Dina gemetar. Dia masih diam. Tidak berani bergerak sama sekali. Wanita itu berharap agar sang suami segera pergi dari sini. Sehingga Dina bisa membawa orang tuanya pergi ke rumah sakit."Dina aku tahu kamu ada di dalam," kata Rian yang masih terus menekan bel rumah kontrakan itu.Dina masih diam. Dia tidak berani membuka pintu. Wanita itu menghela nafasnya berulang kali. Setelah siap, Dina membuka pintu. Bagaimanapun juga mungkin ada barang Rian yang tertinggal. Karena itulah dia kembali ke rumah ini."Tolong buka pintunya Din. Ada barangku yang tertinggal," ucap Rian lagi dari sebrang pintu.Dina membuka pintu. Wanita itu tidak bisa menyembunyikan wajahnya yang pucat pasi. Mata mereka saling berpandangan. Dina ingin mencari tahu apakah ada kecurigaan di kedua bola mata suaminya.Tidak ada. Justru Rian memandangnya bingung. Tangan pria itu terangkat. Menggerakan tangannya ke kanan dan ke kiri. Tepat di depan wajah Dina."Kamu baik-baik saja Din? Apa ada sesuatu yang buruk terjadi sel
Sesampainya dua mobil di rumah sakit, Rian menepikan mobilnya di tempat parkir terdekat. Sementara itu mobil taksi online yang membawa kedua mertua terus melaju menuju pintu IGD. Sopir taksi memanggil satpam untuk membawa bapak dan ibu kedalam.“Saya lihat dulu kondisinya Pak,” kata Satpam itu. Menunduk di kursi belakang. Mencoba bicara dengan bapak Dina yang duduk di kursi sebelah kiri. Tidak ada respon sama sekali. Bahkan saat satpam bertubuh jangkung itu melambaikan tangannya berulang kali. Bapak Dina tidak merespon.Dia juga melakukan hal yang sama pada ibu Dina. Tidak ada respon sama sekali. Diluar Dina berdiri dengan kedua tangan saling tergenggam karena takut. Tidak lama kemudian Rian berlari menghampiri. Dia melihat Dina yang sangat gelisah.“Tenang saja Din. Semuanya akan baik-baik saja,” kata Rian pura-pura menenangkan. Padahal dia sendiri sudah tahu apa yang terjadi. Bahkan bisa dibilang Rian adalah salah satu penyebab bapak dan ibu Dina jadi seperti ini.“Aku takut sekali
Hati Rian mencelos. Dia tidak menyangka mendapat balasan seperti itu dari sang istri. Walaupun sudah mempersiapkan diri, tetap saja pria itu merasa sangat sedih. Rian menegarkan hati. Dia mengetik pesan balasan untuk istri pertamanya.[Tidak. Aku akan pulang malam ini juga. Kita butuh bicara empat mata. Jika kau keberatan, tolong beri aku waktu maksimal satu jam saja. Jika percakapan kita selesai lebih cepat, aku akan pergi.]Kali ini tidak ada pesan balasan langsung seperti tadi. Tidak lama kemudian Dina keluar dari kamar mandi. Wanita itu tampak lebih segar saat menghampirinya. Meskipun tidak bisa menghapus kesedihan yang di matanya. Kini Dina berdiri disamping tempat tidur bapaknya. Rian memperhatikan gerak-gerik Dina yang menghela nafas dalam.Dina mengusap rambut bapaknya yang terlelap. Lalu wanita itu pergi ke sisi ranjang ibunya. Melakukan hal yang sama. Rian hanya memperhatikan semua sikap istri mudanya. Tidak ada rasa kasihan setitikpun dalam hatinya. Rian sudah terlalu marah
