Maaf semalam ketiduran lupa up. Beberapa Bab menuju ending ya. ikuti ceritanya sampai tamat. jangan lupa like dan komentar ya.
Bab 28"Ini teh gingseng dari Korea. Sebelum ke sini saya ikut kegiatan di sana. Teh khusus untuk kesehatan. Lihat nyamuk di sini berbeda dengan nyamuk di kota tinggal kita, Fa." Helan sedikit khawatir melihat wajah lelah Syifa. Beberapa kali menepuk tubuh untuk menghalau nyamuk. "Ingat kan di sini suka ada wabah malaria. Jangan sampai kita tim medis justru dirawat." "Ya, terima kasih Dokter Helan sudah mengingatkan saya." "Saya yakin kamu masih sendiri kan, Fa?" "Maksud, Dokter Helan?" "Kamu belum balikan sama mantan suamimu, kan? Kamu pasti juga belum menikah lagi." "Jangan mencoba merayu saya, Dok." Helan tergelak, sikapnya sudah bisa ditebak Syifa. "Saya cuma menebak. Jika memang tebakan saya salah, tidak mungkin Dokter Syifa sampai sini. Suamimu tidak mungkin mengizinkan." "Apa Dokter Helan memang merencanakan semua ini. Dokter mengikuti saya sampai sini?" tanya Syifa dengan wajah serius. "Menurutmu?" ungkap Helan dengan senyum mengembang. "Ckkk, sudah saya duga." "Ti
Bab 29A "Siapa tahu kamu takut padaku, jadi pisau itu untuk mempertahankan diri," celetuk Helan. "Astaga, Dok. Jangan bercanda di saat genting begini!" bentak Syifa. "Ini nggak lucu." "Iya-iya maaf. Astaga, mereka hampir mendekati mobil kita. Ayo, cepat, Fa!" "Tunggu, Dok!" Syifa membetulkan tali sepatunya. Keduanya bergegas lari masuk ke hutan. Senja mulai menyapa, suasana hutan mulai sunyi. Cahaya dari sang surya yang menembus pepohonan mulai meredup. "Dok. Dokter Helan." Syifa merasakan jantungnya berdetak kencang. Ia menoleh ke kanan kiri dan belakang tidak mendapati Helan di sana. "Dokter Helan! Dokter di mana?" Syifa panik, pikirannya justru melayang kalau Helan tertangkap pemberontak. Gegas ia menelusuri kembali jalan tadi. "Syukurlah. Dokter Helan menakuti saya? Kenapa malah berhenti di situ?" ungkap Syifa dari jarak sekitar 50 meter. Ia hendak mendekat, tetapi Helan berteriak. "Awas, Fa! Jangan mendekat! Kamu pergilah mencari pertolongan. Saya tetap di sini berjaga
"Syad, katakan di mana kantor relawan tempat Syifa bergabung?" tanya Zein sedikit memaksa. "Buat apa? Bukannya Anda tidak peduli pada mantan?" balas Irsyad sinis. "Tolong beritahu saya! Saya bukannya tidak peduli, tapi saya...." Zein menyugar kasar rambutnya. Situasi buruk begini akan susah menjelaskan pada Irsyad. "Saya ingin mencari kabar Syifa. Saya ingin dia selamat." "Buat apa? Supaya bisa Anda sakiti lagi, huh? Saya tidak akan mengatakan infonya. Saya yang akan memastikan Syifa selamat tanpa melibatkan Anda." Irsyad meninggalkan Zein yang duduk termangu di sofa ruang tamu. Bi Sumi menatap sedih majikannya. Ia juga tidak tahu harus berbuat apa. Di saat pikirannya kalut, Zein teringat proposal yang ditunjukkan Bobby. Gegas ia mencari proposal yang disimpannya. Zein membaca informasi tentang kantor relawan yang memberangkatkan Syifa. Tanpa pikir panjang, malam ini juga Zein meluncur ke kantor tersebut. "Hati-hati Pak Zein! Semoga Dokter Syifa baik-baik saja." "Terimakasih, B
