Share

30. Tidak Berubah

Penulis: Tutyas
last update Terakhir Diperbarui: 2023-10-29 09:01:31
Waktu berjalan sangat lambat, hari-hari kulalui dengan terasa berat. Bentuk tubuhku semakin tidak karuan, berat badanku bertambah drastis, nyeri pinggangku semakin menjadi-jadi. Setiap malam aku susah tidur dan selalu kepanasan. Sungguh siksaan yang amat berat di sepanjang jalan hidupku.

"Aku tidak bisa berjalan dengan benar lagi. Yang berada di bawahku tak bisa lagi kulihat karena terhalang perut ini."

"Namanya juga sudah hamil tua."

"Aku ingin cepat melahirkan, lihat bentuk tubuhku sekarang jelek sekali!"

"Kalau sudah waktunya kau juga akan melahirkan."

"Ya tau lah. Badanku yang sering sakit ini karena bayi ini, kalau dia sudah keluar pasti semua yang kurasa ini juga akan hilang."

Mas Bara diam, dia sudah tidak menyahutku lagi. Ternyata dia sudah tertidur, napasnya terlihat berhembus secara teratur. Kutatap wajah tampan mas Bara, wajah yang sudah membuatku terikat padanya. Dia sangat tampan dan baik. Sayangnya dia cuek padaku setelah pernikahan ini.

Aku tidak tahu mengapa dia jadi b
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Berikan Suamimu Untukku, Mbak   31. Semakin Menderita

    Aku senang sekali ibu mengunjungiku. Beliau pun tampak senang melihat bayiku yang imut dan tampan. Ibu tidak melepaskan si mungilku dari pangkuannya."Cepat besar dan jadi anak baik ya," pinta ibu pada bayi yang sama sekali tidak menjawabnya."Bu, mbak Alifia kok tidak membalas pesan yang kukirim ya. Padahal sudah dibacanya dari kemarin.Ibu menghentikan timangannya, ibu melihatku dan kemudian melihat sekeliling. Tidak orang, mama Resti sedang sarapan bersama mas Bara dan papa. "Ya jelaslah Alifia tidak mau membalas pesanmu, memangnya kamu mengharap dia mau ngomong apa? Mengucapkan selamat atas kelahiran bayi yang membuat kehidupan rumah tangga Alya berantakan, begitu?"Ibu langsung marah, kalimatnya langsung mengena di hatiku. Tak ada lagi yang ditutupi kalau masalahnya adalah keluhan tentangku."Ibu kok langsung marah begitu, memang aku salah mengabari mbak Alifia?""Ya iya lah, kami saja malu untuk memberi tahu yang sebenarnya. Kakakmu yang di sana menjadi pengurus pondok pesantren

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-29
  • Berikan Suamimu Untukku, Mbak   32. Serba Salah

    Aku kebingungan, harus mencari mama ke mana. Karena panik aku tidak bisa berpikir secara jernih."Mang, tolong pinjam sepeda motornya sebentar."Aku menghentikan mang Mamat yang baru selesai belanja, mang Mamat adalah suami bi Ijah yang bekerja di rumah ini juga. Tugasnya adalah belanja dan menjaga kebersihan bagian luar rumah."Mau ke mana, Non?"Tanya pria setengah baya itu dengan kebingungan."Udah, jangan banyak tanya. Kemarikan kunci motornya."Masih dalam keadaan bingung mang Mamat menyerahkan kunci motornya.Aku sudah menghidupkan mesin sepeda motor tatkala mama memasuki halaman rumah bersama bayiku.Aku menghembuskan napas lega. Tanpa berkata apa-apa lagi kukembalikan kunci motor itu kepada pemiliknya dan aku berlari menuju arah depan.""Mama .... Mama dari mana, kenapa membawa bayiku tanpa bertanya lebih dahulu. Aku mencari bayiku, Ma. Aku takut ada yang menculiknya."Mama memandangku dengan penuh rasa heran. "Kau ini kenapa, sepertinya kau terlalu banyak menonton film ya. Ma

