yang sudah datang kembali setelah berganti pakaian di kontrakannya."Kita gagal mendapatkan perusahaan suamimu, San. Ada yang sengaja mengalihkan nama kepemilikan perusahaan menjadi nama Arsyila Ramadhanti.""Apa?! Kenapa bisa begitu.""Besok aku ceritakan. Kita ketemu di tempat biasa, oke!""Ya, baiklah.""Awas saja kamu Syila! Bersiaplah menanggung akibatnya karena kamu sudah merebut pria yang aku cintai sekaligus perusahaan yang ingin seseorang dapatkan." Sania menyeringai dengan gigi gemertakan dan tangannya
Bab 39B Mengejutkan"Maaf sudah merepotkanmu, Syila.""Nggak papa, Mas. Ini sudah kewajibanku sebagai is...." Syila menjeda kalimatnya. Ia khawatir salah mengucapkan."Hmm, maksudku sudah kewajiban sebagai manusia untuk saling membantu," ralat Syila. Mendadak Syila menjadi canggung menghadapi Zein yang justru mengulas senyum padanya."Jangan kaku begitu, Syila. Santai saja! Apa kamu takut Refan melihat kita berdua?"Deg,Jantung Syila mendadak berdetak tak normal. Kenapa nada bicara Zein seolah menunjukkan Refan memang benar suaminya."Mas Zein jangan banyak tingkah. Ayo makan dulu. Aakk."Mendengar nada ketus Syila, Zein malah tergelak. Seulas senyum menggoda ditujukan pada Syila yang mukanya ditekuk."Kalau niat menyuapi yang ikhlas Syila. Masak iya aku makan sambil lihat muka kamu cemberut. Susah nelan nih jadinya," protes Zein."Sudah nggak usah bawel. Keburu dingin, nih." Syila memaksa Zein membuka mulutnya. Keduanya tertawa disela perdebatan tadi. Di ujung sana, Refan mengintip d
Bab 40A Menghilang Syila tanpa sadar memanfaatkan momen romantis itu dengan mengalungkan kedua tangannya ke leher Refan. Pun kepalanya menyender di dada suaminya. Aroma parfum yang tidak pernah berubah menyeruak ke indra penciumannya. Menentramkan. "Ya Rabb, izinkan waktu berhenti barang sebentar saja." Tak lama kemudian, Syila membuka matanya. Alangkah terkejutnya dia sudah terbaring di brangkar yang ada di IGD. "Tolong periksa istri saya, Dok!" Ucapan spontan Refan terdengar hangat memasuki relung hati Syila. Matanya tiba-tiba berembun. "Dia benar-benar mengkhawatirkan aku. Selama ini ternyata sikapnya hanya untuk membohongi diri sendiri." "Tadi kenapa istrinya, Pak?" "Tadi terpeleset di lorong rumah sakit, Dok." "Maaf, saya periksanya dulu." "Apa kakinya terluka parah, Dok? Perlu di rontgen, nggak? Saya takut kenapa-napa dengan kakinya." Pria bersnelli putih dengan stetoskop mengalung di leher itu mengulas senyum. Sementara itu, Syila hanya menahan geli Refan menerocos ka
Bab 40B Menghilang Syila memukuli dada Refan tanpa ampun. Malu rasanya mengharapkan sesuatu yang tidak pas waktu dan tempatnya. "Jahatnya dimana Syila. Sama istri sendiri boleh, Kan? Yang salah itu kan kalau sama istri orang." Ledekan Refan membuat wajah Syila kian memanas. "Sudah nggak usah cemberut nanti cantik lu ilang. Sia-sia dong perawatan pakai kosmetik ternama." Syila bergeming, membiarkan Refan jengkel karena ia abaikan."Syila! Astaga marah beneran. Maaf ya!" "Hmm." Syila berdehem, lalu sedetik kemudian matanya terbelalak. Refan telah membuat keningnya terasa dingin dan basah. Sebuah kecupan labuh di sana. "Maafkan gue, Syila! Ternyata gue nggak rela lu sama abang. Tapi gue nggak akan memaksa lu, kalau lu tetap memilih abang." Syila hanya terdiam, otaknya tidak sejalan dengan tubuhnya yang merespon sentuhan Refan tanpa penolakan. "Ayo kita makan di resto depan!" Memilih melajukan mobilnya, Refan membiarkan Syila larut dalam pikirannya sendiri. Refan menarik napas pan
Bab 41A Kecurigaan"Hmm, maafkan gue, Bang. Tadi Syila minta dibelikan sesuatu di minimarket. Gue tinggal sebentar dia di mobil. Gue balik lagi Syila nggak ada." "Apa katamu?! Syila menghilang?!" "Dia tadi bilang keburu lapar, Bang. Gue pikir dia pergi ke resto duluan atau kembali ke sini. Abang tenang saja, gue akan mencarinya sampai ketemu." "Harus, Fan! Kamu harus mencarinya sampai ketemu. Seujung kuku pun jangan sampai dia terluka." "Iya, pasti, Bang." Refan bergegas pergi meninggalkan abangnya tanpa peduli ada Merry disitu. "Pak Zein, saya akan bantu cari Syila. Tapi ponselnya saya hubungi juga tidak aktif ini." "Syila, dimana dia? Apa jangan-jangan dia diculik, Mer? Kalau mau lapir polisi ini belum ada 24jam." Merry ikut gusar memikirkan sahabatnya. Dia takut terjadi apa-apa pada Syila yang sedang hamil muda. "Pak, apa tidak sebaiknya kita menanyakan pada Pak Alex?" Zein tertegun mendengar penuturan karyawannya itu. Ia mengernyitkan dahi menatap Merry. "Kenapa dengan A