Tiara menulis apa saja yang disukai ketiga buah hatinya dan apa saja yang tidak mereka sukai. Meskipun hatinya sudah mantap untuk berpisah dari Rian, tapi Tiara tetap menyambut baik niat sang suami untuk memperbaiki hubungan dengan anak-anak mereka. Wanita itu bisa merasakan jika sejak tadi Rian terus memandang wajahnya.Kini tidak ada lagi beban di hati Tiara. Dia tidak tahu apakah masih ada cinta atau tidak dalam hatinya. Namun untuk sekarang Tiara hanya ingin menjauh dari Rian. Dia tidak ingin memberi harapan pada sang suami kalau rumah tangga mereka akan kembali seperti dulu lagi.Bagi Tiara saat ini dia sudah tidak ada beban yang mengganjal di hatinya karena sudah mendapat permintaan maaf yang tulus dari Rian. Yang teprenting saat ini adalah kebahagiaan Anggrek, Lily dan Nana yang akan mendapat kasih sayang mereka kembali setelah beberapa tahun berlalu.“Ini barang-barang yang merkea sukai. Sudah aku lingkari. Sedangkan kertas yang satu lagi adalah barang-barang serta makanan yan
Selepas kepergian Rian, Tiara merebahkan tubuhnya di tempat tidur. Sayangnya walaupun sudah berbaring, matanya tidak bisa kunjung terpejam. Tiara masih memikirkan perkataan Rian tadi.Padahal dia harus bangun dua jam kemudian agar bisa mengetik novel. Walaupun Rian sudah tahu tentang pekerjaannya, tapi pria itu tidak menanyakan berapa yang didapat Rian sekarang. Tiara juga tidak cerita. Jadi dia tidak memberi tahu berapa penghasilannya sekarang.Karena tidak bisa tidur, Tiara justru ingin buang air kecil. Dia turun dari kasur lalu berjalan menuju kamar mandi yang ada di dalam kamar mereka. Setelah menyelesakan urusannya, Tiara langsung kembali ke tempat tidur. Dia justru berdiri didepan nakas kecil yang berjejer dua foto. Foto pertama adalah foto orang tuanya dan yang kedua adalah foto keluarga kecil mereka. Foto yang penuh kepalsuan. Karena saat itu Rian masih bersikap tidak acuh pada mereka. Saat itu Tiara merasa sangat senang karena Rian mau melakukan foto keluarga lengkap sejak N
Dua jam sebelumnya saat Rian baru sampai di rumah Tiara, Dina mengikuti para perawat yang membawa orang tuanya ke ruang perawatan lantai dua. Ia sibuk berkirim pesan dengan staff panti jompo.[Saya tidak pernah membatalkan reservasi saya. Hanya ini nomor saya satu-satunya yang bisa menghubungi anda. Jadi tidak mungkin saya yang membatalkan pesanan reservasi.]Tidak membutuhkan waktu lama saat pesannya dibalas. Sambil bersandar ke dinding lift, Dina fokus menatap layar ponselnya.[Maaf Bu. Saya juga sudah mengatakan hal itu pada kepala yayasan. Selama ini pembatalan reservasi selalu lewat staff. Say sendiri tidak bisa menolak keputusan kepala yayasan. Sekali lagi saya minta maaf.]Pesan balasan dari staff disana membuat kepala Dina terasa semakin berdenyut. Langkahnya terasa melayang saat ranjang orang tuanya keluar dari dua lift yang berbeda. Mereka masuk ke ruang melati nomor satu. Sudah ada dua pasien lain yang lebih dulu menempati ruang rawat itu. Ranjang bapak dan Ibu Dina diletak
Tubuh Dina bergetar. Wanita yang berdiri di hadapannya benar-benar mengintimidasi. Tubuh Dina terasa lemah hingga ke tulang. Saat berusaha berdiri, ia justru terjatuh. Bersimpuh di kaki Aurel yang mengenal high heels tinggi untuk menunjang penampilannya.“Kenapa kau ketakutan seperti itu? Apakah wajahku terlihat sangat menyeramkan?” tanya Aurel dengan nada manis.Seorang pria botak bertubuh tinggi dengan badan kekar dan kacamata yang menutup matanya, mengambil kursi yang tadi ditempati oleh Dina. Aurel duduk di kursi itu. Menyilangkan kaki jenjangnya tepat di hadapan Dina. Dia menunjuk tirai yang akan menutup bed tiga dan empat di sebrang. Untunglah para keluarga yang berjaga masih tidur.Jadi mereka tidak bisa mendengar keributan di ruangan yang sama. Setidaknya Dina tidak akan merasa malu karena diperhatikan banyak orang. Dalam hatinya, wanita itu bersyukur karena Rian tidak ada disana. Jadi sang suami tidak perlu melihatnya dalam keadaan seperti ini.Dina memperbaiki posisi dudukny
