Share

Part 26

Author: Ida Saidah
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

[Sayang. Mas boleh minta uang lima ratus ribu nggak? Ini temen ada yang nelepon katanya anaknya sakit. Dulu Mas punya hutang sama dia dan sekarang ditagih.] Send, Imelda.

Terlihat dia sudah membaca pesan dariku dan sedang menulis pesan balasan. Semoga saja dia percaya. Kan selama ini juga Imelda memang mudah sekali dibohongi. Selalu mempercayai ucapan yang keluar dari mulut ini, padahal semua yang terucap hanya dusta semata.

Lama-lama enak juga punya istri seperti dia. Bucin, mudah percaya karena saking cintanya.

[Aku ada, sih, Mas. Kebetulan teman tadi langsung ngasih DP ke aku sebelum kerja. Tadinya mau aku pakai buat beli baju karena kebanyakan baju aku sudah kekecilan, tapi kalau Mas butuh gak apa-apa dipakai dulu. Kan Mas Bima itu prioritas aku.]

Tuh, kan. Apa aku bilang. Imelda itu mudah percaya kepadaku, bahkan ketika pergi pulang pagi setelah bermalam di rumah Arzeti teman kuliahku dan aku beralaskan mencari kerja dia percaya begit
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP
Comments (3)
goodnovel comment avatar
Serpihan Hati
gk seru ah tamat nya gantung
goodnovel comment avatar
Serpihan Hati
ini gimana kelanjutan nya..kok gantung
goodnovel comment avatar
Eka Sari
Lah tamatnya kok gantung ya hehehe
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Bercak Darah di Seprai Adikku    Part 27

    POV Author.Panggilan telepon tiba-tiba terputus. Bima mengepalkan tangan di samping tubuh, merasakan hawa panas di dada membayangkan kalau saat ini istrinya tengah bermadu kasih dengan laki-laki lain."Benar 'kan apa yang saya katakan, Mas?" Bahrudin bertanya seraya menghampiri Bima yang masih berdiri mematung tidak jauh darinya.Yang ditanya hanya menoleh sekilas lalu segera meninggalkan rumah Velly. Kakinya terayun cepat masuk ke dalam mobil, menyusuri jalanan kota sambil terus mencoba menghubungi nomor Imelda yang mendadak dinonaktifkan."Awas saja, Imel. Aku tidak akan memaafkan kamu kalau sampai membagi raga kepada orang lain. Meski aku bukan laki-laki setia, tetapi aku tidak terima jika dikhianati seperti ini!" gumam sang pemilik rahang tegas seraya mencengkram kemudi dengan erat.Mendadak Bima berpikir, mengapa Imelda terus memiliki uang walaupun dia tidak bekerja. Bahkan berapa pun jumlah yang Bima minta perempuan itu selalu menurutinya.Apa jangan-jangan uang yang diberikan

  • Bercak Darah di Seprai Adikku    Part 28

    Sambil berdecak kesal sang pemilik kulit bersih mengambil gawai di dalam tas, berniat menghubungi sang suami serta menanyakan keberadaannya, namun, baru mengusap layar ponsel dia sudah mendengkus membaca pesan di jendela notifikasi.[Sayang. Mas pergi cari kerjaan lagi. Tadi sengaja nggak bangunin kamu karena kamu terlihat pulas sekali seperti bayi sedang tidur. Mas ambil uang di dompet kamu satu juta ya? I love you honey.] Isi pesan dari Bima."Kapan aku yang dikasih uang sama kamu, Mas? Perasaan kok malah aku yang jadi tulang punggung di sini!" gerundelnya sambil melempar dompet yang sudah tidak berpenghuni. Padahal uang satu juta itu mau dia pakai untuk membeli baju baru, tetapi malah sudah diambil duluan oleh suaminya."Ah, sudah lah. Di ATM kan masih ada. Aku bisa gunakan uang itu untuk bersenang-senang. Kalau habis, ya tinggal nyari lagi. Yang penting Mas Bima senang dan tidak berpikir untuk meninggalkan aku!" Dia bermonolog untuk menghibur dir

