“Memangnya mobil Heri kenapa Ris?” tanya Rian penasaran. Pria itu membuka kaca jendela mobilnya. Melongok dari dalam agar bisa bicara dengan adiknya.“Nggak tahu Mas. Kata Mas Heri mobilnya agak bermasalah. Jadi kami bawa ke bengkel dekat sini. Kalian mau pergi kemana?” Riska bertanya seolah-olah dia tidak tahu.“Mau liburan ke kebun binatang Nte. Ayo Tante dan Dedek pergi sama kita,” ajak Nana semangat.“Kalau liburan, keluarga intinya Kak Nana dulu. Kan sudah lama nggak keluar bareng. Biar Tante dan Dedek tunggu disini. Kasihan Dedek juga sudah mengantuk karena ikut kondangan tadi.” Riska menunjuk putranya yang menguap di gendongan.“Ya sudah kalian masuk dulu. Ini kuncinya Ris.” Tiara menyerahkan kunci rumah.Mereka masuk ke mobil. Melambai pada Riska yang menunggu di depan gerbang. Tiara terus mengawasi dari kaca spion. Dia baru bisa menghela nafas lega saat Heri datang dan mereka masuk ke rumah. Menutup gerbang rapat. Setidaknya ada Heri sebagai laki-laki yang akan menjaga rumah
Di rumah Dina, wanita itu baru saja pulang dari apartemen direkturnya yang sedang berkunjung ke Yogyakarta. Selain memuaskan nafsu si pria tua, mereka juga membicarakan korupsi yang dilakukan Rian. Dina mengakui kalau dia yang membuat Rian melakukan semua itu karena ingin dapat banyak uang. Awalnya Dina merasa tenang karena yakin tidak aka nada masalah. Bukannya dibela, dia justru dimaki habis-habisan.“Apa yang kamu pikirkan sampai membuat perusahaanku rugi? Kalau mau uang banyak, tinggal minta transfer dariku,” hardik pria tua itu marah.“Maaf Pak. Saya hanya menuruti keinginan orang tua.” Dina menunduk. Seumur-umur melayani bosnya, baru kali ini Dina dibentak sedemikian rupa. Padahal bosnya selalu menuruti apapun keinginan Dina. Bahkan tanpa air merah itu.Dia mengira semua aksinya akan aman karena Rian berhubungan dengannya. Siapa sangka bosnya akan murka. Dina masih menunduk. Dia berlutut di depan si pria tua yang berkacak pinggang.“Sekarang kerugian perusahaan sudah mencapai ra
Benar saja. Bos besarnya yang bernama Pak Hendra turun dari mobil. Wajah tuanya yang cekung sempat tertuju pada mobil Pak RT. Dia melenggang ke rumah Dina. Rian masih ingin mengawasi semuanya. Namun dia tidak enak pada Pak RT. Jadi Rian segera melajukan mobil itu.Sudah ada satu orang yang lebih dulu tahu tentang keberadaan Dina. Walaupun Pak RT tidak bertanya atau dia tidak memberi tahu, kalau Dina adalah istri keduanya. Di mobil mereka berbincang seperti biasa. Kesibukan Rian tidak membuatnya kaku dalam urusan para tetangga.“Saran saya lebih baik pagar rumah anda diganti lebih tinggi. Lalu semua tembok pembatas diberi beling.” Pak RT menjelaskan usul dari perangkat desa untuk semua warganya.“Iya. Terima kasih Pak RT.”Mobil berhenti di depan rumah Pak RT. Rian pamit lalu berjalan menuju rumahnya yang hanya berjarak satu kilometer dari rumah perangkat desa itu. Dia memperhatikan pagar rumahnya yang memang pendek. Dulu Rian merasa aman membangun rumah di wilayan ini. Karena itulah d
