Share

Bab 33

Author: bubukmerica
last update Last Updated: 2023-03-14 07:33:07

"Nih, makan yang banyak." Eleanora meletakkan sayap ayam goreng di meja bersama lauk yang lain. Meja ukuran satu kali setengah meter itu nyari penuh dengan lauk, bahkan Eleanora tidak bisa meletakan piring makannya.

"Kenapa banyak sekali?”

"Nggak suka?"

Devan menghela napas, ia bukannya tidak suka, tapi terlalu banyak. Ia sampai bingung harus makan yang mana lebih dulu.

"Kamu turun berat badan karena nikah sama aku kah?"

"Hah?" Devan menyuap makanan ke mulutnya lebih dulu, setelah ia menelan baru melanjutkan. "Berat badanku turun kan sejak di sini, tiap pindah tempat tinggal, berat badanku sering turun banyak."

Eleanora menambah tumisan kacang panjang di piring Devan. Sedang piringnya kosong, masih ia pegang, tidak ikut makan. "Sejak hari pertama nikah juga berat badanmu sudah turun."

Devan meringis, tidak menyangka Eleanora sadar. Ia sebenarnya tidak ingin Eleanora sadar, takut gadis itu merasa ia tertekan menikah dengannya. "Yang pasti bukan karena kamu."

Eleanora mengangguk, apa
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Bersama Tanpa Terpaksa   Bab 34

    Kata orang sesuatu yang dihadapi bersama itu akan terasa ringan. Dan benar Devan merasakannya. Bersama Eleanora sakit ketika mengingat pelecehan yang ia alami ketika kecil perlahan memudar. Gelombang kepalanya perlahan berubah, tidak lagi mengingat hal itu sebagai benda tajam yang setiap waktu menyakiti. Berkat Eleanora beban di kepalanya terasa ringan. Senyum Eleanora yang riang juga manjanya gadis itu meski kerap kali ia marahi membuat Devan tenang dan ketergantungan. Singkatnya Eleanora adalah obatnyaDevan jatuh cinta pada sosok Eleanora yang selama ini ia lihat. Tanpa sadar hanya memikirkan perasaan sendiri dan melupakan fakta jika mungkin Eleanora juga punya luka, sebab mereka yang terlalu ceria kerap menyimpan luka.Lamunan Devan terganggu ketika ponsel di saku celananya bergetar, sedikit bunyi membuat Devan tahu siapa yang menelepon. Devan mengangkat panggilannya, dari Surga, dengan nada dering: SaNelaer ini surgamu, awas durhaka. Nada dering yang ia buat dengan suara mbak g

    Last Updated : 2023-03-14
  • Bersama Tanpa Terpaksa   Bab 35

    "Devan ajak saya tinggal sama kalian."Devan baru kembali ke kamar rawat inap Eleanora setelah menghabiskan nasi bakarnya. Dan ia disambut dengan pertanyaan tak masuk akal itu. Bahkan kalimat yang keluar dari mulutnya tidak pernah sepanjang itu. "Iya? Sudah berteman kalian?" tanya Eleanora semangat. Ia melihat Devan di dekat pintu. "Sayang!" panggilnya. Eleanora melambaikan tangan menyuruh Devan mendekat. Gadis itu tampak berbinar meski wajah dan bibirnya pucat. Devan mendekat, berdiri di samping Keenan. Ia dan Keenan bertatapan, Keenan mengkode dengan matanya menunjukan apa yang dipegang. Devan mendengkus pelan, hatinya panas. Entah Eleanora sudah bangun berapa lama sehingga akhirnya berduaan dengan Keenan. Eleanora terlihat sangat semangat dan senang Keenan akan tinggal bersama mereka. Lalu Eleanora makan disuap oleh Keenan. Sekarang Eleanora memang sedang makan nasi bakar disuap Keenan. Gadis itu makan sambil minum air, katanya biar tidak mual. Aktivitasnya memang dengan Keenan

