* Happy Reading*Nissa kembali ke mejanya dengan hati yang masih panas. Dadanya terasa akan meledak dengan gelegak amarah yang masih menyelimuti. "Gimana? Deal diharga berapa lo sama si Bos? Terus berapa hari jadi booking-nya?" Dan rasa dongkol Nissa pun semakin menjadi kala mendengar olokan dari Rani. Meski begitu, Nissa tetap bersikap tenang. Wanita itu bahkan menampilkan senyum manis ke arah Rani yang tengah berdiri angkuh dengan tangan berlipat di bawah dada. Sengaja menghalangi langkah Nissa. "Calm, Ran." Nissa menepuk bahu wanita lenjeh itu pelan. "Gue tahu lo lagi butuh cuan banget sekarang. Makanya nggak gue ambil kok, tawaran si bos. Dia masih tetep milik elo. Jadi, jangan cemburu lagi, ya?"Mendapati sahutan Nissa yang kelewat santai dan lantang. Mata Rani pun membola horor. "Maksud lo apa? Lo kata gue--""Sstttt!" Nissa sengaja menyela omelan Rani dengan desisan panjang dan tangan berada di depan bibir. "Udah-udah, nggak usah ngegas, ya?" tandas Nissa masih sangat santai
*Happy Reading*Kata orang, move on akan lebih cepat jika kita membuang, atau menjauhi semua hal yang berhubungan dan akan mengingatkan kita pada orang tersebut. Pokoknya kalau bisa jangan bertemu lagi, gitu, deh.Lalu bagaimana dengan Nissa? Bagaimana bisa dia move on dari Raid dan menjauhinya, sementara Naira ada di tengah-tengah mereka sebagai penghubung? Tidak jarang, Naira bahkan membuat mereka terpaksa berinteraksi dan ada di kondisi yang membuat Nissa semakin canggung. Seperti saat ini. Pulang dari cafe, Naira memaksa Nissa ikut bersama mereka yang katanya ingin makan malam bersama. Tidak jauh, tapi sukses membuat Nissa merasa jadi nyamuk selama acara makan. "Niss, tumben dikit makannya. Lo nggak lagi sok jaim depan Raid, kan?" celetuk Naira, entah sengaja mengolok atau sekedar candaan agar Nissa ikut nimbrung ngobrol dengan mereka. "Ngapain amat gue jaim sama dia. Bukan siapa-siapa gue pun," sahut Nissa asal. Seraya menyesap teh manis miliknya. Berusaha tak melirik Raid yan
*Happy Reading*Kedua mata Nissa terbelalak lebar saking kagetnya. Namun, setelah beberapa saat otak Nissa mencerna, baru Nissa sadar jika ini adalah sebuah jebakan. Ya! Sebuah jebakan yang telah direncakan oleh si bandot tua ini, untuk membalas dendam pada Nissa, tentunya. Ternyata, dia masih tak puas dengan kejadian kemarin. "Kamu cantik-cantik ternyata memang rusak, ya!" Oloknya dengan seringai mencemooh. Sialan!"Anda menjebak saya, Pak?" desis Nissa dengan tatapan nyalang yang menunjukan kemarahan. "Siapa yang menjebakmu, Nissa? Bungkusan ini kami temukan di tas kamu!" Kilahnya di sertai seringai menjijikan. Pada saat itu, rekan kerja Nissa mulai berdatangan. Mereka menatap pertikaian Nissa dan Pak Agung dengan tatap bingung dan penasaran. "Jangan menipu saya. Bungkusan itu tak pernah ada sebelumnya di tas saya. Kalianlah yang menaruhnya di sana, kemudian berniat memfitnahku. Dasar iblis!" Nissa hendak merangsek maju untuk menyerang bandot tua tak tahu malu itu, yang kini
