Ganes mondar-mandir di depan kamar perawatan. Ia yang tampak gusar, mau tak mau menggigit bagian bawah bibirnya hingga hampir berdarah.Sesekali, ia akan melongok ke dalam kamar, mencoba memastikan bahwa Nyonya Saras masih baik-baik saja. Terlebih, setelah usaha sang mentor yang menyelamatkannya dari marabahaya.Beruntung, letak strategis gedung kesenian tak membuat banyak pihak kelimpungan. Ambulans yang dihubungi bisa langsung tiba lima menit kemudian. Lantas, membawa Nyonya Saras untuk dirawat sebab mengalami sesak napas hebat.Pintu kamar ruang UGD telah terbuka. Ganes terburu-buru mendekat, mempertanyakan keadaan sang mentor utama."Ibu Saras hanya sesak napas. Mungkin, dia terkejut akan sesuatu dan merasa shock. Itu saja. Tak ada yang perlu dikhawatirkan."Pernyataan sang dokter jaga, berhasil membuat Ganes meluruh ke lantai. Ia menangis sejadi-jadinya usai mengucapkan banyak terima kasih atas pertolongan pertama yang diberikan.Ganes bangkit dengan pelan. Ia hendak masuk saat m
Ganes masih diam seribu bahasa meski Nyonya Saras mengajaknya bicara. Keduanya telah tiba di sebuah rumah yang cukup besar di tengah kota tepat sebelum jam menunjuk ke angka delapan malam.Ganes yang masih terkejut dengan fakta yang ada hanya bisa mengunci mulut rapat-rapat. Tak ada yang bisa ia katakan selain kekecewaan yang lebih dalam dari sebelumnya.Melihat sang murid yang masih enggan bicara, Nyonya Saras memilih membuatkan wedang rempah. Ia sendiri merasa begitu terkejut dengan pengakuan Rajendra. Akan tetapi, yang lebih ia takutkan adalah mental Ganes menjelang debut kali pertama.Di tanah seluas sembilan puluh meter persegi, rumah split level dengan nuansa minimalis yang ditinggali Nyonya Saras, kedua perempuan beda usia itu sibuk mengeja masing-masing perasaan. Ganes dengan banyak praduga, sedangkan Nyonya Saras menggeprak banyak rempah.Beberapa kali, geprakan Nyonya Saras yang kencang nan keras tak membuat Ganes teralihkan. Sebaliknya, perempuan dua puluh satu tahun itu me
Ganes menangis sesenggukan. Ia benar-benar tak habis pikir dengan masa lalu sesuram apa yang dialami oleh Rajendra."Bu, a-aku harus minta maaf padanya."Nyonya Saras menggeleng dengan kuat. Ia telah meraih tangan Ganes yang telah memeluk lutut setelah banyak cerita yang ia ungkap."Percayalah, Nes. Dia tak akan suka dengan usahamu yang demikian. Sebaliknya, dia akan marah. Dia akan membenci kita semua. Dia tak suka dikasihani. Dia tak ingin masa lalunya diendus begitu saja.""Tetap saja, aku harus minta maaf atas semua olokan yang pernah kulontar, Bu. A—""Sudah kukatakan sebelumnya, Ganes! Dia pun berhutang maaf padamu. Hanya karena masa lalu, bukan berarti dia bisa menilai banyak orang seperti yang sudah ia alami dulu, 'kan?"Ganes mengangguk, membenarkan. Namun, ia juga tak bisa untuk tetap diam di tempat. "Apa yang harus kulakukan, Bu? Harusnya, aku marah dengan perlakuannya padaku, tapi di sisi lain, aku bersimpati atas masa lalunya yang begitu buruk."Nyonya Saras mengangguk, m
