selamat membaca. jangan lupa like dan komennya ya. nantikan esok lagi next part
Bab 34A Tidak usah perhatianSesampainya di kontrakan, Syila meraup oksigen banyak-banyak untuk menetralkan napasnya. Selama berjalan cepat, ia tidak menyadari sedang hamil muda. Beruntung tidak terjadi apa-apa seperti jatuh terpeleset. "Alhamdulillah sudah aman sekarang, maafkan bunda ya, Nak!" Syila mencoba berkomunikasi dengan calon bayinya meski masih berusia sangat muda. Ia mengusap perutnya supaya tidak terjadi kram. Napasnya sudah mulai normal lagi, ia meraih botol mineral dan menenggaknya. Nyatanya segelas jus alpukat tidak bisa membuang dahaga saat harus berjalan cepat menuju tempat tinggalnya. Beberapa menit menyandarkan tubuh di kursi, Syila berniat merebahkan badan untuk menghalau rasa pusingnya yang sesekali masih datang menghampiri. Sebuah ketukan pintu terdengar mengusik keinginan tidurnya. Mau tak mau Syila harus bangun. "Mbak! Mbak Syila!" "Ya, Pak. Tunggu!" Syila bergegas memakai jilbab instannya, karena ada pemilik kontrakan mencarinya. Ia beranjak dari kasur
Bab 34B Tidak usah perhatian"Fan, aku mohon jangan merecoki hubunganku dengan Mas Zein lagi. Meski kami tidak terlihat harmonis tapi aku mencintai suamiku, sangat mencintainya." Syila sengaja memancing amarah Refan dengan kalimat itu. Terlihat raut kecewa di wajah Refan membuat Syila menelan ludahnya. "Dengar Syila! Gue berhak ikut campur. Bisa jadi anak itu anak gue. Lu ingat kan saat...." "Hentikan! Jangan mengungkit aib yang kulakukan sama kamu. Itu kebodohanku, aku tidak akan terbuai lagi rayuanmu. Aku berdosa telah meghianatinya. Aku bahkan berbuat hina." Syila tertunduk menyesali perbuatannya. Lagi, Refan merasakan nyeri menyerang dadanya. Hatinya seolah teriris sembilu. Luka tak berdarah itu tak kasat mata. "Syila, apa lu akan percaya apa yang gue katakan?""Apa?!" desak Syila dengan tatapan sinis. "Sebenarnya gue suami lu. Gue adalah ayah bayi itu. Jadi gue berhak ikut campur. Lu nggak usah merasa bersalah ataupun berbuat dosa." Syila bagai tertampar oleh ucapan Refan.
Bab 35A MusibahKembali Syila mengintip, terlihat Refan menyandar di dinding bangunan lain di depan kontrakannya. Ia melihat Refan menutup mulutnya dengan sebelah tangan. Tubuhnya menyandar di tembok dan perlahan luruh ke tanah. "Refan!" Syila memekik sambil menutup mulut agar tidak terdengar oleh Refan. Tubuh pria itu limbung hingga kemudian berjongkok. Hampir saja Syila menuju pintu keluar, tetapi terdengar suara melengking pemilik kontrakan. Ia mengurungkan niat keluar dan melihatnya lewat balik jendela saja. Tidak disangka, Refan sudah berdiri dibantu pemilik kontrakan. Syila mengamati obrolan keduanya. Sampai sesuatu diulurkan Refan entah apa itu. Beberapa menit kemudian pria itu berlalu dengan langkah pelan hingga punggungnya pun berangsur menghilang. Di tempat lain, Sania terlihat geram akibat fakta yang didengarnya saat menguping pembicaraan Zein dengan Syila. Ia meminta izin pulang lebih dulu pada Zein yang masih harus lembur. Alhasil, Sania diantar Alex dan mereka mampir