*Happy Reading*Sesampainya di kantor polisi. Nissa digiring turun dari mobil untuk menjalani pemeriksaan. Melawan perasaan hancur di dalam dada, Nissa menunjukan wajah yang tegar sepanjang proses pemeriksaan. Penampakan sebuah mobil pajero hitam yang baru saja tiba di depan kantor polisi, membuat Nissa sedikit bisa bernafas lega. Karena dari dalam mobil, terlihat Naira turun diikuti seorang pria gagah berwajah datar. "Niss?" Naira langsung menghampiri dan memeluk Nissa erat. "Lo nggak papa, kan? Mereka nggak ngapa-ngapain lo, kan?""Enggak, kok." Nissa melerai pelukan. "Cuma baru nanya-nanya aja."Nissa lalu melirik pria yang masih berdiri tegap di belakang tubuh Naira. Seolah membiarkan waktu pada dua sahabat yang nampak saling menguatkan. "Oh, ya, kenalkan ini Mas Alan. Pengacara keluarga Setiawan." Seolah mengerti arti tatapan Nissa. Naira pun memperkenalkan pria yang ia bawa. Kenapa? Kalian kecewa ternyata Naira tidak membawa Raid? Sama. Nissa juga sebenarnya sedikit kecewa,
*Happy Reading*Plak!"Nissa kamu--"Byur!Kali ini bukan Nissa pelakunya. Melainkan Naira yang juga turut meradang mendengar segala hinaan pedas Abyan untuk sang sahabat. "Diam, atau gue siram lagi lo, sama cairan sianida sekalian! Biar mulut sama otak lo bersih sebersih-bersihnya" tukas Naira sengit dengan nada penuh penekanan ketika melihat Abyan hendak buka suara."Jangan ikut campur. Ini urusan gue sama Nissa, tunangan gue!" Abyan membalas tak kalah sengit. "Lo lupa kalau Nissa itu sahabat gue!""Tetap aja lo--""Lebih dari itu, pria yang lo tuduh selingkuhan Nissa juga adalah tunangan gue!" sela Naira cepat. Berhasil membuat Abyan terdiam akhirnya. Tunangan? Abyan tidak tahu hal itu. Dia memang tahu Nissa dan Naira adalah sahabat. Tetapi dia tak pernah ingin mengenal Naira sama sekali. Buat apa? Urusannya hanya dengan Nissa, bukan dengan Naira. Jadi Abyan tidak pernah tahu bagaimana sifat dan kehidupan Naira. "Kalau begitu harusnya lo juga marah sama Nissa. Dia mau merebut t
*Happy Reading*Nissa terhuyung di tempatnya dengan hati merepih sakit setelah mendengar jawaban Raid. Dia bersandar pada tembok di sebelahnya guna tak sampai jatuh saking tiba-tiba merasa lemas. Merepotkan, katanya? Seburuk itukah kesan Nissa untuk Raid?Mengingat perlakuan ayahnya, ucapan Abyan siang tadi, lalu berlanjut mendengar jawaban Raid barusan. Membuat Nissa kini merasa jadi beban semua orang. "Raid, nggak boleh ngomong begitu." Suara Naira kembali terdengar. "Nissa itu sahabat aku, loh. Aku nggak terima kamu ngatain dia kayak gitu. Bagi aku Nissa nggak pernah merepotkan sedikit pun."Kali ini Nissa tak ingin menunggu jawaban dari Raid. Jaga-jaga agar hatinya tak menjadi semakin hancur dengan jawaban Raid selanjutkan yang pasti tak kalah menyakitkan. Cukup sudah! Cukup ia tahu saja bagaimana arti dirinya untuk pria itu selama ini. "Merepotkan" kata itu terus terngiang di telinga Nissa. Seolah memberi tamparan telak agar tak usah berharap lagi pada pria itu. Tidak, bukan h
*Happy Reading*Luar biasa memang cara kerjanya Pak Alan. Entah bagaimana pria yang selalu nampak dingin itu berhasil mendapatkan rekaman cctv ruangan temat kerja Nissa, atau dari siapa tepatnya. Yang jelas, itu sangat membantu dalam usaha mengungkap siapa pelaku penjebakan atas Nissa kemarin. Bukan hanya Pak Agung ternyata yang di giring. Tetapi juga Rani. Ya, seperti dugaan Nissa di awal, kan?Rani di sebut-sebut sebagai komplotan Pak Agung, karena ternyata dia yang bertugas memantau dan memberitahu sang bos tentang keberadaan Nissa yang sudah pergi dari ruangan kemarin. Setelah Pak Polisi membawa Pak Agung, para rekan kerja Nissa yang lain langsung menghampirinya yang masih setia duduk di meja kerja. "Gila ya, Pak Agung, jijik banget kelakuannya. Segitu dendamnya cinta ditolak, sampai ngejebak lo segala, Nis," ujar Vera dengan raut jijik yang tak di tutupinya. "Lagian ya, nggak nyangka gue kalau tu orang otaknya mesum. Bukannya Nissa lebih cocok jadi anaknya dia, ya? Bisa-bisa