Bab 30"Saya tidak menyangka Syifa menangis setiap malam semakin larut. Saya tidak berani bertanya. Hanya saya tunggu sampai ia bercerita. Ternyata ia memikirkan ayahnya Alea. Ia merasa bersalah hingga membuat gadis kecil itu kehilangan kasih sayang ayahnya." Zein menghela napas panjang, disusul matanya berembun. Namun, ia harus menjaga konsentrasi berkendaranya. "Saya tidak tahu alasan apa yang membuat Pak Zein berpisah dengan Syifa dulu. Namun, alasan Pak Zein saat ini menjauhi Syifa, saya tidak bisa menerimanya. Setiap tenaga kesehatan melakukan tugasnya sesuai prosedur. Kenapa Anda menyalahkannya atas kematian Mbak Ema. Saya benar-benar tidak habis pikir. Saya hanya berharap dia mendapatkan kebahagiannya." "Saya berjanji akan membahagiakannya. Saya pikir dengan membencinya, dia tidak akan mendapat kemalangan seperti istri saya yang lain. Saya takut Syifa bernasib sama seperti mereka berdua." "Pak Zein sungguh konyol. Takdir milik Allah, kenapa orang seperti Anda berpikiran semp
Bab 31A"Astaghfirullah. Tubuhnya demam tinggi. Dia sampai mengigau nama laki-laki itu." Helan mencoba membangunkan Syifa, tetapi wanita itu tidak kunjung sadar. Ia menyentuh pergelangan tangan. Seketika Helan dilanda panik. "Ya Tuhan, nadinya melemah. Syifa, bertahanlah. Tolong! Adakah orang di sini?!" Helan berteriak lantang dengan suasana hati yang kalut. Hampir setengah jam, ia tidak berhenti menyadarkan Syifa sambil berteriak minta tolong. Tenggorokannya pun hampir kering. Sebab tidak ada air mineral darurat yang tersisa di kantong mereka. "Ada suara siapa di sana komandan!" teriak seorang petugas berpakaian seragam dengan senjata sigap ditangan kanan. "Hati-hati. Kita selidiki dulu!" titah Laki-laki yang dipanggil komandan. "Tolong! Tolong!" "Sepertinya suaranya dari sana. Ayo ikuti saya!" "Siap!" Beberapa orang bertugas mencari dua relawan medis yang hilang. Mereka mulai memasuki wilayah hutan dengan hati-hati. Wilayah itu mereka tanam ranjau untuk menghalau musuh. Mer
Bab 31B"Ze, ada apa sebenarnya?" tanya Aldo---papa Syifa. "Syifa kemana, Ze? Dia hanya pamit sama kami kalau mau bertugas jadi relawan. Apa benar Syifa yang ada di berita itu?" Zein menunduk, membuat Nadia lemas. "Ma!" "Tante!" Ketiga orang dewasa itu memekik saat mendapati tubuh Nadia oleng. Seketika Nadia---mama Syifa pingsan tak kuasa menahan sesak di dada. Orang tua Syifa sejatinya sudah mengikhlaskan putrinya bekerja atas dasar kemanusiaan. Namun, kepergian Syifa kali ini seolah bukan niat sepenuh hati. Saat itu, Syifa berpamitan pada papa mamanya. "Ma, Pa, Syifa pamit menjadi relawan ya," ucap Syifa dengan wajah sendu. Ada beban ia meninggalkan Alea jauh ke wilayah timur Indonesia. Padahal biasanya Syifa hanya emngikuti kegiatan sosial itu di wilayah Jawa saja. "Kemana tugasmu kali ini, Fa?" "Ke Papua, Ma." "Papua?! Kenapa kali ini jauh, Fa? Alea bagaimana?" lanjut Nadia menginterogasi. "Syifa titip Alea ya, Ma. Alea pasti senang liburan sekolah di sini. Kalau Syifa b
Bab 32APagi ini, Zein hampir frustasi, pun Irsyad yang tidak tenang hanya bisa mondar mandir melihat ke luar ruangan. Sudah lewat sehari, keduanya belum diizinkan menuju lokasi. Sebab hujan masih mengguyur dengan deras. "Maaf, kapan kita bisa berangkat, Pak?" tanya Zein pada salah satu petugas. "Kita tunggu hujan reda, Pak. Karena khawatir terjadi tanah longsor di wilayah jalan perbukitan." "Pak Zein, minumlah dulu! Semoga hujannya segera reda." "Gimana saya bisa tenang, Syad. Kabar tentang Syifa saja belum ada. Kita hanya duduk-duduk manis di sini." Zein berdecak sambil menyugar rambutnya untuk menghilangkan rasa frustasinya. "Semua relawan yang ada di sini juga ingin sampai dengan cepat, Pak. Tapi kalau kita gegabah sedikit saja, bukankah nyawa taruhannya. Bagaimana kita menyelamatkan Syifa kalau nyawa kita saja terancam," terang Irsyad. Zein pun terdiam sambil mencerna ucapan Irsyad yang benar adanya. "Terima kasih." Zein akhirnya menerima secangkir teh hangat yang disodorka