  • Bercak Darah di Seprai Adikku    Part 29

    “Terserah kamu mau percaya sama aku apa enggak, Mas. Sekarang sebaiknya kamu datang ke kantor polisi saja dan bantu istri siri kamu keluar dari sana!” “Kita jalan sama-sa..” Belum selesai Bima bicara, Velly sudah memutuskan panggilan telepon secara sepihak. Bima mendengkus kesal. Ia lalu lekas mematikan laptop, beranjak dari tempat duduknya berniat pergi ke kantor polisi. “Loh, kamu mau ke mana, Sayang?” tanya Arzeti saat melihat lelaki yang sejak dulu dia kagumi berjalan tergesa-gesa keluar. Bima memang bekerja di perusahaan milik paman perempuan itu, dengan perjanjian akan menjadi kekasih Arzeti jika diterima di perusahaan ternama tersebut. “Ada urusan sebentar. Aku pamit pulang dulu, ya. Malam ini aku nggak ke rumah karena ada urusan mendesak!” Dia menyambar bibir kekasih gelapnya lalu segera mengayunkan kaki menuju parkiran. Sepanjang jalan Bima terus saja memikirkan ucapan Velly. Dia sebenarnya sedikit percaya kepada sang mantan istri, sebab ia juga mencurigai kalau Imelda m

  • Bercak Darah di Seprai Adikku    Part 30

    "Apa yang sedang kalian lakukan?" teriak Imelda seraya menghampiri dua sejoli yang sedang bermadu kasih itu, menarik rambut Arzeti hingga di sela-sela jarinya dipenuhi oleh rambut yang terbawa. Dada Imelda naik turun menahan amarah, sedang kedua mata berhias bulu palsu itu mulai memanas seiring rasa sesak yang memenuhi rongga dada. Plak! Belum puas menjambak rambut perebut suaminya, tangan halus perempuan itu mendarat dengan kasar di pipi Arzeti, membuat wanita yang sudah berpenampilan acak-acakan itu meringis sembari mengusap pipinya yang memerah serta terasa nyeri. Plak! Kini giliran tangan Arzeti yang mendarat di wajah lawannya. Dia hendak membalas menjambak Imelda, akan tetapi dengan sigap Bima menarik tubuh ramping wanita yang baru saja dia ajak menyelam ke samudera dosa itu. "Sudah, jangan pada ribut. Malu kalau nanti ada yang dengar dan melihat kita dalam keadaan seperti ini?" cegah Bima sambil terus menghalangi Arzeti yang sudah terlihat begitu emosi dan hendak menyerang

  • Bercak Darah di Seprai Adikku    Part 31

    "Entah di mana aku akan menyembunyikan rasa malu ini kepada Velly. Dulu dengan sombongnya aku membanggakan Mas Bima yang lebih memilih diriku dibandingkan dengan dirinya. Sekarang, hidup Velly perlahan mulai bangkit juga bahagia, sedangkan aku malah terombang-ambing di tengah lautan luka," ucap Imelda sambil mengusap air mata menggunakan punggung tangan. Tidak lama kemudian sebuah mobil berwarna hitam memasuki parkiran kantor. Bahrudin serta Velly keluar dari dalam mobil tersebut sambil bercengkrama juga bercanda ria, membuat Imelda merasa iri melihat Velly selalu berada di tengah-tengah orang yang tulus menyayangi. Dengan langkah ragu perempuan berbaju biru itu menghampiri sang kakak, menghambur ke dalam pelukannya meluapkan lara yang sedang menghimpit dada. "Kamu kenapa, Imel. Kenapa datang-datang langsung nangis? Ada apa?" tanya Velly dengan nada khawatir. Biarpun Imelda telah mencacah-cacah hatinya, sebagai seorang kakak yang sudah mengasuh perempuan itu dari kecil tetap saja m

  • Bercak Darah di Seprai Adikku    Part 32

    "Sampai kapan pun kamu tetap keluarga aku, Mel. Tapi untuk tinggal satu atap lagi aku nggak bisa. Aku sudah merasa nyaman hidup bersama kedua jagoanku." "Vell, sudah waktunya kerja. Saya menggaji kamu itu bukan untuk mengobrol saja tapi untuk memajukan perusahaan ini," timpal Bahrudin yang sejak tadi diam menyimak pembicaraan kedua perempuan di hadapannya. Sang pemilik mata dengan iris coklat itu mengangguk lalu berpamitan kepada Imelda, berjalan bersisian dengan sang bos menuju ruang kerjanya. "Maaf kalau ucapan saya tadi terlalu kasar, Vel. Saya cuma tidak mau kamu berlama-lama dengan perempuan itu dan akhirnya hati kamu luluh oleh bujuk rayunya." Bahrudin berujar setelah mereka berada di dalam ruangan. Bibir Velly melekuk senyum bak lengkungan bulan sabit yang berpendar di langit, membuat hati Bahrudin selalu bergetar jika melihatnya. Pria itu kemudian menundukkan wajah, menghindari tatapan Velly yang bagai magnet yang menarik hatinya

