Home / Romansa / Berawal dari perjodohan / Keraguan Caroline

Share

Keraguan Caroline

Author: Kimz
last update Last Updated: 2021-04-02 16:31:48

Beberapa saat kemudian, aktivitas makan malam pun usai. Caroline masih saja bergulat dengan pikirannya yang tak berkesudahan. Carol tampak sangat gelisah hingga membuat Anita sedikit heran.

“Carol, Kamu kenapa?” tanyanya.

Deg!

“Hah? hmm … ti-tidak apa-apa,” jawab Carol gelagapan.

Anita mengerutkan dahinya sembari mengedarkan pandangannya melirik ke yang lain. Kini, tak hanya Anita yang heran dengan sikap Carol yang demikian, semua yang ada di meja makan ikut merasa heran, lebih-lebih si Ben. Semua mata menatap Carol, membuat Carol sedikit terintimidasi.

“Atau jangan-jangan, Kamu sakit?” khawatir Ernanda.

“Nggak kok, Tan. Aku hanya ….”

“Hanya apa, Carol?” sambung Galih. “Tidak biasanya Kamu bersikap seperti ini,” sambungnya.

“Aku … aku mau ….” Carol menghentikan ucapannya, tatapannya tertuju pada Ben yang juga sedang melihat ke arahnya.

“Mau apa, Carol?” tanya Anita penasaran.

“Hmm ... Um ….”

Sikap Carol yang demikian pastinya sedikit membingungkan semua orang yang sedang berkumpul di meja makan. Mereka saling lirik satu sama lain, dan pada akhirnya semua mata tetap tertuju pada Carol, menantikan klasifikasi darinya mengenai sikapnya yang aneh itu.

“Kenapa kalian semua melihatku seperti itu?” protes Carol. Lagi-lagi tatapan Carol terhenti pada Ben. 

Ben sedang menyipitkan matanya saat itu, kedua siku tangannya terletak di atas meja, kedua telapak tangannya saling bertemu terletak di bawah dagu menyangga wajahnya. Juga sedang menatap tajam ke arah Carol, membuat Carol semakin salah tingkah.

Ehem ….

Usai berdehem, Anita bersuara, “kalau ada masalah cerita saja, Carol.”

“Ti-tidak kok, Ma. Tidak ada masalah apa-apa."

Anita sebenarnya sangat ingin berkata, Kamu mungkin bisa membohongi yang lainnya, tapi tidak dengan mama. Namun karena tak ingin putrinya semakin terpojok dan merasa tak nyaman, Anita memutuskan untuk menyudahi topik ini. Dia memutuskan akan membicarakan ini 4 mata dengan Carol nantinya.

“Baguslah kalau begitu,” ucap Anita sambil tersenyum tipis. Carol ikut tersenyum, tapi gadis itu memperlihatkan senyuman yang sedikit aneh.

“Oh iya, kita pindah ke ruang tengah saja, yuk,” ajak Anita kemudian seraya melirik ke yang lainnya.

“I-iya, Ayo! Biar lebih santai, bisa sambil nonton juga,” sambung Carol.

Kemudian mereka semua pun beranjak dari tempat duduk mereka masing-masing, melangkah menuju ke arah ruang tengah. Urusan Caroline terlupakan sejenak.

***

Dari meja makan pindah lagi ke ruang tamu. Begitulah seterusnya tapi sepertinya ini yang terakhir terjadi.

Perbincangan santai kembali terjadi, yang mendominasi tetap para orang tua itu saja. Ernanda berbincang dengan Anita, sementara galih berbincang dengan Tristan. Sedangkan Carol dan Ben hanya saling diam, sibuk dengan kegiatan mereka masing-masing. Ben sibuk dengan ponselnya, dan Caroline lebih kepada sibuk dengan pikirannya yang tidak jelas. Sesekali, Caroline juga menonton acara televisi yang sedang berlangsung.

Hari semakin larut, waktu terus berputar. Tak terasa, sekitar 1 jam hampir berlalu begitu saja. Ben yang mulai gelisah usai melirik jam tangannya pun mencoba berbicara, 

“Ma, kita mau balik jam berapa? Ini sudah setengah 9 kurang 10 menit lagi,” ucap Ben tiba-tiba.

“Kalian mau pulang malam ini?” tanya Anita kaget.

“Kenapa tidak menginap saja?” sambung Galih.

“Iya, bener. Sudah malam begini, lebih baik nginep aja,” timpal Anita.