Bab 35B Musibah"Mer, apa kamu tahu tempat tinggal Syila?" Merry yang tidak siap ditanya gelagapan menjawab. Ia tidak tahu apakah Syila berkenan kalau bosnya tahu tempat kontrakannya. "Maaf, Pak. Saya tidak berhak menjawab." "Saya bos kamu, Merry. Mau menjawab atau besok angkat kaki dari perusahaan ini?" "Ckk, atasan selalu mengancam." Merry mengguman sambil mengernyitkan keningnya. "Tapi Pak Zein janji jangan sakiti Syila! Saya mohon Pak Zein mengasihaninya. Kalau perlu tolong Syila disuruh pindah kosnya." "Itu urusan saya. Kamu nggak usah khawatir." Merry tersenyum lega mendengarnya. Ia segera berpamitan pulang dengan membungkukkan sedikit badannya setelah memberitahu alamat tinggal Syila. Baru beberapa langkah Zein memanggilnya kembali. "Iya, Pak. Ada lagi yang bisa dibantu?" "Apa selama ini kalian sering bertemu untuk mengobrol?" "Eh itu, Pak. Hmm, saya...." "Apa kamu tahu kalau Syila sedang hamil?" Merry ternganga, suami Syila ternyata sudah mengetahuinya. Ia berucap s
Bab 36A Ruang OperasiSyila menyibukkan diri di restoran milik Heru. Ia meminta izin untuk memegang pekerjaan bagian kasir sebab badannya belum sepenuhnya pulih. Sesekali ia memijit kepalanya untuk mengurangi denyut nyeri."Syil, kamu lagi nggak enak badan?" tegur teman kerjanya.""Nggak kok, Mas. Kemarin aja habis pusing." Syila menjawab sambil menata beberapa lembar nota ke dalam tempatnya."Oh, ya sudah. Kalau butuh istirahat di kamar dalam sana aja. Pak Heru menyediakan kamar khusus karyawan kalau sedang kurang enak badan.""Iya, Mas. Terima kasih. Nanti aku coba kalau butuh istirahat ya.""Oke. Jangan diporsir!Syila mengulum senyum. Melihat perhatian teman-temannya, Syila merasa punya keluarga di sini. Menjelang sore pengunjung belum kelihatan ramai, biasanya setelah Maghrib mereka berduyun-duyun. Syila mempunyai kesempatan untuk menundukkan kepalanya di meja lalu matanya memejam sebentar.Beberapa menit menikmati istirahat, ponselnya berbunyi. Ada nama Merry tertera di layar."
Bab 36B Ruang Operasi"Kamu sudah hubungi keluarganya?" tanya Merry."Belum, Merr. Aku nggak ada kontaknya. Tadi polisi...""Selamat malam, Mbak.""Malam, Pak. Ada apa, ya?" Syila terkejut ada dua petugas polisi mendatanginya. Ternyata itu polisi yang menangani kecelakaan Zein."Apa Anda keluarga dari Pak Zein?""Iya, Pak. Saya istrinya." Raut wajah Syila berubah khawatir."Ini ponsel Pak Zein barangkali ibu membutuhkan menghubungi keluarga.""Terima kasih banyak, Pak.""Kondisi Pak Zein bagimana?""Suami saya sedang masuk ruang operasi. Kata dokter ini salah satu jalan menyelamatkannya.""Baiklah. Lain kali saya akan kemari lagi. Terkait kecelakaan, ada beberapa hal yang ingin saya tanyakan. Besok saya harap ibu berkenan kami temui.""Siap, Pak. Kalau boleh tahu apa penyebab kecelakaan suami saya?" tanya Syila lirih. Sejujurnya ia tidak siap mengetahui penyebab musibah ini. Merry masih mencoba menenangkan Syila."Ada indikasi kecelakaan ini disengaja, teapi kami masih mendalami. Ibu t
Bab 37A Maafkan"Sebenarnya waktu kamu memintaku mengawasi Sania. Ada sesuatu yang belum aku beritahukan sama kamu.""Apa?""Sania....""Kenapa dengan Mbak Sania, Merr?" Syila menatap lekat sahabatnya. Ada rasa bersalah yang terlukis di wajah Merry yang bisa ditangkap oleh mata Syila."Aku melihat Sania mengobrol serius dengan Pak Alex. Pria itu tidak memanggil Sania dengan sebutan nona seperti biasa, tetapi hanya langsung nama.""Oh, aku pikir apa, Merr. Biasa aja mungkin Pak Alex suka lupa. Dia memanggilku aja pakai nona tapi aku nggak mau. Ya aku minta panggil nama aja." Syila menanggapi santai pengakuan Merry."Bukan hanya itu, Syila. Tapi keduanya membicarakan rencana tentang menghancurkan perusahaan.""Apa?!""Iya, Syil. Aku tidak salah dengar.""Kenapa kamu baru bicara sekarang?" Wajah Syila berubah geram. Sekarang ia menyadari kebenaran kalau Sania wanita bermuka dua. Di depan bertingkah seperti putri cantik dengan tutur halus dan sopan, dibelakang wanita itu menjelma bak ular