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-30
  • Berikan Suamimu Untukku, Mbak   33. Hanya Karenamu

    Acara penamaan bayi berjalan dengan lancar. Hanya sebuah acara kecil dengan menghadirkan beberapa orang tetangga dekat saja. Afnan Syabil, nama yang kupilih untuk bayiku. Acara ini diselenggarakan oleh mas Bara dan para tetangga tanpa ada kemewahan sama sekali. Hanya pembacaan doa-doa dan makan bersama. Sungguh sangat tidak sesuai dengan keadaan perekonomian keluarga Hardiyanto.Biasanya orang akan mengadakan acara besar untuk menyambut kebahagiaan yang datang untuk mereka, aku menganggap itu sebuah ungkapan rasa syukur atas rezeki yang diberikan Yang Kuasa. Tapi lain dengan keluarga mertuaku yang sama sekali tidak merasa bahagia dengan kehadiran bayi tampan yang sudah kupersembahkan untuk mereka. Mereka juga tidak merasa malu pada tetangga sekitar, teman kerja, atau keluarga besan. Bahkan ayah dan ibuku saja hanya menginap semalam saja. Setelah acara selesai ayah dan ibu langsung berpamitan pulang. Aku kecewa, aku mengira orang tuaku akan menginap beberapa hari di sini. "Ibu merasa s

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-30
  • Berikan Suamimu Untukku, Mbak   34. Curiga

    Baru satu bulan yang lalu mas Bara pergi ke luar kota, kenapa bulan ini juga ia mengatakan kalau mau ada pertemuan di luar kota lagi? Perasaanku jadi tidak enak."Selamat ya Alya, akhirnya kau bisa membuka cabang tokomu di luar kota. Semoga kau sukses selalu."Aku mendengarkan percakapan mama Resti melalui sambungan telepon. Dia mengucapkan selamat untuk mantan menantunya dengan begitu manis."Iya, semoga Bara juga mendapatkan kesuksesan seperti kamu."Loh, kenaoa jadi ke mas Bara. Berarti mbak Alya sedang membicarakan mas Bara dengan mama. Sungguh terlalu! Sudah menjadi mantan tapi masih suka membicarakannya. Apa mbak Alya masih mencintai mas Bara? Memangnya mbak Alya tidak bisa melihat, mas Bara sudah menjadi suamiku dan ayah dari anakku. Dia begitu tega mengganggu ketenangan rumah tanggaku ini.Lihat saja nanti, kalau ada kesempatan bertemu ayah atau ibu aku akan mengadukan perbuatan mbak Aya ini. Biar ayah atau Ibu yang memberi teguran pada putri kesayangannya yang ternyata mempuny

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-31
  • Berikan Suamimu Untukku, Mbak   35. Aku Benci Padamu, Mbak!

    Aku berkumpul dengan ibu-ibu kompleks karena hari ini akan ada pembagian vitamin dan makanan gratis untuk para ibu hamil dan anak-anak batita dan balita. Tempatnya adalah di halaman rumah Bu Bidan tempatku melahirkan Afnan. Sebenarnya aku tidak mau ikut, aku malas berkumpul dengan orang-orang yang suka menggunjingku, yang ada aku hanya akan mendapat sindiran-sindiran saja.Lagian untuk apa aku mengantre untuk mendapatkan makanan yang tak seberapa harganya. Dan kalau vitamin aku bisa datang langsung ke Bu Bidan, akan di kasih langsung karena memang itu jatahnya Afnan untuk bulan ini."Nggak usah sombong jadi orang, kau pasti juga akan membutuhkan orang lain suatu saat nanti. Belajar bersosialisasi sana."Rutuk mama Resti saat mendengar aku menolak undangan dari Bu Bidan yang di titipkan pada mbok Iyem."Aku malas mengantre dan panas-panasan, Ma. Kasihan Afnan juga.""Bilang saja kau ini tidak mau bergaul dengan orang sekitarmu karena kau merasa jadi orang kaya karena tinggal di rumah i

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-31
  • Berikan Suamimu Untukku, Mbak   36. Curiga Tingkat Dewa

