Pagi ini Jelita bangun lebih pagi, dia sudah tak sabar ingin segera pergi ke supermarket tempatnya bekerja.Jelita sangat bersemangat hari ini, bahkan wajahnya begitu cerah hari ini, 'Rasanya aku ingin cepat-cepat pergi ke kantor, hehehe ...!'"Tumben, kamu bangunnya pagian?" tanya Arman melihat Jelita sudah mandi dan bersiap dengan baju kerjanya."Au gak enak sama Ibu, Mas. Tiap hari aku bangun siang, kamunya udah berangkat kerja," kilah Jelita beranjak ke lantai bawah."Mau ke mana?""Yaaah ... nyiapin sarapanlah!" Jelita meninggalkan suaminya yang masih bengong dengan perubahan sikapnya yang tiba-tiba saja menjadi rajin, biasanya dia paling malas bangun pagi, memilih bangun lebih siang seperti sedang menghindari Atikah, mertuanya.'Tumben ... apa gara-gara aku ajakin makan siang kemarin yah, dia jadi rajin begitu?' gumam Arman.Jelita masuk ke dapur dan membuat nasi goreng untuk menu sarapannya, memang selama ini dia tidak pernah memasak untuk Arm
Pegawai mulai berdatangan, mereka memulai pekerjaan mereka dengan membereskan barang-barang yang berantakan tidak pada tempatnya, membersihkan lantai yang kotor, menyusun barang-barang sesuai tanggal kadaluarsa."Waduuh ... kita telat 10 menit nih, Jay gimana?" ucap Fajar yang baru datang melihat jam di tempat absen."Iya, mana manager yang baru kayaknya galak lagi!" timpal Jaya.Fajar dan jaya segera menyimpan tas dan bersiap ke area supermarket untuk memulai aktivitas.Revan yang kebetulan sedang berada di sana melihat kedatangan mereka, langsung menghampiri mereka."Heeeei ... kenapa kalian baru datang?" tanya Revan dengan tatapan tajam."Ma-maaf Pak, tadi kami terjebak macet." Fajar terlihat sangat gugup."Kamu?" Revan menatap Jaya."Sama Pak, macet juga," jawab jaya tak berani menatap wajah Revan yang sedang marah."Gak ada alasan macet segala yah, macet itu sudah biasa, lihat teman-teman kalian bisa datang tepat waktu! Makanya berangkat lebih pagi!" geram Revan, dia paling tidak
Arman terus tersenyum mengingat malam Minggu pertamanya yang dia habiskan dengan sang istri.Dia mengingat betapa bagaimana Jelita tertawa lepas saat adegan lucu tersaji dalam film komedi yang mereka tonton malam itu, 'Menggemaskan sekali melihatmu tertawa lepas seperti itu, rasanya hatiku sangat senang bisa membuatmu sebahagia itu, Jelita!'Yang paling dia ingat malam itu adalah saat Jelita mengecup pipinya, setelah mengucapkan terimakasih telah mengajaknya menonton film."Mas, makasih yah sudah mengajakku nonton, rasanya semua beban di hatiku mendadak hilang, Muuuuaaaah ...!" ucap Jelita pada saat itu.Arman memegang pipinya, rasanya bibir Jelita masih terasa di sana, dia senyum-senyum sendiri hatinya merasa berbunga-bunga.'Ya ampun, baru dicium pipi aja rasanya sudah bahagia seperti ini, apalagi lebih dari ini... Jelita, Jelita ... aku cinta sama kamu, istriku!' gumamnya sambil menatap wajah istrinya yang tengah terlelap.******Minggu ini Jelita masuk shift siang, setelah weekend
