Share

34. Curiga

Author: Tutyas
last update Last Updated: 2023-10-31 10:35:10
Baru satu bulan yang lalu mas Bara pergi ke luar kota, kenapa bulan ini juga ia mengatakan kalau mau ada pertemuan di luar kota lagi? Perasaanku jadi tidak enak.

"Selamat ya Alya, akhirnya kau bisa membuka cabang tokomu di luar kota. Semoga kau sukses selalu."

Aku mendengarkan percakapan mama Resti melalui sambungan telepon. Dia mengucapkan selamat untuk mantan menantunya dengan begitu manis.

"Iya, semoga Bara juga mendapatkan kesuksesan seperti kamu."

Loh, kenaoa jadi ke mas Bara. Berarti mbak Alya sedang membicarakan mas Bara dengan mama. Sungguh terlalu! Sudah menjadi mantan tapi masih suka membicarakannya. Apa mbak Alya masih mencintai mas Bara? Memangnya mbak Alya tidak bisa melihat, mas Bara sudah menjadi suamiku dan ayah dari anakku. Dia begitu tega mengganggu ketenangan rumah tanggaku ini.

Lihat saja nanti, kalau ada kesempatan bertemu ayah atau ibu aku akan mengadukan perbuatan mbak Aya ini. Biar ayah atau Ibu yang memberi teguran pada putri kesayangannya yang ternyata mempuny
Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App

Related chapters

  • Berikan Suamimu Untukku, Mbak   35. Aku Benci Padamu, Mbak!

    Aku berkumpul dengan ibu-ibu kompleks karena hari ini akan ada pembagian vitamin dan makanan gratis untuk para ibu hamil dan anak-anak batita dan balita. Tempatnya adalah di halaman rumah Bu Bidan tempatku melahirkan Afnan. Sebenarnya aku tidak mau ikut, aku malas berkumpul dengan orang-orang yang suka menggunjingku, yang ada aku hanya akan mendapat sindiran-sindiran saja.Lagian untuk apa aku mengantre untuk mendapatkan makanan yang tak seberapa harganya. Dan kalau vitamin aku bisa datang langsung ke Bu Bidan, akan di kasih langsung karena memang itu jatahnya Afnan untuk bulan ini."Nggak usah sombong jadi orang, kau pasti juga akan membutuhkan orang lain suatu saat nanti. Belajar bersosialisasi sana."Rutuk mama Resti saat mendengar aku menolak undangan dari Bu Bidan yang di titipkan pada mbok Iyem."Aku malas mengantre dan panas-panasan, Ma. Kasihan Afnan juga.""Bilang saja kau ini tidak mau bergaul dengan orang sekitarmu karena kau merasa jadi orang kaya karena tinggal di rumah i

    Last Updated : 2023-10-31
  • Berikan Suamimu Untukku, Mbak   36. Curiga Tingkat Dewa

    Tut ... Tut ... Tut ....Begitu terus bunyi hpku saat menghubungi nomor mas Bara. Tidak tersambung sama sekali setelah ada dua puluh kali aku mencoba menghubunginya.Aku mondar mandir di dalam kamarku, gelisah menyerang hatiku. Baru saja aku berhasil menenangkan Afnan yang rewel karena badannya agak panas karena habis di imunisasi. Sebenarnya aku sebal kalau harus menggendongnya terus, pundakku terasa pegal. Aku mengharapkan ada mas Bara menggantikanku ternyata pulang saja tidak. Tidak biasanya mas Bara tidak mengabariku seperti ini, pulang terlambat saja biasanya ia mengirim pesan. Mama dan papa juga tidak ada membicarakan apa pun tentang mas Bara. Memang biasanya mereka berada di toko yang berbeda, punya tugas masing-masing. Aku ingin bertanya pada mama tapi aku takut malah kena semprot atau diomeli yang macam-macam.Aku mencoba melihat sosial medianya mas Bara tapi tak ada satu pun yang aktif hari ini. Semua aktif kemarin dan tidak meninggalkan jejak apa pun, misalnya dia sedang

    Last Updated : 2023-11-01
  • Berikan Suamimu Untukku, Mbak   37. Marah Dibalas Marah