Ganes baru saja tiba di kediamannya. Tawaran untuk menginap di rumah Nyonya Saras ia tolak mentah-mentah. Bukan karena enggan menghargai tawaran mentornya sendiri, melainkan karena ia terlanjur tak enak hati.Alih-alih senang mendengar semua rahasia yang tak diketahui siapa pun di era sekarang mengenai Rajendra, ia malah terus kepikiran. Ada rasa tak percaya tentang masa lalu sang direktur yang tak bisa dibayangkan.Karena masih penasaran, mau tak mau Ganes membuka ponsel pintarnya. Dibukanya laman pencarian demi menemukan fakta yang tertuang. Benar saja. Saat kata kunci Rajendra terketik, puluhan berita dengan deadline mengerikan muncul tanpa mau dijeda.Ganes mengerjap-ngerjap. Ia menelan ludah susah payah. Mendengar caci maki warga dari cerita Nyonya Saras saja, hatinya teriris menyakitkan. Apalagi jika ia harus membaca sendiri, melihat sendiri keawaman masyarakat mengenai harga diri seorang pria.Ganes menangis sesenggukan. Ia benar-benar tak tahu apa yang harus dilakukan. Entah b
"Siapa kamu? Apa yang kamu mau?!"Pertanyaan dengan nada tinggi itu membuat Jean kian menggeram. Perempuan telanjang yang tengah berada dalam posisi siaga meski merangkak itu, menunjukkan gigi taringnya yang tak terawat.Wajahnya yang dipenuhi kotoran, membuat jijik banyak orang. Alih-alih terpantik hasrat dan gelora, para gerombolan yang tengah berkemah, yang berdiri ketakutan sembari mengayunkan balok kayu untuk menghalang-halangi, mereka kian mundur selangkah lebih jauh lagi. Rambutnya yang awut-awutan, yang baunya begitu menyengat, membuat beberapa lalat dan nyamuk berterbangan di atasnya."Apa yang kamu mau?!"Bentakan kian keras sebab Jean, gadis serigala yang terus menggeram itu kian mendekat dengan langkahnya yang terarah. Matanya menatap tajam dengan tatapan kosong demi memindai banyak tempat.Hingga pada akhirnya, saat hidung Jean mengendus aroma lezat nan nikmat yang ada dalam genggaman salah seorang dari gerombolan orang yang ketakutan, tatapannya berubah kian liar. Ia men
Dr. Shera telah mengobati Jean yang terluka. Sayang, kondisi si Jean yang kehilangan banyak darah sekaligus kedinginan, membuat Jean tak kunjung sadar. Terlebih, kawanan serigala itu sama sekali tak memberi Jean makan dan minum selama terbaring kesakitan. Sudah barang tentu tak ada energi yang bisa membuat Jean kembali pulih lebih cepat.Melihat kondisi Jean yang kian lemah, kawanan serigala pun terus melolong penuh kepiluan. Sudah tiba waktunya bagi mereka berpindah, berburu di tempat baru yang memiliki lebih banyak buruan. Mereka sudah terlalu lama tinggal di sana.Mau tak mau, ketua serigala memutuskan untuk meninggalkan Jean. Membiarkan gadis serigala itu sendirian dalam gua. Bersama kawanan, mereka pergi dari mulut gua dengan gamang.Melihat itu, ilmuwan yang berkemah tak jauh dari gua pun akhirnya melihat kesempatan. Meski angka selamat terbilang kecil, tetapi Dr. Shera tak ingin menyia-nyiakan kesempatan.Dengan cepat, setelah kepergian kawanan serigala, para ilmuwan datang dan
Terang saja, seluruh penonton menganga tak percaya. Di detik berikutnya, mereka semua bertepuk tangan kian meriah, seolah-olah menyambut baik usaha Ganes yang terus memerankan perannya dengan baik.Butuh lebih dari tiga jam untuk sandiwara teater itu berjalan dengan sempurna. Meski di pertengahan drama, seluruh lampu penerangan padam begitu saja. Namun, para aktor dan aktris itu tetap bersandiwara dengan baik.Walaupun begitu, penerangan dibantu dengan beberapa cahaya lampu sorot tangan. Nyatanya, diesel yang dimiliki pun tak mampu mengangkat konsumsi listrik gedung sebab kurangnya pemeliharaan.Beruntungnya, suasana remang-remang yang tercipta tanpa direncanakan itu berhasil memberi nuansa baru pada drama yang dibintangi oleh sang aktris di debut perdananya. Tepuk tangan kian riuh, bergemuruh saat Ganes dan kawan-kawan tampil di depan panggung, memberi salam terakhir saat Jean berhasil berjalan dengan kedua kaki.Debut Ganes sukses besar. Seluruh orang bertepuk tangan, bersiul, bahka