*Happy Reading*"Niss, lo tadi ke mana? Maen kabur aja," tegur Naira. "Ya kan gue gak mau ganggu kalian. Lagian gue juga belum sholat Ashar tadi," kilah Nissa. Naira terdengar berdecak kesal. "Lo ngomong apa sih, Nis. Lo tuh salah paham aja kali, Niss. Gue nggak ngapa-ngapain kok tadi sama Raid."Tadi Nissa memang tak melihat langsung mereka berciuman atau berbuat hal mesum lainnya. Hanya saja, tampilan rambut dan kemeja Naira yang acak-acakan. Serta Raid yang menunduk di hadapannya yang sedang duduk. Membuat Nissa yakin jika tadi mereka memang sedang melakukan hal yang iya-iya. "Ngapa-ngapain juga nggak papa, kok. Toh kalian kan udah tunangan. Bentar lagi juga nikah. Jadi kalau mau DP duluan juga nggak papa. Ngarti lah gue mah."Naira yang semakin gemas mendengar jawaban Nissa pun refleks mencubit bibir wanita itu. Membuat sang punya raga langsung mengaduh kesakitan. "Mulut lo nih kalau ngomong emang suka seenaknya. Dp, dp, lo kata gue kreditan pake di dp duluan. Gue nggak semura
"Sayang, hari ini Abang ada urusan di knightsbridge. Kamu mau ikut nggak?""Di mana itu, Bang? Jauh nggak dari sini?""Knightsbridge terletak di jantung kota London yang modis, menggabungkan jalur Hyde Park yang dilalui kuda, kedutaan besar Belgravia, museum Kensington, dan kediaman seniman Chelsea. Saat ini, lingkungan itu dipenuhi dengan berbagai toko, restoran, townhouse bersejarah kelas dunia, dan merupakan rumah bagi dua properti Jumeirah . Di sana, kita juga bisa melihat sejarah Knightsbridge dan bagaimana ia bisa mempertahankan reputasi yang dimilikinya saat ini." Raid menjelaskan dengan sabar dan panjang lebar. "Nggak tahu ah, Bang. Nggak ngerti juga. Udahlah, Abang aja yang pergi. Nissa lagi mager," sahut Nissa kemudian dengan malas. Raid mengerutkan keningnya bingung. Beberapa hari ini entah kenapa Nissa memang berubah jadi pemalas. Tak seperti biasanya yang selalu antusias jika di ajak ke tempat baru. Apa mungkin Nissa sudah bosan tinggal di sini? Akan tetapi, mereka baru
Sebenarnya enggan sekali untuk Nissa menerima tawaran Naira pergi ke London. Bukan hanya karena dia tidak suka naik pesawat, tapi juga karena malas ketemu Nichole. Gimana ya, jelasinnya? Semua orang memang bilang Nichole itu sudah berubah. Tetapi sebagai sesama wanita, jelas Nissa tahu dan bisa merasakan kalau sebenarnya Nichole itu belum menyerah tentang perasaannya pada Raid. Wanita itu masih mendamba Raid meski tidak terang-terangan seperti dulu. Di depan Naira dan suaminya, Nichole memang akan bersikap biasa saja dan seolah acuh pada keberadaan Raid. Tetapi Nissa tahu betul, kadang dia masih mencuri pandang pada Raid, dan mencoba mendekati pria-nya dengan gaya halus.Ah, pokoknya Nissa tidak suka sama Nichole!"Sayang, kita nggak akan lama, kok. Hanya mengantarkan Naira saja ke rumah mertuanya.""Abis itu langsung pulang, ya?""Uhm ... tinggal dulu beberapa hari, ya? Soalnya Abang juga ingin menengok Damien dan juga harus mengecek usaha Abang yang ada di sini. Kita juga bisa sek