    Aku sangat keheranan ketika sampai rumah, pemandangan yang di luar dugaanku kini ada di depan mataku. Mas Bara sedang tidur sambil memeluk Afnan.Mama Resti tidak bisa kutemukan padahal aku tadi sudah merasa takut kena damprat karena pulang terlambat. Aku tersenyum melihat dua insan yang sangat kucinta ini sedang tidur berdua.Sepertinya mas Bara sangat kelelahan, dia tidak juga menyadari kehadiranku di kamar ini. Wajahnya menunjukkan keletihan yang teramat sangat. Aku berjingkat ke luar. Biarkan saja mereka tidur nyenyak."Mbok, mama ke mana?"Tanyaku ke Mbok Iyem yang kebetulan lewat untuk menyiapkan menu makan siang."Nyonya ke toko Non. Tapi Tuan Bara sudah pulang tadi ""Iya, Mbok. Aku juga sudah melihatnya. Apa mas Bara sudah lama pulangnya, Mbok?""Belum, Non. Saat Tuan Bara tiba baru kemudian Nyonya berangkat.""Oh, baiklah Mbok."Aku meninggalkan Mbok Iyem dan kembali ke kamar. Aku kembali bertanya-tanya mengapa mas Bara baru pulang jam sepuluh pagi, tadi malam dia tidur di ma

    Last Updated : 2023-11-01
  • Berikan Suamimu Untukku, Mbak   38. Sakit Hatiku Melihatnya

    Benar saja, mas Bara mendiamkanku. Sangat egois, sudah tidak bertanggung jawab atas apa yang terjadi pada anaknya, kini pulang-pulang malah diam membisu seperti patung. Sebenarnya apa aku salah kalau aku ingin mas Bara sedikit membantuku dalam merawat Afnan. Dia juga anaknya mas Bara bukan anakku saja, seakan-akan semua tanggung jawab atas Afnan dilimpahkan padaku saja. Sementara mas Bara bebas tugas karena dia harus bekerja.Bolehlah kalau cuma masalah Afnan, tapi kalau masalah dia sampai tidak pulang malam itu aku tidak bisa tinggal diam. Aku tidak bisa membiarkan suamiku terlalu bebas di luar. Di luar banyak setan!"Kalau mau pergi jauh, bilang Mas. Atau aku akan membuat keributan di tokomu!""Kenapa kau jadi mengancamku seperti ini? Suami mau berangkat kerja bukannya di doakan supaya hari ini lancar dan banyak rezeki, ini malah di ancam. Sepertinya aku ini tahananmu saja"Aku membuang napas kesal. Sehari kemarin sampai semalaman aku dan mas Bara tidak saling bertegur sapa, terpaksa

    Last Updated : 2023-11-02
  • Berikan Suamimu Untukku, Mbak   39. Aku Salah Lagi

    Aku lihat mama sedang menimang Afnan yang sudah terbangun dari tidurnya. Aku beranjak ke meja entah nomor berapa yang digunakan oleh dua orang yang dalam incaranku itu."Oh, jadi begini. Kalian diam-diam bertemu di sini?!"Kataku yang tentu saja sangat mengejutkan mereka.Mas Bara dan mbak Alya berdiri menatapku dengan bingung."Kau di sini sedang apa, bersama siapa?"Tanya mas Bara."Aku di ajak Mama, Afnan juga ikut. Aku sudah jawab pertanyaanmu, jadi kenapa kau tak jawab pertanyaanku, Mas." Aku benar-benar berusaha sekuat mungkin untuk menenangkan diriku, aku malu untuk mengulangi kesalahanku yang baru saja bisa diluruskan oleh mama Resti."Kau tidak bertanya, kau menuduh, Aruna!"Nah, mas Bara yang tidak bisa mengendalikan emosinya. Apa lagi itu menyangkut mbak Alya, cepat sekali dia marahnya. Suaranya sudah meninggi.Ada sebagian orang yang mulai memperhatikan kami."Tapi kenyataannya begitu kan, tadi pagi kau tidak bilang apa-apa padaku Mas. Kau tidak pamit kalau mau ke luar kot