    Last Updated : 2023-03-14
  • Bersama Tanpa Terpaksa   Bab 36

    Kalau orang-orang lihat pasti akan menganggap mereka terlibat kisah cinta segitiga. Dan perempuan yang menjadi rebutan akan disebut tidak peka, egois atau rakus karena tidak mau rugi. Sebab raut wajah Eleanora satu-satunya diantara mereka yang berseri. Eleanora tidak peduli bagaimana ekspresi dan tatapan Devan dan Keenan. Tidak peduli Devan dan Keenan saling menusuk lewat tatapan mereka. Yang penting bagi Eleanora ia bisa duduk bersama dua laki-laki itu. "Makan, lah, jangan romantisan terus," tegur Eleanora karena tampaknya mereka belum mau menyudahi tatap-tatapan itu. Saat ini mereka sedang berada di restoran atas permintaan Eleanora. Niatnya mau makan sama-sama, sesekali di luar, tapi rupanya Devan dan Keenan ingin asik sendiri tanpa mengajak Eleanora terbukti sudah setengah jam berlalu mereka seperti itu. "Buka mulutmu, Sayang." Karena tak juga dihiraukan, Eleanora mengambil inisiatif untuk menyupi. Devan membuka mulutnya meski tak melirik Eleanora sedikitpun. Ia memutuskan ko

    Last Updated : 2023-03-14
  • Bersama Tanpa Terpaksa   Bab 37

    "Sayang!" Devan menjawab dengan gumaman. Ia duduk bersandar di kepala ranjang, fokus membaca buku. Sedang Eleanora berbaring di ketiak Devan. "Coba lagi yuk," ajaknya sembari mengelus elus kaki Devan yang berbulu dengan kakinya. Pelan tapi pasti kaki Eleanora sudah menjalar ke paha bagian dalam. Devan menutup bukunya hingga menimbulkan suara yang keras. "Ayo!" Ia meletakkan bukunya di atas nakas. Lalu tanpa aba-aba tangannya menyapa dua sahabat Eleanora. Memencetnya bak squishy. Eleanora terkejut, matanya melebar dan berkedip beberapa kali. Ia memegang kedua sahabatnya. "Jangan urakan, Sayang. Nanti kendor." Tatapan Eleanora berubah lembut, tangannya masuk ke dalam baju Devan dan mengelus dadanya. "Sentuh dengan lembut dan penuh perasaan," lanjut Eleanora sembari jarinya memutari area dalam areola milik Devan, sedikit menyentuh puncaknya. Devan tertawa. "Geli, El.""Kamu nggak penasaran, kah, Sayang?" Devan menyentuh lagi sahabat Eleanora, ia memperlakukan sama seperti yang dico

    Last Updated : 2023-03-14
  • Bersama Tanpa Terpaksa   Bab 38

    Hari-hari Devan benar-benar penuh warna sekarang. Tidak ada lagi alasan untuk tidak bersemangat. Sejak menjadi suami-istri sesungguhnya, Devan tidak pernah kusut wajahnya. Datang ke kantor wajah cerah, pulang kantor ia semangat. Tidak peduli berapa banyak pekerjaan atau masalah di kantor, Devan tetap senang. Namun, entah mengapa akhir-akhir ini Devan sering dimarahi, padahal pekerjaan bagus dan selalu selesai tepat waktu. "Kamu kerja lama-lama nggak becus, ya?” bentak ketua tim, membuat semua orang berbalik. "Maaf, Pak, tapi salah saya di mana ya?” "Kamu nanya? Kamu nanya salahmu di mana?—""Soalnya saya sudah mengikuti yang Bapak minta," serobot Devan, memutuskan omongan ketua tim, membuat laki-laki tua itu makin melotot. "Sudah saya nggak mau tahu, ulangi pekerjaanmu! Bagaimanapun caranya besok pagi harus jadi." Ketua tim melempar dokumen yang Devan kasih tadi lalu kembali duduk, ia fokus dengan kertas-kertasnya lagi. Devan kembali ke mejanya dengan lemas. Ia tidak mengerti d