    Tut ... Tut ... Tut ....Begitu terus bunyi hpku saat menghubungi nomor mas Bara. Tidak tersambung sama sekali setelah ada dua puluh kali aku mencoba menghubunginya.Aku mondar mandir di dalam kamarku, gelisah menyerang hatiku. Baru saja aku berhasil menenangkan Afnan yang rewel karena badannya agak panas karena habis di imunisasi. Sebenarnya aku sebal kalau harus menggendongnya terus, pundakku terasa pegal. Aku mengharapkan ada mas Bara menggantikanku ternyata pulang saja tidak. Tidak biasanya mas Bara tidak mengabariku seperti ini, pulang terlambat saja biasanya ia mengirim pesan. Mama dan papa juga tidak ada membicarakan apa pun tentang mas Bara. Memang biasanya mereka berada di toko yang berbeda, punya tugas masing-masing. Aku ingin bertanya pada mama tapi aku takut malah kena semprot atau diomeli yang macam-macam.Aku mencoba melihat sosial medianya mas Bara tapi tak ada satu pun yang aktif hari ini. Semua aktif kemarin dan tidak meninggalkan jejak apa pun, misalnya dia sedang

    Terakhir Diperbarui : 2023-11-01
  • Berikan Suamimu Untukku, Mbak   37. Marah Dibalas Marah

    Aku sangat keheranan ketika sampai rumah, pemandangan yang di luar dugaanku kini ada di depan mataku. Mas Bara sedang tidur sambil memeluk Afnan.Mama Resti tidak bisa kutemukan padahal aku tadi sudah merasa takut kena damprat karena pulang terlambat. Aku tersenyum melihat dua insan yang sangat kucinta ini sedang tidur berdua.Sepertinya mas Bara sangat kelelahan, dia tidak juga menyadari kehadiranku di kamar ini. Wajahnya menunjukkan keletihan yang teramat sangat. Aku berjingkat ke luar. Biarkan saja mereka tidur nyenyak."Mbok, mama ke mana?"Tanyaku ke Mbok Iyem yang kebetulan lewat untuk menyiapkan menu makan siang."Nyonya ke toko Non. Tapi Tuan Bara sudah pulang tadi ""Iya, Mbok. Aku juga sudah melihatnya. Apa mas Bara sudah lama pulangnya, Mbok?""Belum, Non. Saat Tuan Bara tiba baru kemudian Nyonya berangkat.""Oh, baiklah Mbok."Aku meninggalkan Mbok Iyem dan kembali ke kamar. Aku kembali bertanya-tanya mengapa mas Bara baru pulang jam sepuluh pagi, tadi malam dia tidur di ma

    Terakhir Diperbarui : 2023-11-01
  • Berikan Suamimu Untukku, Mbak   38. Sakit Hatiku Melihatnya

    Benar saja, mas Bara mendiamkanku. Sangat egois, sudah tidak bertanggung jawab atas apa yang terjadi pada anaknya, kini pulang-pulang malah diam membisu seperti patung. Sebenarnya apa aku salah kalau aku ingin mas Bara sedikit membantuku dalam merawat Afnan. Dia juga anaknya mas Bara bukan anakku saja, seakan-akan semua tanggung jawab atas Afnan dilimpahkan padaku saja. Sementara mas Bara bebas tugas karena dia harus bekerja.Bolehlah kalau cuma masalah Afnan, tapi kalau masalah dia sampai tidak pulang malam itu aku tidak bisa tinggal diam. Aku tidak bisa membiarkan suamiku terlalu bebas di luar. Di luar banyak setan!"Kalau mau pergi jauh, bilang Mas. Atau aku akan membuat keributan di tokomu!""Kenapa kau jadi mengancamku seperti ini? Suami mau berangkat kerja bukannya di doakan supaya hari ini lancar dan banyak rezeki, ini malah di ancam. Sepertinya aku ini tahananmu saja"Aku membuang napas kesal. Sehari kemarin sampai semalaman aku dan mas Bara tidak saling bertegur sapa, terpaksa

    Terakhir Diperbarui : 2023-11-02

Bab terbaru

  • Berikan Suamimu Untukku, Mbak   131. Kau Putraku, Afnan.