“Besok aku ada meeting. Meetingnya jam 10 lagi, jadi nggak mungkin bisa nginep.” Tristan yang menjawab.

Ernanda memanyunkan wajahnya, “baru juga sampai, masa pulang lagi? Ngobrol pun belum puas,” protesnya.

“Ya … habisnya mau gimana lagi, Ma? Lagian Kamu juga sih yang memaksa ke sini. Bukannya aku sudah bilang ke Kamu Sabtu malam kemarin, Senin aku ada meeting. Nunggu sampai minggu depan pun Kamu tidak mau,” sindir Tristan.

Ernanda tersenyum malu, lalu menjawab, “itu karena aku tidak sabar mau cepat-cepat menjodohkan Ben dengan Caroline.” 

Deg!

Caroline yang tadinya mulai melupakan perihal perjodohan, kini kembali diingatkan oleh Ernanda. Carol menggigit bibir bawahnya sembari menunduk.

“Nyatanya, Nak Carol juga belum bisa memberikan jawaban padamu, Kan?” Tristan kembali menyindir.

“Iya, iya … aku yang salah terlalu memaksakan diri. Ayolah kalau mau pulang sekarang.” Ernanda beranjak dari tempat duduknya.

Setelah itu yang lainnya juga ikut beranjak, termasuk Carol.

“Kenapa cepat sekali?” protes Anita. “Atau Kamu menginap saja disini, Da, 1 minggu. Minggu depan baru balik,” sarannya.

“Maunya sih gitu … tapi ….”

“Tapi tidak sampai hati meninggalkan suami sendirian?” potong Anita tersenyum mengejek.

“Hahaha … kamu tau aja, Nit,” tanggap Ernanda sambil membenarkan posisi rambutnya yang panjangnya sebahu.

“Ya sudah, yuk mau pulang!” alihnya melirik Tristan dan Ben.

Ben dan Tristan melangkah lebih dulu menuju pintu keluar, sementara Ernanda menghampiri Carol, melingkarkan tangannya pada punggung Carol penuh kasih.

“Tante,” sebut Carol sambil tersenyum tipis, Ernanda tersenyum balik.

“Sayang, tante harap Kamu bisa memberikan jawaban pada tante tentang perjodohan itu secepat mungkin, dan tante harap Kamu mau menerima perjodohan itu, Sayang,” bujuk Ernanda. Carol terdiam dengan ekspresi yang tak dapat diartikan. 

Untungnya Ernanda tidak sedang melihat ke arah Carol, tak ada satupun dari mereka yang melihat ke arahnya. Saat itu, Carol dan Ernanda juga berbicara sambil berjalan dengan langkah perlahan menuju pintu keluar menyusul Tristan dan Ben. Galih juga sudah melangkah lebih dulu bersama Tristan dan Ben. Sedangkan Anita ngacir ke dapur, menyiapkan sedikit oleh-oleh yang ada untuk dibawa balik keluarga Susanto ke Jakarta.

Carol kembali berperang dengan pikirannya sekarang, beradu argumen dengan dirinya sendiri. Jika saja dia akan menjawab, Carol pasti akan menerima perjodohan itu. Hanya saja, sangat sulit bagi Carol untuk menyampaikan jawabannya. Carol sangat bimbang saat ini. "Gimana ini?"

Related chapters

  • Berawal dari perjodohan   Terima atau tidak?

    Ernanda dan Caroline telah mencapai ambang pintu. Anita yang baru selesai menyiapkan bingkisan muncul dari arah dapur. “Nanda, ini untuk kalian!” ucap Anita seraya menyodorkan sebuah bingkisan yang terbungkus rapi di dalam sebuah dus kecil seukuran dus mie instan. “Ya ampun, Nit … tidak perlu serepot ini,” tanggap Ernanda sambil menyambut pemberian Anita. Ernanda juga melirik dus yang terlakban sempurna itu sekilas. “Nggak apa-apa, Nanda. Maaf, hanya bisa memberikan ini saja,” jawab Anita sambil tersenyum. “Ya ampun, ini juga sudah banyak. Seharusnya Kamu tidak perlu melakukan ini,” “Kamu ini, ini bukan apa-apa. Hanya sedikit jajanan murahan saja. Lagian kalian pulang secepat ini, ini pun masih untung kebetulan ada stok di dapur,” “Makasih ya, Nit. Aku juga lupa menyiapkan sedikit oleh-oleh untuk kalian tadi.” Ernanda menggaruk-garuk kepalanya dengan jari telunjuknya merasa tak nyaman. “Tidak apa-apa, Nanda. Kalian sudah