    Last Updated : 2023-03-15
  • Bersama Tanpa Terpaksa   Bab 39

    "Arrrgh!!!" Devan tidak tahu harus teriak di mana, tidak tahu harus melampiaskan emosinya di mana. Akhirnya opsi terdekat yang bisa ia pilih karena hari akan gelap hanyalah tempat karaoke. Sudah setengah jam Devan teriak-teriak, melampiaskan kekesalannya. Ia sampai lelah dan tak punya tenaga lagi. Ia sampai habis air mineral dua botol. Sekarang ia telentang di sofa dengan napas terengah-engah dengan mata tertutup. Tangannya meraih kertas yang ada di meja lalu meremasnya. Goresan tangan di kertas itu masih terngiang-ngiang di kepalanya. Kertas itu berisi permintaan maaf dari ketua timnya yang diselipkan di surat pemberhentian kerja. Ketua timnya minta maaf sebanyak-banyaknya atas perlakuannya seminggu ia. Ketua timnya bilang kalau ia sangat terpaksa melakukan itu atas perintah CEO mereka langsung. Ketua timnya juga tidak tahu mengapa Devan harus dipecat dan dibuat-buat kesalahannya, padahal Devan berpotensi menjadi salah satu pegawai terbaik. Surat itu, meski surat permintaan maaf

    Last Updated : 2023-03-15
  • Bersama Tanpa Terpaksa   Bab 40

    "Maaf, posisi tersebut baru saja terisi!"Devan memaksakan senyum, genggaman tangannya mengerat pada map berisi cv dan beberapa dokumen pelengkap untuk melamar pekerjaan. Devan terpaksa pergi dengan kaki diseret, terasa berat. Devan sedikit melirik ke belakang, ke gedung yang baru saja ia masuki. Ia tertawa sinis melihat kertas pengumuman lowongan pekerjaan itu masih menempel manis di pintu kacanya. Devan tidak tahu apa fungsi kertas itu menempel di sana. Devan masih waras untuk berhalusinasi seseorang menempelkan kertas itu di sana. Ia dengan sadar, kertas itu baru tertempel di sana, ia juga sudah bertemu orangnya, tapi lucunya mereka bilang sudah terisi. Padahal waktu kertas itu ditempel tidak lebih dari lima belas menit lalu. Devan berusaha biasa saja, tapi dua minggu alami penolakan tetap buat ia tidak bisa terbiasa. Tidak ada penolakan yang bisa buat orang biasa saja, apalagi itu untuk sesuatu yang teramat diinginkan. Devan tidak mengerti apa yang sedang ia alami, karena bahk

    Last Updated : 2023-03-15
  • Bersama Tanpa Terpaksa   Bab 41

    Seolah menyambut hari Devan, matahari pagi bersinar dengan hangat. Ia keluar rumah dengan harapan dan semangat yang membara. Dua hari kemarin sudah ia pupuk dengan bersama Eleanora sepanjang hari. Karena merasa bersalah, Devan mengajak Eleanora liburan selama dua hari. Salah satu hotel dengan pemandangan langsung ke pantai menjadi pilihan. Kamarnya nyaman dengan kolam renang privat. Eleanora beranggapan Devan mengajak bulan madu yang tertunda, yang langsung diiyakan Devan padahal laki-laki itu tidak terpikirkan sama sekali."Kamu kok buat rencana bulan madu nggak bilang-bilang?" tanya Eleanora begitu sampai di kamar hotel, ia langsung menuju balkon. Kepalanya mengangguk melihat pemandangan di depannya. Devan menggaruk kepalanya kikuk. "Surprise? Hadiah?" Devan balik tanya, ia bingung harus bilang apa. Sejujurnya ia hanya ingin mengajak Eleanora liburan setelah beberapa waktu berat yang mereka lewati. Ia hanya ingin menambah daya semangat untuk menjalani hari-hari ke depan yang mun