    "Apakah itu kewajibanku, Ayah? Apakah aku harus tinggal bersama Ayah?"Pertanyaan Afnan membuat aku tercekat."Aku ayahmu, Nak. Dan aku ingin sekali merawat dan membesarkanmu. Aku ingin mengurusmu sampai kau dewasa, sampai kau bisa meraih semua yang kau inginkan. Aku tahu kau disini tinggal bersama dengan ibumu. Aku yakin kau tidak kekurangan kasih sayang dari ayahmu. Dan kebahagiaanmu semakin lengkap saat hadirnya adik perempuanmu. Tapi lihatlah ayah, Nak. Aku juga ingin bersama dirimu. Ayah hanya punya Ibu Antika, Oma dan Opa. Ayah ingin ada anak kecil di rumah ayah. Ayah ingin ada yang meneruskan nama ayah kelak. Apa kau merasa keberatan atau ada yang melarangmu untuk ikut dengan ayahmu ini?"Mas Bara sudah memulainya, itu membuat hatiku kian teriris. Aku tidak tega menempatkan Afnan kecilku di posisi ini. Aku yakin dia sedang kebingungan untuk memberikan jawaban untuk ayahnya. Maafkan Ibu Afnan, ibu sudah menyeretmu ke dalam urusan orang dewasa yang seharusnya kau belum boleh menge

  • Berikan Suamimu Untukku, Mbak   130. Tenangkan aku

    "Kenapa Ibu terus memelukku, apa ibu akan pergi meninggalkanku?"Tanya Afnan. "Ibu mau ke mana? Ibu yang takut jika kamu meninggalkan ibu.""Aku anak kecil, Bu. Aku mau ke mana? Kalau aku besar nanti mungkin aku akan meninggalkan ibu untuk pergi ke sekolah tinggi atau pergi bekerja. Kalau sekarang mana mungkin aku pergi Bu. Naik bus sendiri saja aku belum berani."Celoteh Afnan membuatku tersenyum tapi hanya di bibir, nyatanya terasa terluka di hati. Apakah Afnan akan mengucapkan itu saat mas Bara datang menjemputnya besok? Aku tidak berani berharap, mas Bara adalah ayahnya. Mungkin Afnan juga sedang mendamba untuk bisa dekat dekat dengan sosok ayahnya. Meski dia tak pernah mengatakan padaku tapi aku tahu Afnan juga sangat menyayangi ayahnya.Masih terngiang di telingaku kalimat Antika tadi pagi."Hari ini kami menjemput mas Bara, Mbak. Dan tunggu kabar selanjutnya. Kami akan segera datang untuk menjemput Afnan."Aku tidak menjawab Antika. Dan kemudian Antika memutuskan sambungan te

  • Berikan Suamimu Untukku, Mbak   129. Kubawa Pada Siapa Luka ini

    "Satu Minggu lagi aku pulang, Aruna."Kalimat yang seharusnya biasa saja di terima oleh telingaku demikian pun saat tersampaikan ke syaraf otakku. Tetapi tidak seperti yang kurasakan. Di dalam kalimat sederhana itu tersimpan ribuan pertanyaan, kemungkinan, harapan dan lain-lain dan itu berkecamuk jadi satu di dalam hatiku."Iya, Mas."Jawabku lemah."Kau sudah tahu maksudku bukan?""Iya, tahu.""Kau sudah bilang pada Afnan.""Belum."Aku menjawab dengan jujur pertanyaan mas Bara. Aku memang belum mengatakan apa pun terkait tentang permintaan mas Bara untuk membawa Afnan ke rumahnya. Aku tidak tahu harus mengatakan apa pada Afnan. Ada kalanya aku ingin menyinggungkan masalah ini, menyisipkan sedikit saat kami mengobrol bersama tapi sungguh hati ini tidak tega sama sekali. Apa lagi saat kulihat betapa Afnan semakin menyayangi adiknya yang sudah pandai di ajaknya bermain bersama, terlebih saat kudengar untaian doa yang selalu di panjatkan Afnan saat sedang shalat di rumah. Tidak henti-