Tiara terdiam. Dia tidak menyangka akan mendapat pertanyaan itu keluar dari mulut Rian saat ini juga. Walaupun dia sudah menyangka kalau sang suami akan menebak keptusannya ini setelah mengetahui kalau Tiara sudah menjadi penulis online. Walaupun Rian belum tahu detail pekerjaan dan berapa gajinya per bulan.“Kamu sudah bisa menebaknya Mas,” jawab Tiara lirih.Entah kenapa dia tidak kuasa melihat wajah sang suami yang sedih. Padahal sebelumnya Tiara benar-benar bersikap apatis pada sang suami. Namun perasaan itu hanya melingkup hatinya selama beberapa saat. Karena sedetik kemudian hati Tiara kembali membeku. Melindungi pertahanan dirinya agar tidak terluka untuk yang kesekian kalinya.“Memang. Aku sudah bisa menebaknya,” jawaban Rian kian lirih. Hampir tidak terdengar dan terbang terbawa desau angin. Seandainya keheningan mala mini tercemar suara berisik, Tiara tidaka akan bisa mendengar perkataan sang suami.“Lalu apa yang kau bicarkan lagi jika sudah tahu semuanya Mas?” tanya Tiara
Tiara menulis apa saja yang disukai ketiga buah hatinya dan apa saja yang tidak mereka sukai. Meskipun hatinya sudah mantap untuk berpisah dari Rian, tapi Tiara tetap menyambut baik niat sang suami untuk memperbaiki hubungan dengan anak-anak mereka. Wanita itu bisa merasakan jika sejak tadi Rian terus memandang wajahnya.Kini tidak ada lagi beban di hati Tiara. Dia tidak tahu apakah masih ada cinta atau tidak dalam hatinya. Namun untuk sekarang Tiara hanya ingin menjauh dari Rian. Dia tidak ingin memberi harapan pada sang suami kalau rumah tangga mereka akan kembali seperti dulu lagi.Bagi Tiara saat ini dia sudah tidak ada beban yang mengganjal di hatinya karena sudah mendapat permintaan maaf yang tulus dari Rian. Yang teprenting saat ini adalah kebahagiaan Anggrek, Lily dan Nana yang akan mendapat kasih sayang mereka kembali setelah beberapa tahun berlalu.“Ini barang-barang yang merkea sukai. Sudah aku lingkari. Sedangkan kertas yang satu lagi adalah barang-barang serta makanan yan
Selepas kepergian Rian, Tiara merebahkan tubuhnya di tempat tidur. Sayangnya walaupun sudah berbaring, matanya tidak bisa kunjung terpejam. Tiara masih memikirkan perkataan Rian tadi.Padahal dia harus bangun dua jam kemudian agar bisa mengetik novel. Walaupun Rian sudah tahu tentang pekerjaannya, tapi pria itu tidak menanyakan berapa yang didapat Rian sekarang. Tiara juga tidak cerita. Jadi dia tidak memberi tahu berapa penghasilannya sekarang.Karena tidak bisa tidur, Tiara justru ingin buang air kecil. Dia turun dari kasur lalu berjalan menuju kamar mandi yang ada di dalam kamar mereka. Setelah menyelesakan urusannya, Tiara langsung kembali ke tempat tidur. Dia justru berdiri didepan nakas kecil yang berjejer dua foto. Foto pertama adalah foto orang tuanya dan yang kedua adalah foto keluarga kecil mereka. Foto yang penuh kepalsuan. Karena saat itu Rian masih bersikap tidak acuh pada mereka. Saat itu Tiara merasa sangat senang karena Rian mau melakukan foto keluarga lengkap sejak N
Dua jam sebelumnya saat Rian baru sampai di rumah Tiara, Dina mengikuti para perawat yang membawa orang tuanya ke ruang perawatan lantai dua. Ia sibuk berkirim pesan dengan staff panti jompo.[Saya tidak pernah membatalkan reservasi saya. Hanya ini nomor saya satu-satunya yang bisa menghubungi anda. Jadi tidak mungkin saya yang membatalkan pesanan reservasi.]Tidak membutuhkan waktu lama saat pesannya dibalas. Sambil bersandar ke dinding lift, Dina fokus menatap layar ponselnya.[Maaf Bu. Saya juga sudah mengatakan hal itu pada kepala yayasan. Selama ini pembatalan reservasi selalu lewat staff. Say sendiri tidak bisa menolak keputusan kepala yayasan. Sekali lagi saya minta maaf.]Pesan balasan dari staff disana membuat kepala Dina terasa semakin berdenyut. Langkahnya terasa melayang saat ranjang orang tuanya keluar dari dua lift yang berbeda. Mereka masuk ke ruang melati nomor satu. Sudah ada dua pasien lain yang lebih dulu menempati ruang rawat itu. Ranjang bapak dan Ibu Dina diletak