Bab 37B Maafkan"Silakan masuk! Pasien sudah bisa ditunggui maksimal satu orang, supaya nanti saat sadar pasien ada yang menemani.""Baik, suster," ucap keduanya bersamaan."Fan, kamu masuk dulu saja lihat kondisi Mas Zein. Nanti gantian biar aku yang menungguinya.""Baiklah." Refan mengalah demi Syila. Ia bergegas melihat kondisi abangnya suapaya Syila bisa cepat bergantian dengannya."Bang, kenapa jadi begini? Apa yang sebenarnya terjadi?" Refan duduk mendekati brankar tempat Zein membujur dengan mata terpejam. Selang oksigen dan infus masih menempel di tubuhnya. Pun alat rekam jantung juga masih terpasang di sana. "Apa ini terjadi karena abang marah sama gue? Jawab, Bang!" Refan menitikkan air mata saat melihat Zein tak bergerak sedikitpun. Memorinya terlempar saat masa kecil awal masuk SD, abangnya sering masuk rumah sakit karena terdeteksi jantung lemah. Refan menunggui di luar sambil menunggu abangnya ditangani dokter. "Bang, gue nggak mau abang merasakan sakit lagi seperti dul
S3 Bab 42 "Beginikah caranya menghukum diri sendiri, huh?" "Alea." Irsyad melebarkan matanya. Sedetik kemudian ia mengucek berulang untuk memastikan apa yang dilihatnya bukanlah sebuah fatamorgana. "Al, kamu datang?" lirih Irsyad sambil menoleh ke sekitar. Tidak ada orang lain selain mereka berdua. Alea lantas duduk di kursi sebelah Irsyad dengan meja kecil sebagai penghalang. Irsyad berusaha menetralkan deru napasnya. Rasa haru menyeruak. Kesedihan karena memikirkan kebencian Alea terhadap dirinya pun terpatahkan. Nyatanya, Alea masih mau menemuinya. "Ya, aku datang karena ada yang mengundang," ucap Alea dengan wajah datar. Gaya bicaranya tidak sesopan dulu dengan menyebut aku saat bicara. Tatapannya tidak sedikitpun mengarah pada Irsyad. Lelaki itu sadar diri, Alea pasti masih benci padanya. "Kamu tahu Om tinggal di sini?" "Sangat mudah dicari, bukan?" cetus Alea. Irsyad hanya beroh ria. "Aku akan menikah, jadi silakan mau bicara apa?" lanjut Alea. Irsyad menarik napas dalam.
S3 Bab 41Sesampainya di rumah, Alea mengucap terima kasih pada Damar dan memaksanya segera pulang. "Alea!" "Mama?!" Perempuan paruh baya yang menanti kedatangannya segera memeluk erat. Ya, Syifa sudah seminggu sakit dan terbaring di tempat tidur merindukan putrinya. "Mama! Maafin Alea. Mama sakit gara-gara Alea, kan?" sesal Alea sambil mengeratkan pelukannya. "Tenanglah, Al. Mamamu sakit bukan karena kamu. Tapi dia ngidam." "Apa?!" "Ishh. Papa nih, nggak usah becanda. Orang anaknya barusan pulang malah dibecandaain." "Maksudnya apa, Pa? Mama ngidam? Mau punya adik bayi?" Alea sudah melototkan matanya horor ke arah papa dan mamanya. Sementara Rendra yang baru saja ikut duduk di sofa hanya bisa terkikik. "Apaan sih, Ren? Kamu ngerti?" "Tuh, Mama ngidam pengin punya mantu, Mbak," celetuk Rendra masih dengan tertawa renyah. "Astaga. Kamu masih SMA udah mau nikah? Awas ya, belajar dulu sana!" "Yeay, siapa juga yang mau nikah. Mbak Alea tuh yang dilamar sama Mas Damar. Mama dan p