Rencana untuk menginap di rumah Riska dan Heri batal. Saat melihat rekaman kamera CCTV dan mendengar penjelasan Riska lewat telepon, Bu Mirna memutuskan kembali tinggal di rumah Tiara. Urusan pekerjaan Pak Joko sudah diserahkan pada asisten kepercayaan selama puluhan tahun. Jadi saat Rian pergi ke rumah Dina keesokan harinya, Tiara bisa tenang. Tidak perlu memusingkan kedatangan dukun dan asistennya. Walau mereka sudah menandatangani surat perjanjian dengan Rian di kantor polisi.Tidak banyak yang bisa ia lakukan karena Bu Mirna membantu sebagian besar pekerjaannya. Anak-anak bermain bersama Pak Joko saat waktu luang. Melihat tukang yang mengganti pagar. Bu Mirna istirahat di lantai dua. Membiarkan Tiara menyelesaikan novelnya.Tiara tengah berada di kamar utama. Bersandar ke dinding. Meletakan ponselnya diatas nakas. Dia memijat pangkal keningnya yang sedikit pusing. Ternyata menjadi penulis tidak mudah. Ia cukup beruntung mendapat sedikit penghasilan, dari cuitan di grup masih belum
Tiga hari berlalu tanpa terasa. Hari ini adalah hari terakhi Rian menginap di rumah Dina. Pagi itu ia bangun lebih pagi dari sang istri. Biasanya di rumah Tiara, istri tuanya bangun lebih dulu lalu menyiapkan segala keperluannya pagi itu. Berbanding terbalik dengan Dina yang masih asyik tidur hingga jarum jam menunjukkan pukul tujuh pagi. Karena Dina baru akan berangkat ke kantor jam sembilan pagi. Kesalahan yang ia toleransi sejak mereka pacaran.Rian meraih salah satu ponsel diatas meja. Dia terlalu sibuk membaca berkas hingga tidak memperhatikan ponsel mana yang ia ambil. Padahal dua ponsel yang ada diatas laci memiliki merk yang berbeda. Tanpa memeriksa ponsel yang ia pegang, Rian memasukan barang itu ke tasnya. Dia keluar dari kamar. Memeriksa di dapur apakah ada makanan tersisa atau tidak. Kalau ada makanan yang bisa dihangatkan, dia bisa makan di rumah. Namun jika tidak ada Rian terpaksa membeli makanan diluar.Saat tudung saji tersingkap, tidak ada makanan yang diharapkan. Ria
Lia masuk ke ruangan Rian. Mengamati bosnya dan teman mereka dengan seksama. Matanya melirik ponsel Dina yang ada di meja Rian. Dia bisa mengamatinya dengan mudah karena sekarang mereka duduk di sofa. Ia berusaha fokus mendengar penjelasan Rian. Rasa penasarannya tidak boleh menurunkan performa kerjanya.Jam sepuluh pagi mereka bertiga turun bersama beberapa karyawan dari divisi lain. Mereka akan naik bus yang sudah disediakan perusahaan. Karena ada sepuluh karyawan yang berangkat. Seperti biasa, Rian bergabung dengan dua manajer yang ikut bersamanya. Dina duduk bersama karyawan lain di kursi belakang Rian. Sedangkan Lia memilih duduk di kursi panjang paling belakang.Menceritakan penemuan yang ia lihat tadi. Ditambah Rian dan Dina memasukan barang yang bukan ponsel mereka ke tas masing-masing. Kursi paling belakang tidak hanya ramai dengan cerita empatg orang. Bahkan karyawan yang duduk di kursi depan juga tertarik untuk mendengar.“Jadi Dina tidak selingkuh dengan Pak Hermawan, tapi
Rian mengepalkan tangannya kesal. Dia tidak terima Dina yang sudah sah menjadi istri keduanya berlaku kemudian. Dengan emosi yang memuncak, Dima hendak mengetuk jendela saat Dina sudah berhenti berfoto. Ada pesan masuk yang segera wanita itu angkat. Tanpa melihat Rian yang berada dibalik jendela, Dina masuk ke kamar mandi.“Siapa yang menelpon Dina?” Rian meraup wajahnya kasar. Dia tidak menyangka akan mendapati sang istri berkelakuan aneh seperti itu.Rasa sesal menyelimuti hatinya. Wajah teduh Tiara dan tangisannya silih berganti memenuhi pikiran Rian. Betapa pria itu sudah menyesal menduakan wanita yang menemani perjuangannya. Wanita yang sangat disayang orang tuanya yang selektif dalam memilih pasangan.Ia terduduk di kursi taman. Hijaunya tanaman tidak bisa menutupi kegundahan hati Rian. Meski sudah mengetahui sedikit sikap Dina yang sebenarnya, entah kenapa hati kecil Rian tidak bisa melepaskan wanita itu. Seolah ada tali tak kasat mata yang mengikat mereka agar tidak bisa berpi