    Last Updated : 2021-04-02
  • Berawal dari perjodohan   Booking kamar

    Panggilan tersebut tak lain adalah dari Gaby. Ben masih marah pada kekasihnya itu, ia mengabaikan panggilan tersebut. Dia lebih memilih kembali menatap layar komputer di hadapannya. Kali ini Ben tak lagi melanjutkan pekerjaannya, sudah terlalu lama dirinya menatap layar, kedua matanya bahkan terasa perih. Ben sedang menyimpan data yang ia kerjakan, juga menyimpan beberapa file hasil tulisannya pada masing-masing folder tanpa lupa memberikan nama. Usai itu, Ben mematikan perangkat perangnya satu per satu. Dari LCD, berlanjut pada CPU. Drrrt … drrrt. Baru saja Ben menekan tombol on off pada CPU, benda persegi miliknya kembali bergetar. Tentu saja peneleponnya masih sama dengan yang tadi, yakni Gaby. Huuuh! “Mau apa sih dia?" Ben menatap layar yang menyala cukup lama kali ini. Dia sebenarnya sedikit merindukan Gaby, hanya saja dia juga sangat sakit hati pada Gaby. Tit! Ben mereject panggilan dari Gaby.

    Last Updated : 2021-04-02
  • Berawal dari perjodohan   Sulit diatur

    Sekitar setengah jam menempuh perjalanan dari bar menuju tempat mereka membooking kamar, akhirnya Ben dan Sandi beserta ketiga wanita malam yang mereka bawa serta tiba di sebuah hotel di kota Jakarta. Dua wanita yang merupakan pasangan satu malam Ben merengkuh manja pada sisi kiri dan kanan Ben. Sedangkan satu wanita lainnya adalah milik Sandi. Mereka berlima kemudian menuju ke arah kamar mereka masing-masing setelah selesai dari meja resepsionis. Tiba di depan kamar nomor 126, Ben dan kedua wanitanya menghentikan langkah mereka. Ben mengangkat salah satu tangannya, menempelkan tangannya itu pada gagang pintu, lalu menekannya ke bawah untuk membukakan pintu baginya, juga bagi kedua wanita di sisi kiri-kanannya itu. Tap tap tap! Langkah Ben Sander masih cukup mantap, dia belum begitu dipengaruhi oleh alkohol. Ben memang cukup kuat minum alkohol, hingga ia tak mudah tumbang. Bug! Ben mendorong salah satu wanitanya hingga terjatuh di temp

    Last Updated : 2021-04-02
  • Berawal dari perjodohan   Kehadiran Caroline

    Jegrek! Langkah Ben tertuju pada kamar mandi yang ada di dalam kamarnya. Ben ingin membersihkan dirinya lebih dulu sebelum melanjutkan tidurnya lagi. Badannya itu terlalu lengket, bau alkohol lagi. Ben tidak mungkin membiarkan tempat tidur pribadinya terkontaminasi oleh semua itu. Walau dia agak berandalan, tapi dia sangatlah bersih. Desiran air terdengar jelas dari kamar mandi, Ben melakukan kegiatannya itu cukup cepat. Sekitar 5 menit kemudian Ben sudah keluar dari kamar mandi dengan handuk putih yang menutupi bagian bawah dari tubuhnya. Bug! Usai mengganti pakaian, Ben menjatuhkan dirinya di atas tempat tidurnya. Huuuh! "Nyamannya," gumam Ben. Zzttt …. Dalam sekejap saja, Ben telah terlelap kembali. Hanya membutuhkan waktu selama 3 menit, Ben telah memasuki dunia mimpi. Gaby hadir di dalam mimpinya. Ben yang baru saja keluar dari kamar mandi tersentak saat melihat Gaby tiba-tiba berada di kamarnya. "Hei, baga

