Maaf semalam ketiduran baru bisa edit sekian bab. Masih ada satu BAB ENDING. Nanti malam InsyaAllah yak, masih diedit dulu. silakan tinggalkan komentar dan jangan lupa rate ulasan yak. Bab terakhir nanti ada spoiler untuk season 3. Nantikan kisah cinta Irsyad, May dan Alea yang beranjak dewasa.đ makasih sudah baca cerita saya. mampir juga yuk: ISTRI YANG KABUR DI MALAM PERTAMA JODOHKU PAK DOSEN TERJEBAK CINTA CEO DUDA MENIKAHI SUAMI SAHABATKU
Bab 36ASetelah selesai makan malam bersama keluarga besar, Syifa dan Zein pergi ke kamar untuk menemani Alea. Gadis kecil itu sudah tidak sabar untuk tidur ditemani mama dan papanya. Alea ingin mendengarkan dongeng yang dibacakan mama dan ditemani papanya. "Ayo, Ma, Pa! Alea mau dibacakan dongeng ini," tunjuk Alea pada sebuah buku berisi gambar dan cerita. Syifa dan Zein menyunggingkan senyum. Zein merangkul pundak Syifa lalu duduk di ranjang tempat Alea bersandar di kepala ranjang. Syifa di sebelah yang lain hingga posisi Alea di tengah-tengah mereka. Syifa dan Zein saling melempar pandang setelah membaca sekilas cerita yang ditunjuk Alea. Zein memberi kode dengan anggukan kepala supaya Syifa yang membacakan. Sementara dirinya menemani sambil mengusap rambut sebahu Alea. "Mama dulu yang bacaain, ya, Al." "Iya, Ma. Nanti lanjut Papa, ya!" mohon Alea. Zein mengecup pipi kanan Alea membuat gadis kecil itu kegirangan. "Papa, kenapa cuma Al yang dicium. Mama juga, dong." Syifa da
Bab 36B"Kalau gitu, aku balik saja, ya. Kirain ada umi dan Abi. Aku bisa menemani kamu ngobrol." Syifa sudah beranjak dari duduknya. Dengan sigap Zein menarik lengan Syifa hingga istrinya terjerambab ke pangkuan. "Ze," pekik Syifa. Wajahnya sudah memanas karena perlakuan suaminya. "Siapa yang suruh kembali? Suamimu mau disuruh tidur sendiri? Nanti kalau kedinginan gimana?" "Astaga? Kenapa Pak Zein yang terhormat jadi manja seperti anak kecil begini?" "Nggak papa, Fa. Manja sama istri sendiri, kok." Zein justru bersemangat saat melihat istrinya mengerucutkan bibir. "Ze, jangan di sini?" tolak Syifa masih dengan rasa was-was. "Aku habiskan dulu minumannya setengah, sisanya kamu yang minum, ya!" Syifa mengangguk. Ia menarik napas panjang untuk menormalkan detak jantungnya yang berpacu kencang. "Ze!" Syifa merasakan tubuhnya sudah melayang hingga pandangannya berubah menjadi langit-langit kamar. Keduanya menempati kamar Zein untuk melewati malam pertama pernikahan kedua mereka.
S3 Bab 1 Lima belas tahun kemudian, keluarga Syifa dan Zein bertambah ramai dengan kelahiran Narendra Aurora Zein. Saat ini, laki-laki muda itu menginjak usia ke 15 tahun dan sedang belajar di SMA kelas 12. "Al, Ren. Di mana dompet paspor Mama, ya? Duh, Papamu bisa ngomel ini kalau belum ketemu. Nanti Papa terlambat ketemu kliennya." "Ya, Rabb. Mama kebiasaan sih suka lupa naruh. Dari tadi Al ngerjain tugas dosen, nih." "Iya, Al. Tolong bantu Mama, dong! Paspornya ada di dompet itu." "Ren! Rendra! Astaghfirullah. Nih anak nggak ada puasnya main game mulu. Nanti Mbak minta Om Irsyad blokir wifinya baru tahu rasa kamu." "Ishh, Mbak Al ngapain teriak-teriak sih? Nanggung nih." Rendra tetap fokus pada layar PC nya. Tiba-tiba sebuah cubitan mendarat di kedua pipinya dari arah belakang. "Ough, sakit Mbak!" pekik Rendra menyudahi aksinya menggempur musuh di permainan game yang ada di depannya. "Ayo, bantu Mama cari dompet. Keburu telat nanti Papa marah lho. Bisa-bisa uang jajan kita