  • Berikan Suamimu Untukku, Mbak   128. Maafkan Ibu

    Pagi ini aku sudah tidak melihat Afnan di tempat tidurnya, hatiku berdebar. Mengapa sepagi ini dia sudah meninggalkan tempat tidurnya?Aku mencoba melihat kamar mandinya, juga sudah kosong tapi lantainya sudah basah dan suhu ruangannya terasa hangat, berarti Afnan sudah mandi pagi.Aku tidak memanggilnya tapi aku terus mencarinya. Sampai lah aku ke halaman depan, aku mengira dia ada janji dengan temannya untuk jalan lagi. Ternyata tidak ada. Sandal yang biasa dipakainya untuk ke luar rumah masih tergeletak di tempatnya. Aku kembali masuk. Terdengar sayup suara lantunan ayat suci Alquran. Siapa yang mengaji, Abid kah? Tentu bukan karena aku tahu Abid belum bangun dari tidurnya."Aamiin ..."Aku melihat Afnan mengusapkan kedua telapak tangannya ke wajahnya, dia mengakhiri bacaannya."Ya, Allah ... Semoga Ayah dan ibuku selalu Kau beri kesehatan, lindungi lah mereka selalu. Semoga mereka selalu menyayangiku, aku tidak ingin kehilangan cinta ayah dan Ibuku. Jika aku ada kesalahan, semoga m

  • Berikan Suamimu Untukku, Mbak   127. Bersiap Untuk Berpisah

    Abid belum juga kembali. Dadaku terasa penuh sesak. Aku menatap kedua buah hatiku yang sedang terlelap. Wajah-wajah polos tanpa dosa. Haruskah nanti mereka hidup terpisah, apa yang akan aku katakan pada mereka kelak?Aku menghapus air mata yang mengalir begitu saja. Tidak seharusnya aku menangis lagi. Apa kurang cukup untukku bersedih selama ini?Aku bangkit, aku harus melakukan sesuatu sejak dini untuk Afnan. Afnan akan terpisah dariku, dia harus bisa melakukan apa pun tanpaku. Kembali aku meratap. Antara menerima dan melawan perasaan hatiku."Ayo Afnan, kau harus segera bangun. Jangan bermalas-malasan begitu. Saat kau sudah membuka mata, jangan sampai kau menghabiskan waktu dengan berbaring saja. Kau harus segera mengerjakan apa yang seharusnya kau kerjakan.""Tapi aku masih mengantuk, Bu.""Kau sudah bangun dan nanti malam lagi kau bisa tidur dengan waktu yang lebih lama. Kau harus makan dan bersiap ke tempat les.""Iya, Bu."Sebenarnya hatiku sangat sakit saat mengucapkan itu. Bias

  • Berikan Suamimu Untukku, Mbak   126. Permintaan yang Berat

    Abid menggendong Amayra yang sepertinya mulai mengantuk, sebotol susu mengantarkan tidur Amayra dalam gendongan ayahnya.Aku enggan beranjak meninggalkan Afnan yang sedang bersama mas Bara. Detak jantungku seakan terus berpacu mengiringi obrolan demi obrolan ayah dan anak yang tak satu pun terlewatkan olehku. Aku tidak mau mas Bara mempengaruhi Afnan untuk ikut bersamanya. Sungguh aku tidak akan rela.Sejauh ini sudah banyak yang mereka obrolkan tetapi belum sampai pada kalimat permintaan mas Bara. Aku tidak tahu kenapa. Apa belum saat ini, karena mas Bara merasa masih harus meneruskan masa tahanannya terlebih dahulu. Aku tidak menanyakan kapan dia akan resmi ke luar. Aku membatasi komunikasiku seperti membatasi hubunganku dengannya atau keluarganya."Sudah kamu tidurkan?"Tanyaku pada Abid yang kembali tanpa membawa Amayra."Iya, sudah. Kenapa kau tidak ke belakang sama sekali.""Itu," jawabku sambil mengarahkan daguku pada Afnan yang sedang duduk di pangkuan ayahnya."Kenapa, Afnan t