Rian seperti baru bangun dari tidur yang panjang. Dia melihat sisi tempat tidur dimana seharusnya Dina berbaring kosong. Sinar matahari menembus korden jendela. Dia duduk sambil mengucek matanya "Apa yang terjadi kemarin?" gumamnya bingung. Ingatan terakhir Rian adalah saat dia bicara dengan Dina di taman samping rumah. Ia minum air yang dibawakan Dina. Rian berusaha mengingat apa yang terjadi kemarin. Namun kepalanya mendadak pusing. "Kenapa aku tiba-tiba mengantuk?" Ia teringat perkataannya sendiri. "Kalau begitu ayo kita istirahat di kamar Mas." Dina menariknya agar berdiri. Dengan langkah tertatih, mereka masuk rumah. Rian melihat Dukun Deri duduk di sofa ruang tengah bersama orang tua Dina. Mereka berbincang akrab. "Apakah Rian tidak akan mengingat apapun?" Suara bapak Dina bertanya. "Tentu saja. Kita mempertahankannya sebagai tameng. Toh tidak ada lagi yang bisa diambil dari pria itu " Rian terlonjak kaget saat pintu kamar terbuka. Ingatannya tentang kejadian kemasin bu
Mari simpan sejenak kebahagiaan pasangan Rian dan Tiara. Karena sekarang kita akan melihat bagaimana sengsaranya Dina setelah rencana wanita itu gagal memberikan guna-guna untuk semua pegawai Aurel. Sekarang wanita yang merupakan mantan ustri kedua Rian itu benar-benar terkurung dalam rumah.Aurel meminta para pengawal menempatkan Dina di gudang. Tidak boleh ada yang membantunya karena Aurel sendiri yang akan memberikan pelajaran pada Dina. Saat Aurel masih mengobrol di ruang kantor Rian yang ada di dalam toko oleh-olehnya, Dina sedang menggedor pintu agar dibukakan dan bisa bebas dari gudang yang pengap dan gelap.Saklar di gudang ini tidak bisa dinyalakan. Dengan kata lain entahg saklar atau lampunya yang bermasalah, lampu di gudang ini benar-benar tidak bisa dinyalakan. Karena itulah jarang ada asisten rumah tangga yang berani masuk sendirian ke gudang ini. Biasanya pasti datang berdua, bertiga atau lebih dengan salah satu menyalakan senter hp.“Sialan kalian semua. Buka pintunya s
“Lanjutkanlah. Aku mau melihat-lihat isi toko. Masa sebagai istri aku tidak tahu apa jenis usahamu,” kata Tiara yang membuat dada Rian buncah dengan kebahagiaan. Dia tidak menyangka akan mendengar kalimat itu dari bibir sang istri.“Tentu saja. Kamu bisa mengambil kue apapun yang kamu mau digudang. Toh aku belum menghitungnya sebagai stok barang,” ujar Rian yang sangat bersemangat seperti anak muda. Membuat Tiara tertawa geli melihat tingkah sang suami yang kembali seperti di awal perkenalan mereka dulu.Inilah sifat lain Rian yang menyenangkan. Salah satu hal yang membuat Tiara mau menerima pinangan Rian tiga belas tahun lalu. Selain perhatian dan penyayang, Rian adalah sosok jenaka yang selalu bisa menghidupkan suasana. Tujuh tahun pernikahan mereka benar-benar disuguhi dengan kebahagiaan. Jika ada konflik tidak pernah berlarut-larut.“Terima kasih Mas. Kamu lanjutkan saja pekerjaanmu sekarang,” ucap Tiara bangkit dari kursinya.“Iya. Kalau mau lihat-lihat di luar, rantang makananny
