Share

Mas Pras 13.a

Penulis: Nendia
last update Terakhir Diperbarui: 2023-03-18 20:52:17

Part 13.

Bisnis yang Menggiurkan

Tak tahu lah apa yang terjadi dengan anak itu. Pagi-pagi sudah uring-uringan tidak jelas. Beres-beres ruko pakai teknik perang. Geser sana-geser sini, sapu ini-sapu itu. Gedebak-gedebuk terus. Bisa-bisa pecah semua barang-barangku.

“PMS lu, Ri?” tanyaku pada gadis yang sedang menggeser etalase, lalu menyapu bersih bawahnya. Bagus, jadi bersih, tapi caranya itu membuat kami bergidik. Ah, bukan kami! Hanya aku dan Anton yang keheranan. Supri sepertinya sudah biasa, jadi dia tidak berkomentar.

“Bukan, Om. Lagi kesel!” Gadis bermata bulat itu melirik menunjukkan muka kecut.

“Om? Kemarin-kemarin bilang Aa, sekarang, Om.”

“Hiih! Udah tua juga pengen dipanggil Aa. Ngaca mangkanya ... Om.” Dia memberikan penekanan saat menyebut kata ‘Om’.

“Ampun dah, bocah!”

Dari pada ngurusin keanehan Riri, lebih baik aku masuk ruang reparasi. Dan mulai memperbaiki barang-barang yang ada di sana. Tidak ada kopi panas hari ini. Anak itu disuruh beli sarapan pun ketus.
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Berangkat Miskin Pulang Kaya   Mas Pras 13.b

    Setiap pagi kusempatkan untuk menelepon Sari, hari ini rasanya aku ingin melihatnya. Setelah menatap layar cukup lama akhirnya kutekan panggilan video call. Sebentar merapikan rambut, berkaca di layar yang sudah terhubung. Memastikan kalau rambut tidak dalam keadaan kacau.Dering telepon keluar terdengar cukup lama. Layar memperlihatkan notifikasi menunggu. Padahal kalau telepon biasa cepat sekali anak itu mengangkat.“Assalamualaikum.” Wajah dari sana terlihat, suara ucapan salamnya masih putus-putus karena sinyal yang belum stabil.“Waalaikumsallam. Sedang apa?” Lagi-lagi aku merapikan rambut.“Biasa, baru bangun,” jawab pemilik wajah tanpa riasan itu, meski natural dia terlihat cantik. Mirip artis Angelina Mahameru. Tahu tidak? Tahu? Tidak? Ah sudahlah, aku pun tak tahu.“Emmm ....” Kaku, aku tidak dapat melanjutkan perkataan. VC dengan panggilan suara ternyata berbeda.“Hari ini mau ke mana?” Kulontarkan pertanyaan yang terasa bodoh.“Tidak ke mana-mana di rumah saja, Mas. Itu Mas

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-18
  • Berangkat Miskin Pulang Kaya   Mas Pras 14.a

    Part 14. Tawaran Lain “Korupsi.” Aku mengangguk seraya tersenyum miris. “Tidak! Bukan! Ini bukan korupsi Pras. Alokasi dana itu memang diperuntukkan pengadaan barang. Jika tidak diambil maka akan dipertanyakan. Intinya uang itu memang harus diserap,” kilah Daryata. Sungguh miris, orang yang punya idealis, berkarakter paling nasionalis, karena uang berubah jadi iblis. Apa matanya sudah buram. Masih berkilah kalau bukan korupsi padahal sudah jelas. “Terserah kata, Mas. Tapi mengambil uang diluar fungsinya itu jelas korupsi. Di luar sana banyak warga miskin jangankan melihat uang ratusan juta bahkan ada yang dua puluh rubu saja tidak punya. Kenapa pemerintah mengalokasikan dana lebih dari kebutuhan. Seharusnya alokasi dana dari pemerintah juga sudah jelas tujuannya. Atau bagaimana sistemnya? Apa pemerintah menghambur-hamburkan uang begitu saja?” “Pras!” Daryata menyebut namaku seperti sedang memberi peringatan agar aku menghentikan ucapan. “Atau mungkin pengajuannya yang sengaja d