"Selamat, Ganes! Itu tadi bener-bener luar biasa! Sumpah, aku Sampek merinding pas ada yang nyambukin! Kesel sama si Geral. Sumpah! Udahlah jahat, mau sok jadi orang yang ngadopsi Jean, malah enggak taunya Jean yang udah belajar berdiri diperlakukan kayak binatang lagi hanya demi duit. Setan, emang!"Ganes tertawa saat mendengar apresiasi dari sang kawan. Ia hanya mengangguk, lantas kembali berterimakasih atas kehadiran mereka."Makasih banget, sudah mau jadi bagian dari pertunjukan ini. Makasih, Bu Ros, Emak, Mama sama Mami."Mama, sebutan untuk pengurus panti yang ia kirimi tiket pertunjukan VIP pun hanya bisa mengangkat kedua jempolnya setinggi dada. "Akhirnya, apa yang pernah kamu cita-citakan, apa yang pernah kamu kagum-kagumkan, benar-benar tercapai. Selamat, Ganes."Mendengar itu, kaca-kaca pada kedua mata Ganes pun tercipta. Ia teringat akan sosok Bunda, orang yang terus mendukungnya sejak lama. "Hanya ini yang bisa kubanggakan."Mami menunjukkan gambar yang diambil melalui po
Ganes menghela napas panjang. Ia benar-benar tak habis pikir dengan pemikiran sang kawan. Terlebih, niat yang dikukuhkan demi bisa menyainginya.Padahal, Ganes tak pernah melupakan Diana. Ia bahkan selalu berterimakasih atas segala hal, meski tak pernah diterima. Namun kini, alih-alih mendukung ia akan mendapat tusukan dari kawan sendiri.Ganes telah menyelesaikan tiga permintaan antar dari aplikasi ojek online yang menaunginya. Ia memilih menepi sebentar di pinggir jalan. Bukan untuk sarapan, melainkan untuk membuka pikiran.Sudah barang pasti ada hal yang tak memuaskan bagi Diana hingga harus berniat hendak menusuknya dari belakang. Walaupun Ganes tak tahu pasti apa itu, tapi ia memaksa untuk mengingat banyak hal.Nyatanya, ia merasa memang tak pernah punya salah. Begitu pun Diana. Tak ada tanda-tanda sikap Diana yang berubah. Terlebih, setelah ia diberikan peran untuk debut pertama.Mau tak mau, Ganes mencoba menghubungi sang kawan. Telah ia kirimkan pesan singkat pada Diana hanya
"Apa yang membuatmu begitu ikut campur atas masalah keluargaku, Nes? Masalahmu sendiri saja, kamu tak mampu menyelesaikannya! Lantas, kenapa ikut campur masalah orang?"Pertanyaan Diana terus terngiang dalam kepalanya. Sudah berhari-hari ia tak lagi bertemu dengan Diana. Jangankan bertemu dan kembali bersenda gurau, untuk saling menyapa dalam pesan singkat pun keduanya terlihat enggan.Ganes dengan kekecewaannya yang mendalam sedangkan Diana dengan kekesalannya sebab dituduh sedemikian rupa. Sudah tujuh hari pula ia bekerja lebih dari delapan jam tiap harinya demi menebus jam tayangnya saat pertunjukan.Bak didatangi Dewi Fortuna. Hal itu lantas membuat Ganes terlihat lebih sibuk dari biasanya. Dengan begitu, ia tak harus segera pulang ke rumah. Usai bekerja, ia akan melanjutkan pekerjaan utamanya sejak beberapa tahun silam, yakni menjadi sopir ojek online.Selama bekerja pun, tak ada satu patah kata yang bisa ia ungkap selain menjawab sapaan para aktris muda. Penampilannya dalam debu