Rupanya Jelita mendengar saat sang mertua bersikap sinis pada Arman saat dia menyiapkan makan malam untuknya.'Dasar Nenek-nenek usil, anaknya mau manjain istrinya malah dia nyinyirin!' gerutu Jelita saat akan melangkah menuju dapur, tadinya dia berniat mau membantu Arman menyiapkan makan malam, tapi setelah mendengar ucapan sang mertua dia pun mengurungkan niatnya dan kembali ke kamar berpura-pura tidak mendengar ucapan Atikah."Jelitaaa ... ayo kita makan!" panggil Arman sambil mengetuk pintu kamar."Iya Mas, ayo!" jawab Jelita setelah membuka pintu."Waaaw ... ini kamu yang siapin Mas?" tanya Jelita takjub berbagai makanan tersaji di meja makan, dan ditata dengan apik, belum lagi ada lilin-lilin yang menghiasi meja makan sepertinya Arman ingin menampilkan suasana romantis."Iyaaa ... Hmmm ... tapi aku gak masak ini, aku pesan di restoran." Arman berusaha jujur, memang dia sama sekali tidak bisa memasak."Gak apa-apa, Mas. Aku gak mandang soal itu kok, tapi usahanya Mas Arman untuk
'Mata kamu tidak bisa berbohong, Li... Kamu masih menyimpan perasaan cinta buatku, hahaha ....!' gumam Revan, sambil menyeringai.*****Jelita tiba di rumah sambil memegang dadanya yang masih terasa berdebar, 'Ya Tuhaaan ... kenapa dia begitu nekat, hampir saja dia melakukannya!''Revaaaan ... kamu membuatku kembali membangkitkan memoriku tentang kita, kenapa Revaaan ... kamu harus kembali hadir di hidupku!'Jelita berguling di tempat tidur, dia merasa resah dengan kejadian semalam, dan malam sebelumnya bayangan Revan kembali mengganggu pikirannya.******Sementara itu di tempat lain, tidak jauh berbeda dengan Jelita, Revan pun merasakan apa yang dirasakan Jelita, dia pun teringat akan kejadian tadi di kantor.'Lili ... bisa kulihat jelas masih ada cinta di mata kamu, aku yakin itu!' Revan tersenyum bahagia dia sangat yakin dengan pendapatnya, Jelita masih menyimpan cinta untuknya.'Aku tahu aku salah, mendekati kamu, meskipun aku tahu, kamu sudah menikah.' 'Li ... bahkan sampai saat
Drrrt ... drrrt ... drrrt! Suara ponsel Jelita bergetar. "Bisa kamu lepaskan tanganmu, Van? Ponselku berbunyi.""Enggak, aku gak akan lepaskan, Li ...!" Tangan Revan masih melingkar di pinggang Jelita, wajah Revan menempel rapat di leher Jelita menyesap wanginya aroma parfum dari tubuh Jelita."Lepaskan Van, aku takut yang menelpon itu, suamiku!" Jelita meronta, ingin melepaskan dekapan tangan Revan."Akan aku lepaskan, asal kamu bersedia menjadi kekasihku!""Gila kamu, Van! Kita bukan single lagi, kita sudah punya pasangan masing-masing!" tolak jelita mentah-mentah menanggapi permintaan Revan."Iya, aku gila karena terlalu mencintai kamu, Jelita!" Revan tambah mengeratkan dekapan tangannya di pinggang langsing Jelita, sementara ponsel Jelita terus bergetar ingin segera diangkat sang pemiliknya."Vaaan ... please, biarkan aku mengangkat telepon itu, kasihan Mas Arman, pasti dia sudah risau menungguku," pinta Jelita."No, kamu harus jawab dulu permintaan aku, Li." Revan tetap menolak me
"Udah sana cuci! Ini detergen sama pewanginya!" ujar Atikah sambil menyeringai, senang rasanya melihat wajah Jelita dirundung kemalangan."Iya, Bu." Dengan muka masam, Jelita mengambil detergen dan pewangi pakaian itu dari tangan Atikah.Seumur-umur baru kali ini dia mencuci bajunya sendiri, di rumah dia diperlakukan layaknya putri tak pernah mengerjakan pekerjaan rumah, sekarang dia harus mencuci pakaian kotor sebanyak itu.Jelita mengambil ember dan mengisinya dengan air, lalu menuangkan deterjen ke dalam ember itu.Satu persatu dia masukan ke dalam ember. "Ya ampun mana cukup ini satu ember, pakaian kotornya sebanyak ini! Ya sudah segini dulu deh!"Jelita mulai mengucek cucian bajunya dengan tangannya. "Aduuuh ... baru satu saja, rasanya tanganku sudah perih ...!!" keluh Jelita.Jelita ambil lagi pakaiannya, dia kucek kembali, dia paksakan tangan lembutnya itu untuk mencuci.Hingga beberapa pakaian dia selesaikan, tangannya mulai terasa pegal dan perih, keringat pun sudah mulai men