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-19
  • Berangkat Miskin Pulang Kaya   Mas Pras 14.b

    Setiap minggu aku keliling Mangga Dua untuk belanja memenuhi kebutuhan toko. Hari ini Bu Anggi—salah satu pemilik toko memberi tahu kalau barang yang aku minta untuk memperbaiki laptop milik laki-laki berkumis tebal itu sudah ada.Kubawa tas dan list barang-barang yang akan kubeli.“Supri, gue belanja dulu. Lu stand by di sini jangan ke toko dua,” titahku pada laki-laki yang bersila di ruang reparasi itu. Riri ada di sampingnya menyaksikan kakaknya membongkar barang-barang. Entah sedang belajar atau sedang mengganggu.“Siap, Mas!” timpal Supri.Aku berjalan ke depan, menuju mobil di parkiran.“Riri boleh ikut enggak?” Gadis itu nongol di pintu kaca, terlihat kesulitan menahan pintu yang menutup otomatis itu.“Ngerepotin enggak?”“Enggak. Riri mah pengen jalan-jalan ajah, bosen di sini terus.”“Dandan dulu enggak? Sekarang nih berangkatnya!”“Enggak. Ambil jaket ajah, suer.” Dia menunjukkan dua jari ‘V’.“Yaudah cepetan!”Gadis berambut panjang itu berlari ke lantai dua, menit berikutn

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-19
  • Berangkat Miskin Pulang Kaya   Mas Pras 15.a

    Part 15. Ada yang Menebar Fitnah.Aku menatap kartu nama itu. Masih mempertimbangkan apa kesempatan ini perlu di ambil atau tidak. Bu Anggi berdiri di hadapan, etalase menjadi pembatas antara kami. Riri yang sedari tadi mengikuti diam saja di sampingku, memperhatikan."Ambil saja, Pak, kalau ada uang. Selama perusahaannya masih berdiri, bapak aman," jelas Bu Anggi tampak mengerti kekhawatiranku."Saya belum berpengalaman yang begini, takut berisiko," seruku jujur. Beginilah kalau pengusaha kecil, berani ambil risiko untuk hal-hal kecil saja. Kalau berbicara nominal besar harus berpikir seribu kali. Uangku mungkin ada seratus juta di bank. Kalau diinvestasikan semua itu berarti kandas, jika tertipu sudah pasti aku akan bangkrut. Jika masih sendiri, aku berani main hantam. Sekarang ada karyawan yang bergantung, jadi banyak pertimbangan."Kalau tidak bapak tanya saja sama Ko Acong. Pembayaran mereka selama ini bagaimana. Kalau toko kami memang tidak memberikan tempo." Bu Anggi menyebut n

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-19
  • Berangkat Miskin Pulang Kaya   Mas Pras 15.b

    Setelah berbicara dengan Ko Acong, kubuka internet. Melakukan pencarian kabar tentang PT. Persada, ternyata perusahaan itu benar adanya. Dan masih berproduksi. Setelah menelaah aku semakin yakin untuk memenuhi kebutuhan komputer di sana.Keesokan harinya kuberi kabar Pak Andre, kalau tokoku siap memenuhi kebutuhan perusahaannya. Dia pun memberikan list pesanan yang harus dipenuhi bulan ini.[Nanti Bapak kirimkan penawarannya. Biar saya ajukan ke atasan.] Pesan dari sana membuatku tidak mengerti.[Penawaran seperti apa?][Nanti saya kirim contohnya lewat email.]Saat kubuka Email pesan dari Pak Andre sudah masuk. Alamat emailnya pun bukan dari @yahoo atau @gmail, tapi nama perusahaannya AndreIT@persada.com, ini alasan ketiga yang membuatku semakin yakin.Kubuka Attachment yang dia kirimkan, ternyata penawaran yang dia maksud berisi nama barang, deskripsi, quantity dan harga. Ada banyak barang yang tidak ada di tokoku. Itu artinya aku harus mematok kisaran harganya. Tak apa, aku punya b