Tiara terdiam. Bibirnya tetap menyunggingkan senyum meskipun Rian tahu dia memendam banyak tanya. Entah kenapa Rian jadi panik. Tidak bisa bicara sedikitpun. Padahal ada banyak hal yang ingin pria itu jelaskan pada sang istri.Di luar dugaan Aurel sudah berdiri. Wajah wanita cantik itu yang merupakan mantan atas Rian sangat bersinar. Tidak hanya karena mekap mahal yang dipakainya, tapi juga karena aura Aurel yang sangat terpancar. Memancarkan aura old money dari keluarga konglomerat yang terpandang.Aurel berjalan menghampiri Tiara. Wanita itu mengulurkan tangannya pada istri Rian lalu berkata, "Anda pasti istri Rian. Perkenalkan nama saya Aurel. Saya adalah direktur keuangan sekaligus sekarang menjabat sebagai CEO sementara di perusahaan tempat Rian dulu bekerja."Senyum di bibir Tiara seketika tersungging dengan lebarnya. Wajah wanita yang sudah melahirkan tiga putri cantik dari pernikahannya dengan Rian bersinar cerah. Bukan sinar matahari yang menyengat kulit di tengah hari, tapi
“Bagaimana bisa?” tanya Rian tidak percaya. Dia masih tidak menyangka kalau Dina bisa lepas dari kejaran Aurel. Bahkan keluar dari perangkap yang dibuat mantan atasannya itu untuk sang manttan istri kedua.Aurel balas tersenyum. Dia juga tidak menyangka kalau Dina bisa keluar dari jebakannya. Padahal dia sudah susah payah untuk menjebak wanita itu. Ia juga berpikir kalau menyerahkan semua pengwasan Dina pada kepla asisten rumah tangga di rumahnya sendiri sudah lebih dari cukup. Namun ternyata Dina bisa melakukan guna-guna juga pada semua penawal yag mnjaganya selama ini.“Dina memberikan makanan yang sudah diguna-guna pada semua pengawal sejak beberapa hari lalu. Aku tidak tahu kapan tepatnya. Karena itulah yang disampaikan orang pintar yang menbantuku,” kata Auel melanjutkan ceritanya.“Namun satu hal yang kutahu pasti kalau Dina berhasil menyuruh semua pengawal berpuura-pura bersikap biasanya padanya. Semuanya berjalan seperti biasa. Aku dan kepala pengawal tidak curiga sama sekali
“Aku boleh mampir ke tokomu.” Suara Dina yang manja seperti terdengar dari kejauhan.Rian merasa déjà vu. Dia seperti pernah mengalami kejadian yang sama. Pria itu langsung membaca surat al fatihah dalam hatinya. Seketika pesona Dina luntur. Rasa kesal di hati pada mantan istri keduanya itu kembali muncul. Rian menatap Dina tidak suka.“Jadi ini kantornya Bu Aurel?” tanya Dina dengan nada menyindir.Rian tidak menjawab apapun. Dia mengeluarkan ponsel lalu menghubungi Aurel. Melihat aksinya, mata Dina membulat kaget. Wanita itu beringsut mundur. “Kau benar-benar tidak akan mengajakku masuk ke kantormu Mas?” tanya Dina lagi.Kali ini wanita itu menyemprotkan parfum ke tubuhnya. Membuat suasana jadi terasa lebih dingin. Bukan Rian yang menatap Dina penuh kekaguman. Melainkan para pegawai pabrik yang mengantar barang dan beberapa pria yang membeli oleh-oleh dari tokonya.“Lebih baik kamu pergi dari sini. Aku sibuk,” kata Rian yang akhirnya bersuara.Pria itu ingin masuk ke toko yang dijad
Tiara baru saja memberi tahu Bu Mirna tentang kejadian yang ia lihat beberapa waktu lalu. Bu Mirna sampai mengelus dadanya dengan wajah tidak percaya. Terlihat kemarahan di kedua bola matanya.“Sampai hati Dina terus melakukan jal itu. Dia memang benar-bennar tidak punya hati,” kata ibu mertua Tiara itu merutuk kesal.Lily dan Nana masih sibuk menonton tayangan TV. Bahkan Nana sampai berdiri untuk berjoget. Jadi mereka tidak mendengar apa yang dikatakan Bu Mirna tadi. Tiara lalu mengusap bahu sang menantu.“Sudahlah Bu. Alhamdulillah Ustad Aba dan Ustdi Abi peka sehingga meminta Pak Anwar bekerja disini,” kata Tiara lagi berusaha menenangkan sang mertua.“Benar juga sih Nduk, tapi Ibu tetap merasa sebal dengan Dina. Awas saja kalau kami bertemu. Ibu akan memberi pelajaran padanya,” ucap Bu Mirna berapi-api.Tiara hanya bisa terkekeh melihat tingkah sang mertua yang seperti ini. Mereka lalu membicarakan hal lain. Membiarkan anak-anak dengan kesibikan mereka dan ibu-ibu yang sibuk berbi