    Last Updated : 2023-11-02
  • Berikan Suamimu Untukku, Mbak   40. Menyesal

    Sepanjang perjalanan mama Resti diam, mungkin dia menyesali hal yang sudah terjadi hari ini."Mang, Mang Mamat tolong turunkan semua barang yang ada di bagasi ya, bawa masuk semuanya.""Baik, Nyonya."Aku buru-buru ikut turun saat melihat mama Resti pun seperti buru-buru masuk ke dalam tanpa mempedulikan aku. Kalau barang-barang yang kami beli tadi sudah dipasrahkan ke Mang Mamat."Ma, Mama ...."Panggilku sambil berjalan cepat untuk bisa menyamai langkahnya."Kenapa, Aruna. Aku capek, aku mau istirahat, simpan saja dulu pertanyaanmu."Langkahku terhenti, demikian juga pertanyaan yang sudah kusiapkan. Aku tidak punya nyali untuk menghadapi mama Resti saat ini. Aku berjalan gontai menuju kamarku, Afnan kurebahkan begitu saja di boksnya. Aku membuat susu botol dan kemudian kuberikan pada Afnan supaya dia lekas tidur, rasanya aku pun ingin segera tidur. Mana tahu aku terlupa dengan kejadian hari ini.Mas Bara tidak ada di rumah, mungkin dia sedang berada di toko. Tidak mngkin dia mengikut

    Last Updated : 2023-11-03
  • Berikan Suamimu Untukku, Mbak   41. Semakin Buruk

    Aku Aruna, aku tidak boleh menyerah begitu saja. Aku harus mendapatkan mas Bara kembali. Aku sudah tidak ada masalah dengan mama Resti yang dulunya seperti nenek sihir. Mama Resti sekarang semakin mencintai Afnan, aku tahu dari sikap yang di tunjukkannya sehari-hari.Duhai senangnya hatiku jika aku tidak mempunyai masalah dengan mas Bara. Mertuaku sudah begitu menyayangi anakku dan menerimaku dengan baik. Namun sayang, sekarang aku malah kehilangan cinta dan perhatian mas Bara. Semua karena kecerobohanku.Seandainya aku tidak menuduh mas Bara berselingkuh dengan mbak Alya pasti semua akan baik-baik saja, bahkan akan semakin baik. Aku akan memiliki kehidupan sempurna, kehidupan yang kudambakan selama ini."Ma, sudah malam sekali dan mas Bara belum juga pulang."Aku mengeluh pada mama Resti, sudah hampir pukul sepuluh malam mas Bara belum menampakkan batang hidungnya "Kau sudah meneleponnya?"Meskipun tanpa memandangku mama Resti menjawab pertanyaanku dengan baik."Sudah dari jam delapa

    Last Updated : 2023-11-03
  • Berikan Suamimu Untukku, Mbak   42. Benarkah Dia Mas Bara

    Aku menjadi tidak berdaya sama sekali. Jangankan untuk menegur mas Bara, untuk bertanya saja aku tidak bisa. Aku takut pertanyaanku akan memperkeruh suasana yang sudah keruh ini.Aku tidak bisa mengendalikan mas Bara lagi, semakin hari dia semakin semaunya sendiri. Bukan hanya pulang telat tapi juga menginap entah di mana. Afnan yang semakin lucu seiring pertumbuhannya tidak mampu menahan mas Bara untuk lama tinggal di rumah. Mas Bara hanya sekedarnya saja menghabiskan waktu bersama putranya. Kata orang-orang anaklah yang membuat cinta kedua orang tua semakin tumbuh subur seiring waktu berjalan. Tapi aku tidak merasakan itu. Mama dan papalah yang terlihat sangat mencintai cucunya. Afnan tumbuh sehat dan cerdas. Di usianya yang hampir satu tahun ini dia sudah bisa berjalan dan mengucapkan satu atau kata, gigi depannya juga sudah tumbuh. Aku sangat bangga dengan tumbuh kembang anakku."Mas, nanti belikan mainan mobil yang bisa diduduki dan ada pegangannya untuk di dorong ya."Pintaku

    Last Updated : 2023-11-04

Latest chapter

  • Berikan Suamimu Untukku, Mbak   131. Kau Putraku, Afnan.