Apakah Dina sedih dengan kenyataan kalau dia akan berpisah dari Rian? Tentu saja sangat sedih. Namun Dina tidak bisa melakukan apapun. Setelah bicara seperti itu, Aurel justru diam saja. Dia bangkit dari kursinya lalu berbalik mendekati ranjang bapak Dina. Mata mengintimidasinya sudah sirna, berganti dengan kebencian yang mengendap setelah mengetahui semua dalang kerusuhan orang tuanya bulan lalu. Itulah bapak Dina.“Pindahkan mereka ke panti jompo milik Luna. Bawa sekalian wanita ini,” kata Aurel memberi perintah.“Baik Bu,” jawab pengawal dibelakangnya.Dina mendongak. Tidak percaya dengan apa yang baru saja dia dengar. Tubuhnya yang sudah membaik kembali gemetar hebat. Mulutnya terbuka dan tertutup. Ingin mengatakan sesuatu tapi tidak ada satu patah katapun yang keluar. Bibirnya hanya bergerak seperti ikan koi. Tenaga Dina yang masih lemas juga belum kembali saat ada beberapa orang berbaju hitam masuk. Dua wanita yang memakai baju yang sama dengan rambut disanggul membantu Dina ber
Dina akhirnya dibawa pergi bersama orang tuanya. Rian berjalan mengikuti di belakang mereka. Tidak ada perawat atau dokter jaga yang menghentikan mereka. Rian hanya mengamati dalam diam. Aurel berhenti di ruang tunggu IGD. Pria itu memilih berdiri di belakang mantan atasannya itu.“Kita bisa bicara disini,” kata Aurel lalu duduk di kursi paling belakang.Rian mengikuti lalu duduk disampingnya. Suasana hening tidak membuat kecanggungan diantara mereka. Rian mengeluarkan sebotol air dari tasnya lalu memberikan botol itu pada Aurel.“Minum dulu Bu,” ucap Rian perhatian.Aurel mengangguk. Dia menerima botol pemberian Rian lalu berkata, “Terima kasih.”“Maaf aku menggagalkan pernikahanmu,” kata Aurel setelah hening yang cukup lama.“Tidak masalah Bu. Sebenarnya saya juga yang menyebabkan orang tua Dina sakit. Seandainya saya tidak punya niat pergi ke rumah keluarga adik saya, mungkin rencana orang tua Dina bisa berjalan mulus dan kami terpaksa tetap melangsungkan pernikahan,” kata Rian ten
Aktivitas Tiara pagi ini berjalan seperti biasa. Sebelum subuh dia sudah menyelesaikan dua bab novel dan mengedit bab sebelumnya. Lalu keluar kamar untuk salat subuh. Saat bertemu dengan Rian tadi, hati Tiara sempat berdebar sebentar. Entah apa penyebabnya. Mas Rian mengatakan kalau dia akan tinggal disini selama rumah kontrakan itu belum dibersihkan.Ada yang berdenyut nyeri dalam sudut hatinya saat Rian mengatakan kalau dia akan tinggal disana selama menunggu keputusan Tiara. Rian tidak ingin membuat Tiara merasa tersiksa dengan keegoisannya. Padahal Rian sudah ikhlas melepasnya setelah tahun-tahun menyakitkan yang harus ia lalui. Namun kenapa Tiara justru merasa sedih.“Kamu jadi pergi ke rumah orang tuamu Nduk?” tanya Bu Mirna saat mereka tengah membuat sarapan bersama. Tiara tidak perlu khawatir dengan anak-anak karena mereka bermain di lantai dua bersama Pak Joko. Persiapan sekolah Anggrek dan Lily juga sudah disiapkan. Jadi dia bisa memasak dengan tenang bersama Bu Mirna.“Jadi