S3 Bab 2AAlea keluar dari ruang kerja berpapasan dengan Syifa yang sudah bersiap membawa koper. "Maaf, Ma. Al belum nemuin dompetnya." "Sudah, Alhamdulillah Mama nemuin di kamar." Syifa berucap sambil menahan geli. "Astaghfirullah. Tuh kan, Mama jahil sama Al dan Rendra," gerutu Alea sambul menghentakkan kakinya. "Maklum, Al. Mamamu sudah pelupa," ledek Irsyad membuat Syifa tidak terima. "Bukan lupa karena pikun, Syad. Tapi lagi banyak yang dipikirkan. Gimana ninggalin Alea dan Rendra sendiri sama Bi Sumi." "Ishh, Mama. Kami berdua sudah besar. Nggak usah khawatir. Lagian ada Om Irsyad. Tinggal minta Om ke sini nanti ada temannya," usul Rendra. "Iya-iya. Gimana Syad, bisa minta tolong bantu jaga anak-anak ya." Syifa seperti biasa merepotkan adik angkatnya. Jelas saja Irsyad tidak bisa menolak. "Beres. Nanti aku kurung mereka di rumah biar nggak pergi kemana-mana," canda Irsyad. Alea dan Rendra pun dengan kompak berteriak protes. "Hati-hati ya, Ma. Bilangin Papa jangan lupa te
"Al, Ren. Kalian bantu latihan dulu adik-adik sabuk putih, ya. Senpai mau melatih sabuk kuning dan hijau dulu." "Siap, senpai." Alea dan Rendra sudah memegang sabuk coklat. Kalau lulus ujian, mereka akan memegang sabuk merah lalu sabuk hitam. Sabuk yang tertinggi di ilmu beladiri karate. Sabuk coklat merupakan sabuk yang tergolong pada kategori senior. Warna coklatnya melambangkan warna tanah yang bersifat stabil. Maka dari itu, para karateka dengan sabuk coklat diharapkan dapat menguasai seluruh materi atau jurus yang telah diajarkan sebelumnya dan mempertahankannya dengan stabil. Para karateka bersabuk coklat sering kali dijadikan sebagai asisten pelatih, yang mana sikap dan perilakunya menjadi panutan untuk para karateka junior. Menjelang Maghrib, Alea dan Remdra pamit dengan senpainya. Keduanya memang sudah akrab menganggap senpainya seperti keluarga. "Sen, kami cabut dulu ya," ucap Rendra, diikuti Alea yang merapikan tegi atau baju karatenya. "Sip, salam buat papa, mama, ya
S3 Bab 3 Alea tidak berhenti mengulum senyum. Pun hatinya mengembang. Begitu lama ia memendam rasa untuk pertama kalinya pada laki-laki yang merupakan kakak tingkatnya. "Ada apa, Mbak? Kok senyum-senyum sendiri? Aneh banget," tegur Rendra. "Mbak! Mbak Alea?!" "Ren. Mbak udah nemuin laki-laki idaman." "What?!! Siapa? Yang mana orangnya, Mbak?" "Udah, nanti aja di rumah, Mbak cerita. Yuk, buruan nanti Om Irsyad ngomelin kita." Rendra hanya meringis, lalu menstater motornya menuju ke rumah. Dua puluh menit akhirnya Alea dan Rendra sampai di rumah. Beruntung hanya ada Bi Sumi dan Pak Satpam. Artinya Irsyad masih bertugas di klinik rumah Syifa yang lama. "Bi, Om Irsyad sudah ke sini kah tadi?" "Belum, Mbak. Mas Irsyad mau nginep sini, ya?" "Iya, Bi." "Mau dimasakin apa, Mbak?" Bi Sumi, wanita paruh baya yang sudah menemani sejak bersama Ema, lalu Syifa dan Alea. Usianya sudah hampir kepala tujuh, tetapi masih sehat dan bugar. "Nggak usah repot, Bi. Biarkan Al yang masak," ucap