Bab 32BZein merasa sedikit lega. Seperti menanti bom waktu, ia berusaha menikmati detik demi detik menuju pertemuannya dengan Syifa. Perjalanan berakhir di sebuah markas yang ada di wilayah dataran rendah di balik bukit. Tempat itu didirikan beberapa tenda untuk dapur dan ruang kesehatan. Sementara itu, bangunan serupa rumah dipakai untuk istirahat dan menyimpan alat kesehatan juga obat-obatan. "Lapor komandan, kami membawa tim relawan susulan dan juga obat-obatan darurat." "Laporan diterima. Lanjutkan!" "Siap. Lanjutkan. Ini ada kerabat dari Dokter Syifa ingin melihat kondisinya." "Baik, silakan duduk terlebih dulu. Nanti petugas akan mengantar ke ruang rawat Dokter Syifa." Zein meneguk ludahnya begitu nama Syifa disebut. Ia benar-benar tidak sabar ingin melihat kondisinya. Setelah berbincang panjang lebar tentang peraturan di wilayah itu, Zein dan Irsyad diantar petugas menuju ruang Syifa dirawat. "Mari, silakan! Dokter Syifa semalam sudah sempat siuman. Tapi Dokter yang mer
S3 Bab 42 "Beginikah caranya menghukum diri sendiri, huh?" "Alea." Irsyad melebarkan matanya. Sedetik kemudian ia mengucek berulang untuk memastikan apa yang dilihatnya bukanlah sebuah fatamorgana. "Al, kamu datang?" lirih Irsyad sambil menoleh ke sekitar. Tidak ada orang lain selain mereka berdua. Alea lantas duduk di kursi sebelah Irsyad dengan meja kecil sebagai penghalang. Irsyad berusaha menetralkan deru napasnya. Rasa haru menyeruak. Kesedihan karena memikirkan kebencian Alea terhadap dirinya pun terpatahkan. Nyatanya, Alea masih mau menemuinya. "Ya, aku datang karena ada yang mengundang," ucap Alea dengan wajah datar. Gaya bicaranya tidak sesopan dulu dengan menyebut aku saat bicara. Tatapannya tidak sedikitpun mengarah pada Irsyad. Lelaki itu sadar diri, Alea pasti masih benci padanya. "Kamu tahu Om tinggal di sini?" "Sangat mudah dicari, bukan?" cetus Alea. Irsyad hanya beroh ria. "Aku akan menikah, jadi silakan mau bicara apa?" lanjut Alea. Irsyad menarik napas dalam.
S3 Bab 41Sesampainya di rumah, Alea mengucap terima kasih pada Damar dan memaksanya segera pulang. "Alea!" "Mama?!" Perempuan paruh baya yang menanti kedatangannya segera memeluk erat. Ya, Syifa sudah seminggu sakit dan terbaring di tempat tidur merindukan putrinya. "Mama! Maafin Alea. Mama sakit gara-gara Alea, kan?" sesal Alea sambil mengeratkan pelukannya. "Tenanglah, Al. Mamamu sakit bukan karena kamu. Tapi dia ngidam." "Apa?!" "Ishh. Papa nih, nggak usah becanda. Orang anaknya barusan pulang malah dibecandaain." "Maksudnya apa, Pa? Mama ngidam? Mau punya adik bayi?" Alea sudah melototkan matanya horor ke arah papa dan mamanya. Sementara Rendra yang baru saja ikut duduk di sofa hanya bisa terkikik. "Apaan sih, Ren? Kamu ngerti?" "Tuh, Mama ngidam pengin punya mantu, Mbak," celetuk Rendra masih dengan tertawa renyah. "Astaga. Kamu masih SMA udah mau nikah? Awas ya, belajar dulu sana!" "Yeay, siapa juga yang mau nikah. Mbak Alea tuh yang dilamar sama Mas Damar. Mama dan p