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-19
  • Berangkat Miskin Pulang Kaya   Mas Pras 16.a

    Part 16. Solusi tak Terduga“Lihat akunnya, Mas!” Anton mengarahkan layar laptop. Netraku menyipit melihat foto-foto si pemilik akun. Ternyata seorang pejabat daerah, pantas saja status yang dia buat viral dengan mudah, pengikutnya saja puluhan ribu.Ada beberapa foto yang memperlihatkan si pemilik akun sedang bersama Daryata. Apa mungkin orang pengadaan barang yang mau bersekongkol dengan Daryata?Kurogoh ponsel dan mencari nomor di grup keluarga. Daryata. Sekarang biar kubicara dengannya.“Hallo Prasetio! Baru telepon sekarang kamu. Bagaimana pelajaran dari saya? Mengejutkan bukan!”“Jadi Anda sengaja melakukannya?” Darahku mendidih sampai ke ubun-ubun.“Oh, ya. Ini pelajaran agar kamu bisa bijak saat berbicara. Mudah bagi saya menumbangkan usahamu.” Daryata terbahak puas.“Pelajaran ini tidak akan menutup mulut saya. Kalau Anda bisa memfitnah saya juga bisa membuka kebusukan kalian!”“Silakan Prasetio! Tapi sebelum kamu melakukannya. Pikirkan dulu dengan siapa kamu berhadapan. Kura

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-19
  • Berangkat Miskin Pulang Kaya   Mas Pras 16.b

    Hari berikutnya masalah tidak kunjung selesai. Belum ada pelanggan satu pun. Kami jadi banyak waktu luang. Kuinstruksikan Supri bekerja di toko dua dulu, sedangkan Anton tetap stand by meski tidak ada pelanggan. Aku terus memutar otak mencari solusi.Hal mencengangkan terjadi lagi. Komentar testimoni dari para pelanggan sudah hilang. Mereka menghapus semuanya.Sekarang aku lebih tenang menyikapinya, masalah seperti ini tidak dapat diselesaikan secara terburu-buru. Biarkan semua terjadi apa adanya dulu, sambil kucari terus solusi yang tepat. Semoga nanti ada jalan terbaik.Banyak waktu luang karena tidak ada pekerjaan. Sehari dua hari tidak ada perubahan. Masih sama, sepi. Teringat beban bayaran yang harus kutanggung, upah karyawan, listrik, bahkan kontrakan tempat ini yang sebentar lagi harus diperpanjang, sementara uang simpanan sudah keluar. Kubuang kembali pikiran yang memberatkan kepala itu. Membiarkan otak relaks tanpa pikiran jelek.Aku menelepon Mamak, satu orang yang doanya se

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-19
  • Berangkat Miskin Pulang Kaya   Mas Pras 17.a

    Part 17. Kejutan Untuk DaryataAku tidur sampai matahari naik. Semalaman tak tidur membuat kantuk luar biasa. Denting ponsel menyala berkali-kali. Namun, aku seperti tak punya kekuatan untuk bangun.Anton menepuk pundak. “Mas ada telepon dari tadi.” Pria yang terlihat sudah segar itu memberikan benda pipih.Aku merih ponsel, memaksa bangun meskipun terpaksa. “Ya!” seruku pada seseorang dibalik telepon sana yang entah siapa. Irisku masih tak mampu beradaptasi dengan layar yang menyala.“PRASETIO! Kamu retas medsosku, HA?” Suara tinggi dari sama memekakkan telinga, siapa lagi kalau bukan Daryata, sepertinya dia sudah melihat kejutan dariku pagi ini.“Ya,” jawabku sekenanya.“Brengsek! Kurang ajar kamu! Pencuri! Beraninya main belakang! ... ” Daryata memaki.Seketika aku membuka mata. Tak tahu lagi umpatan apa yang dia lontarkan. Aku sudah menjauhkan ponsel dari telinga. Kantuk tiba-tiba hilang.Membayangkan bagaimana kalang kabutnya dia saat ini membuatku merasa lucu. Aku jadi tertawa.