    "Apakah itu kewajibanku, Ayah? Apakah aku harus tinggal bersama Ayah?"Pertanyaan Afnan membuat aku tercekat."Aku ayahmu, Nak. Dan aku ingin sekali merawat dan membesarkanmu. Aku ingin mengurusmu sampai kau dewasa, sampai kau bisa meraih semua yang kau inginkan. Aku tahu kau disini tinggal bersama dengan ibumu. Aku yakin kau tidak kekurangan kasih sayang dari ayahmu. Dan kebahagiaanmu semakin lengkap saat hadirnya adik perempuanmu. Tapi lihatlah ayah, Nak. Aku juga ingin bersama dirimu. Ayah hanya punya Ibu Antika, Oma dan Opa. Ayah ingin ada anak kecil di rumah ayah. Ayah ingin ada yang meneruskan nama ayah kelak. Apa kau merasa keberatan atau ada yang melarangmu untuk ikut dengan ayahmu ini?"Mas Bara sudah memulainya, itu membuat hatiku kian teriris. Aku tidak tega menempatkan Afnan kecilku di posisi ini. Aku yakin dia sedang kebingungan untuk memberikan jawaban untuk ayahnya. Maafkan Ibu Afnan, ibu sudah menyeretmu ke dalam urusan orang dewasa yang seharusnya kau belum boleh menge

  • Berikan Suamimu Untukku, Mbak   130. Tenangkan aku

    "Kenapa Ibu terus memelukku, apa ibu akan pergi meninggalkanku?"Tanya Afnan. "Ibu mau ke mana? Ibu yang takut jika kamu meninggalkan ibu.""Aku anak kecil, Bu. Aku mau ke mana? Kalau aku besar nanti mungkin aku akan meninggalkan ibu untuk pergi ke sekolah tinggi atau pergi bekerja. Kalau sekarang mana mungkin aku pergi Bu. Naik bus sendiri saja aku belum berani."Celoteh Afnan membuatku tersenyum tapi hanya di bibir, nyatanya terasa terluka di hati. Apakah Afnan akan mengucapkan itu saat mas Bara datang menjemputnya besok? Aku tidak berani berharap, mas Bara adalah ayahnya. Mungkin Afnan juga sedang mendamba untuk bisa dekat dekat dengan sosok ayahnya. Meski dia tak pernah mengatakan padaku tapi aku tahu Afnan juga sangat menyayangi ayahnya.Masih terngiang di telingaku kalimat Antika tadi pagi."Hari ini kami menjemput mas Bara, Mbak. Dan tunggu kabar selanjutnya. Kami akan segera datang untuk menjemput Afnan."Aku tidak menjawab Antika. Dan kemudian Antika memutuskan sambungan te

  • Berikan Suamimu Untukku, Mbak   129. Kubawa Pada Siapa Luka ini

    "Satu Minggu lagi aku pulang, Aruna."Kalimat yang seharusnya biasa saja di terima oleh telingaku demikian pun saat tersampaikan ke syaraf otakku. Tetapi tidak seperti yang kurasakan. Di dalam kalimat sederhana itu tersimpan ribuan pertanyaan, kemungkinan, harapan dan lain-lain dan itu berkecamuk jadi satu di dalam hatiku."Iya, Mas."Jawabku lemah."Kau sudah tahu maksudku bukan?""Iya, tahu.""Kau sudah bilang pada Afnan.""Belum."Aku menjawab dengan jujur pertanyaan mas Bara. Aku memang belum mengatakan apa pun terkait tentang permintaan mas Bara untuk membawa Afnan ke rumahnya. Aku tidak tahu harus mengatakan apa pada Afnan. Ada kalanya aku ingin menyinggungkan masalah ini, menyisipkan sedikit saat kami mengobrol bersama tapi sungguh hati ini tidak tega sama sekali. Apa lagi saat kulihat betapa Afnan semakin menyayangi adiknya yang sudah pandai di ajaknya bermain bersama, terlebih saat kudengar untaian doa yang selalu di panjatkan Afnan saat sedang shalat di rumah. Tidak henti-