    Last Updated : 2023-03-19

Latest chapter

  • Bersama Tanpa Terpaksa   Bab 92 Tamat

    "Assalamu'alaikum, Papa Mama," sapanya pura-pura mengantuk seakan baru bangun tidur, layar ponselnya ia dekatkan ke wajah agar pemandangan di belakangnya tidak terlihat. "Tidak usah pura-pura, Mama tahu kamu masih di jalan! Kenapa baru pulang jam segini?" Vanela menjauhkan ponselnya seiring suara Eleanora yang semakin nyaring. "Papa, Mama marah-marah." Bukannya menjawab, Vanela malah mengaduh pada Devan. Namun kali ini Devan tidak akan membelanya. "Kamu memang harus dimarahi. Kenapa baru pulang?" Suara dan tatapan Devan tampak tegas, tanda Vanela harus segera menjawab dengan benar, tidak bisa bermanja lagi. Vanela menunjukan lembar soal yang sejak tadi dipangkuannya. "Keasyikan ngerjain ini, lupa kalau nggak lagi di rumah." "Apa itu?" "Soal matematika untuk lomba tingkat SMA." "Papa tidak tahu kalau kamu ikut-ikut yang seperti itu." Memang selama ini Vanela selalu pulang tepat waktu dan bahkan saat jadwal kuliahnya tinggal dua jam lagi, Vanela menyempatkan pulang untuk sekadar b

  • Bersama Tanpa Terpaksa   Bab 91

    Beberapa tahun lagi mamanya akan kepala empat menyusul ayahnya, pasti akan sulit untuk hamil diusia seperti itu. Dan Vanela menyesal sudah mengatakan permintaannya itu, harusnya ia lebih memikirkan orang tuanya ketimbang diri sendiri.Hari ini Vanela memulai perkuliahannya lagi. Selama masa kuliah, Vanela tidak lagi pergi bersama Baruna. Bukan karena jadwal kuliah yang berbeda, melainkan karena Baruna tidak berkuliah di universitas yang sama dengan Vanela. Vanela tetap tinggal di Kota Kendari agar selalu dengan orang tuanya dan berkuliah di universitas Halu Oleo dengan mengambil jurusan yang sekiranya santai.Vanela tidak peduli dengan jurusan kuliah yang dia ambil. Yang dipikirkannya hanya bagaimana caranya ia menyelesaikan kuliahnya tanpa terlalu banyak membuat waktu di kampus. Sehingga Vanela benar-benar menjadi anak kupu-kupu, kuliah pulang kuliah pulang. Kendati demikian, Vanela masih memiliki teman walau tidak akrab.Pukul sebelas siang ketika Vanela baru pulang dari kampus, har

  • Bersama Tanpa Terpaksa   Bab 90

    Sudah sejak pertengahan SMP Devan tinggal jauh dari orang tua, tapi setidaknya ia tinggal bersama kakaknya yang jauh sudah dewasa. Kepindahannya kala itu karena ingin bersekolah di kota yang katanya pendidikan lebih bagus. Karena mendukung anaknya, orang tua Devan menyetujui. Kehidupan sekolah Devan lancar-lancar saja, ia tidak pernah di bully atau merasakan stres yang luar biasa menggangguk.Kemudian sewaktu awal masuk kuliah, Devan memutuskan hal yang besar, yaitu tinggal sendiri, mempertanggung jawabkan dirinya sendiri dengan tinggal di tempat kos-kosan. Hari-hari tenangnya mulai hilang, kegiatan kampus juga uang bulanan mulai memeras is kepalanya. Beberapa bulan pertama kehidupan Devan di kos-kosan terasa sangat berat baginya.Devan yang tadinya tidak perlu memikirkan uang saku habis, tidak perlu memikirkan kebutuhan hidupnya, kini harus memikirkan semuanya. Karena sudah tidak ada lagi kakaknya yang baik hati yang tidak pernah memperhitungkan uangnya dipakai Devan.Uang yang Laki