“Iya. Ayah sengaja menyewa tukang kebun untuk membersihkan halaman rumah kalian. Beliau juga punya tugas khusus untuk memeriksa semua rekaman CCTV dan mengambil barang aneh jika ada yang menanam. Seperti yang dilakukan Dina hari ini,” kata Pak Joko menjelaskan hal ini pada menantunya.“Maaf jika Ayah belum memberi tahumu. Namun tadi Rian sudah tahu rencana ini. Apa kalian belum bertemu jadi dia tidak memberi tahumu?” tanya Pak Joko kali ini dengan raut wajah keheranan.Tiara menggeleng. Dia memang bertemu dengan Rian dan bahkan mereka berangkat ke tujuan masing-masing dengan mobil yang sama, tapi Rian sama sekali tidak menceritakan hal ini padanya. Wanita itu lalu berkata, “Tadi kami pergi bersama naik mobil Yah, tapi Mas Rian tidak bercerita apapun. Mungkin dia lupa. Sekarang dimana tukang kebunnya Yah?” tanya Tiara penasaran. Melongok ke belakang tubuh sang auah mertua untuk melihat tukang kebun yang dimaksud. Namun tidak ada siapapun disana. Pak Joko hanya sendiri berdiri di hadapa
Mendengar jawaban Tiara, Eni tidak berani bertanya lagi. Begitu juga dengan tetangga lain. Mia langsung mengalihkan percakapan tentang anak-anak. Membuat wanita itu menghela nafas lega karena tidak pernah menceritakan aib rumah tangga pada banyak orang. Sehingga mereka mencecarnya hanya untuk mendapat gosip terbaru.Untungnya tidak lama kemudian nama Eni dipanggil petugas puskesmas. Jadi wanita itu tidak lagi bisa mengatakan hal-hal jelek tentang Tiara dan keluarganya. Tidak lama kemudian nama Mia dan ibu-ibu paruh haya juga dipanggil dokter jaga yang berbeda. Tinggal Tiara sendiri disana. Wanita itu menghela nafas lega.Ia masih harus menunggu setengah jam lagi sampai namanya dipanggil hingga Tiara bisa mendapatkan surat rujukan ke rumah sakit terdekat dimana Psikiater bertugas disana.Sesuai dengan perkataannya pada Rian tadi, Tiara mampir ke minimarket terdekat untuk membeli stok cemilan untuk anak-anaknya. Dia dengan santai melangkah menyusuri trotoar menuju minimarket karena jara
“Dek. Bagaimana? Apa kamu setuju?” tanya Rian sambil melambaikan tangannya di depan wajah sang istri.Tiara gelagapan melihat jarak mereka yang sudah cukup dekat. Wanita itu seolah tidak bergerak dari tempatnya berdiri. Mereka berada di posisi itu sampai akhirnya Tiara mengangguk. Rian lalu memundurkjan tubuhnya. Tiara menghela nafas lega walaupun dadanya masih berdebar dengan gemuruh yang menyenangkan.“Oke. Aku setuju Mas,” jawab Tiara pelan lalu menangguk.Mereka berpamitan pada Bu Mirna dan ketiga anak mereka lalu berjalan menuju pintu keluar. Rian masuk ke mobilnya lebih dulu. Sedangkan Tiara yang membukakan pagar. Setelah itu, Tiara harus menutup pagar tinggi itu baru masuk ke mobil Rian. Selama di perjalanan suasana sempat hening sesaat. Ada nuansa kecanggungan yang dapat Rian rasakan dari sang istri.Pria itu sadar tidak mudah mengembalikan hubungan mereka seperti dulu. Meskipun Tiara sudah memaafkannya, mereka harus membangun kemistri sebagai pasangan suami istri lebih dulu d