    Last Updated : 2021-04-02
  • Berawal dari perjodohan   Carol takut

    "Heh, aku peringatkan ya sama Kamu. Bukan berarti setelah Kamu menerima perjodohan itu Kamu bisa berbuat seenaknya atas hidupku. Lagian Kau juga sudah tau kan, aku sudah punya pacar dan aku nggak akan pernah mau dijodohkan denganmu," kecam Ben. Pada saat bersamaan ketika ia mengucapkan kalimat ancaman tersebut, Ernanda hadir di hadapan mereka. "Apa maksudmu berkata sepeerti itu, Ben? Bukankah Kamu sudah berjanji sama mama akan menerima dinikahkan sama Carol?" "Mama ...," sebut Ben kaget bukan main. "Bu-bukan begitu, Ma. Tapi ...." "Tapi apa, Ben? Kamu mau membuat mama jatuh sakit lagi, begitukah?" Ben menggeleng-geleng tanpa dapat mengeluarkan sepatah kata pun lagi. Selalu cara ini yang digunakan Ernanda untuk menaklukan putranya itu dan sialnya selalu ampuh. "Mama kecewa sama Kamu, Ben. Awas saja kalau Kamu berani macam-macam. Pokoknya Kamu tidak boleh lari dari semua ini. Kamu dan Carol akan segera menikah minggu depan," tekan Ernand

    Last Updated : 2021-04-02
  • Berawal dari perjodohan   Ben terkejut

    "Baik, Tuan." Bi Ina menjawab sambil mengangguk sopan. Baru saja Bi Ina akan berbalik, Ben tiba-tiba bersuara membuat Bi Ina kaget. Tentu saja penyakit latahnya kumat. Jika Tristan dan Ernanda bersikap biasa saja, lain halnya dengan Carol yang baru pertama kali menyaksikan Bi Ina bersikap demikian. Pastinya Carol tertawa kecil dibuatnya. "Malam, Pa! Tumben jam segini sudah di rumah," ucap Ben basa-basi. "Papa sengaja pulang cepat supaya bisa makan malam bareng dengan Caroline," sahut Tristan. "Kamu mau kemana sudah rapi begitu?" Tristan memandang Ben dari atas ke bawah, begitupun sebaliknya. "Keluar, Pa. Mau ke …," terang Ben terjeda. "Ngumpul sama temen, Pa. Iya ngumpul sama Sandi dan yang lainnya," bohong Ben. Sebenarnya dia mau menemui Gaby. Tadi siang batal karena kehilangan mood. Tristan menatap tajam ke arah Ben sembari melengkungkan alis. "Tidak boleh!" ucapnya. "Kamu tidak boleh pergi kemanapun. Duduk, dan temani kami makan malam!" tit

    Last Updated : 2021-04-24
  • Berawal dari perjodohan   Syarat pernikahan

    “Tidak, Ma. Maafin Ben, Ben harus pergi sekarang!” Ben bergegas melangkah menuju ke arah pintu keluar.“BE ….” Tristan baru akan membuka suara menanggapi sikap Ben yang sangat buruk itu.“Sudahlah, Pa. Jangan marah-marah,” potong Ernanda cepat.“Kamu masih mau membela dia, hah? Lihat saja kelakuan anakmu itu. Betapa tidak sopannya dia,” cerocos Tristan.“Bukan begitu, Pa. Di sini ada Caroline. Papa mau membuat Caroline ketakutan dengan sikap kasar Papa?”Seakan baru tersadar akan kehadiran Caroline di sana. Sejak tadi, Trist

    Last Updated : 2021-04-27
  • Berawal dari perjodohan   Hari pernikahan

    “Ben mau, setelah pernikahan nanti, kami berdua tinggal di apartemen!” ungkap Ben.“Apa? Apartemen? Kenapa tidak di sini saja? Apa rumah ini kurang nyaman? Apa perlu mama minta papa beli rumah yang lebih bagus?”“Tidak perlu, Ma. Setelah menikah, Ben ingin hidup mandiri. Tinggal berdua bersama istri Ben saja.”“Tapi ….”“Tidak masalah kok, Ma. Tinggal di apartemen juga bagus,” sambung Caroline.“Kamu serius, Sayang?”“Iya, Ma. Tidak apa-apa. Lagi

    Last Updated : 2021-05-02

Latest chapter

  • Berawal dari perjodohan   Ben cemburu

    Ben lari terbirit-birit saat Carol melangkah ke arah pintu utama gedung apartemen. Dia memasuki gedung dengan langkah seribu, lalu menuju lift dan mulutnya komat-kamit berharap pintu lift menutup cepat.Ungtungnya pintu lift tertutup persis saat Carol memutar badan menghadap lift. Gadis itu masih bisa melihat kilas sosok yang ada di dalam sana.“Bukankah itu Ben? Ah mungkin aku salah lihat.”Ting!Ketika tiba di atas, Ben bergegas keluar dari dalam lift kembali ke unitnya.Brak!Saking terburu-burunya dia, Ben menutup pintu dengan membanting pintu tersebut hingga menimbulkan bunyi yang cukup nyaring. Usai itu, ia bersandar di balik pintu untuk mengatur napasnya yang ngos-ngosan.Perlahan pikirannya membawanya menuju kejadian barusan, kejadian yang dia saksikan di luar tadi.“Siapa pria tadi? Jadi dia telat pulang karena pergi dengan pria itu?“Atau jangan-jangan itu pacarnya? Berani sekali dia ber