  • Bercak Darah di Seprai Adikku    Part 33

    "Maaf, Mas. Saya belum punya uang." "Kalau tidak punya uang jangan bertingkah. Sudah miskin harta, miskin adab pula. Datang ke rumah orang langsung teriak-teriak dan melempari batu." "Sekali lagi saya minta maaf. Saya melakukan itu karena kesal sama penghuni rumah yang lama." "Kenapa merasa kesal? Bukannya kamu yang sudah merebut suami pemilik rumah itu? Harusnya dia yang kesal sama kamu." Imelda menunduk malu mendengar ucapan Roger. "Sudah. Sekarang kamu bayar ganti ruginya. Total tujuh juta. Kalau tidak kamu saya laporkan ke kantor polisi!" ancam pria itu kemudian. "Tapi saya nggak punya uang, Mas. Bagaimana kalau Mas bawa saja saya ke rumah, menemani Mas, dan kita anggap urusan kita selesai. Impas." Pria berambut panjang itu tertawa mendengar penawaran Imelda. "Saya sudah punya kekasih dan tidak berminat sama barang bekas!" ujarnya kemudian begitu menusuk hati lawan bicaranya. "Sini, bayar uang ganti ruginya. Saya nggak mau tahu!"

  • Bercak Darah di Seprai Adikku    Part 34

    "Ampun, Bu. Sakit. Jangan perlakukan saya seperti ini. Saya ini manusia bukan binatang!" pekik Imelda sembari mencoba melepaskan diri dari jambakkan perempuan yang ternyata istrinya Petra itu. Kepalanya terasa kebas saking kerasnya si perempuan menjambak, bahkan di sela-sela jari wanita itu banyak sekali rambut yang terbawa."Kamu memang bukan binatang. Tapi kelakuan kamu sudah persis seperti binatang liar!" sungut istri Petra sambil terus membawa perempuan itu keluar dari hotel, mendudukkannya di parkiran kemudian dengan emosi yang sudah meninggi dan tidak bisa terkendali dia mencukur rambut gundik suaminya hingga menyisakan sedikit saja."Berani kamu mengganggu suami saya lagi, saya tidak akan segan-segan melakukan hal yang lebih kejam daripada ini!" ancam istri Petra kemudian.Wanita dengan jambul katulistiwa itu kemudian kembali masuk, kali ini menarik suaminya lalu memasukkannya ke dalam mobil sambil menampar wajah Petra berkali-kali.

Latest chapter

  • Bercak Darah di Seprai Adikku    Part 50(Ending)

    Sesuai permintaan suaminya, Velly merubah penampilan menjadi lebih tertutup. Ia mulai mengenakan hijab sebab Bahrudin selalu mengatakan kalau semua dosa yang dia lakukan akan dipertanggung jawabkan oleh suaminya di akhirat kelak, termasuk jika Bahrudin terus membiarkan istrinya tetap membuka aurat.Makanya ia secara perlahan mulai mengubah tampilan, bukan karena keterpaksaan tetapi karena kesadaran juga dorongan hati untuk menjadi wanita yang lebih baik lagi. Velly juga mulai berhenti bekerja dan lebih fokus mengurus anak-anak serta bunda sebagai tanda baktinya kepada sang suami.“Mbak, sebelumnya aku minta maaf, aku sama Mas Rofiq niatnya pengen cari rumah kontrakan yang baru. Nggak enak kalau terus menerus numpang sama Mbak,” kata Imelda ketika mereka sedang santai bersama di ruang keluarga.“Lho, memangnya kenapa kalau kalian tinggal di sini? Kami nggak pernah merasa keberatan kok. Lagian saya sama Dek Velly juga mau

  • Bercak Darah di Seprai Adikku    Part 49

    “Mel, aku mohon. Aku janji akan berubah. Aku mencintai kamu. Aku menderita hidup bersama Arzerti.”“Silakan nikmati hidup kamu bersama dia. Bukan kah kamu yang memilih untuk hidup bersama dia dan sudah membuang aku?”“Aku khilaf waktu itu.”“Tetapi aku sudah tidak percaya lagi sama kamu.”Bima mendesah kecewa mendengar jawaban dari Imelda. Padahal, tadinya dia berharap masih ada kesempatan kedua dari istrinya, sebab Bima merasa sudah tidak tahan dengan perlakuan Arzerti kepadanya dan ingin kembali merajut asa bersama Imelda serta putri mereka.“Tolong talak aku, Mas,” pinta Imelda lagi.“Tidak, Imel. Kalau kamu tidak mau kembali sama aku, aku juga tidak akan pernah menjatuhkan talak sama kamu. Biar status kamu menggantung terus dan tidak bisa menikah lagi dengan siapa pun!” jawab Bima dengan lugas.Imelda menggelengkan kepala sambil menangis. Melihat kejadian itu, Bahrudin segera menghubungi Arzeti, memberi