"Nooon ... ada temen Non di depan!" lapor Tuti pada Jelita yang sedang bersiap di depan cermin."Iya, Tut. Suruh tunggu aja di ruang depan, bentar lagi aku ke sana.""Iya, Non."Jelita mengulas senyuman saat melihat Revan sedang duduk menunggunya, seolah kembali ke masa lalu, di mana dia sering bertemu dengannya di rumah ini."Van!" panggil Jelita dengan dandanan ala ABGnya tak lupa memakai kacamata hitam dan topi, agar tidak terlalu kentara dia sedang pergi dengan pria lain, selain suaminya."Li ... kalau penampilan kamu kayak gini, jadi inget waktu kita masih SMA yah, haha ...!" ucap Revan matanya tak lepas memandangi Jelita."Kebetulan aku gak bawa baju, yang ada di lemari baju ini, yah aku pakai aja.""Tapi kamu kelihatan cantik, Li. Masih seperti dulu, saat kita masih sama-sama SMA." Jelita tersipu mendengar pujian Revan."Kamu, mujinya segitu aku jadi malu.""Tapi kamu beneran cantik, Li. Makanya aku jatuh cinta sama kamu."Ungkapan perasaan cinta Revan makin membuat Jelita mela
"Pak, cantik banget yah ponakan aku!" puji Ardhan ketika melihat foto yang dikirimkan Arman."Cucu Bapak udah lahir, Dhan. Masya Allah ... cantiknyaaaa ...!" Fadlan pun ikut memuji sang cucu yang baru saja lahir ke dunia.'Hah ... mereka lagi liat foto anaknya wanita itu, aduuuh ... aku juga jadi ingin lihat,' gumam Atikah hanya bisa menerka-nerka bagaimana wajah anak Jelita, ingin melihat tapi gengsinya tinggi dia merasa malu kalau harus meminta Ardhan memperlihatkan foto anak itu padanya."Bu, mau lihat enggak, cantik banget lho?" tanya Fadlan, dia tahu sebenarnya istrinya juga penasaran ingin melihat cucu pertamanya."Enggak usah, belum tentu juga itu anaknya Arman.""Ya udah besok pagi kita mau liat ke sana, Ibu jaga rumah yah!" Ardhan sengaja membuat ibunya menyesal tidak melihatnya.'Mereka kok gitu amat, gak ngajak aku sih!' omelnya dalam hati.*****Pagi harinya ..."Ke mana kok udah pada rapi?" tanya Atikah pada suaminya ketika dia akan keluar membeli sayuran."Lho bapak kan
"Kita ke restoran deket sini saja yah, Ar?" ajak Rahayu."Terserah!" jawabnya dingin.Baru saja sampai parkiran, seorang bapak berlari tergesa-gesa menuju ke arahnya."Pak Armaaaan ...!!" tanyanya seperti orang panik."Pak Marwan?!" Arman tersentak melihat sang pengacara ada di hadapannya."Pak Arman Kenapa baru datang?""Iya Pak, saya datang terlambat, ya sudahlah memang sudah nasib saya harus kehilangan istri saya, Pak." Arman begitu sendu tak elak dia pun sedikit terisak."Pak Arman jangan bersedih dulu, masih ada kesempatan Pak Arman untuk bisa kembali mempertahankan pernikahan Pak Arman.""Maksud Pak Marwan?" Arman merasa heran sekaligus senang."Sidang tertunda, Pak, karena tiba-tiba Bu Jelita mengalami kontraksi, sepertinya beliau mau melahirkan.""Iyakah? Jelita akan melahirkan!" Wajah Arman kembali berbinar, ada peluang dirinya bisa kembali pada Jelita dan itu karena sang calon jabang bayi yang akan terlahir dari rahim Jelita."Iya Pak, sekarang sudah ada di rumah sakit Bunda