Tiara berdandan di depan meja riasnya. Menutup matanya yang gelap karena sering bangun pagi untuk mengetik novel. Dia memakai pelembap, sunscreen, foundation baru yang terakhir bedak. Setidaknya wanita itu ingin menunjukkan pada orang tuanya kalau kondisinya sekarang sudah baik-baik saja. Terlepas dari prahara yang sempat membuat emosinya naik turun selama beberapa tahun terakhir.Wanita itu memakai gamis berwarna biru muda yang dipadukan dengan jilbab berwarna abu-abu. Tidak lupa ia memakai sandal tinggi untuk menunjang penampilannya dalam hal tinggi badan. Dia mengambil tas, memasukan dompet dan ponselnya kesana. Tidak lupa mengambil kunci motor dari laci.Saat keluar dari kamarnya, suasana ruang tengah terasa sepi. Tidak terdengar celoteh anak-anak karena Angggrek dan Lily sedang sekolah. Hanya Nana sendiri di lantai dua bermain ditemani kakung dan utinya. Wanita itu memutuskan untuk naik ke lantai dua guna berpamitan pada putri bungsu dan kedua mertuanya.Benar saja tebakan Tiara,
Aurel kembali duduk di kursi kerjanya. Hanya tinggal sedikit perbaikan maka pekerjaannya hari ini akan selesai. Satu jam menunggu sembari matanya melirik tablet yang memperlihatkan kamar asisten rumah tangga yang tengah ditiduri Dina. Luasnya hanya dua kali tiga meter. Dulu kamar itu digunakan sebagai gudang sebelum rumah ini direnovasi jadi lebih luas.Tidak lama kemudian ada orang yang mengetuk pintu. Aurel mematikan laptopnya lalu membawa tablet yang masih memperlihatkan live dari kamera CCTV di kamar Dina. Dia berdiri di balik pintu. Melihat melalui layar intercom yang terpasang di depan ruang kerjanya.“Bu Jumi?” tanya Aurel memastikan. Ia melihat sosok yang mirip dengan Bu Jumi tengah berdiri di depan ruang kerjanya. Hanya saja Aurel tidak bisa melihat sosoknya dengan sangat jelas karena Bu Jumi terlihat menunduk.Tubuhnya meremang. Entah kenapa perasaannya tidak enak. Mata Aurel terus tertuju ke layar intercom lalu beralih pada layar tablet. Dina masih tidur di atas tempat tidu
Sedetik kemudian Dina berubah menjadi dirinya yang semula. Wanita itu tampak linglung kenapa dia berdiri dibalik pintu. Berusaha membukanya yang sudah pasti terkunci dari luar. Lagipula tidak akan ada orang yang menjawab dan mau membukakan pintu kamar ini untuknya.Dina bersandar ke pintu. Tubuhnya terasa sangat lemas. Dia tidak ingat apa yang terjadi barusan. Ingatan terakhir Dina adalah saat Bu Jumi baru selesai menelepon Pak Hermawan. Dia menangis sesenggukan saking takutnya. Setelah itu, Dina lupa semuanya.Tiba-tiba kepalanya berdenyut sakit. Dina memilih merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur. Dia tidak ingin memikirkan semua kejadian yang menimpanya akhir-akhir ini. Dina butuh waktu istirahat sebentar saja untuk mengistirahatkan tubuh dan batinnya yang lelah. Apalagi tadi tubuhnya baru saja dihajar oleh Bu Jumi. Sehingga masih menyisakan luka lebam di sekujur tubuh Dina.Dering ponselnyta yang berbunyi menarik perhatian wanita muda itu. Ada pesan masuk dari Dukun Deri. Rasany
Tubuh Dina seketika bergetar ketakutan. Rasa jumawa dan sombongnya jatuh ke tanah begitu saja. Tidak ada lagi yang bisa ia banggakan di depan Bu Jumi saat Pak Hermawan terang-terangan mengatakan tidak perduli lagi padanya.“Oh begitu,” jawab Bu Jumi tertawa manis, tapi matanya menatap penuh ejekan pada Dina.“Memang kenapa sih kamu menanyakan hal itu? Jangan bilang karena Aurel lagi. Apa anak itu tidak percaya kalau aku sudah tidak punya hubungan apapun dengan Dina?” tanya Pak Hermawan yang terdengar lelah dari sebrang telepon.“Bukan. Tenang saja Pak. Bu Aurel sedang mengurus hal lain. Walaupun ini ada hubungannya dengan Dina,” kata Bu Jumi lagi.Wanita paruh baya itu menceritakan tentang posisi Dina di rumah ini. Apa yang terjadi kemarin hingga hari ini lalu Dina yang dikurung di gudang pingsan. Sekarang Bu Jumi ada di ruangan yang sama dengan Dina untuk mengkonfirmasi apakah Pak Hermawan masih berada di bawah kendali wanita itu atau tidak.“Oh begitu,” jawab Pak Hermawan tak acuh.
