Tidak terdapat tugas serius di tubuh Ansel sehingga membuatnya harus dirawat di rumah sakit. Tetapi, karena Ethan dan Aleena merasa tidak yakin, mereka meminta dokter untuk tetap merawat Ansel. Kejadian penculikan tersebut telah menimbulkan trauma yang sangat dalam bagi Ansel sehingga membutuhkan penanganan serius dari psikolog anak. Berapa hari setelah kejadian penculikan tersebut, Ansel terlihat kesulitan untuk tidur dan juga makan. Setiap kali bocah itu sudah akan tertidur puas, selalu saja dihantui dengan mimpi buruk yang membuatnya akan langsung terbangun dalam kondisi tubuh yang ketakutan. Ansel juga sempat kenal aku untuk makan sehingga membuat Aleena dan Ethan semakin cemas.Namun, setelah hampir datang bulan mereka berada di rumah sakit, mereka merasa Ansel lebih membutuhkan situasi yang tenang untuk bisa mendukung kesembuhannya. "Apa kita bawa saja dia ke rumah? Mungkin dengan suasana di rumah, akan membuatnya lupa dengan kejadian itu," Aleena berkata pada Ethan saat baru
Aleena bisa merasakan telinganya yang berdenging. Kata-kata setelahnya yang diucapkan Ethan, sudah tidak bisa lagi dia dengar. Selama ini Aleena berpikir bahwa sang Ibu tidak sengaja terjatuh dari lantai tiga kamarnya. Fakta baru yang mencengangkan, dia mana pernah mengira bahwa ibunya meninggal dengan cara dan tidak wajar. "Aleena," panggil Ethan, tetapi tidak mendapatkan jawaban sehingga pria itu memegang bahu Aleena dan sedikit menggoyangkannya. Aleena seperti tersadarkan, dia menoleh dan di saat itulah Ethan melihat tatapannya yang kosong. "Aleena, aku berjanji akan membantumu menuntut keadilan untuk ibumu. Kamu tenang saja, ya?" Aleena melihat kesungguhan di kedua mata Ethan. Pria ini padahal orang asing dalam hidupnya. Alasan mereka bersama hanya supaya bisa memberikan kebahagiaan untuk Ansel. Tetapi, kenapa Aleena bisa melihat kesedihan yang dipancarkan matanya saat memberikan bukti tentang kematian mendiang ibunya? Apakah Ethan memiliki perasaan lain untuknya?Aleena menu
Melihat Ansel yang dengan mudah langsung mengikuti Nancy, seketika membuat Aleena merasa sangat senang. Dia tahu bahwa orang-orang yang dipekerjakan oleh Ethan adalah orang yang bisa dipercaya. Jadi, saat Ansel langsung mengikuti langkah Nancy naik ke lantai dua dan masuk ke kamarnya, seketika hati Aleena menghangat. Penculikan yang dialami oleh putranya, telah meninggalkan trauma yang lumayan dahsyat dalam pikirannya. Sejak kejadian itu, sulit sekali untuk mendekati Ansel. Bahkan Ethan sempat tidak diterima dengan baik oleh anaknya sendiri. Sehingga membutuhkan pendekatan yang lumayan menguras hati dan pikiran untuk bisa berbicara dengannya. Lalu, saat mereka akhirnya memutuskan untuk merawat Ansel di rumah, ketika pelayan Nancy mendekati Ansel dan langsung diterima dengan tangan terbuka, merupakan kebahagiaan yang tidak bisa dideskripsikan oleh Aleena. Putranya yang sulit didekati, akhirnya secara perlahan bisa kembali seperti sebelumnya. Walaupun tentu saja perubahan itu belum me
Aleena menyeruput kopi hitamnya dengan penuh nikmat sembari melihat pemandangan pagi hari dari atap rumah yang semalam diberitahukan oleh Ethan. Hari ini suasana hatinya dalam kondisi baik sebab Ansel yang juga sudah mulai membaik. Meskipun belum sepenuhnya keceriaan itu hadir, tetapi Aleena sudah merasa sangat bahagia setelah melihat beberapa hari ini kedapatan melihat Ansel yang tertawa saat sedang bermain dengan Nancy. Saat sedang memikirkan betapa hatinya merasa senang, tiba-tiba sebuah tangan menyentuh bahunya. Otomatis dia langsung menoleh dan seketika itu juga Aleena bisa bernapas dengan lega. "Ethan! Kamu mengejutkanku!" Aleena berseru dengan kedua tangan yang menyentuh dadanya. Beruntung dia tidak sedang memegang secangkir kopi panas. Jika iya, sudah pasti tangannya akan menjadi korban. "Apa yang kamu pikirkan, Aleena? Serius sekali sampai tidak menyadari kedatanganku." Ethan langsung mengambil posisi di samping Aleena. Aleena menggelengkan kepalanya, dia mengambil