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-19

Bab terbaru

  • Berangkat Miskin Pulang Kaya   Mas Pras 46. Tamat

    Part 46. EpilogBeberapa tahun lalu.Matahari sudah berada di barat, kala sepatu usang itu menginjak daun-daun kering bercampur ranting. Embusan angin dan suara burung di kejauhan sesekali memecah hening. Langkah kaki itu semakin cepat tatkala tonggeret berteriak semakin nyaring.Waktu sudah sore, sang surya yang sedari tadi bersembunyi di antara pohon-pohon kini tidak terlihat lagi, waktu Magrib akan segera menghampiri, sedangkan pemuda berseragam putih-abu itu masih membelah hutan jati.Jangan sampai kelewat malam di dalam hutan, karena itu bahaya, ia akan kesulitan berjalan dalam gelap.Saat berangkat ia hanya membutuhkan waktu dua jam dengan berlari. Namun, ketika pulang, dua jam belumlah apa-apa karena ia memilih berjalan biasa.Lapar, haus, lelah. Rasa itu mendera sejak siang tadi. Suara perutnya bukti kalau hari ini tidak diisi. Tunggulah dulu wahai perut, sebentar lagi sampai.Prasetio memacu langkah, kembali berlari sebelum gelap menyelimuti.Jam lima sore, Prasetio sudah ada

  • Berangkat Miskin Pulang Kaya   Mas Pras 45.b

    Lain halnya dengan Bulik Endah. Karier Daryata meninggi, anaknya berhasil menjadi anggota DPR daerah. Selama tiga tahun hartanya semakin berlimpah. Tentu sebagai ibu ia ikut menikmati.Dokter pribadi dan perawat pribadi selalu siaga menangani, sayangnya itu tak lama. Daryata hancur karena ditangkap KPK. Berita penangkapannya disiarkan di mana-mana.Istrinya kabur membawa apa saja benda-benda berharga yang bisa dibawa pergi. Rumah disita negara. Tinggallah Bulik Endah, wanita tua yang duduk di kursi roda.Siapa yang mau mengurusnya, bahkan semua asisten rumah tangganya pergi begitu saja.Wanita tua yang hampir menyentuh tujuh puluh lima tahun itu memutar kursi rodanya, tak tahu harus pergi ke mana. Air matanya berlinang, tangannya bergetar, takut, juga sudah tidak bertenaga.Perlahan kursi rodanya menjauhi pintu gerbang tinggi itu. Menembus siang yang terik, melaju di pinggir jalan ibu kota. Daryata bukan anak satu-satunya. Tapi untuk mengabari anaknya yang lain, tentu saja ia membutuh

  • Berangkat Miskin Pulang Kaya   Mas Pras 45.a

    Part 45. PenyesalanPak Nugroho menarik lengan istrinya cukup keras. Membawa wanita itu pulang secara paksa.“Sudah jadi hak milik orang lain, mbok, ya, masih mau di minta-minta. Opo nafkah yang bapak kasih kurang, Bu?” Nugroho bertolak pinggang.“Sopo sing minta, wong aku Cuma ikut-ikutan, kok. Bapak dengar sendiri. Pras yang mau balikin warisannya.”“Pras mau balikin karena tersinggung, Bu. Mikir! Warisan sedikit minta dibagi, keterlaluan namanya. Kalau ibu ikut-ikutan sama mereka, ibu ikut dapat dosa, bapak juga dosa. Nanti kamu kena azab, mau? Jadi orang, kok, keterlaluan. Harta gak dibawa mati, Bu.” Nada bicara Pak Nugroho semakin tinggi. Tiap kali emosinya naik, kepalanya ikut pusing. Pandangannya mulai berkunang-kunang. Pria itu tergopoh masuk rumah seraya memijat pelipis.“Pak, koe ra po-po.”“Ra, po-po bagaimana. HAH! Cari masalah saja!”***Di ruangan luas itu orang-orang berkumpul, Suroto dan anak cucunya ikut hadir melihat musyawarah keluarga besar ini.Di teras rumah, Bul