  • Bersama Tanpa Terpaksa   Bab 89

    Tidak disangka ujian kelulusan sebentar lagi, kurang dari dua minggu lagi, tapi Vanela tidak pernah belajar. Ia lebih sering latihan bersama Yudi dan pengawal yang lain ketimbang membuka buku pelajaranBanyak yang mengira kalau setelah Vanela berhijab gadis itu akan berubah jadi lembut seperti yang terlihat jelas diwajahnya. Namun sayang hal itu hanya harapan semata. Nyatanya Vanela masih suka sadis, apalagi saat sedang kesal. Gadis itu belum bisa yang satu itu.Beberapa kali saat emosi, Vanela menggunakan salah satu pengawal untuk menjadi tempatnya menaruh objek sasaran saat olahraga lempar pisau atau panahan. Seperti saat ini. Tadi Vanela secara random memanggil salah satu pengawal yang sedang duduk asyik sembari merokok. Pengawal itu tadinya tenang-tenang saja sampai di ajak ke tempat latihan, ia langsung panas dingin.Ketika Eleanora sudah bersiap menarik busurnya, tiba-tiba Keenan datang."Diego Lim datang," bisik Keenan yang langsung dibalas lirikan oleh Vanela."Cukup kasih tah

  • Bersama Tanpa Terpaksa   Bab 88

    "Papa, Nela kangen," lirih Vanela sembari mengelap tubuh ayahnya. Padahal ia tahu sudah ada yang bertugas menjaga dan merawat orang tuanya, tapi ia tetap ingin berbakti meski sedikit."Nela."Vanela menoleh. Zia datang dengan membawakan makanan untuknya. Vanela menyudahi menyeka tubuh Devan, ia menghampiri Zia yang menata makanannya di meja."Padahal Tante nggak usah repot-repot antar ke sini. Aku kan bisa ambil makan sendiri." Vanela duduk di samping Zia. Ia mengambil air putih yang Zia siapkan, menghabiskannya hingga nyaris tandas."Kapan? Nanti malam?"Vanela tertawa kecil. Zia sudah mengenal Vanela dari kecil. Zia sudah hapal dengan kelakuan Vanela yang kalau sudah masuk ke ruang perawatan orang tuanya ini susah keluar lagi. Kecuali ada buku pelajarannya yang harus dia ambil."Kamu sudah kelas tiga, apa tidak lebih nyaman belajar di kamar?""Iya ini belajar di kamar kan?" Vanela tersenyum menbuat Zia merasa gemas.Padahal maksud Zia, Zia ingin Vanela punya kehidupan lain selain di

  • Bersama Tanpa Terpaksa   Bab 87

    "Sayang! Kamu bikin apa?" Devan melongok dari semak-semak, melihat Eleanora memetik bunga. "Kenapa kamu petik?" Devan menyayangkan tindakan Eleanora."Bunga-bunganya sudah jelek. Kalau mau tumbuh bunga bunga baru yang segar, bunga yang lama harus disingkirkan. Begitu juga kehidupan Vanela."Vanela terkejut namanya dipanggil ia kira ia sedang bermimpi sekarang, tapi mimpinya cukup indah karena orangnya sadar akan kehadiarannya."Kamu harus membuang kenangan, agar hidupmu terus berjalan."Tiba-tiba pemandangan orang tuanya yang sedang ditaman bunga kini berganti menjadi pemandangan yang setipa hari ini lihat, orang tuanya terbaring tak berdaya dengan tak sadarkan diri.Lalu tiba-tiba lagi pemadangan itu hilang tergantikan ruang putih yang kosong. Vanela berlari ke tempat orang tuanya tadi berada, tapi sepanjang berlari ia hanya menemukan ruang putih yang terasa hampa."Maamaaaa! Papaaaaaaa!" Vanela berteriak sekuat tenaga sampai tenggorokannya habis. Sampai ia terbangun seketika dari ti