Eloise membelalak, lelaki mana yang dimaksud suaminya? Dia langsung mengambil kotak hadiah tersebut kemudian membukanya. Benar saja, bahwa di dalam kotak itu terdapat beberapa foto dirinya dengan pria lain sedang masuk ke dalam hotel berbintang. Semua detail sangat jelas sehingga dia tidak akan bisa mengelak.Namun, Eloise mana mau mengakuinya, dia merobek kumpulan foto itu kemudian memeluk lengan Darius. Dia menggelengkan kepalanya dengan dan saat itulah air matanya mengalir keluar. "Kakak, semua foto-foto ini tidak seperti yang kamu kira. Aku tidak pernah mengenalnya. Foto-foto ini pasti sudah direkayasa oleh orang yang tidak menyukaiku. Aku tidak pernah berselingkuh darimu, Kak," Eloise membela dirinya.Darius menatap Eloise dan masih terlihat ketidakpercayaan dari sorot matanya. Segera Eloise mengusap dada bidangnya kemudian bersandar di sana. "Kakak tahu betapa aku mencintai Kakak. Aku sampai merelakan hubungan persaudaraanku rusak hanya demi bisa hidup bahagia bersama dengan K
Setelah mengatakannya, Aleena langsung berdiri dan meninggalkan Ethan yang masih termenung memikirkan kata-katanya. Dalam hatinya ada sedikit rasa malu karena secara tidak langsung, dia telah mengungkapkan perasaannya. Saat sampai di depan pintu lift, Aleena terdiam sejenak dan melihat tempat dimana Ethan masih duduk tanpa bergerak sedikitpun. Seketika itu juga hatinya diliputi perasaan kecewa sebab berharap bahwa pria itu akan mengejarnya dan menanyakan lebih jelas tentang perasaannya. Tetapi, yang terjadi adalah Ethan masih duduk di kursi taman tanpa berniat untuk mengejarnya.Aleena tersenyum merutuki kebodohannya. Mana mungkin Ethan melihatnya sebagai seorang wanita ketika tembok yang menghalangi mereka begitu tinggi dan sulit untuk dihancurkan. Pada akhirnya dia memilih untuk masuk ke dalam lift meninggalkan Ethan sendirian.Tanpa diketahui oleh Aleena, Ethan terdiam sebab memikirkan kata-katanya. Dia tidak mau menjadi salah paham dan mengira Aleena sudah mulai bisa membuka hati
Aleena tersenyum saat pandangan matanya bertemu dengan Ansel. Dia baru saja menemani putranya konsultasi dengan psikolog. Hasilnya pun sudah sesuai dengan dugaan bahwa Ansel mengalami gangguan trauma pasca penculikan. Namun, melihat bocah itu yang sudah mau berinteraksi dengan orang lain, meski belum sembuh benar sudah merupakan hal yang baik. Mereka diminta untuk terus menemaninya kemanapun bocah itu pergi.Aleena berpikir bahwa masih belum terlambat, dia pasti akan mengusahakan yang terbaik untuk putranya. Berharap ke depannya juga akan ada beberapa terapi ataupun pengobatan supaya bisa mengembalikan keceriaan di wajah Ansel. Melihat suasana sekitar dan ternyata dirinya masih tidak mendapati Ethan berada di sana, seketika Aleena diliputi perasaan kecewa. Pria itu sudah berjanji untuk menyusul mereka di rumah sakit tetapi sekarang nyatanya janji itu hanya omong kosong belaka."Ma, ayo, kita pulang!" ajak Ansel setelah dia menghabiskan ice cream di tangannya.Aleena langsung memasan
Aleena buru-buru melepaskan diri dari Ethan sehingga membuat Ansel yang berada di tengah-tengah mereka menjadi kebingungan. Dia berusaha untuk mengubah ekspresi wajahnya seperti biasa."Ansel, karena Papa sudah ada di sini, sebaiknya Ansel tidur. Hari sudah malam, sudah waktunya untuk kita beristirahat," ucap Aleena seraya merebahkan diri di samping Ansel. "Mama, kenapa wajah Mama merah? Apakah Mama sakit?"Mendengar kalimat Ansel, seketika Aleena mengangkat wajah dan menatap Ethan. Buru-buru dia mengalihkan pandangan, dia tidak berani untuk menatap suaminya. Rasanya seperti jantung akan meledak jika bertemu pandang dengannya."Tidak, mama hanya lelah dan ingin istirahat saja. Lebih baik sekarang kita tidur, ya?" Aleena benar-benar menghindari kontak mata dengan Ethan. Dia langsung menarik selimut, menutupi tubuhnya dan Ansel. Dalam hati berharap bahwa tidak akan ada lagi pertanyaan serta hari langsung berganti menjadi pagi.Baru saja Aleena mendengarkan embusan napas Ansel yang tera