  • Bercak Darah di Seprai Adikku    Part 48

    Hari ini Imelda sudah diperbolehkan pulang karena keadaannya sudah semakin membaik.Velly mengajak sang adik untuk tinggal di rumahnya, sebab takut terjadi sesuatu jika Imelda tinggal sendiri di rumah kontrakan, apalagi paska operasi seperti sekarang ini.Awalnya Imelda menolak. Akan tetapi Velly terus saja mendesak dan tidak mau ditolak. Akhirnya mau tidak mau Imelda pun menyerah dan menuruti semua permintaan kakaknya.Danis dan Dariel terlihat begitu senang ketika tantenya datang menggendong adik bayi. Mereka segera mengerubungi anak Imelda, menciumi pipi bayi berusia tiga hari itu secara bergantian.“Mama, kapan Dariel punya dedek kaya Tante Imel?” tanya bocah berusia lima tahun itu dengan polos.“Insyaallah secepatnya. Abang jangan lupa sering-sering minta sama Allah supaya di perut Mama bisa ada dedek bayinya,” jawab Velly seraya mengusap lembut rambut anaknya itu.“Abang Dariel, Dedek, ayo ikut Papa ke masjid. K

  • Bercak Darah di Seprai Adikku    Part 47

    “Mbak Imel kenapa? Sakit? Kok wajahnya pucet banget?” tanya Rofiq yang sejak tadi sibuk memasukkan barang-barang yang akan dia bawa ke dalam tas obrok di motornya.“Nggak tahu, Mas. Dari semalam perut aku sakit. Ini malah makin terasa nyeri banget!” jawab Imelda seraya meringis kesakitan.“Jangan-jangan Mbak Imel mau melahirkan?”“Nggak tau, Mas. Emang HPL-ku sudah lewat tiga hari sih, dan baru sekarang ada tanda-tanda kaya mau melahirkan.”“Sudah hubungi Mbak Velly?”“Belum. Nanti saja kalau sakitnya sudah mulai berasa banget. Kasihan dia kalau direpotin terus.”“Tapi kan, Mbak. Daripada nanti kenapa-kenapa, mendingan Mbak kabari saja Mbak Velly sekarang.”“Iya.”“Sini nomernya Mbak Velly. Biar saya yang menghubungi dia!” Rofiq mengeluarkan ponsel lalu menekan dua belas digit angka yang disebutkan ole

  • Bercak Darah di Seprai Adikku    Part 46

    Cup!Bahrudin tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk mengecup. Gemas melihat bibir sang istri yang dimajukan beberapa centimeter.“Nyosor mulu kaya bebek!” protes Velly pura-pura merajuk.“Aku kecanduan nyium kamu, Sayang.”“Memangnya aku obat bikin candu?”“Iya. Obat luka di hati aku.” Mengambil tangan istrinya, Bahrudin menautkan telapak tangan Velly di dada sambil mengunci netra perempuan itu dengan tatapannya.“Udah, ah! Pagi-pagi udah menggombal. Ayo, sarapan dulu. Malu sama Bunda kalau di kamar terus. Nanti dikira lagi ngapa-ngapain lagi!”“Memangnya kalau lagi ngapa-ngapain kenapa? Bunda juga pernah muda dan menjadi pengantin baru. Pasti beliau paham lah.”“Tapi aku laper...”“Oke. Ayo kita keluar.” Tangan Bahrudin merangkul pundak istrinya lalu segera keluar dari dalam bilik.Bunda melekuk senyum bahagia melihat kemesraan anak serta menantunya. Ia juga sangat bersyuku