S3 Bab 4 "Astaghfirullah. Kacau, nih. Sepertinya aku salah memberi intruksi pada Alea." Karena terburu-buru, bibir Alea justru menyentuh telapak tangan Irsyad. Laki-laki dewasa itu berdiri mematung. Jantungnya tiba-tiba berdesir. Napas tidak beraturan. Pandangannya tidak lepas dari wajah Alea yang begitu dekat. Gadis kecilnya yang dulu menggemaskan, kini menjelma menjadi perempuan yang mampu menebar sejuta pesona. "Om. Om Irsyad!" Ucapan Alea membuyarkan lamunan Irsyad. "Eh, gimana, Al? Enak?" kata Irsyad dengan pandangan beralih ke wajan berisi nasgor. Keduanya mendadak berada dalam kecanggungan. "Ah, iya. Enak banget, Om." Alea pun berusaha bersikap biasa setelah tadi sempat merasakan tubuhnya meremang. Melihat tatapan Irsyad, entah kenapa ia turut larut dalam pesona laki-laki dewasa itu. "Ishh, ini salah kalau aku terpesona sama Om Irsyad. Kalau aku terpesona pada Mas Damar barulah benar," batin Alea. Ia berusaha meralat pikirannya yang ngelantur. "Wah, wah, Om sama Mbak Al
S3 Bab 5ASuasana kampus di pagi hari cukup tenang. Sebab jam pertama telah lewat 30 menit yang lalu. Alea tidak perlu khawatir dengan banyak mahasiswa yang menyaksikan dirinya berjalan bersama Damar. "Gimana kabarmu, Al? Sudah semester berapa sekarang?" Damar mencoba mengingat. "Semester 4, Mas." Keduanya berjalan beriringan dari halaman kampus lalu melewati koridor yang sepi. Hanya ada mahasiswa dengan hitungan jari di sekitarnya. "Oh, iya. Kayaknya semester 4 lagi padat kuliahnya, ya?" Damar menoleh sekilas ke samping. Adik tingkatnya yang saat ini mengenakan pakaian kasual dipadu pasmina floral memang cantik dan menarik. "Iya, lagi banyak praktikum, nih. Jadi, tiada hari tanpa bikin laporan," jawab Alea disertai candaan. Keduanya mula mengobrol dengan cair. Tadinya Alea merasa sedikit canggung, meski dalam hati perasaannya membuncah. Senang bisa mengobrol berdua dengan Damar. Jarang-jarang ada kesempatan dekat begini saat dulu masih menjadi kakak tingkatnya. Alhasil, Alea han
S3 Bab 42 "Beginikah caranya menghukum diri sendiri, huh?" "Alea." Irsyad melebarkan matanya. Sedetik kemudian ia mengucek berulang untuk memastikan apa yang dilihatnya bukanlah sebuah fatamorgana. "Al, kamu datang?" lirih Irsyad sambil menoleh ke sekitar. Tidak ada orang lain selain mereka berdua. Alea lantas duduk di kursi sebelah Irsyad dengan meja kecil sebagai penghalang. Irsyad berusaha menetralkan deru napasnya. Rasa haru menyeruak. Kesedihan karena memikirkan kebencian Alea terhadap dirinya pun terpatahkan. Nyatanya, Alea masih mau menemuinya. "Ya, aku datang karena ada yang mengundang," ucap Alea dengan wajah datar. Gaya bicaranya tidak sesopan dulu dengan menyebut aku saat bicara. Tatapannya tidak sedikitpun mengarah pada Irsyad. Lelaki itu sadar diri, Alea pasti masih benci padanya. "Kamu tahu Om tinggal di sini?" "Sangat mudah dicari, bukan?" cetus Alea. Irsyad hanya beroh ria. "Aku akan menikah, jadi silakan mau bicara apa?" lanjut Alea. Irsyad menarik napas dalam.