S3 Bab 40 "Aku mau melamarmu." "Hah?!" Alea ternganga. "Mas Damar sudah gil*. Alisa mau dikemanain coba?" protes Alea. "Alisa mau menyelesaikan kuliahnya dulu. Saat di bandara, Alisa mengikuti kepergian Damar menyusul Alea. Namun, Alisa hanya mendapati Damar yang melangkah lesu di batas ruang masuk penumpang dan pengantar. "Mas Damar? Sudah ketemu Mbak Alea?" "Tidak Lisa. Alea sudah pergi." "Oh, gitu. Kita perlu bicara Mas." "Ya, Lisa." "Kami berdua memutuskan memilih jalan masing-masing terlebih dulu, Al. Siapa yang menemukan jodoh duluan ya tidak apa kalau mau menikah lebih dulu." "Astaga, memangnya kami berdua mainan. Mas Damar gonta ganti melamarku atau Alisa," ucap Alea tak terima. Namun, ia setengah bercanda. "Ya gimana lagi, kalian sama-sama cantik." "Dasar laki-laki!" "Ough. Jangan kasar Al. Kamu masih pakai jurus karatemu?" "Iya lah. Mau dihajar?" "Ampun, Al." Alea tersenyum mengembang. Tiga bulan ia bisa menghilangkan rasa sakit hatinya pada Damar. Hanya mela
S3 Bab 39 Dua bulan berlalu, Alea sudah mulai menikmati perannya di tempat tinggal yang baru. Ia kini tinggal di salah satu kota kecil di Austria yakni kota Klagenfurt. Saat sampai di Vienna Internasional Airport, Alea hanya memberi kabar pada keluarganya kalau sudah sampai. Ia meminta izin memberi kabar kembali setelah tiga bulan selesai. Setelah Syifa mengiyakan dengan berat hati, Alea pun menonaktifkan nomernya dan berganti ke nomer lokal. Satu yang tidak dikatakan Alea pada keluarganya adalah tempat akhir yang ia tuju. Keluarga tahunya Alea ada di kota Vienna bukan di Klagenfurt. "Al, masih lama nggak me time kamu?" tanya Aida satu-satunya mahasiswa dari Indonesia yang ada di Klagenfurt. Terhitung sekarang ada dua mahasiswa termasuk Alea. "Kenapa? Kamu terburu, ya?" jawab Alea sambil menikmati pemandangan danau yang membentang luas di depannya. Danau yang biasa dengan sebutan Wörthersee di Klagenfurt memang indah. Dengan berdiri di pinggir danau, Alea bisa melihat pegunungan A
S3 Bab 38 "Maaf, Ma. Alea harus pergi. Hanya tiga bulan saja, Alea janji Ma." "Sayang, Papa dan Mama pegang janjimu. Di sana tiga bulan jangan berbuat aneh-aneh. Kamu harus jadi wanita kuat seperti mamamu," pesan Zein. "Iya, Pa, Ma. Alea janji. Jaga diri Mama dan Papa. Alea berangkat sama Rendra saja." "Baiklah, Sayang. Hati-hati, jangan lupa kabari kami kalau sudah sampai di sana," lirih Syifa sambil memeluk erat Alea sebelum pergi meninggalkannya. "Gimana Alea, Pa?" "Ma, Alea anak yang kuat. Kita sebagai orang tua harus mendoakan yang terbaik untuknya. Selalu berprasangka baik sama Allah." Syifa mengangguk lalu menghambur ke pelukan Zein untuk menumpahkan tangisnya. Selama 20tahun ini Syifa tidak pernah ditinggalkan Alea. Justru Syifa yang meninggalkannya saat bertugas menjadi relawan. Namun, kali ini Alea yang pergi membuat hatinya bersedih. "Sayang, ingat Alea pergi untuk menuntut ilmu. Allah akan mengangkat derajat putri kita. Jadi kita tidak pantas bersedih. Kita seharusn
S3 Bab 37 Plak! "Keterlaluan kamu, Syad. Begini caramu membalas apa yang sudah kuberikan?! Kamu membalas sakit hatimu karena perasaanmu padaku, kan? Kamu memanfaatkan Alea, putriku?" "Tidak, Fa. Tolong jangan berpikir begitu." "Jangan pernah muncul lagi di hadapanku! Kamu pantas mendapat hukuman yang setimpal." Irsyad terhenyak, kekecewaan Syifa menari-nari di wajahnya. Ia merasa terluka karena telah mengecewakan hati Syifa. Perempuan yang sudah menjadi kakak angkatnya. Mengubah kehidupannya yang gelap hingga menjadi terang. Bahkan dulu namanya pernah singgah di hati Irsyad. Malam itu, Irsyad dan Rendra menemukan hotel tempat Alea dibawa Ronald berdasar informasi dari teman Alea bernama Yoga. Irsyad memaksa resepsionis mengecek kamar atas nama Ronald dengan dalih calon istrinya bersama laki-laki itu. Rendra menunggu di lobby, sedangkan Irsyad mencari ke kamar. Sesampainya di kamar yang dituju, Irsyad hanya mendapati Ronald yang membuka pintu dan Alea ada di dalamnya. Tanpa berpi