"Saya tak pernah kenal dengan orang tua saya, Bu. Jangankan nama, darah yang mengalir saja tak akan mampu lagi mengenali mereka."Pernyataan yang masih terngiang-ngiang dalam kepala Ganes itu benar-benar membuatnya memikirkan banyak hal. Meski ia sendiri yang mengatakan demikian, tetapi saat mengingat ucapan Rosmana, ia mulai resah nan bimbang.Jam sudah menunjuk ke angka sepuluh setelah ia ngebit beberapa jam sepulang dari kediaman Nyonya Saras. Tujuh permintaan antar pun telah ia selesaikan dalam waktu dua jam. Lantas, segera ditujunya bangunan dua lantai yang menjadi tempatnya berpulang setelah sadar hari kian malam.Ganes telah merebahkan badan di kasur lantainya. Spon busa densiti tinggi itu berhasil meredam sakit punggung dan pinggangnya seketika. Ia mendesah panjang, lantas kembali terpikirkan mengenai jawaban Nyonya Saras.Bukan tanpa sebab. Tepat usai ia membersihkan badan, kala ia sibuk menenggak teh rempah buatan Nyonya Saras, ada yang membuatnya begitu resah. Melihat sang
Tujuh hari pertunjukan Ganes telah usai. Namun, hutang pekerjaan Ganes belum juga terbayar. Sejak awal, Rajendra memang telah menyiapkan segalanya. Mengenai neraka yang berkemungkinan akan membuat Ganes jera.Meski ada tanda tangan di atas kertas mengenai pertunjukan yang masih berada di jam kerja telah dihitung kerja, tetapi nyatanya ada catatan terakhir yang membuat Ganes rugi besar."Sialan emang si Jendra. Aku baru tau kalo pas tanda tangan mesti baca semua poin yang tertuang. Yang kutahu kan, cuma perjanjian bahwa pertunjukanku termasuk jam kerja."Gerutuan Ganes tak juga berhenti meski jam sudah menunjuk ke angka lima. Meski ia tak lagi berlatih di aula seperti yang sudah-sudah, tetapi tetap saja ia sudah bekerja lebih dari delapan jam."Sialnya, itu poin malah tercetak lebih kecil dan ditebalkan. Bodohnya, aku enggak baca. Halah. Emang otak si Jendra aja yang liciknya enggak kira-kira."Sekali lagi, Ganes tengah moping sembari terus mengomel tanpa jeda. Padahal, tak ada lagi se
Ganes baru saja usai memerankan pertunjukan di hari keduanya usai debut pertama kemarin sore. Dibukanya senyum lebar saat melihat Faruk yang datang sembari membawa buket uang.Bukan tanpa sebab. Sebagai permintaan maafnya tempo hari, Ganes memilih mengirimkan Faruk tiket pertunjukan.Kebetulan, Faruk pun tengah mengambil cuti sebab kondisi kesehatan yang tak memungkinkan. Itu sebabnya, ia bisa hadir memenuhi undangan dari sang kawan."Aku enggak nyangka, Nes, kamu sehebat ini. Sumpah, Ganes yang dulu ingusan, nangisan, gembengan, suka cari gara-gara, bisa semenakjubkan ini. Enggak salah emang kalo aku jadi kawanmu sejak dini. Membanggakan sekali!"Ganes tersipu mendengar pujian Faruk yang tiada habisnya. Ia telah menerima buket uang bernilai ratusan ribu dengan senyum mengembang. "Jangan muji terlalu tinggi, Ruk. Aku masih sebutir nasi di tengah kuah soto yang lagi dipanasi. Ngeri kalo sampek ledeh sendiri."Faruk terbahak-bahak. Ia telah menepuk bangku kosong di sebelahnya demi mengu
Ganes mulai membuka ponsel saat merebah di kamar. Beberapa headline berita ternama, menyorot namanya yang mulai banyak dikenal. Beberapa kali, senyumnya terkembang. Namun, tepat saat ia hendak berbangga dengan pencapaian diri, ia teringat akan kesalahannya sendiri.Ganes berusaha menarik napas dalam-dalam. Dibukanya salah satu pesan dalam aplikasi dalam jaringan. Dibukanya nama profil dengan gambar sang kawan sejak masih di panti asuhan.Ia ingat betul, beberapa hari sebelum debut pementasannya tiba, ia salah paham dengan apa yang terjadi pada Diana. Ganes masih berutang maaf, meski persahabatan mereka lebih dari sekadar terima kasih dan maaf."Kamu ngapain Diana, Ruk?" tanya Ganes kala itu.Ia yang telah naik pitam sebab melihat kondisi Diana yang awut-awutan, langsung melabrak sang kawan yang dikenal bak playboy kelas teri sejak masih sekolah."Ngapain Diana gimana? Aku kenal Diana aja enggak. Cuma sekedar ngomong berdua dan tanya-tanya. Titip salam juga. Enggak ngapa-ngapain, kok,"