  • Berangkat Miskin Pulang Kaya   Mas Pras 44.b

    Suara takbir menggema di mana-mana. Membawa rasa haru yang berbeda. Bulik Endah meminta kami berkumpul malam itu. Aku, kedua kakak, dan Mamak, berjalan bersama menuju rumah Bulik Hasma. Di sana sudah banyak orang berkumpul.Kami memasuki ruang tamu luas di mana tikar membentang sebagai alasnya. Orang-orang berkumpul, duduk melingkar.Yang paling berkuasa di sini. Wanita tua yang duduk di atas kursi roda, mulai berbicara, “Seperti permintaan Prasetio, kita semua berkumpul di sini. Dia akan mengembalikan semua harta warisan yang diterima Ningrum. Sulastri sekarang tidak punya rumah, saya meminta anak-anak Ningrum mengembalikan setengah dari warisan untuk Sulastri. Tapi Prasetio berbesar hati akan mengembalikan semuanya.”Pak Nugroho beringsut dari tempatnya.“Bagaimana bisa. Itu sudah menjadi hak mereka.”“Diam saja, Pak!” sergah istrinya.“Kamu tidak perlu ikut campur, Nugroho, karena ini urusan putra-putri keturunan Sujono,” tegur Bulik Endah.“Saya ikut campur karena Pertiwi istri sa

  • Berangkat Miskin Pulang Kaya   Mas Pras 44.a

    Part 44. Hari TerakhirSetahun ini usahaku maju pesat. Ada tiga proyek besar yang kukerjakan sepanjang tahun ini. Aku sudah bisa membeli beberapa mobil operasional juga mencicil apartemen yang kami tempati sekarang.Semuanya bukan tentang uang. Bukan pula tentang rumah dan tanah. Andai mereka meminta baik-baik, akan kuberikan suka rela, silakan saja.Namun, yang tidak bisa kuterima adalah, bagaimana sikap mereka pada ibuku. Mamak yang selalu sabar pada mereka selama ini, tetap mengakui keluarga meskipun selalu dihina dan tidak diakui. Sayangnya sikap mereka tidak berubah sedikit pun.Aku sudah berusaha. Mengangkat kehidupan Mamak dengan caraku. Sayangnya mereka tetap seperti itu. Mungkin sekarang sudah waktunya kuakhiri semua. Mamak akan selalu tersakiti selama menginjakkan kaki di tanah milik keluarga Sujono.Satu-satunya solusi, Mamak harus pergi dari sana. Biarlah rugi-rugi sekalian, yang penting Mamak bisa hidup tenang.“Sayang, belum tidur?” Wanita berpiama cantik itu keluar dari

  • Berangkat Miskin Pulang Kaya   Mas Pras 43.b

    "Kebiasaan buruk kamu Prasetio. Orang tua belum selesai bicara kamu sudah memotong."Akhirnya aku diam, perasaan mulai tak enak karena pasti ada sesuatu yang buruk akan dikatakannya."Bukan saya ingin mengungkit yang telah lalu. Sudahlah, toh hidup kami lebih makmur daripada bapak ibu kalian yang serakah dan ternyata malah jatuh miskin."Aku melihat ke sisi lain, menyembunyikan ekspresi tak suka, jelas saja siapa yang bisa menerima perkataannya begitu saja. Untuk mengurus Mbah, Mamak dan Bapak menjual rumah dan tanah di Jakarta. Agar bisa hidup di sana sambil mengurus Mbah. Sampai harta Mamak dan Bapak habis, untuk Mbah cuci darah tiap Minggu.Wajar kalau Mbah membagi waris lebih besar untuk bapak, sebagai ganti uangnya yang sudah banyak digunakan. Tapi mereka tidak mau tahu berapa dana yang bapak habiskan. Yang mereka ingat kalau bapak diberi warisan paling besar, itu saja."Jadi begini. Abi, Tio, Pras. Bulik Sulastri usahanya bangkut di Kalimantan, suaminya telah berpulang. Sementar