  • Berawal dari perjodohan   Ben gelisah memikirkan Carol

    “Sayang, kamu mau minum apa? Jus jeruk atau alpukat?” tanya Gaby sambil membuka kulkas.Ben tidak menjawab, yang ada juga sih Ben sedang sibuk mikirin Carol.Mau kemana dia? Pakai acara dandan segala lagi.Rumah masih berantakan, udah main pergi ajaa, dia pikir dia siapa?Awas kalau pulang malam. Telat masak, dia yang aku masak!“Sayang … Sayang …,” panggil Gaby berulang. Karena Ben tak kunjung menjawab, Gaby pun memekiknya. “Sayang!”“I-iiiya. Kenapa?”“Aku yang harus bertanya, Kamu kenapa ngelamun gitu? Dari tadi aku manggil-manggil Kamu tapi Kamu nggak jawab-j

  • Berawal dari perjodohan   Ben galau melihat Gaby akan pergi

    Perlahan Carol mengangkat wajahnya, dan ternyata itu adalah Leon. Pria yang menolongnya pagi tadi.“Loh, Kamu mau kemana?” tanya Leon heran.“A-aku mau … akum au pergi karena barusan aku dipecat karena datang terlambat,” jelas Carol.“Dipecat? Sama siapa?”“Sama Bu Riris.”Leon mengangkat kedua alisnya.“Aku permisi ya. Makasih udah nganterin aku tadi!”Carol kembali menunduk, dan melangkahkan kaki.“Tunggu!” tahan Leon.“Jangan pergi, ayo ikut aku kembali!” Leon bahkan langsung menarik tangan Carol mengajaknya kembali ke gedung kantor. Jelas hal itu membuat Carol sangat terkejut.“Kamu mau bawa aku kemana? Lepaskan!” berontak Carol. “Aku udah dipecat, buat apa kembali? Lepaskan aku!”“Tenang aja, aku akan mengurus semuanya. Kamu nggak akan dipecat,”“Maksudmu?”

  • Berawal dari perjodohan   Carol dipecat karena datang terlambat

    Carol melangkah ragu menuju gedung seraya menundukkan wajah, dia hanya mengangkat wajah sesekali saja.“Selamat pagi, Mbak Carol!” Seorang pria yang berprofesi sebagai satpam di kantor itu menyapanya. Si satpam ini membuat Carol agak terpelanggat.“Eh … pagi, Pak!” balas Fiona.“Baru datang?”“I-iya … hehehe.”“Itu kenapa pakaiannya kotor begitu, Mbak? Habis terjatuh atau gimana?”“Hm … oh, ini tadi kecipratan,”“Oh … kurang ajar banget yang melakukan itu,”Carol mengangguk, menyetujui perkataan bapak satpam.“Tapi nggak apa-apa, nanti saya coba cuci di toilet. Saya … masuk dulu ya, Pak!”“Oh … iya. Silakan, Mbak!”“Mari!”Carol bergegas memasuki gedung, dan berjalan secepat mungkin menuju ruangan para admin. Beruntung mejanya terletak

  • Berawal dari perjodohan   Sikap reseh Ben

    Ben meneriaki Carol setelah Carol melewatinya. Carol tak menghiraukan teriakan Ben hingga ia mencapai pintu keluar dengan langkah seribu.“Maaf, aku harus pergi. Aku sudah terlambat!” sahut Carol setelah ia selesai mengenakan sepatu flat di rak sepatu yang ada di dekat pintu dengan tergesa-gesa.“Kau!”“Aaargh!! Sial!! Dia sungguh berani padaku!”Ben hanya bisa megumpat kesal seraya menatap kepergian Carol. Akhirnya bukan dia yang pergi duluan, tapi Carol yang pergi duluan.***Di pinggir jalan, Carol menunggu angkot dengan hati gelisah. Sebenatar-sebentar Carol melirik jam tangannya sekedar ingin tau seterlambat apa dia saat ini. Padahal apa yang dilakukannya itu justru membuatnya semakin gelisah saja.“Gimana ini? Kenapa nggak ada angkot yang lewat?” keluhnya seraya memiringkan badan ke arah depan berharap menemukan angkot yang lewat.Namun bukan angkot yang lewat, j