"Ya Allah Jelitaaa ... maafkan aku, Jelitaaa ... aku menyesal tidak pernah mau mendengarkan penjelasan kamu, aku pun telah memperlakukan kamu secara kasar, aku benar-benar menyesal ...!" lirih Arman dengan bercucuran air mata hingga membasahi surat dari Jelita.Malam ini Arman tergugu di dalam keheningan malam, menangisi semua sikapnya yang buruk pada Jelita selama ini, menyesal pun tiada guna semua sudah terjadi, 'Apa aku akan dimaafkan! Aku sudah membuatnya terluka, dia pasti merasa sakit hati, maafkan aku Sayang!' racaunya. Lalu dia mengambil ponselnya dan mencari foto Jelita yang masih tersimpan di galeri ponselnya. Dia pandangi sambil mengusap-usap foto Jelita seolah memang sedang mengusap wajah Jelita.hingga tak terasa dia pun terlelap sambil menatap wajah Jelita di ponselnya.******Pagi harinya dia terbangun oleh suara ponsel pengacaranya. [Halo, Pak Arman, Pak Arman tidak datang ke sidang? Bila Pak Arman hari ini tidak datang, Hakim akan langsung memutuskan cerai dan Pak Ar
Niat hati mau pergi ke ruko yang ditempati Jelita, tapi begitu melihat hari sudah gelap, tampaknya harus Arman urungkan karena hari terlalu malam.Dia pun pulang ke rumahnya, karena sudah lelah pula."Biii ... kok masih di sini?" tanya Arman heran, saat melihat Bi Sumi ada di rumahnya.Memang tadi pagi dia menyuruhnya untuk membersihkan kamarnya sudah lama dia tidak membersihkannya, Rohmat hanya membersihkan ruangan-ruangan saja kamar Arman tidak dia bersihkan, dulu ada Jelita yang bersihkan tapi semenjak Jelita pergi, Arman tak pernah membersihkannya."Iya, maaf yah Mas Arman, saya baru bersihkannya tadi sore, tapi melihat meja makan kosong saya sekalian masak, Mas.""Makasih yah Bi, kalau gitu Bi Sumi boleh pulang. Ini buat Bi Sumi." Arman mengeluarkan sejumlah uang dari dompetnya."Makasih, Mas Arman.""Oh iya, Mas. Ini tadi saya menemukan di bawah tempat tidur. Kayaknya surat dari Mbak Jelita." Bi Sumi memberikan amplop putih dari saku bajunya, tertulis 'Untuk Suamiku Tersayang.'
"Oh, soal kejadian malam itu. Oke, tapi saya akan ceritakan soal hubungan Jelita dan Revan dulu karena semua berkaitan dengan apa yang telah terjadi dengan Anda dan Jelita." Ryuga menatap Arman, dia tahu apa yang nanti dia sampaikan Mungkin akan sedikit menyakiti Arman."Hmm ... okelah, lanjutkan ceritanya." Seketika Arman merasakan ketegangan, dia takut akan mengetahui sesuatu yang tak ingin dia ketahui selama ini."Pada awalnya, Jelita baru saja bertemu kembali dengan Revan setelah menikah dengan Pak Arman. Jelita tidak menyangkal kalau dia masih menyimpan perasaan pada Revan, karena dia mencintainya sejak SMA dan ada janji yang hingga kini Jelita tunggu, Revan akan datang lagi untuk kembali menjalin kasih dengannya tapi sayang hingga belasan tahun, Revan tak datang juga hingga orang tua Jelita akhirnya menjodohkan dengan Pak Arman. Jelita yang tak punya alasan untuk menolaknya terpaksa menerima pernikahan tanpa cinta. Maaf yah Pak Arman, jangan tersinggung!" Ryuga merasa tak enak h
"Kamu kenapa menampar aku?" tanya Revan terkejut tiba-tiba Jelita menamparnya."Aku gak nyangka Van, kamu lakuian cara apapun untuk bisa misahin aku sama. suami aku, Van. Tega banget kamu Van!!" ujar Jelita dengan napas naik turun dan tatapan yang tajam."Aku gak ngerti apa maksud kamu, Li ..." "Jangan pura-pura kamu, Van. Hari terakhir kita ketemu di apartemen kamu udah rencanain, kan. Kamu ambil gambar kita sewaktu kita bersama secara diam-diam dan pasti kamu hanya perlihatkan gambar kita sewaktu kita berciuman saja pada suamiku, kan!! Katakan itu benar, kan!!" bentak Jelita.."Gak Li, itu gak benar, suami kamu hanya menanyakan apa yang kita lakukan di apartemen hari itu, dan aku perlihatkan video itu, gak ada maksud aku untuk menjelek-jelekkan kamu, Li!" bantah Revan."Tega kamu, Van. Kamu juga fitnah aku, kalau kita sudah sering berhubungan badan, sampai tertanam benih kamu ada di rahimku! Sungguh fitnah yang keji, Van!" Dengan rahang yang mengeras dan suara yang keras Jelita te