Raid mengulas senyum manis sambil menatap Nissa yang terlelap paska percintaan panas mereka. Panas dan menegangkan seperti permintaan wanita itu. Sungguh, Raid selalu dibuat kagum setiap kali bercinta dengan Nissa. Wanita itu banyak kejutan. Gadis alim itu sudah tidak ada. Wanita polos, cengeng, dan menyusahkan itu sudah sirna. Berubah menjadi wanita dewasa yang mengagumkan.Ia adalah Anissa fatih Zhakia. Wanita lemah yang awalnya tak pernah Raid inginkan dan terus ia hindari. Merepotkan! Beban! Titel itu sering Raid sematkan pada Nissa. Apalagi jika Nissa sudah mulai menunjukan sifat cengengnya. Rasanya ingin Raid cekik saja lehernya agar berhenti menangis selamanya. Namun, siapa sangka? Gadis yang awalnya tak pernah Raid inginkan ini justru mampu mencuri hatinya. Membuat seorang Raid bertekuk lutut hingga rela menyerahkan seluruh hidupnya hanya untuk seorang Nissa yang cengeng. Terlebih setelah berhasil memiliki Nissa seutuhnya, Raid dibuat tergila-gila. Jatuh cinta setiap hari da
Setelah urusan ngisi perut kelar, maka waktunya ... tidur. Eh, ya enggak, dong! Itu mah kaum rebahan yang makin menggemoy kayak Amih. Kalau Nissa sama Raid mah, abis makan mereka belanja. Soalnya, inget kan, kalau mereka perginya tadi dadakan dan tanpa tujuan. Jadi ya mereka nggak ada persiapan apa pun sebelumnya. Bahkan baju saja, mereka hanya bawa beberapa lembar. Raid membawa Nissa ke salah satu pusat pembelanjaan yang ada di sana. Membeli keperluan yang dibutuhkan sekaligus jalan-jalan cuci mata. Ya, anggap aja ng'date setelah nikah."Abang, cukup! Ngapain sih beli sebanyak ini? Abang mau buka toko atau gimana?" tegur Nissa saat melihat Raid memasukan banyak sekali barang. Bukan barangnya yang membuat Nissa keberatan, tapi jumlahnya. Masalahnya, Raid beli satu jenis barang dalam jumlah besar. Padahal, mereka di sana hanya akan liburan, bukan menetap. Tetapi Raid belanja seolah mereka akan lama saja. "Nggak papa, sayang. Abang sanggup kok bayarnya.""Ck, ini bukan masalah sanggu
Brak!Nissa terkesiap kaget saat tiba-tiba saja Nita menggebrak meja. Wajahnya merah padam menatap Raid. Pasti dia sangat marah sekali saat ini. Tentu saja, ucapan Raid barusan memang terlalu kejam. Bahkan Nissa yang mendengarnya saja merasa sakit hati barusan. Ah, suaminya ini kalau sudah mode julid memang tak kaleng-kaleng. Akibat ulah Nita barusan. Kini, mereka jadi pusat perhatian di tempat makan tersebut. "Kurang ajar!" sentaknya keras. "Berani sekali kamu menghinaku seperti itu. Apa kamu tidak tahu siapa aku?!""Tahu, kok. Kamu sampah, kan?" Raid tak gentar sama sekali. Berucap santai sambil sebelah tangannya mengusap lembut punggung Nissa demi menenangkan kekagetan yang sempat dirasakan. "Diam!""Ah, atau kau lebih suka ku panggil jalang?""Kurang ajar!"Grep!"Akh!"Nita yang murka pun berniat melayangkan tangannya. Namun, dengan cepat Raid tahan dan gantian mencekal tangannya hingga wanita itu meringis kesakitan. "Bang?" Tahu keadaan sudah tak kondusif. Nissa pun mencoba
"Papa?" beo Nissa refleks. "Iya, Papa kamu. Bule tadi. Itu papa kamu, kan?"Dilihat dari mana, ya ampun! Jelas-jelas wajah Raid bule banget, sementara Nissa sendiri khas asia. Nah, kok, bisa wanita ini menyangka Nissa dan Raid adalah anak dan ayah. Katarak atau gimana?Atau ... ah, jangan-jangan memang itu akal-akalan si Mbak calon valakor ini agar bisa dekat dan kenalan dengan Raid. Baiklah kalau begitu. Jika memang dia ingin kenalan dengan Raid, maka dengan senang hati Nissa kabulkan. "Apa bagusnya sih Mbak dapet nomornya doang. Lebih enak kenalan langsung, kan?" tawar Nissa kemudian. "Eh, emang boleh?" Si wanita tadi mengerjap tak percaya dengan tawaran Nissa. 'Calon anak tirinya baik hati sekali!' Mungkin itulah yang saat ini ada dalam pikirannya."Boleh, kok." Nissa menjawab ramah. "Ayo, ikut saya."Wanita itu pun mengekori Nissa dengan senyum sumringah dan mata berkilat bahagia. Hatinya dag dig dug parah ketika jalan untuk mendekati Raid di buat selancar mungkin oleh calon a