Ganes tercekat. Kerongkongannya kering kerontang. Entah kenapa, pernyataan Tari berhasil membuatnya mematung di tempat.Butuh waktu lebih dari semenit untuk Tari pergi dari sisi lain tempat Ganes mengerjap-ngerjap. Lantas, di detik berikutnya, Ganes telah menatap gamang seluruh gemerlap malam.Dadanya terasa sesak. Begitu juga dengan geliginya yang terus menggemeletuk tak keruan.Hampir saja kaca-kaca di kedua matanya pecah saat Diana dan Emak tiba di hadapan. Cepat, Ganes menatap angkasa malam. Langit gulita yang dipenuhi kerlap-kerlip bintang usai badai menerjang."Bagus kan langitnya? Padahal, tadi ujan badai. Angin kenceng juga. Tapi yang di dalem enggak denger apa pun karena saking terpukaunya orang-orang sama peran yang kamu mainkan."Ganes masih mengerjap-ngerjap. Ia mengangguk meski kepalanya terus mendongak.Melihat tingkah absurd sang kawan, Diana makin kebingungan. Ditatapnya sang emak yang sudah ikut mendongak, lantas ia turut serta menatap langit malam yang kelam. "Ada ap
"Selamat, Ganes! Itu tadi bener-bener luar biasa! Sumpah, aku Sampek merinding pas ada yang nyambukin! Kesel sama si Geral. Sumpah! Udahlah jahat, mau sok jadi orang yang ngadopsi Jean, malah enggak taunya Jean yang udah belajar berdiri diperlakukan kayak binatang lagi hanya demi duit. Setan, emang!"Ganes tertawa saat mendengar apresiasi dari sang kawan. Ia hanya mengangguk, lantas kembali berterimakasih atas kehadiran mereka."Makasih banget, sudah mau jadi bagian dari pertunjukan ini. Makasih, Bu Ros, Emak, Mama sama Mami."Mama, sebutan untuk pengurus panti yang ia kirimi tiket pertunjukan VIP pun hanya bisa mengangkat kedua jempolnya setinggi dada. "Akhirnya, apa yang pernah kamu cita-citakan, apa yang pernah kamu kagum-kagumkan, benar-benar tercapai. Selamat, Ganes."Mendengar itu, kaca-kaca pada kedua mata Ganes pun tercipta. Ia teringat akan sosok Bunda, orang yang terus mendukungnya sejak lama. "Hanya ini yang bisa kubanggakan."Mami menunjukkan gambar yang diambil melalui po
Terang saja, seluruh penonton menganga tak percaya. Di detik berikutnya, mereka semua bertepuk tangan kian meriah, seolah-olah menyambut baik usaha Ganes yang terus memerankan perannya dengan baik.Butuh lebih dari tiga jam untuk sandiwara teater itu berjalan dengan sempurna. Meski di pertengahan drama, seluruh lampu penerangan padam begitu saja. Namun, para aktor dan aktris itu tetap bersandiwara dengan baik.Walaupun begitu, penerangan dibantu dengan beberapa cahaya lampu sorot tangan. Nyatanya, diesel yang dimiliki pun tak mampu mengangkat konsumsi listrik gedung sebab kurangnya pemeliharaan.Beruntungnya, suasana remang-remang yang tercipta tanpa direncanakan itu berhasil memberi nuansa baru pada drama yang dibintangi oleh sang aktris di debut perdananya. Tepuk tangan kian riuh, bergemuruh saat Ganes dan kawan-kawan tampil di depan panggung, memberi salam terakhir saat Jean berhasil berjalan dengan kedua kaki.Debut Ganes sukses besar. Seluruh orang bertepuk tangan, bersiul, bahka