  • Bersama Tanpa Terpaksa   Bab 86

    "Jadi bagaimana, Mas? Apa perlu kita mengirim orang untuk mengecek ke sana?""Jangan, jangan." Keenan menggeleng, tidak menyutujui saran Yudi. "Lebih baik jangan, terlalu berbahaya. Kita tidak tahu situasi di sana seperti apa. Jangan sampai masih ada yang berusaha untuk masuk, atau mungkin lebih parah, kita tidak tahu. Saya tidak mau kalian kenapa-kenapa."Keenan menarik napas sejenak, ia menatap teman-temannya satu persatu. Tidak semua berada di dalam ruangan itu karena beberapa harus tetap berjaga di luar, tapi masing masing dari mereka bisa mendengar percakapan ini dan juga bisa mengutarakan pendapat."Dengar, kalian semua yang ada di sini adalah orang orang yang dipilih langsung oleh Tuan, itu tandanya beliau sangat percaya kalian bisa menjaga anak, menantu dan cucunya. Paham?"Semua serentak mengatakan paham."Jadi saya tidak mau kalian kenapa-kenapa. Apalagi sekarang dua tuan kalian dalam keadaan yang tidak baik, kalau terjadi sesuatu sama kalian, siapa yang akan menjaga dan me

  • Bersama Tanpa Terpaksa   Bab 85

    Mendengar penuturan Ibu, Zia hanya bisa menghela napas. Sementara itu Devan bersama Yudi mendatangi penjara bawah tanah yang berada di bawah rumah salah satu pengawal. Di sana Damar dikurung. "Siapa namanya?" "Damar, Mas." Keenan menaikkan alisnya. Nama itu terdengar tidak asing, tapi ia tidak ingat siapa orang itu. Ia juga tidak bisa menduga hal gila apa yang sudah ia dan Eleanora lakukan sampai laki-laki itu membalas dendam dengan menculik Vanela. Ketika sampai di penjara itu, barulah Keenan ingat dan mengerti. Damar adalah laki-laki hidung belang yang pernah ia buang atas suruhan Eleanora karena mengganggu ketenangan kos-kosannya dulu dengan Devan. Keenan mendengkus keras, harusnya dulu ia tidak memberi ampun pada laki-laki itu sekalipun memohon sampai menangis darah. "Halo," sapa Damar dengan ekspresi yang menjengkelkan. "Tidak dapat anaknya, dapat suaminya, hmm lumayan," ucap Damar di akhiri tawa yang terdengar sangat memuakkan. Keenan hanya bisa mengepalkan tangan dengan

  • Bersama Tanpa Terpaksa   Bab 84

    Keenan sampai di ruang rawat inap Zia dengan napas terengah. Ia di sambut Desi di depan pintu. Zia sudah keluar dari Icu, sudah sempat sadar tapi tapi langsung tidur lagi efek pengaruh obat. Keenan bernapas lega, masuk dengan mata sayu. Ia melihat ke arah sofa bed. Keenan bersyukur Desi cukup peka dengan tidak ragu-ragu memilih kamar inap, sehingga Baruna bisa beristirahat dengan nyenyak meski sedang berada di rumah sakit. Keenan menghampiri Baruna lebih dulu, mengecup kening anaknya cukup lama lalu menghampiri Zia. Lama Keenan memperhatikan wajah Zia yang tampak damai. Meski demikian wajah itu sedang tidak baik-baik saja, ada beberapa memar kecil dan luka gores menghiasi wajah cantik Zia. Mata Keenan memanas. Ia tidak tahu kalau rindunya pada Zia sebesar ini. Ia tahan tangisnya agar tidak terdengar. Dengan ragu-ragu ia mengecup satu persatu luka yang ada di wajah Zia. Berharap luka-luka itu cepat sembuh dan tidak meninggalkan bekas. Bukan karena ia tidak terima jika Zia punya bekas

DMCA.com Protection Status