Tubuh Dina bergetar. Wanita yang berdiri di hadapannya benar-benar mengintimidasi. Tubuh Dina terasa lemah hingga ke tulang. Saat berusaha berdiri, ia justru terjatuh. Bersimpuh di kaki Aurel yang mengenal high heels tinggi untuk menunjang penampilannya.“Kenapa kau ketakutan seperti itu? Apakah wajahku terlihat sangat menyeramkan?” tanya Aurel dengan nada manis.Seorang pria botak bertubuh tinggi dengan badan kekar dan kacamata yang menutup matanya, mengambil kursi yang tadi ditempati oleh Dina. Aurel duduk di kursi itu. Menyilangkan kaki jenjangnya tepat di hadapan Dina. Dia menunjuk tirai yang akan menutup bed tiga dan empat di sebrang. Untunglah para keluarga yang berjaga masih tidur.Jadi mereka tidak bisa mendengar keributan di ruangan yang sama. Setidaknya Dina tidak akan merasa malu karena diperhatikan banyak orang. Dalam hatinya, wanita itu bersyukur karena Rian tidak ada disana. Jadi sang suami tidak perlu melihatnya dalam keadaan seperti ini.Dina memperbaiki posisi dudukny
Tiara terdiam. Bibirnya tetap menyunggingkan senyum meskipun Rian tahu dia memendam banyak tanya. Entah kenapa Rian jadi panik. Tidak bisa bicara sedikitpun. Padahal ada banyak hal yang ingin pria itu jelaskan pada sang istri.Di luar dugaan Aurel sudah berdiri. Wajah wanita cantik itu yang merupakan mantan atas Rian sangat bersinar. Tidak hanya karena mekap mahal yang dipakainya, tapi juga karena aura Aurel yang sangat terpancar. Memancarkan aura old money dari keluarga konglomerat yang terpandang.Aurel berjalan menghampiri Tiara. Wanita itu mengulurkan tangannya pada istri Rian lalu berkata, "Anda pasti istri Rian. Perkenalkan nama saya Aurel. Saya adalah direktur keuangan sekaligus sekarang menjabat sebagai CEO sementara di perusahaan tempat Rian dulu bekerja."Senyum di bibir Tiara seketika tersungging dengan lebarnya. Wajah wanita yang sudah melahirkan tiga putri cantik dari pernikahannya dengan Rian bersinar cerah. Bukan sinar matahari yang menyengat kulit di tengah hari, tapi
“Bagaimana bisa?” tanya Rian tidak percaya. Dia masih tidak menyangka kalau Dina bisa lepas dari kejaran Aurel. Bahkan keluar dari perangkap yang dibuat mantan atasannya itu untuk sang manttan istri kedua.Aurel balas tersenyum. Dia juga tidak menyangka kalau Dina bisa keluar dari jebakannya. Padahal dia sudah susah payah untuk menjebak wanita itu. Ia juga berpikir kalau menyerahkan semua pengwasan Dina pada kepla asisten rumah tangga di rumahnya sendiri sudah lebih dari cukup. Namun ternyata Dina bisa melakukan guna-guna juga pada semua penawal yag mnjaganya selama ini.“Dina memberikan makanan yang sudah diguna-guna pada semua pengawal sejak beberapa hari lalu. Aku tidak tahu kapan tepatnya. Karena itulah yang disampaikan orang pintar yang menbantuku,” kata Auel melanjutkan ceritanya.“Namun satu hal yang kutahu pasti kalau Dina berhasil menyuruh semua pengawal berpuura-pura bersikap biasanya padanya. Semuanya berjalan seperti biasa. Aku dan kepala pengawal tidak curiga sama sekali