S3 Bab 41Sesampainya di rumah, Alea mengucap terima kasih pada Damar dan memaksanya segera pulang. "Alea!" "Mama?!" Perempuan paruh baya yang menanti kedatangannya segera memeluk erat. Ya, Syifa sudah seminggu sakit dan terbaring di tempat tidur merindukan putrinya. "Mama! Maafin Alea. Mama sakit gara-gara Alea, kan?" sesal Alea sambil mengeratkan pelukannya. "Tenanglah, Al. Mamamu sakit bukan karena kamu. Tapi dia ngidam." "Apa?!" "Ishh. Papa nih, nggak usah becanda. Orang anaknya barusan pulang malah dibecandaain." "Maksudnya apa, Pa? Mama ngidam? Mau punya adik bayi?" Alea sudah melototkan matanya horor ke arah papa dan mamanya. Sementara Rendra yang baru saja ikut duduk di sofa hanya bisa terkikik. "Apaan sih, Ren? Kamu ngerti?" "Tuh, Mama ngidam pengin punya mantu, Mbak," celetuk Rendra masih dengan tertawa renyah. "Astaga. Kamu masih SMA udah mau nikah? Awas ya, belajar dulu sana!" "Yeay, siapa juga yang mau nikah. Mbak Alea tuh yang dilamar sama Mas Damar. Mama dan p
S3 Bab 40 "Aku mau melamarmu." "Hah?!" Alea ternganga. "Mas Damar sudah gil*. Alisa mau dikemanain coba?" protes Alea. "Alisa mau menyelesaikan kuliahnya dulu. Saat di bandara, Alisa mengikuti kepergian Damar menyusul Alea. Namun, Alisa hanya mendapati Damar yang melangkah lesu di batas ruang masuk penumpang dan pengantar. "Mas Damar? Sudah ketemu Mbak Alea?" "Tidak Lisa. Alea sudah pergi." "Oh, gitu. Kita perlu bicara Mas." "Ya, Lisa." "Kami berdua memutuskan memilih jalan masing-masing terlebih dulu, Al. Siapa yang menemukan jodoh duluan ya tidak apa kalau mau menikah lebih dulu." "Astaga, memangnya kami berdua mainan. Mas Damar gonta ganti melamarku atau Alisa," ucap Alea tak terima. Namun, ia setengah bercanda. "Ya gimana lagi, kalian sama-sama cantik." "Dasar laki-laki!" "Ough. Jangan kasar Al. Kamu masih pakai jurus karatemu?" "Iya lah. Mau dihajar?" "Ampun, Al." Alea tersenyum mengembang. Tiga bulan ia bisa menghilangkan rasa sakit hatinya pada Damar. Hanya mela
S3 Bab 39 Dua bulan berlalu, Alea sudah mulai menikmati perannya di tempat tinggal yang baru. Ia kini tinggal di salah satu kota kecil di Austria yakni kota Klagenfurt. Saat sampai di Vienna Internasional Airport, Alea hanya memberi kabar pada keluarganya kalau sudah sampai. Ia meminta izin memberi kabar kembali setelah tiga bulan selesai. Setelah Syifa mengiyakan dengan berat hati, Alea pun menonaktifkan nomernya dan berganti ke nomer lokal. Satu yang tidak dikatakan Alea pada keluarganya adalah tempat akhir yang ia tuju. Keluarga tahunya Alea ada di kota Vienna bukan di Klagenfurt. "Al, masih lama nggak me time kamu?" tanya Aida satu-satunya mahasiswa dari Indonesia yang ada di Klagenfurt. Terhitung sekarang ada dua mahasiswa termasuk Alea. "Kenapa? Kamu terburu, ya?" jawab Alea sambil menikmati pemandangan danau yang membentang luas di depannya. Danau yang biasa dengan sebutan Wörthersee di Klagenfurt memang indah. Dengan berdiri di pinggir danau, Alea bisa melihat pegunungan A
S3 Bab 38 "Maaf, Ma. Alea harus pergi. Hanya tiga bulan saja, Alea janji Ma." "Sayang, Papa dan Mama pegang janjimu. Di sana tiga bulan jangan berbuat aneh-aneh. Kamu harus jadi wanita kuat seperti mamamu," pesan Zein. "Iya, Pa, Ma. Alea janji. Jaga diri Mama dan Papa. Alea berangkat sama Rendra saja." "Baiklah, Sayang. Hati-hati, jangan lupa kabari kami kalau sudah sampai di sana," lirih Syifa sambil memeluk erat Alea sebelum pergi meninggalkannya. "Gimana Alea, Pa?" "Ma, Alea anak yang kuat. Kita sebagai orang tua harus mendoakan yang terbaik untuknya. Selalu berprasangka baik sama Allah." Syifa mengangguk lalu menghambur ke pelukan Zein untuk menumpahkan tangisnya. Selama 20tahun ini Syifa tidak pernah ditinggalkan Alea. Justru Syifa yang meninggalkannya saat bertugas menjadi relawan. Namun, kali ini Alea yang pergi membuat hatinya bersedih. "Sayang, ingat Alea pergi untuk menuntut ilmu. Allah akan mengangkat derajat putri kita. Jadi kita tidak pantas bersedih. Kita seharusn