S3 Bab 40 "Aku mau melamarmu." "Hah?!" Alea ternganga. "Mas Damar sudah gil*. Alisa mau dikemanain coba?" protes Alea. "Alisa mau menyelesaikan kuliahnya dulu. Saat di bandara, Alisa mengikuti kepergian Damar menyusul Alea. Namun, Alisa hanya mendapati Damar yang melangkah lesu di batas ruang masuk penumpang dan pengantar. "Mas Damar? Sudah ketemu Mbak Alea?" "Tidak Lisa. Alea sudah pergi." "Oh, gitu. Kita perlu bicara Mas." "Ya, Lisa." "Kami berdua memutuskan memilih jalan masing-masing terlebih dulu, Al. Siapa yang menemukan jodoh duluan ya tidak apa kalau mau menikah lebih dulu." "Astaga, memangnya kami berdua mainan. Mas Damar gonta ganti melamarku atau Alisa," ucap Alea tak terima. Namun, ia setengah bercanda. "Ya gimana lagi, kalian sama-sama cantik." "Dasar laki-laki!" "Ough. Jangan kasar Al. Kamu masih pakai jurus karatemu?" "Iya lah. Mau dihajar?" "Ampun, Al." Alea tersenyum mengembang. Tiga bulan ia bisa menghilangkan rasa sakit hatinya pada Damar. Hanya mela
S3 Bab 39 Dua bulan berlalu, Alea sudah mulai menikmati perannya di tempat tinggal yang baru. Ia kini tinggal di salah satu kota kecil di Austria yakni kota Klagenfurt. Saat sampai di Vienna Internasional Airport, Alea hanya memberi kabar pada keluarganya kalau sudah sampai. Ia meminta izin memberi kabar kembali setelah tiga bulan selesai. Setelah Syifa mengiyakan dengan berat hati, Alea pun menonaktifkan nomernya dan berganti ke nomer lokal. Satu yang tidak dikatakan Alea pada keluarganya adalah tempat akhir yang ia tuju. Keluarga tahunya Alea ada di kota Vienna bukan di Klagenfurt. "Al, masih lama nggak me time kamu?" tanya Aida satu-satunya mahasiswa dari Indonesia yang ada di Klagenfurt. Terhitung sekarang ada dua mahasiswa termasuk Alea. "Kenapa? Kamu terburu, ya?" jawab Alea sambil menikmati pemandangan danau yang membentang luas di depannya. Danau yang biasa dengan sebutan Wörthersee di Klagenfurt memang indah. Dengan berdiri di pinggir danau, Alea bisa melihat pegunungan A
S3 Bab 38 "Maaf, Ma. Alea harus pergi. Hanya tiga bulan saja, Alea janji Ma." "Sayang, Papa dan Mama pegang janjimu. Di sana tiga bulan jangan berbuat aneh-aneh. Kamu harus jadi wanita kuat seperti mamamu," pesan Zein. "Iya, Pa, Ma. Alea janji. Jaga diri Mama dan Papa. Alea berangkat sama Rendra saja." "Baiklah, Sayang. Hati-hati, jangan lupa kabari kami kalau sudah sampai di sana," lirih Syifa sambil memeluk erat Alea sebelum pergi meninggalkannya. "Gimana Alea, Pa?" "Ma, Alea anak yang kuat. Kita sebagai orang tua harus mendoakan yang terbaik untuknya. Selalu berprasangka baik sama Allah." Syifa mengangguk lalu menghambur ke pelukan Zein untuk menumpahkan tangisnya. Selama 20tahun ini Syifa tidak pernah ditinggalkan Alea. Justru Syifa yang meninggalkannya saat bertugas menjadi relawan. Namun, kali ini Alea yang pergi membuat hatinya bersedih. "Sayang, ingat Alea pergi untuk menuntut ilmu. Allah akan mengangkat derajat putri kita. Jadi kita tidak pantas bersedih. Kita seharusn
S3 Bab 37 Plak! "Keterlaluan kamu, Syad. Begini caramu membalas apa yang sudah kuberikan?! Kamu membalas sakit hatimu karena perasaanmu padaku, kan? Kamu memanfaatkan Alea, putriku?" "Tidak, Fa. Tolong jangan berpikir begitu." "Jangan pernah muncul lagi di hadapanku! Kamu pantas mendapat hukuman yang setimpal." Irsyad terhenyak, kekecewaan Syifa menari-nari di wajahnya. Ia merasa terluka karena telah mengecewakan hati Syifa. Perempuan yang sudah menjadi kakak angkatnya. Mengubah kehidupannya yang gelap hingga menjadi terang. Bahkan dulu namanya pernah singgah di hati Irsyad. Malam itu, Irsyad dan Rendra menemukan hotel tempat Alea dibawa Ronald berdasar informasi dari teman Alea bernama Yoga. Irsyad memaksa resepsionis mengecek kamar atas nama Ronald dengan dalih calon istrinya bersama laki-laki itu. Rendra menunggu di lobby, sedangkan Irsyad mencari ke kamar. Sesampainya di kamar yang dituju, Irsyad hanya mendapati Ronald yang membuka pintu dan Alea ada di dalamnya. Tanpa berpi