“Aku boleh mampir ke tokomu.” Suara Dina yang manja seperti terdengar dari kejauhan.Rian merasa déjà vu. Dia seperti pernah mengalami kejadian yang sama. Pria itu langsung membaca surat al fatihah dalam hatinya. Seketika pesona Dina luntur. Rasa kesal di hati pada mantan istri keduanya itu kembali muncul. Rian menatap Dina tidak suka.“Jadi ini kantornya Bu Aurel?” tanya Dina dengan nada menyindir.Rian tidak menjawab apapun. Dia mengeluarkan ponsel lalu menghubungi Aurel. Melihat aksinya, mata Dina membulat kaget. Wanita itu beringsut mundur. “Kau benar-benar tidak akan mengajakku masuk ke kantormu Mas?” tanya Dina lagi.Kali ini wanita itu menyemprotkan parfum ke tubuhnya. Membuat suasana jadi terasa lebih dingin. Bukan Rian yang menatap Dina penuh kekaguman. Melainkan para pegawai pabrik yang mengantar barang dan beberapa pria yang membeli oleh-oleh dari tokonya.“Lebih baik kamu pergi dari sini. Aku sibuk,” kata Rian yang akhirnya bersuara.Pria itu ingin masuk ke toko yang dijad
Tiara baru saja memberi tahu Bu Mirna tentang kejadian yang ia lihat beberapa waktu lalu. Bu Mirna sampai mengelus dadanya dengan wajah tidak percaya. Terlihat kemarahan di kedua bola matanya.“Sampai hati Dina terus melakukan jal itu. Dia memang benar-bennar tidak punya hati,” kata ibu mertua Tiara itu merutuk kesal.Lily dan Nana masih sibuk menonton tayangan TV. Bahkan Nana sampai berdiri untuk berjoget. Jadi mereka tidak mendengar apa yang dikatakan Bu Mirna tadi. Tiara lalu mengusap bahu sang menantu.“Sudahlah Bu. Alhamdulillah Ustad Aba dan Ustdi Abi peka sehingga meminta Pak Anwar bekerja disini,” kata Tiara lagi berusaha menenangkan sang mertua.“Benar juga sih Nduk, tapi Ibu tetap merasa sebal dengan Dina. Awas saja kalau kami bertemu. Ibu akan memberi pelajaran padanya,” ucap Bu Mirna berapi-api.Tiara hanya bisa terkekeh melihat tingkah sang mertua yang seperti ini. Mereka lalu membicarakan hal lain. Membiarkan anak-anak dengan kesibikan mereka dan ibu-ibu yang sibuk berbi
“Iya. Ayah sengaja menyewa tukang kebun untuk membersihkan halaman rumah kalian. Beliau juga punya tugas khusus untuk memeriksa semua rekaman CCTV dan mengambil barang aneh jika ada yang menanam. Seperti yang dilakukan Dina hari ini,” kata Pak Joko menjelaskan hal ini pada menantunya.“Maaf jika Ayah belum memberi tahumu. Namun tadi Rian sudah tahu rencana ini. Apa kalian belum bertemu jadi dia tidak memberi tahumu?” tanya Pak Joko kali ini dengan raut wajah keheranan.Tiara menggeleng. Dia memang bertemu dengan Rian dan bahkan mereka berangkat ke tujuan masing-masing dengan mobil yang sama, tapi Rian sama sekali tidak menceritakan hal ini padanya. Wanita itu lalu berkata, “Tadi kami pergi bersama naik mobil Yah, tapi Mas Rian tidak bercerita apapun. Mungkin dia lupa. Sekarang dimana tukang kebunnya Yah?” tanya Tiara penasaran. Melongok ke belakang tubuh sang auah mertua untuk melihat tukang kebun yang dimaksud. Namun tidak ada siapapun disana. Pak Joko hanya sendiri berdiri di hadapa
Mendengar jawaban Tiara, Eni tidak berani bertanya lagi. Begitu juga dengan tetangga lain. Mia langsung mengalihkan percakapan tentang anak-anak. Membuat wanita itu menghela nafas lega karena tidak pernah menceritakan aib rumah tangga pada banyak orang. Sehingga mereka mencecarnya hanya untuk mendapat gosip terbaru.Untungnya tidak lama kemudian nama Eni dipanggil petugas puskesmas. Jadi wanita itu tidak lagi bisa mengatakan hal-hal jelek tentang Tiara dan keluarganya. Tidak lama kemudian nama Mia dan ibu-ibu paruh haya juga dipanggil dokter jaga yang berbeda. Tinggal Tiara sendiri disana. Wanita itu menghela nafas lega.Ia masih harus menunggu setengah jam lagi sampai namanya dipanggil hingga Tiara bisa mendapatkan surat rujukan ke rumah sakit terdekat dimana Psikiater bertugas disana.Sesuai dengan perkataannya pada Rian tadi, Tiara mampir ke minimarket terdekat untuk membeli stok cemilan untuk anak-anaknya. Dia dengan santai melangkah menyusuri trotoar menuju minimarket karena jara