"Wah! Ini tempat siapa, Bang?" Nissa berseru takjub ketika akhirnya mobil yang mereka kendarai masuk ke sebuah pekarangan luas di depan sebuah bangunan yang menarik hati. Bukan bangunan itu yang membuat Nissa terpesona sebenarnya, tapi pekarangan asri dan sekitarnya yang sungguh memanjakan mata. Adem!"Tempat kita." Raid menjawab seadanya."Punya abang?""Punya kita."Nissa tak bertanya lagi. Sejatinya dia tahu, jika Raid berkata 'punya kita' itu berarti adalah milik Raid. Sementara jika Raid berkata punya Nissa. Maka itu berarti hak milik ada pada Nissa. Percayalah, Raid itu tipe pria yang masih menjunjung tinggi istilah 'milik suami, milik istri. Milik istri, ya milik istri'. Jadi, jelaskan kalau hunian asri di depan itu milik siapa?"Rumahnya bagus banget, Bang!" Nissa berlarian seperti anak kecil saat memasuki rumah tersebut. Bangunan yang tak begitu luas, tapi juga tidak bisa dibilang sederhana. Pas lah untuk ukuran Villa yang hanya akan mereka tinggali. Rumah tersebut juga s
Raid tersenyum manis menatap sang istri yang tengah terlelap. Disibakkannya rambut yang menjuntai menghalangi wajah cantik istrinya. Lalu satu kecupan panjang Raid berikan di sisi kepala wanita yang sudah mencuri hatinya tersebut.Nissa tak bergeming. Benar-benar tak terganggu sama sekali dengan perbuatan Raid barusan. Begitulah Nissa, kalau sudah tidur memang seperti mayat. Tak terganggu oleh apa pun. Itulah kenapa, dulu saat Raid masih suka iseng mencuri ciuman dibibir semerah cerry-nya. Nissa tak menyadarinya sedikit pun. Pernah satu kali hampir ketahuan, pas awal melakukannya. Beruntung Raid sudah terlatih dalam hal bersembunyi. Ajaib memang Nissa ini. Sepulas apa pun tidurnya, dia akan terbangun jika jam sudah menunjukan pukul tiga pagi. Meski tanpa alarm. Tetapi memang Nissa pasti akan terbangun jam sekian. Seolah punya alarm tubuh sendiri. Raid mengetahui hal itu setelah memantau Nissa diam-diam lewat cctv.Raid bahkan hafal betul apa yang akan Nissa kerjakan di jam segitu. Se
#WARNING!! ZONA KHUSUS DEWASA! YANG MASIH DIBAWAH UMUR MENYINGKIR DULU! KALAU PERLU TUNJUKAN KTP KALIAN DI KOLOM KOMENTAR##*Happy Reading*Sebenarnya Nissa masih penasaran akan penjelasan Raid tentang Abyan yang ternyata 'letoy'. Masih ingin mendengar secara detail lagi. Sungguh suaminya ini ternyata luar biasa. Apa daya, perut tak bisa di ajak kompromi. Di tengah-tengah obrolan mereka. Dia malah berbunyi nyaring. Tanda cacing di dalam tengah demo minta diberi asupan energi. Akhirnya Nissa pun terpaksa mengakhiri obrolan seru mereka."Sudah, sudah. Kita lanjut ngobrol lagi nanti. Sekarang lebih baik kamu mandi dulu, habis itu makan.""Nggak kebalik, Bang? Bukannya lebih enak makan dulu baru mandi? Nanti kalau Nissa masuk angin, gimana?"Raid mengulas senyum manisnya, lalu membelai rambut panjang Nissa yang tampak acak-acakan, tapi tetap memesona di matanya. Malahan menggoda. Membuat Raid ingin mengulangi pergumulan manis mereka semalam kalau saja tidak kasihan pada istrinya ini."Tid