Arman sudah dua kali tidak datang dalam sidang, rasanya dia tak sanggup bila harus bertemu dengan Jelita.Ingin dia membencinya, tapi dia pun sangat merindukan wanita itu. Dilema yang kini dia dia rasakan di satu sisi dia masih sangat mencintainya, tapi di sisi lain dia merasa kecewa dengan kenyataan bahwa dia sudah sering berhubungan dengan laki-laki lain bahkan sampai menghasilkan calon bayi.Sudah dua bulan ini, Arman tinggal di rumah Atikah, tak jarang Atikah sengaja mengundang Rahayu untuk menghibur Arman, tapi Arman yang sedang bersedih tak jua memberikan lampu hijau.Hanya menemani Rahayu ngobrol, tapi tetap hati dan pikirannya tertuju pada satu nama, Jelita.Rahayu kira, dia bisa mengambil hati Arman sayangnya dia salah, apalagi Arman masih bersikap biasa saja, tidak terlalu merespon apa yang dia katakan.'Biarlah saat ini dia masih bersikap biasa, aku mengerti dia lagi mengalami saat sulit, tapi sebentar lagi setelah dia benar-benar lepas dari wanita itu, dia akan menjadi mil
"Papa, jangan pergi! Masa tiap weekend kamu pergi, Pa. Gak kasihan sama Jessi!" sergah Veronika saat Revan mengepak bajunya dan memasukkan ke dalam koper.Semenjak Revan ditempatkan di supermarket yang ada di pusat, maksud dari mertuanya agar Revan bisa lebih dekat dengan keluarga kecilnya, tapi nyatanya setiap libur Revan tak pernah ada di rumah, selain dia mengurus usahanya yang lain tapi juga dia meluangkan waktu untuk mencari cinta pertamanya, Jelita. Tapi sayangnya sampai hampir tujuh bulan, dia belum menemukan jejaknya."Biasanya Mama gak masalah aku pergi, kenapa sekarang Mama cegah aku?"Aneh, kali ini Veronika merasa Revan akan pergi lama, tak biasanya Revan membawa baju sebanyak itu."Aku hanya ingin Papa tinggal di sini. bisa menghabiskan waktu libur bersama kami! Semenjak Papa pindah ke sini, kenapa Papa jarang sekali ada ada waktu buat Jessi!" keluh Veronika.Sebenarnya Revan memang sengaja mengurangi kedekatannya dengan Jessi, agar nanti saatnya tiba dia akan meninggalka
"Iya, Bu saya ayahnya! Maaf saya sibuk, jadi baru kali ini bisa menemani istri saya!" katanya sambil mengedipkan mata pada Jelita.Jelita melotot kesal padanya. 'Bisa-bisanya dia ngaku kayak gitu!' omel Jelita dalam hatinya.Raut wajah Arman berubah muram. 'Jadi dia ayah anak yang kamu kandung, Jelita Az-Zahra!' Rasa sesak menyelusup dadanya, tak sanggup dia menerima kenyataan pahit itu.Tubuh Arman makin lemas, tak sanggup melihat laki-laki itu menggandeng tangan Jelita memasuki ruang periksa.Arman pun berjalan gontai meninggalkan tempat itu, niatnya ke kantin dia lupakan, dia duduk di dekat parkiran menatap nyalang ke arah luar."Kak, apaan sih pake ngaku-ngaku ayahnya segala?" dengus Jelita setelah keluar dari ruang periksa."Kasihan anak itu, Jel. Ayahnya gak mau ngakuin, lebih baik aku saja yang jadi ayahnya.""Enggak, Kak. Aku bahkan masih sah istrinya, entah mau jadi gimana pernikahanku ini, Kak," ucap Jelita berkaca-kaca, jadi teringat akan statusnya yang masih menggantung."