“Dek. Bagaimana? Apa kamu setuju?” tanya Rian sambil melambaikan tangannya di depan wajah sang istri.Tiara gelagapan melihat jarak mereka yang sudah cukup dekat. Wanita itu seolah tidak bergerak dari tempatnya berdiri. Mereka berada di posisi itu sampai akhirnya Tiara mengangguk. Rian lalu memundurkjan tubuhnya. Tiara menghela nafas lega walaupun dadanya masih berdebar dengan gemuruh yang menyenangkan.“Oke. Aku setuju Mas,” jawab Tiara pelan lalu menangguk.Mereka berpamitan pada Bu Mirna dan ketiga anak mereka lalu berjalan menuju pintu keluar. Rian masuk ke mobilnya lebih dulu. Sedangkan Tiara yang membukakan pagar. Setelah itu, Tiara harus menutup pagar tinggi itu baru masuk ke mobil Rian. Selama di perjalanan suasana sempat hening sesaat. Ada nuansa kecanggungan yang dapat Rian rasakan dari sang istri.Pria itu sadar tidak mudah mengembalikan hubungan mereka seperti dulu. Meskipun Tiara sudah memaafkannya, mereka harus membangun kemistri sebagai pasangan suami istri lebih dulu d
Sarapan pagi itu di rumah Tiara berjalan dengan penuh canda tawa. Hal yang sudah tidak pernah mereka lakukan sejak lama. Sejak perubahan sikap Rian karena pengaruh guna-guna Dina pada pria itu yang membuat keluarga mereka hampir hancur berantakan.Seperti kemarin, Rian yang mengantar Anggrek pergi ke sekolah. Tiara sibuk membersihkan rumah. Dia tidak ingin Bu Mirna kelelahan. Jadilah sang mertua berdiam diri di lantai dua menemani Lily dan Nana membaca buku cerita yang baru dibelikan Rian kemarin.Jam setengah delapan pagi Tiara bisa menyelesaikan semua pekerjaannya. Rian pulang terlambar karena harus belanja semua barang yang habis sesuai daftar belanja yang diberikan Bu Mirna tadi.“Kamu sudah belanja Mas?” tanya Tiara heran. Tidak mengetahui hal tersebut.“Sudah. Ibu yang menyuruhku tadi. Sekalian belajar bagaimana dinamika pasar pada produk kita,” jawab Rian sedikit ambigu karena Tiara tidak memahami semua perkataanya. Walaupun Tiara tau kalau hal itu berhubungan dengan usaha yang
Tiara mengkerutkan kening heran. Mertuanya sudah tahu? Matanya mengerjap bingung. Wanita itu tidak tahu harus merespon bagaimana. “Ehm. Ibu tahu darimana?” tanya Tiara gugup bercampur malu.“Dari ibumu. Kemarin malam sebelum tidur beliau telepon bertanya apa kamu sudah bicara tentangy keputuasnmu setelah mendengar nasihat bapakmu. Ibumu juga menceritakan semuanya,” kata Bu Mirna menghentikan kegiatannya.Wanita paruh baya itu menatap sang menantu dalam. Penuh kasih sayang dan kelembutan. Setelah semua makanan tersaji di atas meja dan bekal untuk anak-anak siap, Bu Mirna meraih tangan Tiara dalam genggamannya.“Baik kamu berpisah dari Rian atau tidak, Ibu tetap menganggap kamu sebagai menantu dan anak Ibu sendiri. Namun dengan kamu memberi maaf pada Rian, entah kenapa membuat Ibu merasa sangat senang sekali. Karena kamu sudah mulai menghilangkan segala beban kebencian di hatimu,” kata Bu Mirna panjang kali lebar.Tiara mengangguk dengan air mata haru yang menggenang di pelupuk matanya.