Lagi-lagi Dina terbangun di kamarnya yang kecil yang ada di rumah mewah Aurel. Dia tidak lagi dikurung di gudang yang gelap dan pengap. Entah kenapa wanita itu menghela nafas lega. Dina beranggapan kalau bukan Aurel yang membuatnya ada di kamar ini, melainkan majikannya yang lain yaitu Pak Hermawan.“Sepertinya Pak Hermawan masih berada di pihakku,” gumam wanita itu seorang diri.Dina bangkit dari tempat tidur dengan santai. Seolah ia adalah majikan di rumah itu. Bahkan saat kepala pelayan masuk kamar sambil berkacak pinggang. Ia tidak takut enatap wanita paruh baya yang menatapnya penuh kemarahan.“Cepat tutup pintunya klau ada yang mau kamu bicarakan denganku,” kata Dina dengan nada sinis.Kepala pelayan yang bernama Bu Jumi itu berjalan denngan langkah lebar. Ttangan dengan kulit yang sudah berkerut menjambak rambut Dina dengan sangat amat keras. Hingga rasanya rambut Dina seperti akan tercabut dari kulit kepalanya.“Apa yang kau lakukan wanita tua? Sakit tahu,” teriak Dina kesakit
Mari simpan sejenak kebahagiaan pasangan Rian dan Tiara. Karena sekarang kita akan melihat bagaimana sengsaranya Dina setelah rencana wanita itu gagal memberikan guna-guna untuk semua pegawai Aurel. Sekarang wanita yang merupakan mantan ustri kedua Rian itu benar-benar terkurung dalam rumah.Aurel meminta para pengawal menempatkan Dina di gudang. Tidak boleh ada yang membantunya karena Aurel sendiri yang akan memberikan pelajaran pada Dina. Saat Aurel masih mengobrol di ruang kantor Rian yang ada di dalam toko oleh-olehnya, Dina sedang menggedor pintu agar dibukakan dan bisa bebas dari gudang yang pengap dan gelap.Saklar di gudang ini tidak bisa dinyalakan. Dengan kata lain entahg saklar atau lampunya yang bermasalah, lampu di gudang ini benar-benar tidak bisa dinyalakan. Karena itulah jarang ada asisten rumah tangga yang berani masuk sendirian ke gudang ini. Biasanya pasti datang berdua, bertiga atau lebih dengan salah satu menyalakan senter hp.“Sialan kalian semua. Buka pintunya s
“Lanjutkanlah. Aku mau melihat-lihat isi toko. Masa sebagai istri aku tidak tahu apa jenis usahamu,” kata Tiara yang membuat dada Rian buncah dengan kebahagiaan. Dia tidak menyangka akan mendengar kalimat itu dari bibir sang istri.“Tentu saja. Kamu bisa mengambil kue apapun yang kamu mau digudang. Toh aku belum menghitungnya sebagai stok barang,” ujar Rian yang sangat bersemangat seperti anak muda. Membuat Tiara tertawa geli melihat tingkah sang suami yang kembali seperti di awal perkenalan mereka dulu.Inilah sifat lain Rian yang menyenangkan. Salah satu hal yang membuat Tiara mau menerima pinangan Rian tiga belas tahun lalu. Selain perhatian dan penyayang, Rian adalah sosok jenaka yang selalu bisa menghidupkan suasana. Tujuh tahun pernikahan mereka benar-benar disuguhi dengan kebahagiaan. Jika ada konflik tidak pernah berlarut-larut.“Terima kasih Mas. Kamu lanjutkan saja pekerjaanmu sekarang,” ucap Tiara bangkit dari kursinya.“Iya. Kalau mau lihat-lihat di luar, rantang makananny