  • Berikan Suamimu Untukku, Mbak   128. Maafkan Ibu

    Pagi ini aku sudah tidak melihat Afnan di tempat tidurnya, hatiku berdebar. Mengapa sepagi ini dia sudah meninggalkan tempat tidurnya?Aku mencoba melihat kamar mandinya, juga sudah kosong tapi lantainya sudah basah dan suhu ruangannya terasa hangat, berarti Afnan sudah mandi pagi.Aku tidak memanggilnya tapi aku terus mencarinya. Sampai lah aku ke halaman depan, aku mengira dia ada janji dengan temannya untuk jalan lagi. Ternyata tidak ada. Sandal yang biasa dipakainya untuk ke luar rumah masih tergeletak di tempatnya. Aku kembali masuk. Terdengar sayup suara lantunan ayat suci Alquran. Siapa yang mengaji, Abid kah? Tentu bukan karena aku tahu Abid belum bangun dari tidurnya."Aamiin ..."Aku melihat Afnan mengusapkan kedua telapak tangannya ke wajahnya, dia mengakhiri bacaannya."Ya, Allah ... Semoga Ayah dan ibuku selalu Kau beri kesehatan, lindungi lah mereka selalu. Semoga mereka selalu menyayangiku, aku tidak ingin kehilangan cinta ayah dan Ibuku. Jika aku ada kesalahan, semoga m

  • Berikan Suamimu Untukku, Mbak   127. Bersiap Untuk Berpisah

    Abid belum juga kembali. Dadaku terasa penuh sesak. Aku menatap kedua buah hatiku yang sedang terlelap. Wajah-wajah polos tanpa dosa. Haruskah nanti mereka hidup terpisah, apa yang akan aku katakan pada mereka kelak?Aku menghapus air mata yang mengalir begitu saja. Tidak seharusnya aku menangis lagi. Apa kurang cukup untukku bersedih selama ini?Aku bangkit, aku harus melakukan sesuatu sejak dini untuk Afnan. Afnan akan terpisah dariku, dia harus bisa melakukan apa pun tanpaku. Kembali aku meratap. Antara menerima dan melawan perasaan hatiku."Ayo Afnan, kau harus segera bangun. Jangan bermalas-malasan begitu. Saat kau sudah membuka mata, jangan sampai kau menghabiskan waktu dengan berbaring saja. Kau harus segera mengerjakan apa yang seharusnya kau kerjakan.""Tapi aku masih mengantuk, Bu.""Kau sudah bangun dan nanti malam lagi kau bisa tidur dengan waktu yang lebih lama. Kau harus makan dan bersiap ke tempat les.""Iya, Bu."Sebenarnya hatiku sangat sakit saat mengucapkan itu. Bias

  • Berikan Suamimu Untukku, Mbak   126. Permintaan yang Berat

    Abid menggendong Amayra yang sepertinya mulai mengantuk, sebotol susu mengantarkan tidur Amayra dalam gendongan ayahnya.Aku enggan beranjak meninggalkan Afnan yang sedang bersama mas Bara. Detak jantungku seakan terus berpacu mengiringi obrolan demi obrolan ayah dan anak yang tak satu pun terlewatkan olehku. Aku tidak mau mas Bara mempengaruhi Afnan untuk ikut bersamanya. Sungguh aku tidak akan rela.Sejauh ini sudah banyak yang mereka obrolkan tetapi belum sampai pada kalimat permintaan mas Bara. Aku tidak tahu kenapa. Apa belum saat ini, karena mas Bara merasa masih harus meneruskan masa tahanannya terlebih dahulu. Aku tidak menanyakan kapan dia akan resmi ke luar. Aku membatasi komunikasiku seperti membatasi hubunganku dengannya atau keluarganya."Sudah kamu tidurkan?"Tanyaku pada Abid yang kembali tanpa membawa Amayra."Iya, sudah. Kenapa kau tidak ke belakang sama sekali.""Itu," jawabku sambil mengarahkan daguku pada Afnan yang sedang duduk di pangkuan ayahnya."Kenapa, Afnan t