  • Berawal dari perjodohan   Menjalankan tugas sebagai seorang istri

    Pagi-pagi sekali, Carol sudah bangun. Sebelum pergi kerja, ia harus menyiapkan sarapan untuk Ben, juga mengerjakan pekerjaan rumah lainnya, seperti membersihkan rumah, mencuci piring, mencuci pakaian, Ben telah memperingatinya sejak awal memasuki apartemen.Tidak ada asisten rumah tangga disana, jadi sebagai seorang istri yang baik, Carol harus bisa melakukan semua itu. Padahal, Ben sengaja memecat Bi Ondang yang biasa membantu disana. Ben ingin mengerjai Carol, membuat wanita itu lebih cepat menyerah dengan pernikahan palsu itu.Carol sangat penurut, sesuai dengan pesan mamanya, dia akan menuruti semua keinginan suaminya. Sekalipun pernikahannya tidak sesuai dengan keinginan, dia tetap akan melakukan kewajibannya selama statusnya dengan Ben masih menikah.“Masak apa, ya?”

  • Berawal dari perjodohan   Hari pertama tinggal bersama

    Ben dan Carol barusan tiba di apartemen milik Ben. Carol menurunkan koper dan barang-barang miliknya seorang diri dari dalam mobil."Jalan yang cepet!" sergah Ben.Carol menatap sinis Ben yang memunggunginya usai memberi titah. Ia melangkah dengan cepat."Ngomen aja yang Lo bisa. Bantuin kek. Barang sebanyak ini, gue yang bawa sendiri, terus Lo suruh gue cepat. Dasar nggak waras!" dumel Carol menyerupai berbisik.Setibanya ia di depan pintu gedung apartemen, Ben berbalik hanya sekedar memastikan Carol sudah berjalan sejauh mana. Tentu saja posisi Carol masih cukup jauh."Heh, Manusia siput … lambat amat sih kalau jalan. Cepetan, aku nggak suka menunggu lama," cetus Ben.Car

  • Berawal dari perjodohan   Carol dan Ben tinggal satu atap

    “Ya … seperti yang Mama lihat saat ini. Ben dan wanita murahan ini tidur di tempat terpisah,” sinis Ben.Kalimat Ben jelas membuat Tristan naik pitam.“Kurang ajar! Kau benar-benar ingin membuatku marah ternyata!”Pria paruh baya itu langsung beranjak dari tempat duduk dan mencengkram kerah pakaian Ben. Tangan kanannya terkepal dan terangkat hendak melayangkan pukulan pada wajah putranya itu.“Pa … tenanglah. Jangan gegabah!” Ernanda ikut bangkit melerai ayah dan anak ini.“Lihat saja putramu ini, Kau terlalu memanjakannya,”“Lalu mau Kau apakan dia, Pa? Mau membunuhnya, hah?”Glek!Tristan menelan ludah, wajahnya memerah padam menahan emosi yang beruap-uap.“Tolong dengarkan aku untuk sekali ini saja. Tenanglah, dan biarkan aku yang mengatasi semua ini.”Nafas Tristan terdengar memburu, perlahan ia menurunkan tangann

  • Berawal dari perjodohan   Tristan dan Ernanda mengetahui semuanya

    Keesokan harinya, ternyata Ernanda tidak jadi datang mengunjungi Ben karena harus menemani suaminya melakukan perjalanan bisnis mendadak ke Eropa. Namun, Ernanda meninggalkan pesan seabrek pada Ben agar lebih memperhatikan Carol.“Jangan biarkan Carol kerja. Kenapa dia harus kerja? Bukankah duit yang mama dan papa kirim untuk setiap bulan lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan kalian?”“Kalau butuh duit lebih pun seharusnya Kamu yang kerja, bukan istrimu. Kamu kepala keluarga, Ben.”“Pokoknya mama nggak mau tau, kalau Carol masih kerja disana, mama akan meminta kalian kembali kerumah!”Pagi-pagi sekali Ben harus mendengar ocehan mamanya melalui sambungan telepon.“Males banget. Bel

DMCA.com Protection Status