Tiara terdiam. Bibirnya tetap menyunggingkan senyum meskipun Rian tahu dia memendam banyak tanya. Entah kenapa Rian jadi panik. Tidak bisa bicara sedikitpun. Padahal ada banyak hal yang ingin pria itu jelaskan pada sang istri.Di luar dugaan Aurel sudah berdiri. Wajah wanita cantik itu yang merupakan mantan atas Rian sangat bersinar. Tidak hanya karena mekap mahal yang dipakainya, tapi juga karena aura Aurel yang sangat terpancar. Memancarkan aura old money dari keluarga konglomerat yang terpandang.Aurel berjalan menghampiri Tiara. Wanita itu mengulurkan tangannya pada istri Rian lalu berkata, "Anda pasti istri Rian. Perkenalkan nama saya Aurel. Saya adalah direktur keuangan sekaligus sekarang menjabat sebagai CEO sementara di perusahaan tempat Rian dulu bekerja."Senyum di bibir Tiara seketika tersungging dengan lebarnya. Wajah wanita yang sudah melahirkan tiga putri cantik dari pernikahannya dengan Rian bersinar cerah. Bukan sinar matahari yang menyengat kulit di tengah hari, tapi
“Bagaimana bisa?” tanya Rian tidak percaya. Dia masih tidak menyangka kalau Dina bisa lepas dari kejaran Aurel. Bahkan keluar dari perangkap yang dibuat mantan atasannya itu untuk sang manttan istri kedua.Aurel balas tersenyum. Dia juga tidak menyangka kalau Dina bisa keluar dari jebakannya. Padahal dia sudah susah payah untuk menjebak wanita itu. Ia juga berpikir kalau menyerahkan semua pengwasan Dina pada kepla asisten rumah tangga di rumahnya sendiri sudah lebih dari cukup. Namun ternyata Dina bisa melakukan guna-guna juga pada semua penawal yag mnjaganya selama ini.“Dina memberikan makanan yang sudah diguna-guna pada semua pengawal sejak beberapa hari lalu. Aku tidak tahu kapan tepatnya. Karena itulah yang disampaikan orang pintar yang menbantuku,” kata Auel melanjutkan ceritanya.“Namun satu hal yang kutahu pasti kalau Dina berhasil menyuruh semua pengawal berpuura-pura bersikap biasanya padanya. Semuanya berjalan seperti biasa. Aku dan kepala pengawal tidak curiga sama sekali
“Aku boleh mampir ke tokomu.” Suara Dina yang manja seperti terdengar dari kejauhan.Rian merasa déjà vu. Dia seperti pernah mengalami kejadian yang sama. Pria itu langsung membaca surat al fatihah dalam hatinya. Seketika pesona Dina luntur. Rasa kesal di hati pada mantan istri keduanya itu kembali muncul. Rian menatap Dina tidak suka.“Jadi ini kantornya Bu Aurel?” tanya Dina dengan nada menyindir.Rian tidak menjawab apapun. Dia mengeluarkan ponsel lalu menghubungi Aurel. Melihat aksinya, mata Dina membulat kaget. Wanita itu beringsut mundur. “Kau benar-benar tidak akan mengajakku masuk ke kantormu Mas?” tanya Dina lagi.Kali ini wanita itu menyemprotkan parfum ke tubuhnya. Membuat suasana jadi terasa lebih dingin. Bukan Rian yang menatap Dina penuh kekaguman. Melainkan para pegawai pabrik yang mengantar barang dan beberapa pria yang membeli oleh-oleh dari tokonya.“Lebih baik kamu pergi dari sini. Aku sibuk,” kata Rian yang akhirnya bersuara.Pria itu ingin masuk ke toko yang dijad