S3 Bab 36 "Maaf, sebaiknya saudara Irsyad menjelaskan di kantor. Karena Pak Ronald sudah memberi keterangan terkait kejadian di hotel malam itu sesuai yang dilaporkan Mbak Alea." "Saya pikir cukup lelaki bernama Ronald itu yang ditangkap, Pak," bela Alea. "Maaf, Mbak Alea. Kami perlu membawa Saudara Irsyad. Sebab dia juga berada di hotel yang sama malam itu." "Apa?!" pekik Alea. "Tenanglah Alea, ini pasti salah paham. Baik, saya akan ikut ke kantor." "Tapi, Syad. Acaranya?" Syifa menagih jawab atas pertanyaan yang sudah bisa ia tebak jawabannya. "Pak, kalau boleh Irsyad datang ke kantor polisi setelah acara akad nikah selesai," bujuk Zein. "Maaf, kami harus membawa saudara Irsyad sekarang juga." Zein tersentak, pun Syifa tidak bisa menahan air mata. Acara sakral putrinya mendadak kacau. Ini tentu tidak masuk dalam perkiraannya. Ia sungguh kasian pada Alea yang mendapat masalah bertubi. "Jangan khawatir Mas, Fa. Aku akan baik-baik saja. Setelah urusan dengan polisi selesai, ak
S3 Bab 35 Seminggu berlalu, Irsyad sudah menyelesaikan persiapan akad nikah bersama Alea. Sesuai kesepakatan, keduanya tidak menceritakan pada Syifa dan Zein kalau pernikahan ini dijalani serius. "Om kebayanya bagus, nggak? Udah pas belum?" tanya Alea dengan wajah tak henti-hentinya mengulas senyum. Ia terkadang geli sendiri. Hubungan yang baru mau dibangun dengan Damar kandas, ternyata tergantikan oleh sosok lelaki dewasa yang tidak jauh-jauh dari kehidupannya. "Jelas, cocok, Al. Yang makai juga cantik kok, iya kan, Mbak?" celetuk Irsyad pada petugas butik yang melayani. "Iya, Mbak Alea cantik. Apalagi memakai kebayanya, pas banget deh." "Ishh, Mbak bisa aja." Senyum kembali terukir di bibir Alea sambil memandang sekilas Irsyad yang mengambil jas lalu memakainya. "Sini, Al!" Irsyad melambaikan tangan supaya Alea berdiri di sampingnya. Keduanya berdiri di depan cermin. "Serasi banget, Om," ujar Alea. Namun, senyum Irsyad tiba-tiba surut. Lelaki itu mendekat ke telinga Alea hingg
S3 Bab 34 "Al, boleh Us ngobrol sebentar?" tanya Silvi dengan wajah serius. Ia membiarkan Maryam menikmati es krimnya di kursi tak jauh dari keduanya duduk. "Ya, Us." Alea merasa sedikit salah tingkah. Ia menduga Silvi akan bertanya tentang Omnya. "Apa benar Mas Irsyad mau menikahimu?" "Us Silvi sudah tahu?" tanya Alea. Jelas ia hanya berbasa basi. Pastilah Irsyad sudah memberitahu. Sebab sebelumnya Irsyad berencana melamar Silvi. "Mas Irsyad yang ngasih tahu. Sebenarnya Abi sudah berharap Mas Irsyad melamar Us, Al. Maryam juga seneng banget bisa punya ayah baru, tapi...." Ucapan Silvi menggantung saat ponsel Alea tiba-tiba berdering. "Maaf Us sebentar." "Iya benar, tas selempang warna krem." "Gimana, tadi Us? Maaf ada yang menyela," celetuk Alea sambil meletakkan ponselnya ke meja. "Kalian benar-benar akan menikah?" tanya Silvi dengan wajah sendu. "Kamu kan tahu Al, Mas Irsyad baru mau memulai lagi hubungan baik dengan Us. Abi juga sudah menerimanya. Kenapa dia harus merelak