  • Berangkat Miskin Pulang Kaya   Mas Pras 43.a

    Part 43. Warisan yang Selalu Menjadi Perdebatan“Mana anak juragan kontrakan?” Aku menyenggol pundak Vivian.“Orang gitu banget, ya. Menilai semua orang dari segi materi.”“Kebanyakan orang memang begitu apa lagi kalau tidak pernah susah. Di mata Tuhan manusia tidak berkasta-kasta. Tapi di mata manusia tetap saja.”“Iya, sih. Orang yang tidak pernah susah tidak peka terhadap orang susah.”Aku mengangguk kecil, kembali fokus melihat jalanan di depan. Ini hari ketiga kami di Gunungkidul. Keliling keluarga sudah. Rencana selanjutnya belum tahu apa lagi.“Main ke tempat bagus, yu, Dek!” ajakku jam delapan Malam.Vivian memicingkan mata, melihatku penuh tanda tanya. Seperti sedang membaca apa yang kupikirkan.“Kenapa?”“Bohong, ya? Pasti mau ngerjain.”“Enggak, lah. Ngerjain apa?”“Pasti tempat bagusnya kamar, hayo!” Mamak ikut tersenyum mendengar tuduhan menantunya ini.“Eh, pede. Memangnya yang kemarin kurang?”“Ih.” Vivian memukul pundakku. “Gak malu apa sama Mamak.”“Tidak apa-apa, pen

  • Berangkat Miskin Pulang Kaya   Mas Pras 42.b

    “Dek.”Vivian menoleh. Ia terlihat sedang berbincang dengan seseorang, setelah dekat baru aku sadari kalau itu ibunya Sari.“Ayo pulang, sudah sore.”“Iya, Yang. Bude ini nanyain keadaan Doni,” jelas istriku.“Bulik.” Kami salaman.“Pras, gimana Doni sekarang?”Aku agak tak enak mengatakan ini. Mungkin saja mereka masih berharap Doni menjadi menantunya. Aku melirik Vivian, menerka apa dia tahu siapa yang sedang ia ajak bicara.Vivian mengangkat alis, sendok ice cream masih menempel di bibirnya.“Emmm.” Aku menggaruk kepala belakang. “Doni dihukum lima belas tahun penjara, Bulik.“Apa?”“Itu sebenarnya lebih kecil dari tuntutan, karena kejahatan dia merupakan upaya pembunuhan dan pemerkosaan pada istriku.”“Ohh, kamu? Tapi kamu tidak apa-apa?” Mamaknya Sari memindai Vivian.“Tidak Bulik, Allah masih melindungi.”“Memang dasar si Doni, Wedus. Apa setiap wanita yang dekat dengan Pras dia dekati?”Vivian membulatkan mata kala mendengar itu. Ya, dia tahu kalau aku putus dengan Sari karena

  • Berangkat Miskin Pulang Kaya   Mas Pras 42.a

    42. Pamer Istri“Apa mau naik sepeda? Mas yang goes aku duduk di belakang.”Boleh juga idenya, minimalnya lebih cepat dari pada jalan kaki."Yaudah, mana?" Aku meraih sepeda. Duduk mantap di atasnya. Vivian duduk menyamping di belakang."Siap?""Cuuusss." Ia melingkarkan tangan di pinggang. Terdengar riang sekali.Pernah kukatakan bukan, kalau jalanan di sini bukan jalanan aspal. Namun, jalan coran dua jalur yang lebarnya tak lebih dari satu meter. Untuk berada di satu jalur ini lumayan susah kalau boncengan, karena membawa beban cukup berat, kadang terlalu ke kanan, kadang terlalu ke kiri.Aku fokus melihat jalan, sementara Vivian di belakang bercerita riang."Di sini tuh enak, suasananya masih asri, udaranya sejuk, banyak pohon-pohon. Coba kalo deket, aku balik tiap bulan. Eh, iya. Kenapa dari tadi tiap lewat depan rumah orang Mas nunduk sambil bicara apa itu?""Nuwun sewu nderek langkung.""Artinya?""Permisi numpang lewat.""Emang harus gitu, tiap lewat di depan rumah orang lain,

DMCA.com Protection Status