  • Bercak Darah di Seprai Adikku    Part 45

    Jarum pendek jam sudah menunjuk ke angka sembilan malam. Seluruh tamu undangan sudah pulang ke rumah masing-masing, pun dengan Bunda yang sudah sejak habis isya masuk ke dalam kamar yang sudah disediakan oleh menantunya. Velly masuk ke dalam bilik, membuka kebaya yang melekat di tubuhnya lalu menggantinya dengan daster seperti biasa setiap mau tidur. Tidak lupa juga membersihkan wajah dari sisa make-up yang menempel menggunakan miccelar water dan dilanjut dengan mengoles sedikit krim malam. Dari pantulan cermin terlihat Bahrudin masuk ke dalam kamarnya, menerbitkan senyuman membuat jantung perempuan berambut sebahu itu berdetak tidak karuan. Bahrudin terus menelisik tampilan sang istri dari ujung kaki hingga ujung kepala, merasa ada yang aneh melihat Velly yang biasa berpakaian rapi hanya mengenakan daster sebatas lutut, membuat jakun laki-laki bertubuh tambun itu naik turun kala melihat kaki jenjang istrinya. “Kenapa liatinnya seperti itu, Mas? Aku jelek ya

  • Bercak Darah di Seprai Adikku    Part 44

    Velly turun dari sepeda motor dan lekas mengayunkan kaki menuju halaman taman kanak-kanak tempat dimana Dariel mulai menimba ilmu.Bocah berusia lima tahun itu sudah menunggu di ruangan guru bersama wali kelasnya, dan langsung berlari ke luar saat melihat ibunya datang menjemput."Bye...Bye, Miss Titi. Aku pulang dulu ya?" Dariel menyalami tangan ibu guru lalu segera naik ke atas motor."Duluan, Miss," pamit Velly kemudian."Iya Bunda. Hati-hati!" Mantan istri Bima itu kembali menyalakan mesin sepeda motornya, melajukannya membelah jalanan kota sambil mengobrol panjang lebar dengan Dariel.Mereka kemudian berhenti di sebuah minimarket untuk membeli beberapa camilan juga kebutuhan pokok yang sudah habis di rumah, serta membeli ice cream seperti biasa."Apa kabar, Vel?" Wanita berambut sebahu itu menoleh ke arah sumber suara ketika mendengar suara berat seorang laki-laki. Dia terus menelisik tampilan orang y

  • Bercak Darah di Seprai Adikku    Part 43

    “Siapa kamu ikut campur urusan rumah tangga saya?” Bima menunjuk wajah si pria sambil menahan amarah luar biasa.“Saya memang bukan siapa-siapa. Tetapi saya tidak akan membiarkan kamu menyakiti Imelda!” jawab pria yang bekerja sebagai kurir ekspedisi yang biasa mengambil barang jualan Imelda.“Saya ini suami dari perempuan itu. Jadi kamu tidak usah sok jadi pahlawan kesiangan di sini!”“Oh, jadi ini suami tidak tahu diri dan tidak bertanggungjawab itu? Berani muncul juga kamu setelah sekian lama menghilang tanpa jejak. Sudah dibuang kamu sama istri baru kamu sampai akhirnya kembali mencari orang yang sudah kamu campakkan?!”“Tahu apa kamu tentang saya dan istri saya?!”“Saya tahu segalanya!”“Pasti kamu yang sudah menjelekkan aku di depan orang ini, Imel? Dasar perempuan murahan. Pela**r. Bisa-bisanya menjelekkan suami di depan orang lain!” Bima berjalan menghampiri Imelda, melayangkan tangan hendak menampar, akan tet

  • Bercak Darah di Seprai Adikku    Part 42

    “Coba ulangi sekali lagi ucapan kamu, Arzerti?” Bima mencengkram erat rahang istrinya.“Letoy!!” seru Arzeti sambil tertawa mengejek.Plak!Sebuah tamparan mendarat di pipi perempuan yang tengah dipengaruhi minuman beralkohol itu. Ini kali pertamanya Bima berbuat kasar kepada Arzeti, sebab ia merasa kalau istri barunya telah menginjak-injak harga dirinya.Imelda memang bar-bar. Tetapi dulu ketika dia masih hidup bersama, istri sirinya itu tidak pernah sekali pun menghina dia, apalagi sampai menjatuhkan harga dirinya seperti itu.Terlebih lagi Velly yang selalu menghormati dia juga memperlakukan ia dengan teramat baik hampir tanpa cela. Hanya saja karena sifat serakah juga tidak pernah puas dengan apa yang dimiliki Bima akhirnya mengkhianati cinta wanita yang telah memberi dia dua orang jagoan itu.Pun ketika sudah bersama Imelda yang sekarang sedang mengandung benih cintanya. Bima merasa bosan karena semakin hari istr

DMCA.com Protection Status