S3 Bab 37 Plak! "Keterlaluan kamu, Syad. Begini caramu membalas apa yang sudah kuberikan?! Kamu membalas sakit hatimu karena perasaanmu padaku, kan? Kamu memanfaatkan Alea, putriku?" "Tidak, Fa. Tolong jangan berpikir begitu." "Jangan pernah muncul lagi di hadapanku! Kamu pantas mendapat hukuman yang setimpal." Irsyad terhenyak, kekecewaan Syifa menari-nari di wajahnya. Ia merasa terluka karena telah mengecewakan hati Syifa. Perempuan yang sudah menjadi kakak angkatnya. Mengubah kehidupannya yang gelap hingga menjadi terang. Bahkan dulu namanya pernah singgah di hati Irsyad. Malam itu, Irsyad dan Rendra menemukan hotel tempat Alea dibawa Ronald berdasar informasi dari teman Alea bernama Yoga. Irsyad memaksa resepsionis mengecek kamar atas nama Ronald dengan dalih calon istrinya bersama laki-laki itu. Rendra menunggu di lobby, sedangkan Irsyad mencari ke kamar. Sesampainya di kamar yang dituju, Irsyad hanya mendapati Ronald yang membuka pintu dan Alea ada di dalamnya. Tanpa berpi
S3 Bab 36 "Maaf, sebaiknya saudara Irsyad menjelaskan di kantor. Karena Pak Ronald sudah memberi keterangan terkait kejadian di hotel malam itu sesuai yang dilaporkan Mbak Alea." "Saya pikir cukup lelaki bernama Ronald itu yang ditangkap, Pak," bela Alea. "Maaf, Mbak Alea. Kami perlu membawa Saudara Irsyad. Sebab dia juga berada di hotel yang sama malam itu." "Apa?!" pekik Alea. "Tenanglah Alea, ini pasti salah paham. Baik, saya akan ikut ke kantor." "Tapi, Syad. Acaranya?" Syifa menagih jawab atas pertanyaan yang sudah bisa ia tebak jawabannya. "Pak, kalau boleh Irsyad datang ke kantor polisi setelah acara akad nikah selesai," bujuk Zein. "Maaf, kami harus membawa saudara Irsyad sekarang juga." Zein tersentak, pun Syifa tidak bisa menahan air mata. Acara sakral putrinya mendadak kacau. Ini tentu tidak masuk dalam perkiraannya. Ia sungguh kasian pada Alea yang mendapat masalah bertubi. "Jangan khawatir Mas, Fa. Aku akan baik-baik saja. Setelah urusan dengan polisi selesai, ak
S3 Bab 35 Seminggu berlalu, Irsyad sudah menyelesaikan persiapan akad nikah bersama Alea. Sesuai kesepakatan, keduanya tidak menceritakan pada Syifa dan Zein kalau pernikahan ini dijalani serius. "Om kebayanya bagus, nggak? Udah pas belum?" tanya Alea dengan wajah tak henti-hentinya mengulas senyum. Ia terkadang geli sendiri. Hubungan yang baru mau dibangun dengan Damar kandas, ternyata tergantikan oleh sosok lelaki dewasa yang tidak jauh-jauh dari kehidupannya. "Jelas, cocok, Al. Yang makai juga cantik kok, iya kan, Mbak?" celetuk Irsyad pada petugas butik yang melayani. "Iya, Mbak Alea cantik. Apalagi memakai kebayanya, pas banget deh." "Ishh, Mbak bisa aja." Senyum kembali terukir di bibir Alea sambil memandang sekilas Irsyad yang mengambil jas lalu memakainya. "Sini, Al!" Irsyad melambaikan tangan supaya Alea berdiri di sampingnya. Keduanya berdiri di depan cermin. "Serasi banget, Om," ujar Alea. Namun, senyum Irsyad tiba-tiba surut. Lelaki itu mendekat ke telinga Alea hingg
S3 Bab 34 "Al, boleh Us ngobrol sebentar?" tanya Silvi dengan wajah serius. Ia membiarkan Maryam menikmati es krimnya di kursi tak jauh dari keduanya duduk. "Ya, Us." Alea merasa sedikit salah tingkah. Ia menduga Silvi akan bertanya tentang Omnya. "Apa benar Mas Irsyad mau menikahimu?" "Us Silvi sudah tahu?" tanya Alea. Jelas ia hanya berbasa basi. Pastilah Irsyad sudah memberitahu. Sebab sebelumnya Irsyad berencana melamar Silvi. "Mas Irsyad yang ngasih tahu. Sebenarnya Abi sudah berharap Mas Irsyad melamar Us, Al. Maryam juga seneng banget bisa punya ayah baru, tapi...." Ucapan Silvi menggantung saat ponsel Alea tiba-tiba berdering. "Maaf Us sebentar." "Iya benar, tas selempang warna krem." "Gimana, tadi Us? Maaf ada yang menyela," celetuk Alea sambil meletakkan ponselnya ke meja. "Kalian benar-benar akan menikah?" tanya Silvi dengan wajah sendu. "Kamu kan tahu Al, Mas Irsyad baru mau memulai lagi hubungan baik dengan Us. Abi juga sudah menerimanya. Kenapa dia harus merelak