  • Berikan Suamimu Untukku, Mbak   125. Biarkan Semua Berlalu

    "Oek ....oek ...."Tepatnya tujuh tahun yang lalu telingaku mendengar jerit tangis bayi yang kulahirkan dan hari ini untuk kedua kalinya aku mendengar jerit tangis itu kembali. Adik Afnan sudah menghirup udara bebas, tangisnya melengking memecah malam. Tepat jam tiga dini hari, bayi mungil berjenis kelamin perempuan hadir ke dunia ini dan menyandang status sebagai putri dari pasangan suami istri Abid dan Aruna.Tidak ada perasaan sedih dan duka nestapa sepeti waktu dulu, hanya ada rasa syukur dan bahagia yang tiada tara untuk kelahiran putri cantikku ini. Abid tidak meninggalkanku barang sedetik pun dari awal aku mulai merasakan kontraksi, dia selalu berada disisiku untuk selalu memberiku support.""Wati, jika bangun nanti bilang pada Afnan, adiknya sudah lahir, perempuan. Minta mang Arman untuk mengantarkan kalian ke rumah sakit ya?"Aku segera menghubungi Wati yang kutinggal di rumah karena harus menjaga Afnan. Aku mengajak Ibu untuk membantuku, ibunya Abid tidak bisa menemaniku kare

  • Berikan Suamimu Untukku, Mbak   124. Aku Bukan Aruna yang Dulu

    Aku hanya bisa menggigit bibir dan sesekali memejamkan mataku, semua terjadi karena pemandangan yang berada di depan mataku. Tingkah Selin membuatku ingin sekali melukis mukanya dengan ribuan s*ya*an. Di dalam dadaku terdengar gemuruh amarah yang saling bersahutan. Aku melihat dengan mata kepalaku sendiri bagaimana Abid berusaha menghindari Selin, Abid tahu aku memperhatikannya dari tempatku ini. Tapi memang Selin yang sengaja bertingkah seperti *alang. Dari pintu masuk kulihat tangan Selin sudah bergelayut manja seperti Abid yang berjalan di sisinya itu adalah suami atau kekasihnya. Aku pun tahu dia sedang menebar pesonanya pada suamiku. "Ini tempat umum, tidak pantas kau seperti ini, Selin.""Ini masih termasuk wilayah pabrik kita. Apa salahnya, bukankah ini ibarat rumah kita sendiri.""Tapi apa kau tak malu, akan banyak yang berpikir negatif tentang kita. Kita ini rekan kerja dan aku adalah pria yang sudah beristri.""Sudah jadi hal yang biasa jika pengusaha muda sepertimu tidak c

  • Berikan Suamimu Untukku, Mbak   123. Pilihan Hidup

    Aku mengajak mama masuk, aku ingin segera bertemu mas Bara dan mengakhiri pertemuan hari ini. Aku juga tidak tahu kapan akan bisa bertemu kembali. Tapi yang jelas hari ini aku harus bertemu dengan mas Bara, mantan suamiku. Mas Bara tidak lagi berambut panjang, penampilannya sedikit rapi. Tapi badannya semakin kurus dan tatapannya begitu layu. Mas Bara tersenyum melihat kedatanganku."Apa kabar, Mas?""Seperti.yang kau lihat, bagaimana denganmu?""Sama, seperti yang kau lihat, aku baik-baik saja. Aku ke sini karena ingin meminta maaf padamu, aku tidak bisa hadir di persidanganmu Mas. Aku sedang dalam masalah waktu itu.""Tidak apa-apa Aruna, semua sudah selesai.""Dan aku tidak bisa memberikan bantuan untukmu sedikitpun."Mas Bara berdecak, entah kesal entah menyesal. Aku melirik nama Resti yang duduk di sampingku sementara mas Bara ada di hadapanku."Sepertinya tidak ada lagi yang perlu kita bicarakan mas, aku tadi sudah panjang lebar bercerita dengan Mama. Mama bisa menyambungnya de

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status