S3 Bab 36 "Maaf, sebaiknya saudara Irsyad menjelaskan di kantor. Karena Pak Ronald sudah memberi keterangan terkait kejadian di hotel malam itu sesuai yang dilaporkan Mbak Alea." "Saya pikir cukup lelaki bernama Ronald itu yang ditangkap, Pak," bela Alea. "Maaf, Mbak Alea. Kami perlu membawa Saudara Irsyad. Sebab dia juga berada di hotel yang sama malam itu." "Apa?!" pekik Alea. "Tenanglah Alea, ini pasti salah paham. Baik, saya akan ikut ke kantor." "Tapi, Syad. Acaranya?" Syifa menagih jawab atas pertanyaan yang sudah bisa ia tebak jawabannya. "Pak, kalau boleh Irsyad datang ke kantor polisi setelah acara akad nikah selesai," bujuk Zein. "Maaf, kami harus membawa saudara Irsyad sekarang juga." Zein tersentak, pun Syifa tidak bisa menahan air mata. Acara sakral putrinya mendadak kacau. Ini tentu tidak masuk dalam perkiraannya. Ia sungguh kasian pada Alea yang mendapat masalah bertubi. "Jangan khawatir Mas, Fa. Aku akan baik-baik saja. Setelah urusan dengan polisi selesai, ak
S3 Bab 35 Seminggu berlalu, Irsyad sudah menyelesaikan persiapan akad nikah bersama Alea. Sesuai kesepakatan, keduanya tidak menceritakan pada Syifa dan Zein kalau pernikahan ini dijalani serius. "Om kebayanya bagus, nggak? Udah pas belum?" tanya Alea dengan wajah tak henti-hentinya mengulas senyum. Ia terkadang geli sendiri. Hubungan yang baru mau dibangun dengan Damar kandas, ternyata tergantikan oleh sosok lelaki dewasa yang tidak jauh-jauh dari kehidupannya. "Jelas, cocok, Al. Yang makai juga cantik kok, iya kan, Mbak?" celetuk Irsyad pada petugas butik yang melayani. "Iya, Mbak Alea cantik. Apalagi memakai kebayanya, pas banget deh." "Ishh, Mbak bisa aja." Senyum kembali terukir di bibir Alea sambil memandang sekilas Irsyad yang mengambil jas lalu memakainya. "Sini, Al!" Irsyad melambaikan tangan supaya Alea berdiri di sampingnya. Keduanya berdiri di depan cermin. "Serasi banget, Om," ujar Alea. Namun, senyum Irsyad tiba-tiba surut. Lelaki itu mendekat ke telinga Alea hingg
S3 Bab 34 "Al, boleh Us ngobrol sebentar?" tanya Silvi dengan wajah serius. Ia membiarkan Maryam menikmati es krimnya di kursi tak jauh dari keduanya duduk. "Ya, Us." Alea merasa sedikit salah tingkah. Ia menduga Silvi akan bertanya tentang Omnya. "Apa benar Mas Irsyad mau menikahimu?" "Us Silvi sudah tahu?" tanya Alea. Jelas ia hanya berbasa basi. Pastilah Irsyad sudah memberitahu. Sebab sebelumnya Irsyad berencana melamar Silvi. "Mas Irsyad yang ngasih tahu. Sebenarnya Abi sudah berharap Mas Irsyad melamar Us, Al. Maryam juga seneng banget bisa punya ayah baru, tapi...." Ucapan Silvi menggantung saat ponsel Alea tiba-tiba berdering. "Maaf Us sebentar." "Iya benar, tas selempang warna krem." "Gimana, tadi Us? Maaf ada yang menyela," celetuk Alea sambil meletakkan ponselnya ke meja. "Kalian benar-benar akan menikah?" tanya Silvi dengan wajah sendu. "Kamu kan tahu Al, Mas Irsyad baru mau memulai lagi hubungan baik dengan Us. Abi juga sudah menerimanya. Kenapa dia harus merelak