  • Berikan Suamimu Untukku, Mbak   125. Biarkan Semua Berlalu

    "Oek ....oek ...."Tepatnya tujuh tahun yang lalu telingaku mendengar jerit tangis bayi yang kulahirkan dan hari ini untuk kedua kalinya aku mendengar jerit tangis itu kembali. Adik Afnan sudah menghirup udara bebas, tangisnya melengking memecah malam. Tepat jam tiga dini hari, bayi mungil berjenis kelamin perempuan hadir ke dunia ini dan menyandang status sebagai putri dari pasangan suami istri Abid dan Aruna.Tidak ada perasaan sedih dan duka nestapa sepeti waktu dulu, hanya ada rasa syukur dan bahagia yang tiada tara untuk kelahiran putri cantikku ini. Abid tidak meninggalkanku barang sedetik pun dari awal aku mulai merasakan kontraksi, dia selalu berada disisiku untuk selalu memberiku support.""Wati, jika bangun nanti bilang pada Afnan, adiknya sudah lahir, perempuan. Minta mang Arman untuk mengantarkan kalian ke rumah sakit ya?"Aku segera menghubungi Wati yang kutinggal di rumah karena harus menjaga Afnan. Aku mengajak Ibu untuk membantuku, ibunya Abid tidak bisa menemaniku kare

  • Berikan Suamimu Untukku, Mbak   124. Aku Bukan Aruna yang Dulu

    Aku hanya bisa menggigit bibir dan sesekali memejamkan mataku, semua terjadi karena pemandangan yang berada di depan mataku. Tingkah Selin membuatku ingin sekali melukis mukanya dengan ribuan s*ya*an. Di dalam dadaku terdengar gemuruh amarah yang saling bersahutan. Aku melihat dengan mata kepalaku sendiri bagaimana Abid berusaha menghindari Selin, Abid tahu aku memperhatikannya dari tempatku ini. Tapi memang Selin yang sengaja bertingkah seperti *alang. Dari pintu masuk kulihat tangan Selin sudah bergelayut manja seperti Abid yang berjalan di sisinya itu adalah suami atau kekasihnya. Aku pun tahu dia sedang menebar pesonanya pada suamiku. "Ini tempat umum, tidak pantas kau seperti ini, Selin.""Ini masih termasuk wilayah pabrik kita. Apa salahnya, bukankah ini ibarat rumah kita sendiri.""Tapi apa kau tak malu, akan banyak yang berpikir negatif tentang kita. Kita ini rekan kerja dan aku adalah pria yang sudah beristri.""Sudah jadi hal yang biasa jika pengusaha muda sepertimu tidak c

  • Berikan Suamimu Untukku, Mbak   123. Pilihan Hidup

    Aku mengajak mama masuk, aku ingin segera bertemu mas Bara dan mengakhiri pertemuan hari ini. Aku juga tidak tahu kapan akan bisa bertemu kembali. Tapi yang jelas hari ini aku harus bertemu dengan mas Bara, mantan suamiku. Mas Bara tidak lagi berambut panjang, penampilannya sedikit rapi. Tapi badannya semakin kurus dan tatapannya begitu layu. Mas Bara tersenyum melihat kedatanganku."Apa kabar, Mas?""Seperti.yang kau lihat, bagaimana denganmu?""Sama, seperti yang kau lihat, aku baik-baik saja. Aku ke sini karena ingin meminta maaf padamu, aku tidak bisa hadir di persidanganmu Mas. Aku sedang dalam masalah waktu itu.""Tidak apa-apa Aruna, semua sudah selesai.""Dan aku tidak bisa memberikan bantuan untukmu sedikitpun."Mas Bara berdecak, entah kesal entah menyesal. Aku melirik nama Resti yang duduk di sampingku sementara mas Bara ada di hadapanku."Sepertinya tidak ada lagi yang perlu kita bicarakan mas, aku tadi sudah panjang lebar bercerita dengan Mama. Mama bisa menyambungnya de

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status